PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan yang kita ketahui, sejak kecil kita sudah mengenal kata belajar.
Baik belajar di lingkungan formal maupun non-formal. Manusia dituntut untuk belajar
guna bekal di masa sekarang hingga masa depan. Belajar yang sering kita lakukan yaitu
belajar formal yang kita temui di bangku sekolah, namun tidak semua diantara kita yang
dapat bersekolah. Akan tetapi belajar sangatlah perlu untuk kita semua, dengan belajar
kita bisa mendapatkan informasi yang aktual dan juga hal yang belum kita ketahui
menjadi tahu. Untuk itu, tentunya kita harus mengetahui apa definisi dari belajar itu
sendiri dan macam-macam teori mengenai belajar itu sendiri.
Pengertian belajar bermacam – macam, secara tradisional pengertian belajar
yang dikemukakan oleh J. Nasution. M.A. dalam buku Asas – asas kurikulum bahwa
belajar adalah pengumpulan sejumlah ilmu. Pendapat ini terlampau sempit dan hanya
berpusat pada mata pelajaran belaka.
Belajar tidaklah demikian, Lester D. Crow dan Alice Crow mengemukakan
bahwa belajar ialah perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Dalam
definisi ini dikatakan bahwa seseorag belajar kalau ada perubahan dari tidak tahu
menjadi tahu dalam menguasai ilmu pengetahuan. Belajar disini merupakan suatu proses
dimana guru melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman edukatif
untuk mrncapai suatau tujuan.
Untuk dapat memahami dan mengerti apa belajar itu, kita akan melihat dan
mempelajari beberapa teori tentang belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Pada
makalah ini, akan membahas mengenai teori belajar, khususnya teori belajar perilaku.
Dalam setiap proses belajar terjadi interaksi. Belajar dapat terjadi dengan
adanya usaha dari manusia iu sendiri untuk mengalami proses belajarnya. Dari berbagai
pandangan teori belajar tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang relatif permanen pada diri seseorang baik itu berupa pengetahuan, keterampilan dan
sikap sebagai akibat pengalaman. Teori adalah cara – cara atau metode yang digunakan
untuk mempelajari atau meneliti sesuatu dalam suatu proses pembelajaran. Dengan
begitu teori belajar adalah cara – cara yang digunakan untuk memperoleh perubahan
tingkah laku seseorang yang relatif permanen, baik berupa pengetahuan, keterampilan
dan sikap sebagai pengalaman.
1
Teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran
dengan proses – proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar
mengungkapkan antara kegiatan siswa dengan proses – proses psikologis dalam diri dan
siswa, atau teori belajar mengungkapkan hubungan antara fenomena yang ada dalam diri
dan siswa. Pada makalah ini akan dibahas mengenai teori belajar perilaku yang
merupakan teori belajar yang diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Teori belajar ini dikembangkan atas
dasar peruabahan perilaku individu yang diberikan stimulus tertentu
Pada teori belajar perilaku akan adanya proses perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi stimulus dan respons. Dimana teori ini juga banyak pendapat dari
para ahli yang akan dibahas pada makalah ini, berdasarkan rumusan masalah pada
makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah ini, yaitu:
1. Apakah definisi dari teori belajar perilaku ?
2. Siapa sajakah yang mengemukakan teori belajar perilaku ?
3. Bagaimana pendapat tentang teori belajar perilaku menurut para ahli?
4. Bagaimana prinsip-prinsip teori belajar perilaku ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Belajar tidaknya seseorang
bergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan lingkungan.
