Anda di halaman 1dari 27

Tugas

SEJARAH PERKEMBANGAN TEORI EVOLUSI MAKHLUK HIDUP

(Disusun dan didiskusikan pada mata kuliah Evolusi yang diampu oleh
Dr. Frida maryati Jusuf M.PD)

Oleh :
Septia Yusuf
431418057

Kelas B Pendidikan Biologi

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2020

1
1.1 Evolusi makhluk hidup masa pra-Darwin
Menurut Septianing (2015), terdapat beberapa teori yang berkembang
sebelum adanya teori evolusi. Beberapa teori tersebut diantaranya:
1) Teori Penciptaan Spesies. Pada masa pra-Darwin dikenal dengan
adanya teori penciptaan spesies, yang menyatakan bahwa setiap
spesies diciptakan sesuai bentuk yang ada sekarang oleh kekuatan
eksternal dan supernatural. Carolus Linnaeus sepakat dengan teori ini.
2) Teori Katastrofisme. Selain teori tersebut dikenal juga dengan teori
Katastrofisme (Catasrtophism) yang menyatakan bahwa pergantian
spesies terjadi secara berkala melalui serangkaian bencana alam
(katastrofi) seperti banjur atau kemarau panjang, yang dapat
menyebabkan kepunahan makhluk hidup di bumi, lalu Tuhan
menciptakan spesies baru di daerah bencana tersebut. Seorang ahli
yang sepakat dengan teori ini adalah George Curvier.
3) Teori Uniformitarianisme. Salah satu teori yang menyatakan
sebaliknya adalah teori Unformitarianisme yang menyatakan bahwa
proses penciptaan bumi tidak secara tiba-tiba melainkan membutuhkan
waktu yang panjang. Teori ini dikemukakan oleh Sir Charles Lyell di
dalam bukunya yang berjudul Principles of Geology.

Pada masa pra Darwin, teori evolusi organik memperkirakan bahwa sejak
kehidupan muncul di bumi, telah terjadi suatu proses berkesinambungan.
Organisme yang hidup berasal dari bentuk-bentuk sebelumnya. Variasi-variasi
yang besar adalah sabagai hasil respons makhluk hidup terhadap perubahan
lingkungan. Respons ini berupa perubahan struktur dan fungsi tubuh makhluk
individu hidup yang kemudian dilangsungkan kepada generasi selanjutnya
melalui suatu proses pewarisan sifat yang telah mengalami perubahan itu.

Masa praDarwin dapat digolongkan menjadi dua tahapan, yaitu :

2
1) Masa Fiksisme (Aristoteles, Plato, Leeuwenhoek, Cuvier, Linnaeus,
Buffon, Hooke, dll), yang pemikirannya memiliki kedekatan dengan
mitos, sehingga pendapatnya juga lebih bercorak sebagai fiksi ilmiah.
Konsep-konsep utama yang berkembang masa itu :
 Sampai abad ke-18, paham yang berkembang adalah bahwa
organisme adalah sebagai ciptaan Tuhan, sehingga dalam
bahasan Biologi tentang “Asal-usul Kehidupan” disebut
sebagai Teori Ciptaan Khusus (The Special Creation).
Leewenhoek, meskipun dengan eksperimen yang menemukan
Paraemecium dari potongan jerami yang direndam air selama 7
hari (sesuai dengan kitab Kejadian, saat Tuhan menciptakan
dunia dan seisinya), menyatakan bahwa kehidupan berasal dari
benda tak hidup, yang disebutnya dengan konsep generatio
spontanea.
 Adanya kelainan atau cacat tubuh adalah sebagai kutukan, jadi
bukanlah sebagai perubahan makhluk hidup yang
dilatarbelakangi oleh seleksi alam maupun perubahan genetik
(mutasi) makhluk hidup.

Pemikiran yang mulai berbeda dengan teori Ciptaan Khusus kemudian


mulai digagas oleh beberapa orang ahli, seperti :

 Linnaeus mengelompokkan organisme berdasarkan kesamaan


alat reproduksinya, dan manusia dimasukkan ke dalam
kelompok kera (kera = Primata tidak berekor, monyet =
Primata berekor)
 Buffon menyatakan bahwa hewan-hewan bersifat plastis.
Variasi-variasi kecil yang dihasilkan lingkungan akan
berakumulasi membentuk perbedaan-perbedaan yang lebih

3
besar. Setiap hewan pada jalur tipe-tipe hewan, berubah dari
moyangnya yang keadaanya lebih sederhana.
 Cuvier menyatakan bahwa tipe-tipe baru spesies terbentuk
setelah ada bencana. Setiap spesies tercipta secara terpisah.
Georges Cuvier percaya bahwa bencana dan malapeteka yang
terjadi di muka bumi akan mengikis kehidupan yang ada.
Dalam setiap peristiwa bencana, selalu ada satu wilayah yang
terhindar dari bencana. Kehidupan yang tersisa akan menyebar
ke wilayah-wilayah lainnya. Cuvier meyakini bahwa ada
kehidupan yang telah mengalami kepunahan.
2) Masa Adaptasi & Transformasi (Hutton, Malthus, Lamarck, Lyell dll.)
Konsep-konsep yang berkembang pada tahapan ini adalah :
Semua ahli yang menyatakan teori evolusi masa ini didasarkan atas
adanya perbedaan antara makhluk satu dengan lainnya. Erasmus
Darwin, yang tiada lain kakek Charles Robert Darwin, dalam bukunya
“Zoonomia” menyatakan bahwa kehidupan itu berasal dari asal mula
yang sama. Respons fungsional yang dimiliki oleh individu makhluk
hidup akan diwariskan kepada keturunannya.
 Lamarck
Lamarck, adalah biologiwan Perancis yang dikenal karena
pendapatnya dalam teori tentang evolusi kehidupan. Dia
menyatakan bahwa perbedaan- antar individu terjadi karena
kebiasaan atau latihan-latihan yang dilakukan individu
tersebut. Hal yang diperoleh melalui latihan dapat diturunkan
kepada anaknya. Contoh yang dikemukakan adalah leher
jerapah. Hewan ini memiliki leher yang panjang karena mulut
di kepala selalu digunakan untuk meraih daun-daun pakannya
yang semakin tinggi.