B. Evolusi teori belajar perilaku
Studi secara ilmiah tentang belajar baru dimulai pada akhir abad ke-19.dengan
menggunakan teknik-teknik dari sains (physical sciences ), para ahli mulai melakukan
eksperiment-eksperiment untuk memahami bagaimana manusia dan hewan belajar
1. Teori Belajar Menurut Ivan P. Pavlov
Pavlov menyumbangkan pikiran dan gagasannya dalam sebuah penelitiannya
dalam bidang fsikologi yaitu tentang Refleks berkondisi yang di lakukannya di
tempat yang berbeda-beda. Dan bagian yang paling terpenting dari penelitiannya
adalah dengan berpura-pura memberi makan kepada anjing. . Percobaan dilanjutkan
dengan pura-pura memberi makan melalui botol-botol kecil yang dimasukan dan
diletakan di samping mulut anjing tersebut. Setelah diperhatikan ternyata anjing
sebagai binatang percobaan selalu mengeluarkan air liurnya sebelum makanan
diletakan dekat moncongnya dan pura-pura mulai makan. Anjing tersebut akan
bertindak seperti itu jika ada makanan dan atau sekalipun tidak diberi makanan (pura-
pura memberi makanan). Dari percobaannya tersebut Pavlov menyimpulkan bahwa
hampir semua organisme perilakunya terjadi secara refleks dan di batasi oleh
rangsangan sederhana.
Teori belajar classical conditioning kadang-kadang disebut juga respont
conditioning atau Pavlovian Conditioning, merupakan teori belajar katagori
Stimulus-Respon (S-R) tipe S. Esensi berlakunya classical conditioning adalah
adanya dua stimulus yang berpasangan. Satu stimulus yang dinamakan conditioned
stimulus (CS) atau kita sebut saja stimulus yang berkondisi. Stimulus ini dinamakan
stimulus netral sebab kecuali untuk menjaga respon yang pertama kalinya diberikan
dalam beberapa saat, tidak menghasilkan respon khusus. Stimulus lainnya adalah
unconditioned stimulus (US) atau kita sebut saja stimulus yang tidak berkondisi.
Stimulus ini menghasilkan respon yang sipatnya reflek yang kita namakan
unconditioned response (UR) atau kita sebut saja respon yang tidak berkondisi.
Pasangan kedua stimulus ini yakni stimulus berkondisi dan tidak berkondisi (CS dan
US) biasanya terjadi di mana stimulus berkondisi (CS) timbul atau datang pada
waktu yang relatif singkat sebelum stimulus yang tidak berkondisi (US) diberikan.
4
Selang waktu antara stimulus berkondisi dengan stimulus tidak berkondisi
dinamakan interstimulus interval.
Hasil daripada pasangan stimulus ini, di mana stimulus yang tidak berkondisi
yang didahului oleh stimulus berkondisi adalah dimulainya respon yang sama yakni
respon tidak berkondisi (unconditioned respon atau UR). Setelah terjadi proses
belajar stimulus berkondisi menghasilkan respon. Respon tersebut dinamakan respon
berkondisi(CR). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa situasi atau classical
conditioning adalah sebagai berikut:apabila stimulus berkondisi dan stimulus tak
berkondisi dipasangkan dalam jumlah waktu dan interval waktu dengan benar,
stimulus berkondisi yang asli dan netral akan memulai menghasilkan respon yang
sama dengan respon yang dihasilkan oleh stimulus tak berkondisi sebelum
dipasangkan. Respon-respon khusus yang dihasilkanoleh stimulus berkondisi yang
asli dan netral adalah apa yang dinamakan belajar classical conditioning. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa stimulus takl bersarat/tak berkondisi dapat
menghasilkan respon atau tanggapan tak bersarat/berkondisi dan stimulus tambahan
yakni stimulus berkondisi akan menghasilkan respon baru yakni respon atau
tanggapan berkondisi. Dengan konsep ini maka stimulasi biasa yang asli dan netral
sewaktu-waktu akan menghasilkan reson atau tanggapan asli atau respon berkondisi.
Konsep lain yang perlu dijelaskan adalah pelenyapan dan penyembuhan spontan
dalam teori classical conditioning dari percobaan Pavlov.
Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus berkondisi
diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tak berkondisi ? Dalam hal
ini akan terjadi pelenyapan atau padam atau hilang. Dengan kata lain pelenyapan
adalah tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan
kembali stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya
respon. Sedangkan penyembuhan spontan adalah suatu tindakan/usaha nyata untuk
menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekonditioning
atau mengkondisi kembali melalui pemberian kedua stimulus secara berpasangan.
Konsep lain dari classical conditioning adalah stimulus generalisasi dan diskriminasi.