4
Lamarck dikenal sebagai penggagas suatu bentuk teori evolusi
kehidupan, yang kemudian dikenal sebagai Lamarckisme. Ia percaya akan
adanya perubahan linear pada makhluk hidup dari bentuk tersederhana
menuju bentuk yang lebih canggih. Walaupun demikian, ia mendasarkan pada
pendapat yang telah berlaku sejak masa kuno yang menyatakan bahwa setiap
spesies sudah ada sejak penciptaan kehidupan. Pemikiran ini bertentangan
dengan banyak pendapat sarjana Perancis sezamannya, yang lebih condong
pada perkembangan spesies. Ketika itu dinyatakan bahwa spesies-spesies
terbentuk dalam perkembangan proses kehidupan, tidak "langsung jadi"
begitu saja. Perubahan yang terjadi pada spesies adalah sebagai akibat respons
mmakhluk hidup terhadap lingkungan (adaptasi). Anggota tubuh yang terlatih
akan menguat, sementara yang tidak terpakai akan melemah dan tereduksi.
Hasil adaptasi (sedikit demi sedikit) ini lalu diwariskan secara turun-temurun
kepada anaknya dan berlanjut sepanjang masa..
Semenjak Charles Darwin dan Alfred Wallace mengemukakan teori
mereka, teori Lamarck sering kali disitir untuk menyanggah pendapat
Darwinisme tentang seleksi alam. Pertentangan pemikiran ini baru tuntas

5
setelah cabang ilmu Genetika semakin dikenal orang pada abad ke-20.
Konsep-konsep genetika banyak memberi dukungan pada Darwinisme.
Para pendukung materialisme dialektika, pemikiran yang berkembang
pesat di akhir abad ke-19, menganggap Lamarckisme sesuai dengan ideologi
mereka, dan melahirkan Neo-Lamarckisme. Kaum ini menolak teori evolusi
Darwin, mengadopsi Lamarckisme, dan bahkan mempraktekkannya dalam
bidang pertanian di negara-negara komunis. Vernalisasi (perlakuan suhu
rendah) terhadap benih gandum dianggap dapat "melatih" tanaman sehingga
tahan menghadapi musim dingin. Pendapat ini dipercaya karena hasil
penelitian Ivan Mitschurin, seorang pemulia tanaman Rusia, menunjukkan hal
itu.
Charles Lyell mengemukakan adanya evolusi geologi. Teori ini
berbicara mengenai perubahan ketinggian tanah, sedimen yang dibawa oleh
air, perubahan partikel dan perubahan iklim. Dalam teori ini, organisme-
organisme yang ada dianggap sebagai turunan hasil modifikasi spesies-spesies
lain yang hidup di masa geologi sebelumnya
Malthus menyatakan bahwa kenaikan produksi bahan makanan seperti
fungsi deret hitung, sedangkan kenaikan jumlah penduduk (populasi) menurut
fungsi deret ukur. Karena pertumbuhan makanan tidak sebanding dengan
pertumbuhan populasi, maka setiap individu makhluk hidup harus berjuang
untuk mendapatkan makan sebagai prasyarat untuk mempertahankan hidup.

1.2 Evolusi makhluk hidup masa Charles Darwin


Charles Darwin berusia sekitar 22 tahun ketika melakukan ekpedisi
bersama HMS Beagle (sebuah kapal inggris yang berlayar ke seluruh dunia).
Ekspedisi ini seharusnya memakan waktu dua tahun tetapi Darwin
menghabiskan waktu hingga lima tahun. Selama perjalanan, Darwin
berkesempatan mengumpulkan dan mengobservasi keanekaragaman hayati
berdasarkan bentuknya. Pemikiran awal Darwin dipengaruhi pandangan

6
Aristoteles adalah bahwa : “tidak ada perubahan sejak waktu kreasi bumi”.
Campbell (2003) memperlihatkan cara Darwin mengambil kesimpulan
berdasarkan data observasi. Berikut adalah pola inferensi Darwin:
Observasi 1: Individu dalam populasi memiliki karakteristik bervariasi yang
sifatnya dapat diturunkan.
Observasi 2: Organisme memproduksi keturunan lebih daripada daya dukung
lingkungan Inferensi 1: Individu yang sesuai dengan lingkungannya akan
memproduksi keturunannya lebih banyak daripada individu lain.
Inferensi 2: Seiring waktu, sifat yang menguntungkan akan terakumulasi
dalam populasi.
Darwin membuat konklusi bahwa organisme yang mampu beradaptasi
terhadap lingkungan mampu meneruskan sifat unggul kepada keturunannya
melalui proses reproduksi. Darwin mengemukakan dua kata kunci dalam
teorinya yaitu seleksi alam (natural selection) dan adaptasi (adaptation).
Darwin menyadari bahwa adaptasi berkembang seiring berjalannya waktu
sehingga Darwin perlu menjelaskan mekanisme evolusi. Darwin mengajukan
kata “seleksi alam” sebagai mekanisme perubahan evolusioner. Beberapa
langkah mekanisme seleksi alam sebagai mekanisme perubahan evolusioner
adalah sebagai berikut.
1. Anggota populasi memiliki variasi sifat yang akan melewati proses
seleksi alam (keadaan lingkungan yang tidak menunjang).
2. Anggota populasi yang mampu bertahan hidup (beradaptasi) akan
mampu melakukan reproduksi dengan membawa sifat unggul daripada
individu lain.
3. Seiring berjalan waktu, proporsi sifat yang menguntungkan (mampu
beradaptasi) akan meningkat dalam populasi dan yang tidak memiliki
sifat tersebut akan musnah.

7
Seleksi alam merupakan proses yang terus berlangsung karena lingkungan
terus berubah. Kepunahan dapat terjadi bila proses adaptasi tidak sejalan
dengan perubahan lingkungan. Pandangan Darwin mengenai kehidupan
memiliki perbedaan yang sangat tajam dengan paradigma konvensional yang
mengatakan bumi baru berumur beberapa ribu tahun saja, dihuni oleh bentuk-
bentuk kehidupan yang tidak berubah dan telah diciptakan satu per satu
selama seminggu penuh di mana Sang Pencipta membentuk keseluruhan jagad
raya sehingga Darwin perlu berhati-hati dalam menyampaikan gagasannya
(Campbell, 2003).
Beberapa filsuf Yunani mulai meyakini terjadinya evolusi kehidupan
secara bertahap, akan tetapi Plato (1427 - 347 SM) dan muridnya Aristoteles
(384 - 322 SM) yang merupakan dua filsuf yang paling berpengaruh dalam
kebudayaan barat, tetap memegang pendapat yang bertentangan dengan
konsep evolusi. Plato sangat meyakini tentang dua dunia: dunia nyata yang
ideal dan kekal dengan dunia khayal yang tidak sempurna yang kita tangkap
melalui panca indera kita. Evolusi akan kontra produktif di dalam suatu dunia
di mana organisme ideal sudah teradaptasikan secara sempurna terhadap
lingkungannya. Aristoteles yakin bahwa semua bentuk kehidupan dapat
disusun dalam suatu skala, dengan tingkat kerumitan yang semakin tinggi
yang kemudian dikenal sebagai skala alam (scale of natural). Menurutnya,
tiap-tiap bentuk kehidupan memiliki anak tangga yang telah ditentukan
untuknya pada tangga tersebut dan setiap anak tangga ini telah terisi. Dalam
pandangan ini, spesies bersifat permanen, sempurna dan tidak berkembang
(Risatasa, 2013).
Dalam budaya Judeo-Kristen, Kitab Perjanjian Lama yang berisi
penciptaan, dikuatkan ide bahwa setiap spesies telah diciptakan atau
dirancang satu per satu dan bersifat permanen. Pada awal tahun 1700-an,
biologi di Eropa dan Amerika didominasi oleh teologi alami (natural
theology), yaitu suatu filosofi yang dikhususkan pada penemuan rencana Sang

8
Pencipta dengan mempelajari alam. Para pengikut teologi alami melihat
adaptasi organisme sebagai bukti Sang Pencipta telah merancang masing-
masing dan setiap spesies untuk suatu tujuan tertentu. Tujuan utama teologi
alami adalah untuk mengelompokkan spesies yang memperlihatkan tahapan
skala kehidupan yang telah diciptakan oleh Tuhan (Risatasa, 2013).

Teori dan pemikiran Charles Darwin mengenai evolusi mahkluk hidup


menggunakan kajian secara ontologi dan epistemologi, karena hasil pemikiran
Charles Darwin berdasarkan pengamatan-pengamatan yang ia lakukan lalu
dianalisa dan munculah konsep adaptasi dan seleksi alam. Darwin
menggunakan paradigma positivistik karena teori evolusi mahkluk hidup
berlandaskan data-data empiris, dapat diobservasi secara nyata, dan
dibuktikan secara ilmiah. Dimensi dinamis dalam sains digambarkan oleh
lahirnya teori evolusi makhluk hidup melalui metode ilmiah yang
menggambarkan sains sebagai sebuah proses. Hal ini memberikan produk
berupa teori evolusi Darwin sebagai produk dari pengkajian fenomena alam
secara ilmiah. Sesuai dengan pernyataan Firman (2019) bahwa sains pada
hakikatnya merupakan proses dan produk dimana produk sains adalah hasil
dari proses sains itu sendiri.

Biologi mengenal kata “evolusi” yang berarti bahwa makhluk hidup


mengalami perubahan (modifikasi) dari makhluk hidup sebelumnya. Implikasi
hadirnya Teori evolusi tidak memperkenankan keanekaragaman hayati terjadi
melalui proses revolusi. Teori evolusi sejalan dengan teori asal usul kehidupan
yaitu teori biogenesis dimana makhluk hidup berasal dari makhluk hidup
sebelumnya. Walaupun demikian, teori evolusi memiliki keterbatasan dalam
menjelaskan asal-usul kehidupan. Teori ini pun sejalan dengan hukum Mendel
yang dikemukakan pada tahun 1920-an mengenai sifat yang diturunkan
kepada generasi berikutnya melalui substansi tertentu (yang akhirnya dikenal
dengan sebutan “gen”). Pengurutan gen pada DNA pada akhir abad ke 20

9
melahirkan filogenetik molekuler dan merombak pohon kehidupan menjadi
tiga sistem domain. Seiring perkembangan zaman, pandangan saintis
mengenai evolusi terpusat pada gen sebagai “kode kehidupan” (Campbell,
2003).