Dalam hal ini Pavlov menyatakan bahwa respon berkondisi timbul terhadap stimulus
yang tidak berpasangan atau tidak dipasangkan dengan stimulus tak berkondisi. Ini
berarti ada semacam kecenderungan untuk menggeneralisasikan respon berkondisi
terhadap stimulus lain apabila dalam beberapa hal memiliki kesamaan dengan
stimulus berkondisi atau asli. Makin tinggi tingkat kesamaannya semakin tinggi pula
5
generalisasinya. Diskriminasi adalah proses belajar untuk membuat satu respon
tcrhadap satu stimulus dan membedakan respon atau bukan respon terhadap stimulus
lainnya. Dengan demikian diskriminasi merupakan lawan dari generalisasi atau
kebalikan generalisasi.
Dalam praktek sehari-hari adanya generalisasi banyak ditemukan. Dalam
pengertian setelah respon khusus terjadi akibat suatu stimulus, maka rangsangan
yang sama akan menghasilkan respon yang sama. Contohnya, jika seekor anjing telah
dilatih membengkokan kaki kirinya, maka ia juga akan memberikan respon
membengkokan kaki kanannya seandainya respon yang asli (kaki kiri) menjadi
penghalang. Konsep lain yang juga penting adalah perjumlahan. Artinya kombinasi
dari stimulus sering mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada rangsangan atau
stimulus yang terpisah-pisah. Sebagai contoh kedua penglihatan dan penciuman akan
bereaksi kuat pada anjing untuk menghasilkan tanggapan terhadap makanan.
6
menjadi bertambahnya rumit, sebab alat itu akhirnya juga harus dijelaskan lagi. Dari
hasil percobaannya, Skinner membedakan respons menjadi dua yaitu:
1. Respons yang timbul dari stimulus
2. “operant (instrumental) responce”, yang timbul dan berkembang karena diikuti
oleh perangsang tertentu.
7
Eksperimen Skinner
8
Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak
berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan
tali yang menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata
sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan
yang tersedia di depan sangkar tadi.
Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (teka-teki) itu
merupakan situasi stimulus yang merangsang kecil untuk bereaksi melepaskan diri
dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut
mengeong, mencakardan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk
memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhirnya, entah bagaimana, secara
kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar
tersebut. Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama instrumental
conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai instrumental
(penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.
Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar
adalah hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya teori koneksionisme
juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini
juga terkenal dengan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjuk pada
panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan.
Apabila kita perhatikan secara seksama dalam eksperimen Thorndike tadi akan kita
dapati 2 hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.
Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah tentu
tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan tidur saja dalam
puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu tidak akan
menampakkan gejala belajar untuk keluar. Sehubung dengan hal ini, hampir dapat
dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital
dalam belajar.
Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek positif atau
memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum
belajar yang disebut law of effect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan efek
yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon,
semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut.
9
Percobaan yang dilakukan berulang-ulang maka akan terlihat beberapa
perubahan yaitu :
a Waktu yang diperlukan untuk menyentuh engsel bertambah singkat.
b Kesalahan-kesalahan (reaksi yang tidak relevan) semakin berkurang dan malah
akhirnya kucing sama sekali tidak berbuat kesalahan lagi, begitu dimasukkan ke
dalam kotak, kucing langsung menyentuh engsel.
Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan
membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu,
dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan
keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya. Ciri-ciri
belajar dengan trial and error :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. ada berbagai respon terhadap situasi
3. ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4. ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
Kemudian menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari seara
ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Menurutnya
mengajar yang baik adalah tahu apa yang hendak diajarkan, artinya tahu materi apa
yang akan diberikan, respon apa yang akan diharapkan dan kapan harus memberi
hadiah/ reward.
Ada beberapa aturan yang di buat Thorndike berkenaan dengan
pengajaran, yaitu:
1. perhatikan situasi murid
2. perhatikan respon apa yang diharapkan dari respon tersebut
3. ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan
hubungan terjadi dengan sendirinya
4. situasi – situasi lain yang sama jaangan diindahkan sekiranya dapat memutuskan
hubungan tersebut
5. bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan –
hubungan lain yang sejenis
6. buat hubungan tersebut sedemikian rupa hingga dapat perbuatan nyata
7. ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam
kehidupan sehari – hari.
10
Thorndike mengemukakan beberapa hukum tentang belajar yaitu sebagai
berikut :
11
Contoh : siswa yang mendapat nilai tinggi akan semakin menyukai
pelajaran, namun jika perolehan nilainya, maka siswa akan semakin malas
belajar atau malah menghindari pelajaran tersebut.
Contoh : Siswa yang siap ujian, ketika dilakukan ujian, maka ia akan
puas, tetapi jika ujiannya ditunda, ia menjadi tidak puas.
12
d. Akhirnya, seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
13
angka, bintang, atau points yang dapat ditukarkan untuk reinforser-reinforser
lainnya).
Kerap kali, yang digunakan di sekolah merupakan hal-hal yang diberikan
pada siswa-siswa.Reinforser-reinforser ini disebut reinforser positif, dan berupa
pujian, angka, dan bintang.Tetapi, ada kalanya untuk memperkuat perilaku ialah
dengan membuat konsekuensi perilaku pelarian dari situasi yang tidak
menyenangkan, misalnya, seorang guru dapat membebaskan para siswa dari
pekerjaan rumah, jika mereka berbuat baik dalam kelas.Jika pekerjaan rumah
diangap siswa sebagai suatu tugas yang tidak menyenangkan, maka bebas dari
pekerjaan rumah ini merupakan reinforser.Reinforser-reinforser yang berupa
pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan disebut reinforser negative.
Suatu prinsip perilaku penting ialah, kegiatan yang kurang diingini dapat
ditingkatkan dengan menggabungkannya pada kegiatan-kegiatan yang lebih
disenangi atau diingini. Sebagai contoh misalnya, seorang guru berkata pada
muridnya “Jika kamu telah selesai mengerjakan soal ini, kamu boleh keluar.”
atau “Bersihkan dahulu mejamu, nanti Ibu bacakan cerita.” Kedua contoh ini
merupakan contoh-contoh dari suatu prinsip yang dikenal dengan Prinsip
Premack (Premack, 1965).
b. Hukuman
Konsekuensi-konsekuensi yang tidak memperkuat perilaku disebut
hukuman.Para teoriwan perilaku berbeda pendapat mengenai hukuman ini.Ada
yang berpendapat, bahwa hukuman itu hanya temporer, bahwa hukuman
menimbulkan sifat menentang atau agresi.Ada pula teoriwan-teoriwan yang
tidak setuju dengan pemberian hukuman. Pada umumnya mereka setuju bahwa
hukuman itu hendaknya digunakan, bila reinforsemen telah dicoba dan gagal,
dan bahwa hukuman diberikan dalam bentuk selunak mungkin, dan hukuman
hendaknya selalu digunakan sebagai bagian dari suatu perencanaan yang teliti,
tidak dilakukan karena frustasi.
14
Prinsip kesegeraan konsekuensi-konsekuensi ini penting artinya dalam
kelas.Khususnya bagi murid-murid sekolah dasar, pujian yang diberikan segera
setelah anak itu melakukan suatu pekerjaan dengan baik, dapat merupakan suatu
reinforser yang lebih kuat dari pada angka yang diberikan kemudian.
3. Pembentukan (Shaping)
Selain kesegeraan dari reinforsemen, apa yang akan diberi reinforsemen
juga perlu diperhatikan dalam mengajar. Bila guru membimbing siswa menuju
pencapaian tujuan dengan memberikan reinforsemen pada langkah-langkah yang
menuju pada keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik yang disebut
pembentukan.
Istilah pembentukan atau “shaping” digunakan dalam teori-teori belajar
perilaku dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan baru atau perilaku-perilaku
dengan memberikan reinforsemen pada para siswa dalam mendekati perilaku akhir
yang diinginkan.
Ringkasan dari langkah-langkah dalam pembentukan perilaku baru adalah
sebagai berikut:
Pilihlah tujuan – buat tujuan itu sekhusus mungkin.
Tentukan sampai di mana siswa-siswa itu sekarang. Apakah kemampuan-
kemampuan mereka?
Kembangkan satu seri langkah-langkah yang dapat merupakan jenjang untuk
membawa mereka dari keadaan mereka sekarang ke tujuan yang telah
ditetapkan.
Berilah umpan balik selama pelajaran berlangsung.