1.3 Perbedaan pendapat dan tantangan yang berkembang


Teori Darwin menimbulkan efek sosial yang menghebohkan karena
dianggap bertentangan dengan pedoman hidup yang berlaku saat itu, baik
yang menyangkut segi agama maupun yang menyangkut etika sosial.
Sebagaimana diketahui “Origin of Species” dianggap sebagai gagasan yang
berisikan ungkapan yang menentang adanya ciptaan khusus, berarti melawan
kaidah agama. Dari segi agama, pemahaman kitab suci masih terbatas melalui
apa yang tersurat, belum melalui apa yang tersirat. Itulah sebabnya teori
evolusi tidak dapat diterima dan tidak dapat dicerna karena menghadapi harga
mati seperti yang tercetus dalam kitab suci.
Tantangan terhadap Darwin juga berasal dari ahli-ahli
kemasyarakatan, disebabkan “seleksi alam” dan kemampuanbertahan hidup
pada ras yang cocok dengan alam merupakan perjuangan untuk hidup
Pengertian dari konsekuensi ungkapan tersebut yaitu “kemampuan bertahan
bagi yang paling perkasa”, dan menurut para ahli kemasysrakatan hal ini
adalah suatu perbuatan yang kejam. Jika teori ini dibiarkan berkembang maka
dikhawatirkan masyarakat akan menggunakannya sebagai pedoman hidup.
Disamping sorotan dari aspek agama dan kemasyarakatan Darwin juga
menemui kesulitan dengan para ahli biologi yang mempertanyakan tentang
pengertian spesies dalam Origin of Species. Perbedaan spesies lebih
ditekankan pada perbedaan morfologik dan ekogeografik. Disamping itu para
ahli juga mempertanyakan sumber asal mula spesies yang pertama. Ini tidak
dapat oleh Darwin. Selain itu, tentang “seleksi alam” Darwin pun tidak dapat
menjelaskan tentang sumber kekuatan yang menyeleksi dan sumber yang

10
dikenai seleksi sampai terjadi perubahan, serta mekanisme terjadinya seleksi.
Hal ini merupakan kelemahan Darwin karena tidak mempunyai bukti yang
kuat untuk menjelaskan dan mempertanggungjawabkan gagasannya secara
ilmiah.
Kelebihan Darwin dalam menyusun teorinya antara lain karena
kemampuannya untuk menggunakan gejala yang dilihatnya dalam kehidupan
sehari-hari. Variasi yang dijumpai Darwin dalam domestikasi kemudian
diangkatdalam teorinya dengan ungkapan “seleksi alam” setelah dipadu
dengan variasi yang ada di alam. Selanjutnya yang dianggap penting oleh
Darwin adalah apa yang disebutnya sebagai perjuangan untuk hidup artinya
perjuangan di alam, perjuangan untuk tidak terseleksi atau tersisih bahkan
punah. Dengan demikian, Darwin mencoba membandingkan seleksi yang
dilakukan oleh manusia dengan yang terjadi di alam dan apa akibatnya pada
ciri-ciri tertentu. Disamping itu diuraikan pula seleksi bagi usia yang berbeda
serta jenis kelamin yang berbeda pula, yang kemudian diperkenalkan dengan
istilah “Seleksi Seksual”.
Mengenai seleksi alam Darwin membedakan adanya tempat-tempat
yang memungkinkan terjadinya seleksi alam dengan baik tetapi adapula
tempat-tempat yang tidak. Sebagai contoh di daratan Amerika yang diduga
sebagai tempat asal burung Finch yang berevolusi menjadi 14 spesies, tidak
memiliki spesies sebanyak itu.
Charles Darwin menyinggung pula tentang hukum-hukum yang
menyangkut variasi/menyebabkan terjadinya variasi, seperti akibat kondisi
eksternal, hukum use and disuse organ tubuh dalam kaitannya dengan seleksi
alam, terutama alat untuk terbang dan indra penglihat. Selain itu, dalam
bukunya Darwin juga menuangkan hal-hal yang menyangkut naluri/insting
dalam kaitannya dengan seleksi alam. Masalah hibrid pun sudah disinggung,
meskipun pada waktu itu pengertian hibrid masih terbatas pada apa yang
terlihat saja. Darwin belum mengenal apa yang disebut genetika, masalah

11
pewarisan ciri-ciri dari induk kepada keturunannya namun ia telah menduga
masalah ini ada kaitannya dengan proses evolusi. Sudah barang tentu hal ini
berkaitan dengan hobinya dalam domestikasi; hibrid hasil domestikasi,
sterilitas hibrid menjadi titik tolak untuk mempelajari hibrid yang terjadi
secara alami.
Pengaruh Charles Lyell terlihat dari apa yang dipaparkan Darwin
tentang pentingnya catatan geologik, lebih-lebih berkaitan dengan sedikitnya
penemuan fosil yang berhasil ditemukan. Dalam gagasannya pula Darwintelah
menyinggung makna distribusi geografis, bukti evolusi mengenai embriologi
perbandingan, masalah morfologi, dan organ-organ rudimenter.
Semua yang telah disebutkan di atas adalah komponen-komponen
penting yang dikemudian hari merupakan kunci untuk memberi interpretasi
tentang terjadinya evolusi makhluk hidup.
Sekarang ini konflik antara agama dan paham evolusi tidak lagi
setajam sebagaimana pada abad 19. Paling tidak selama tidak membicarakan
evolusi manusia, orang awam pun dapat memahami. Kalaupun menyinggung
masalah evolusi manusia, tidak lagi terdengar konflik yang terbuka.

1.4 Neo Darwinisme


Teori evolusi Neo-Darwinisme mengatakan bahwa kehidupan
berkembang atau berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: seleksi alam
dan mutasi. Pada dasarnya teori ini menekankan bahwa seleksi alam dan
mutasi adalah dua mekanisme yang saling melengkapi. Sumber dari
perubahan secara evolusi adalah mutasi acak yang terjadi dalam struktur
genetik makhluk hidup. Sifat yang dihasilkan dari mutasi ini kemudian dipilah
dengan mekanisme seleksi alam, dan dengan cara inilah makhluk hidup
berevolusi.
Tokoh dan Penganut Neo-Darwinisme
Hukum Hardy Weinberg

12
Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi
genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam kesetimbangan
dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh
tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut
meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan
genetik, dan aliran gen. Penting untuk dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu
atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu, kesetimbangan Hardy-
Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan genetik adalah
suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur
perubahan genetik.
Syarat berlakunya hukum Hardy-Weinberg:
a. Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama
b. Perkawinan terjadi secara acak
c. Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi sama besar
d. Tidak terjadi migrasi
e. Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar
Jika lima syarat yang diajukan dalam kesetimbangan Hardy Weinberg tadi
banyak dilanggar, jelas akan terjadi evolusi pada populasi tersebut, yang akan
menyebabkan perubahan perbandingan alel dalam populasi tersebut. Definisi evolusi
sekarang dapat dikatakan sebagai: ”Perubahan dari generasi ke generasi dalam hal
frekuensi alel atau genotipe populasi”. Dalam perubahan dalam kumpulan gen ini
(yang merupakan skala terkecil), spesifik dikenal sebagai mikroevolusi.
Charles Darwin berpendapat bahwa makhluk hidup selalu berubah. Perubahan
ini merupakan hasil dari seleksi alam. Konsepnya adalah keturunan dengan
modifikasi yang mengalami perubahan berkelanjutan. Distribusi geografis dan seleksi
alam merupakan cara evolusi yang diungkapkan oleh Darwin.
Kemudian, pada pergantian abad, ilmu pengetahuan genetik mulai muncul di
dunia. Ilmu genetika mengalami kemajuan yang pesat, dan hal ini terus berlanjut
hingga akhir tahun 90-an. Dengan memahami mengenai keajaiban DNA

13
(deoxyribonucleic acid) dan fungsinya dalam reproduksi seksual, manusia dapat
mengungkapkan misteri kehidupan yang menakjubkan.
Para ahli genetika percaya bahwa seleksi alam memiliki peranan dalam
evolusi, namun tidak semua teori yang diungkapkan oleh Darwin diterima. Beberapa
peneliti berpendapat bahwa perubahan dan variasi terjadi karena mutasi gen. Menurut
mereka, mutasi gen yang terjadi pada makhluk hidup, akan bergabung dengan teori
evolusi Darwin melalui seleksi alam.
Teori evolusi Neo-Darwinisme mengatakan bahwa kehidupan berkembang
atau berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: seleksi alam dan mutasi. Pada
dasarnya teori ini menekankan bahwa seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme
yang saling melengkapi. Sumber dari perubahan secara evolusi adalah mutasi acak
yang terjadi dalam struktur genetik makhluk hidup. Sifat yang dihasilkan dari mutasi
ini kemudian dipilah dengan mekanisme seleksi alam, dan dengan cara inilah
makhluk hidup berevolusi.
Saat ini, sebagian besar buku-buku genetika maupun biologi umum,
menggunakan ilmu genetika untuk mendukung teori evolusi organik (evolusi
biologi). Namun teori penciptaan ilmiah ini dianggap sebagai teori yang tidak penting
dan ditolak. Hal ini disebabkan oleh hukum hereditas bertentangan dengan fakta
evolusi.
1. Perkembangan
Mutasi genetik memiliki peranan yang tidak sedikit dalam teori evolusi. Dr.
Simpson, dalam bukunya, Life: An Introduction to Biology, menuliskan: “Mutasi
adalah sesuatu yang luarbiasa dalam evolusi”. Selanjutnya, Dr. Simpson menegaskan,
tanpa mutasi gen, tidak akan terjadi evolusi. Dengan demikian, mutasi gen
bertanggungjawab pada kemajuan teori evolusi.
Menurut kamus Webster, mutasi merupakan perubahan mendasar dan
signifikan, atau perubahan fundamental dalam sifat hereditas yang menghasilkan
individu baru yang berbeda dengan orangtuanya. Jadi, mutasi merupakan perubahan
sifat keturunan yang disebabkan oleh perubahan materi genetik. Perdebatan masih

14
berlanjut, apakah perubahan yang bersifat merusak atau membahayakan dapat disebut
sebagai mutasi, atau apakah perubahan yang hanya bersifat menguntungkan untuk
organisme yang dapat menciptakan makhluk hidup.
Teori seleksi alam Darwin memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat menjelaskan
asal-usul tipe makhluk hidup. Ketika ahli botani Belanda, Hugo deVries,
mengusulkan teori mutasi pada pergantian abad, teori ini dianggap sebagai “lawan”
dari teori evolusi Darwin dan akhirnya ditolak. Dr. deVries menyangkal teori evolusi
Darwin de ngan mengatakan, “seleksi alam dapat menjelaskan makhluk hidup yang
dapat bertahan, namun tidak dapat menjelaskan asal-usul makhluk hidup tersebut”.
Seiring berjalannya waktu, para ahli evolusi akhirnya menerima teori mutasi
deVries dan juga teori seleksi alam Darwin. Kedua teori ini menjadi penjelasan
mekanisme evolusi. Selama tahun 1920-an dan 1930-an, para peneliti mulai
menyadari bahwa kombinasi ide dari Darwin dan deVries tidak cukup untuk
mendukung penjelasan mekanisme evolusi. Para peneliti akhirnya menyerah untuk
mengungkapkan bagaimana evolusi terjadi, namun mereka percaya akan mampu
memecahkan misteri tersebut suatu saat nanti. Sebuah pernyataan dari professor
George H. Parker dari Universitas Harvard mengilustrasikan perasaan para ahli pada
tahun-tahun tersebut, yaitu: “karena para ahli belum mengetahui bagaimana evolusi
itu terjadi, bukan berarti kita menentang evolusi itu sendiri”.
Pada akhirnya, para ahli evolusi tidak menemukan bukti lainnya, sehingga
mereka kembali menerima teori mutasi yang digabungkan dengan seleksi alam,
menjadi suatu mekanisme evolusi ganda. Pada saat ini, para ahli evolusi telah
mempelajari mengenai evolusi, sehingga menjadi jelas bahwa variasi biasa maupun
rekombinasi karakteristik yang ada dapat menghasilkan kemajuan evolusi alam.
Fenomena mutasi menjadi komponen paling penting dalam model evolusi.
Masing-masing perubahan yang melalui proses seleksi alam harus memiliki kegunaan
positif di dalam lingkungan, sehingga berkontribusi terhadap proses evolusi. Oleh
karena itu, diperlukan suatu penelitian lebih jauh mengenai mutasi gen.
2. Keruntuhan