B. DEFINISI TEORI BELAJAR SOSIAL
Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura
(1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku,
tetapi memberi lebih banyak penekanan pada kesan dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan
pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran sosial kita akan
menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan
kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Dalam pandangan
belajar sosial “manusia” itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak
“dipukul” oleh stimulus-stimulus lingkungan.
15
Bersama Richard Wakters sebagai penulis kedua, Bandura menulis Adolescent
Aggression (1959) mengenai suatu laporan terinci tentang sebuah studi lapangan dimana
prinsip-prinsip pembelajaranan sosial digunakan untuk menganalisis perkembangan
kepribadian sekelompok remaja lelaki delinkuen dari kelas menengah, disusuli dengan Sosial
Learning and personality development (1963), sebuah buku dimana beliau dan Walters
memaparkan prinsip-prinsip pembelajaran sosial yang telah mereka perkembangkan beserta
dengan eviden atau bukti yang menjadi asas bagi teori tersebut. Pada tahun 1969, Bandura
menerbitkan Principles of behavior modification, dimana ia menguraikan penerapan teknik-
teknik behavioral berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaranan dalam memodifikasikan
tingkah laku dan pada tahun 1973,”Aggression: A sosial learning analysis”.
Teori belajar sosial menekankan, bahawa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan
pada seseorang secera kebetulan; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah
oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh
(Kardi, S., 1997: 14) bahawa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara
selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah
pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting
dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning). Pertama,
pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain
atau vicarious conditioning. Contohnya, seorang pelajar melihat temannya dipuji atau ditegur
oleh gurunya kerana perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang
tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan
melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious reinforcement. Kedua, pembelajaran
melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan
penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu
mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan
mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu.
Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga
menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M. 1998a:4)
s Teori Pemodelan Bandura
Bandura dan Walters menggunakan sekumpulan kanak- kanak tadika berumur 3- 6
tahun untuk menjalankan kajian dan berjaya membuktikan bahawa kanak- kanak
keseluruhannya meniru model yang ditonton dengan gaya yang lebih agresif. Beliau
merumuskan bahawa pelbagai tingkah laku sosial seperti keagresifan, persaingan, peniruan
16
model dan sebagainya adalah hasil pemerhatian daripada gerak balas yang ditonjolkan oleh
orang lain. Teori pembelajaran sosialis menekankan pembelajaran melalui proses permodelan
iaitu pembelajaran melalui pemerhatian atau peniruan. Teori ini terdiri daripada teori
permodelan Bandura.
2.4.1 Ciri- ciri teori pemodelan bandura :
a. Unsur-unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
b. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, misalan dan teladan
c. Pelajar meniru sesuatu kemahiran daripada kecekapan demonstrasi guru sebagai model dan
akan menguasai kemahiran itu jika dia memperoleh kepuasan dan peneguhan yang
berpatutan.
d. Proses pembelajaran meliputi pemerhatian, pemikiran, peringatan, peniruan dengan tingkah
laku atau gerak balas yang sesuai.
Mengikut teori Albert Bandura (1925) seorang profesor psikologi di Universiti
Stanford pembelajaran melalui pemerhatian merupakan pembentukan asas tingkah laku orang
lain, individu dan secara tidak langsung mempelajari pula perubahan tingkah laku tersebut.
Bandura menyebut orang yang diperhatikan sebagai model dan proses pembelajaran melalui
pemerhatian tingkah laku model sebagai permodelan. Ia juga menekankan aspek interaksi
antara manusia dan persekitaran. Pada amnya Bandura juga melihat manusa sebagai aktif
berupaya mengendalikan tingkah laku secara selektif dan tidak merupakan entiti yang pasif
yang boleh dipermainkan oleh keadaan persekitaran mereka.
Terdapat dua jenis pembelajaran melalui pemerhatian. Pertama, ia boleh berlaku
melalui peneguhan. Ini berlaku apabila kita melihat orang lain diberi ganjaran atau denda
untuk tindakan tertentu kita mengubah tingkah laku. Melalui ganjaran, Contohnya seandainya
kita memuji dua orang pelajar kerana membuat kerja yang menarik di dalam kelas maka
pelajar- pelajar yang memerhatikan penghargaan mungkin akan membuat kerja yang lebih
baik pada masa akan datang. Denda juga boleh mempunyai kesan yang sama. Contohnya kita
akan mengurangkan had laju semasa memandu selepas melihat beberapa orang mendapat
saman kerana memandu dengan laju.