15
Ada sebuah fakta ilmiah yang seketika meruntuhkan teori ini sepenuh-nya:
Mutasi tidak menyebabkan makhluk hidup berkembang; sebalik-nya, selalu
merugikan mereka. Alasannya sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat
kompleks dan pengaruh acak hanya dapat mengakibatkan kerusakan kepadanya.
Ahli genetika dari Amerika, B.G. Ranganathan menjelaskan sebagai berikut:
“Mutasi bersifat kecil, acak, dan merugikan. Mereka jarang sekali terjadi dan
kemungkinan terbaik adalah bahwa mereka tidak berpengaruh. Keempat ciri dari
mutasi ini berimplikasi bahwa mutasi tidak dapat membawa kepada perkembangan
evolusioner. Suatu perubahan acak dalam sebuah organisme yang sangat
terspesialisasi akan tak berpengaruh, atau merugikan”.
Henry M. Morris, seorang ahli evolusi, juga menambahkan, “Tidak ada cara
yang mengontrol mutasi untuk menghasilkan karakteristik yang dibutuhkan”. Ini
salah satu fakta yang membuktikan bahwa mutasi bersifat acak. Professor
Waddington mengatakan: “mutasi jarang terjadi, mungkin hanya satu dari jutaan
hewan, atau satu kali dalam kehidupan”. Francisco J. Ayala menulis dalam
Philosophy of Science bahwa: “kemungkinan terjadinya mutasi pada organisme yaitu
antara satu dari sepuluh ribu dan satu dari sejuta gen per generasi”. Para ahli evolusi
mengakui pada setiap penelitian biologi diketahui bahwa: mutasi jarang terjadi, dan
ketika benar terjadi, maka mutasi ini bersifat acak. Oleh sebab itu, para ahli
selanjutnya berpusat pada seberapa sering mutasi “baik” terjadi.
Tidak mengejutkan bahwa sejauh ini tidak ada contoh mutasi yang
bermanfaat. Semua mutasi terbukti merugikan. Telah dipahami bahwa mutasi, yang
ditampilkan sebagai sebuah “mekanisme evolusioner”, sebenarnya merupakan
peristiwa genetik yang merugikan makhluk hidup, dan menjadikan mereka cacat
(efek mutasi paling umum pada manusia adalah kanker). Tak diragukan, sebuah
mekanisme yang merusak tidak mungkin menjadi “mekanisme evolusioner”.
Para ahli evolusi melakukan penelitian lebih jauh mengenai mutasi. Hermann
J. Muller, Nobel Laureate, dan beberapa ahli genetika lainnya menyatakan dalam
American Scientist bahwa: “mutasi bersifat acak, dan 99% dari mutasi tersebut

16
membahayakan”. Henry M. Morris meringkas efek buruk dari mutasi, sebagai
berikut: “mutasi yang bermanfaat memiliki karakteristik yang tersebunyi pada gen
(materi genetiknya) namun tidak terekspresi, sehingga para ahli ragu bahwa mutasi
benar-benar terjadi”.
Ada tiga alasan utama mengapa mutasi tidak dapat dijadikan bukti yang
mendukung pernyataan evolusionis:
a. Efek langsung dari mutasi membahayakan
Mutasi terjadi secara acak, karenanya mutasi hampir selalu merusak
makhluk hidup yang mengalaminya. Logika mengatakan bahwa intervensi secara
tak sengaja pada sebuah struktur sempurna dan kompleks tidak akan memperbaiki
struktur tersebut, tetapi merusaknya. Dan memang, tidak pernah ditemukan satu
pun “mutasi yang bermanfaat”.
b. Mutasi tidak menambahkan informasi baru pada DNA suatu organisme
Partikel-partikel penyusun informasi genetika terenggut dari tempatnya,
rusak atau terbawa ke tempat lain. Mutasi tidak dapat memberi makhluk hidup
organ atau sifat baru. Mutasi hanya meng-akibatkan ketidaknormalan seperti kaki
yang muncul di punggung, atau telinga yang tumbuh dari perut.
c. Agar dapat diwariskan pada generasi selanjutnya, mutasi harus terjadi pada
sel-sel reproduksi organisme tersebut
Perubahan acak yang terjadi pada sel biasa atau organ tubuh tidak dapat
diwariskan kepada generasi selanjutnya. Sebagai contoh, mata manusia yang
berubah akibat efek radiasi atau sebab lain, tidak akan diwariskan kepada
generasi-generasi berikutnya.
Seleksi alam sama sekali tidak memberikan kontribusi kepada teori evolusi,
sebab mekanisme ini tidak pernah mampu menambah atau memperbaiki informasi
genetis suatu spesies. Seleksi alam juga tidak dapat mengubah satu spesies menjadi
spesies lain: bintang laut menjadi ikan, ikan menjadi katak, katak menjadi buaya, atau
buaya menjadi burung. Seleksi alam, di sisi lain, “tidak dapat melakukan apa pun
dengan sendirinya”, sebagaimana juga diakui oleh Darwin. Fakta ini menunjukkan