Pembelajaran pemerhatian yang kedua ialah pemerhati meniru tingkah laku model
walaupun model tersebut tidak menerima peneguhan atau denda semasa pemerhati sedang
memerhatikan. Selalunya model menunjukkan sesuatu yang hendak dipelajarinya oleh
pemerhati dan mengharapkan peneguhan apabila dapat menguasai. Contoh cara yang betul
meletakkan tangan untuk bermain piano tetapi peniruan berlaku apabila pemerhati hanya
mahu menjadi seperti model yang disanjung.
17
2.5 Prinsip Pembelajaran Melalui Pemerhatian/ Permodelan
Bandura (1986) mengenal pasti empat unsur utama dalam proses pembelajaran
melalui pemerhatian atau pemodelan iaitu perhatian, mengingat, reproduksi dan peneguhan
atau motivasi.
2.5.1 Pemerhatian
Untuk belajar melalui pemerhatian, kita mesti menumpukan perhatian. Biasanya kita
memberi perhatian kepada orang yang menarik, popular, cekap atau disanjungi. Untuk kanak-
kanak kecil ini mungkin merujuk kepada ibu bapa, abang atau kakak atau guru- guru. Bagi
pelajar yang lebih tua ia mungkin merujuk kepada rakan sebaya yang popular dan artis
pujaan. Faktor- faktor yang mempengaruhi perhatian ialah ciri- ciri model termasuk nilai,
umur, jantina, status dan perhubungan dengan pemerhatian. Dalam pengajaran kita perlu
pastikan pelajar menumpukan perhatian kepada ciri- ciri penting pelajaran dengan pengajaran
yang jelas dan menekankan isi- isi penting.
Dalam suatu tunjukcara contohnya memasukkan benang ke lubang jarum mesin jahit
kita mungkin memerlukan murid- murid duduk berhampiran dengan kita supaya mereka
nampak bagaimana cara melakukannya dengan betul. Perhatian mereka akan ditumpukan
kepada ciri- ciri yang betul dalam situasi tersebut dan dengan itu menjadikan pembelajaran
pemerhatian yang betul.
2.5.2 Mengingat
Untuk belajar melalui pemerhatian, kita mesti menumpukan perhatian. Biasanya kita
memberi perhatian kepada orang yang menarik, popular, cekap atau disanjungi. Untuk kanak-
kanak kecil ini mungkin merujuk kepada ibu bapa, abang atau kakak atau guru- guru. Bagi
pelajar yang lebih tua ia mungkin merujuk kepada rakan sebaya yang popular dan artis
pujaan. Faktor- faktor yang mempengaruhi perhatian ialah ciri- ciri model termasuk nilai,
umur, jantina, status dan perhubungan dengan pemerhatian. Dalam pengajaran kita perlu
pastikan pelajar menumpukan perhatian kepada ciri- ciri penting pelajaran dengan pengajaran
yang jelas dan menekankan isi- isi penting. Dalam suatu tunjukcara contohnya memasukkan
benang ke lubang jarum mesin jahit kita mungkin memerlukan murid- murid duduk
berhampiran dengan kita supaya mereka nampak bagaimana cara melakukannya dengan
betul. Perhatian mereka akan ditumpukan kepada ciri- ciri yang betul dalam situasi tersebut
dan dengan itu menjadikan pembelajaran pemerhatian yang betul.
2.5.3 Reproduksi
Pemerhatian harus berupaya melakukan semula tingkah laku yang ditirunya. Apabila
seseorang tahu bagaimana sesuatu tingkah laku ditunjukkan dan mengingat ciri- ciri atau
18
langkah- langkah dia mungkin belum boleh melakukannya dengan lancar. Sesorang itu
memerlukan latihan yang banyak, mendapat maklum balas dan bimbingan tentang perkara-
perkara penting sebelum boleh menghasilkan tingkah laku model. Di peringkat penghasilan
latihan menjadikan tingkah laku lebih lancar dan mahir.