17
kepada kita bahwa tidak terdapat “mekanisme evolusioner” di alam. Karena tidak ada
mekanisme evolusioner, tidak mungkin pula proses khayalan yang dinamakan evolusi
pernah terjadi.
Teori neo-Darwinis telah ditumbangkan pula oleh catatan fosil. Tidak pernah
ditemukan di belahan dunia mana pun “bentuk-bentuk transisi” yang diasumsikan
teori neo-Darwinis sebagai bukti evolusi bertahap pada makhluk hidup dari spesies
primitif ke spesies lebih maju. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh George Gaylord
Simpson dari Universitas Harvard pada awal tahun 1944, yaitu: “…bentuk-bentuk
transisi berkelanjutan tidak dapat dilihat secara nyata. Oleh karena itu, hal ini tidak
dapat menghubungkan suatu kejadian dari spesies tertentu, dan dibutuhkan suatu
penjelasan yang lebih khusus dari para ahli paleontologi”.
Fosil-fosil telah membuktikan bahwa makhluk hidup tidak berasal dari
evolusi bertahap, tetapi muncul tiba-tiba dan sudah terbentuk sepenuhnya. Begitu
pula perbandingan anatomi menunjukkan bahwa spesies yang diduga telah berevolusi
dari spesies lain ternyata memiliki ciri-ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga
mereka tidak mungkin menjadi nenek moyang dan keturunannya.
1.5 Bentuk-bentuk adaptasi suatu kehidupan
1. Jenis-jenis Adaptasi
Adaptasi dapat dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu:
a. Adaptasi Morfologi
Merupakan penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan
kebutuhan organisme hidup terhadap lingkungannya. Adaptasi Morfologi dapat
dilihat dengan jelas dan mudah diamati biasanya disebabkan karena adanya
perbedaan jenis makanan dan habitat.
Contoh adaptasi morfologi pada hewan :

1) Adaptasi morfologi terhadap jenis makanan


a) Adaptasi morfologi pada bentuk paruh burung 

18
Bentuk paruh burung beranekaragam disesuaikan dengan jenis
makanannya. Burung pemakan biji mempunyai bentuk paruh berbeda
dengan burung pemakan daging atau burung pemakan serangga dan
sebagainya.

Berbagai macam bentuk paruh pada unggas

b) Adaptasi morfologi pada kaki burung

b.1 Berbagai bentuk kaki pada unggas

Berdasarkan cara hidup dan makanannya, kaki burung di bedakan beberapa


macam, yaitu :

 Kaki burung pemanjat, Mempunyai dua jari ke depan dan dua jari ke
belakang, contoh : kaki burung pelatuk

19
 Kaki burung perenang, Celah antar jari-jarinya terdapat selaput renang, misal :
itik, angsa
 Kaki burung buas atau pencengkram, Mempunyai ukuran pendek dan
cakarnya sangat tajam, contoh : kaki burung elang, rajawali, burung hantu
 Kaki burung petenges, Mempunyai jari kaki panjang dan semua jari terletak
pada satu bidang datar.

c) Adaptasi morfologi pada mulut serangga


Bentuk mulut serangga bermacam-macam disesuaikan dengan cara mengambil
makanannya.
 Tipe mulut penggigit, mempunyai rahang atas dan rahang bawah yang
kuat untuk menggigit, misalnya lipan, belalang, jangkrik, dan kecoa. 
 Tipe mulut penghisap, mempunyai alat penghisap seperti belalai yang
panjang dan dapat digulung sehingga dapat menghisap madu yang
terdapat jauh di dasar bunga, misalnya kupu-kupu. 
 Tipe mulut penusuk dan penghisap, mempunyai rahang yang runcing
dan panjang untuk menusuk dan menghisap, misalnya: nyamuk dan kutu
 Tipe mulut penghisap dan penjilat, memiliki bibir untuk menjilat,
misalnya: lebah madu dan lalat.
d) Bentuk gigi pada hewan sesuai dengan jenis makanannya 

e) Warna bulu atau rambut sesuai habitatnya


f) Bentuk leher pada jerapah.

20
2) Adaptasi morfologi terhadap jenis habitat
a) Ikan
Ikan mempunyai habitat di air, baik air laut maupun air tawar. Air
mempunyai sifat menekan ke segala arah sehingga ikan membutuhkan
bentuk tubuh yang memudahkannya bergerak di air.
b) Unta
Unta hidup di daerah padang pasir yang kering dan gersang.Oleh
karena itu bentuk tubuhnya disesuaikan dengan keadaan lingkungan
padang pasir. Bentuk penyesuaian diri unta adalah adanya tempat
penyimpanan air di dalam tubuhnya dan memiliki punuk sebagai
penyimpan lemak. Hal inilah yang menyebabkan unta dapat bertahan
hidup tanpa minum air dalam waktu yang lama.
c) Beruang Kutub
Beruang kutub hidup di daerah kutub yang dingin. Hewan yang hidup
di daerah dingin mempunyai bentuk kaki yang besar dan lebar untuk
berjalan di salju. Bulunya tebal dan telinganya kecil untuk mengurangi
kehilangan panas.

3) Adaptasi Morfologi dalam mempertahankan diri.


Penyesuian bentuk tubuh untuk melindungi diri dari pemangsa ataupun oleh
ancaman lainnya, seperti:
a) Duri pada landak.
b) Tempurung pada punggung kura-kura atau penyu

Adaptasi Morfologi pada Tumbuhan

21
Berdasarkan tempat hidupnya, tumbuhan dibedakan menjadi sebagai berikut.
1) Xerofit

Merupakan tumbuhan yang menyesuaikan diri dengan lingkungan


yang kering,contohnya kaktus. Cara adaptasi xerofit. antara lain mempunyai
daun berukuran kecil atau bahkan tidak berdaun (mengalami modifikasi
menjadi duri), batang dilapisi lapisan lilin yang tebal, dan berakar panjang
sehingga berjangkauan sangat luas. 

2) Hidrofit
Hidrofit yaitu tumbuhan yang menyesuaikan diri dengan lingkungan
berair, contohnya teratai. Cara adaptasi hidrofit, antara lain berdaun lebar dan
tipis, serta mempunyai banyak stomata. 

3) Higrofit

22
Tumbuhan yang menyesuaikan diri dengan lingkungan lembab.
contohnya tumbuhan paku dan lumut. Daun Tumbuhan insektivora (tumbuhan
pemakan serangga), misalnya kantong semar, memiliki daun yang berbentuk
piala dengan permukaan dalam yang licinsehingga dapat menggelincirkan
serangga yang hinggap. Dengan enzim yang dimiliki tumbuhan insektivora,
serangga tersebut akan dilumatkan, sehingga tumbuhan ini memperoleh unsur
yang diperlukan.

4) Akar
Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang,berfungsi untuk menyerap air
yang terdapat jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan
bakau untuk bernapas.

b. Adaptasi fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah upaya penyesuaian fungsi alat-alat tubuh makhluk
hidup terhadap lingkungannya. Biasanya adaptasi fisiologi melibatkan zat-zat
kimia tertentu untuk membantu proses metabolisme tubuh. Adaptasi fisiologi ini
dapat terjadi pada semua makhluk hidup baik hewan, tumbuhan, maupun
manusia.Adaptasi fisiologi ini dapat terjadi pada semua makhluk hidup baik
hewan, tumbuhan, maupun manusia.

1) Adaptasi fisiologi pada manusia

23
 Jumlah Hemoglobin pada sel darah merah orang yang tinggal di
pegunungan lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tinggal
di pantai/dataran rendah.

 Ukuran jantung para atlet rata-rata lebih besar dari pada ukuran jantung
orang kebanyakan.

 Pada saat udara dingin, orang cenderung lebih banyak mengeluarkan


urine (air seni).

2) Adaptasi fisiologi pada hewan

 Herbivora seperti sapi dapat mencerna rumput atau daun yang banyak
mengandung serat (selulosa) dengan bantuan enzim selulase. Enzim
tersebut dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat di rumen.

 Hewan penghisap darah seperti nyamuk mempunyai zat antikoagulan


atau anti pembekuan darah. Zat ini berguna untuk menjaga agar darah
yang dihisap tetap cair dan tidak membeku.

3) Adaptasi fisiologi pada tumbuhan

 Tumbuhan tertentu mengeluarkan bau yang khas untuk menarik


serangga. Serangga dapat membantu proses penyerbukan , contohnya
pada bunga mawar.

 Tumbuhan mengeluarkan nektar pada bunga untuk menarik serangga.


Contohnya kembang sepatu.

24
 Pada tanaman tertentu misalnya cemara dan sukun, mengeluarkan
metabolit sekunder berupa alelopati yang mampu menghambat
pertumbuhan tanaman lain disekitarnya.

c. Adaptasi tingkah laku


Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian organisme terhadap lingkungan
dalam bentuk tingkah laku. Adaptasi tingkah laku mudah kita tebak karena adaptasi
ini bertujuan untuk menhindarkan diri dari kematian, Kematian dari serangan
predator , kematian dari perubahan iklim ataupun perubahan dari proses fisiologis.

1) Adaptasi Tingkah Laku pada Hewan

 Mimikri
Teknik manipulasi warna kulit pada binatang seperti misalnya bunglon
yang dapat berubah-ubah sesuai warna benda di sekitarnya agar dapat
mengelabuhi binatang predator/pemangsa sehingga sulit mendeteksi
keberadaan bunglon untuk dimangsa. Misalnya bunglon.
 Hibernasi
teknik bertahan hidup pada lingkungan yang keras dengan cara tidur
menonaktifkan dirinya (dorman). Misalnya ular, ikan, beruang, kura-
kura, bengkarung, dan lain-lain.
 Autotomi
Autotomi adalah teknik bertahan hidup dengan cara mengorbankan
salah satu bagian tubuh. Contoh autotomi yaitu pada cicak
 Estivasi
Estivasi adalah menonaktifkan diri (dorman) pada saat kondisi
lingkungan tidak bersahabat.
 Simbiosis rayap dan flagellate

25
Rayap membutuhkan bantuan makhluk hidup lainnya yaitu flagelata
untuk mencerna kayu yang ada di dalam usus rayap. Tanpa flagellata
rayap tidak akan mampu mencerna kayu yang masuk ke dalam
tubuhnya. Rayap-rayap kecil yang baru menetas mendapatkan flagellata
dengan jalan menjilat dubur rayap dewasa. Rayap secara periodik
melakukan aktivitas ganti kulit dan meninggalkan bagian usus lama,
sehingga rayap akan memakan kulit yang mengelupas untuk
memasukkan kembali flagellata ke dalam usus pencernaannya.
 Pernapasan ikan paus
Ikan paus adalah mamalia yang mirip ikan dan hidup di air. Paus
memiliki paru-paru yang harus diisi dengan oksigen dari permukaan laut
minimal setiap setengah jam sekali. Ikan paus ketika muncuk ke
permukaan akan membuang udara kotor lewat hidung mirip seperti air
mancur yang berisi karbon dioksida bercampur uap air jenuh yang
terkondensasi.
 Migrasi pada bangsa burung untuk mencari daerah yang lebih hangat
dan banyak menyimpan cadangan makanan
 Pinguin akan berkempul berkelompk dengan punggung menghadap
keluar agar tetap hangat di daerah dingin.
 Agar tubuhnya tetap dingin maka kerbau suka berkubang di lumpur atau
air.
 Cumi-cumi dan gurita atau sotong akan menyemprotkan zat tinta ketika
dikejar musuh.
2) Adaptasi tingkah laku pada tumbuhan
 Pada saat lingkungan dalam keadaan kering, tumbuhan yang termasuk
suku jahe-jahean akan mematikan sebagian tubuhnya yang tumbuh di
permukaan tanah.

26
 Pada musim kemarau. tumbuhan tropofit, misalnya pohon jati dan
randu, menggugurkan daunnyaa

Referensi
Campbell, N.A., Jane B.R., Lawrence G.M. 2003. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Firman, Harry. 2019. Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Leo Muhammad Taufik. 2019. Jurnal Filsafat Indonesia. Vol 2 No 3 Vol 2 No 3.
ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990
Risatasa. 2013. Modul 1: Sejarah Perkembangan Teori Evolusi Makhluk Hidup.
[Online]. http://repository.ut.ac.id/4251/1/PEBI4204-M1.pdf (diakses pada
tanggal 12 November 2019).
Septianing, Rasti., Priadi, Arif. (2015). Panduan Belajar Biologi 3B. Jakarta:
Yudhistira.

27

Anda mungkin juga menyukai