2.5.4 Peneguhan/Motivasi
Kita mungkin telah memperoleh satu kemahiran atau tingkah laku baru melalui
pemerhatian, tetapi kita mungkin tidak dapat melakukan tingkah laku itu sehingga ada
sesuatu bentuk motivasi atau insentif untuk melakukannya. Peneguhan boleh memainkan
beberapa peranan dalam pembelajaran pemerhatian. Seandainya kita mengharapkan untuk
mendapat peneguhan dengan meniru tindakan seseorang model, kita mungkin menjadi lebih
bermotivasi untuk menumpukan perhatian, mengingat dan menghasilkan semula tingkah
laku. Selain itu, peneguhan penting untuk mengekalkan pembelajaran. Seseorang yang
mencuba menunjukkan tingkah laku baru tidak akan mengekalkanya tanpa peneguhan.
Sebagai contoh, seorang pelajar yang tidak popular cuba memakai pakaian fesyen baru tetapi
diejek oleh rakan- rakan dan dia tidak akan meneruskan peniruannya.
Terdapat lima jenis peneguhan yang memotivasikan perlakuan tingkah laku yang
ditiru. Pertama, pemerhati mungkin menghasilkan semula tingkah laku model dan menerima
peniruan secara langsung. Contohnya, seorang ahli gimnastik menunjukkan pergerakan badan
yang baik dan dia di puji oleh jurulatihnya dengan kata- kata seperti ’syabas’. Kedua
pemerhati mungkin melihat orang lain menerima peniruan secara tidak langsung dan
mengikut tingkah laku orang yang diperhatikan. Contohnya kanak- kanak yang melihat
program televisyen yang penuh dengan keganasan mungkin meniru tingkah laku keganasan
model melalui program tersebut. Ketiga ialah peniruan melalui proses elistasi. Dalam proses
ini seseorang akan meniru apa yang dilakukan oleh orang lain jika dia sudah mengetahui
cara- cara melakukan tingkah laku tersebut. Sebagai contoh timbul keinginan di hati Ali
untuk membantu ibunya memotong rumput setelah melihat Rahman membantu ibunya.
Keempat peniruan sekat lakuan. Peniruan yang sesuai dilakukan dalam keadaan tertentu
tetapi tidak digunakan dalam keadaan atau situasi yang lain. Sebagai contoh, murid boleh
meniru kawan mereka yang bising senasa kelas pendidikan jasmani di padang tetapi tidak
boleh meniru tingkah laku ini di dalam kelas. Kelima iaitu peniruan tak sekat lakuan. Dalam
proses ini seseorang individu akan terus mengamalkan peniruan dalam apa- apa jua situasi.
Sebagai contoh, Radzi yang menyertai satu kumpulan menyimpan rambut panjang semasa
cuti sekolah akan terus menyimpan rambut panjangnya semasa sesi persekolahan bermula.
19
Teori Belajar Bandura
Menurut albert Bandura (dalam Nur, 1998) bahwa, apa yang kita ketahui dapat lebih banyak
dari pada apa yang dapat kita perlihatkan. Siswa dapat saja telah memahami suatu materi,
namun pemahaman ini dapat tidak terdemonstrasikan sampai situasinya memungkinkan. Jadi
dalam proses pembelajaran ada faktor di luar siswa yang mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran. Albert Bandura mengamati bahwa para penganut teori Skinner menekankan
pada efek dari tingkah laku yang sebagaian besar mengabaikan fenomena peragaan
(modeling), peniruan tingkah laku orang lain, pengalaman yang dialami oleh orang lain, dan
proses belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Lebih jauh Bandura berpendapat
bahwa segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar, faktor-faktor pribadi (seperti berfikir
dan motivasi), dipandang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam proses belajar.
Menurut Albert Bandura (dalan Nur, 1998) ada empat elemen penting dalam pembelajaran
pengamatan. Keempat elemen penting itu adalah atensi, retensi, reproduksi, dan motivasi.
a.Pengamatan (Atensi)
Seseorang khususnya menaruh perhatian kepada orang yang menarik, populer, kompeten,
atau dikagumi (Sulzer-Azaroff & Mayer dalam Nur, 1998). Dalam pengajaran, guru harus
menjamin agar siswa memberikan perhatian kepada bagian-bagian penting dari pelajaran
dengan melakukan presentasi yang jelas dan menggaris bawahi butir-butir yang penting.
b.Mengingat (Retensi)
Agar siswa dapat meniru prilaku suatu model, siswa harus mengingat prilaku itu. Mengingat
itu termasuk menggambarkan tindakan model itu dalam berbagai cara, boleh jadi sebagai
langkah verbal maupun visual atau kedua-duanya. Pada fase retensi, pembelajaran melalui
pengamatan termasuk latihan membantu siswa mengingat prilaku yang dikehendaki, sebagai
misal urutan langkah-langkah suatu percobaan.
c.Peniruan (Reproduksi)
Dalam fase reproduksi, siswa kadang-kadang memerlukan banyak latihan, umpan balik, dan
latihan khusus untuk langkah-langkah yang sulit sebelum siswa tersebut dapat mereproduksi
prilaku model tersebut. Latihan yang dilakukan berulang-ulang oleh siswa membuat prilaku
model dapat ditirukan secara lebih lancar dan lebih mahir. Keyakinan siswa mampu untuk
melakukan suatu tugas (self-efficacy), merupakan hal penting dalam fase ini dan
20
mempengaruhi motivasi siswa tersebut untuk menunjukkan kinerjanya.
d.Penguatan /motivasi
Tahap akhir dalam proses pembelajaran melalui pengamatan adalah motivasi. Siswa akan
menirukan suatu model karena mereka merasa bahwa dengan melakukannya akan menambah
kesempatan mereka sendiri untuk mendapatkan penguatan. Dalam kelas, fase motivasi dalam
pembelajaran melalui pengamatan lebih sering berisi pujian atau nilai yang diberikan untuk
peniruan yang cocok dengan contoh model.
21
suatu prinsip pada posisi yang tepat (yakni, menyediakan posisi untuk tiap-tiap individu dan
memposisikan tiap-tiap individu pada posisinya secara tepat).
22
2. Penetapan tujuan harus teramati, spesifik, dan dapat diukur perubahannya dari
waktu ke waktu.
Penerapan modifikasi perilaku pada anak luar biasa sangat bergantung pada kelainan
perilaku anak. Setelah mempelajari bab ini diharapkan anda:
1. Memahami prinsip pelaksanaan prosedur meneladani(modelling)
3 | Modifikasi Perilaku
4. memahami prinsip prosedur meneladani ( modelling )
D. Menerapkan prosedur
meneladani dalam
mengubah perilaku anak.
E. 3. Memahami prinsip-
prinsip pelaksanaan
tabungan kepingan.
F. 4. Menerapkan prosedur
tabungan kepingan dalm
mengubah perilaku anak.
23
G. 5. Memahami konsep
dasar pelatihan asertivitas.
H. 6. Menerapkan konsep
pelatiha asertivitas dalam
mengubah perilaku anak.
I. 7. Memahami prinsip-
prinsip prosedur aversi
J. 8. Menerapkan prosedur
aversi dalam mengubah
perilaku anak.
24
K. 9. Memahami prinsip-
prinsip prosedur rilaksasi.
L. 10. Menerapkan prosedur
rilaksasi dalam mengubah
perilaku anak
M. 11. Memahami prinsip
pengelolahan diri dalam
mengubah perilku anak.
N. 12. Menerapkan prosedur
pengellahan diri untuk
mengubah perilaku anak
25
O. 13. Memahami prnsip
pelatihan sosial dalam
mengubah perilaku anak.
P. 14. Menerapkan pelatihan
keterampilan sosial dalam
mengubah perilaku anak.
Q. Menerapkan prosedur
meneladani dalam
mengubah perilaku anak.
26
R. 3. Memahami prinsip-
prinsip pelaksanaan
tabungan kepingan.
S. 4. Menerapkan prosedur
tabungan kepingan dalm
mengubah perilaku anak.
T. 5. Memahami konsep
dasar pelatihan asertivitas.
U. 6. Menerapkan konsep
pelatiha asertivitas dalam
mengubah perilaku anak.
27
V. 7. Memahami prinsip-
prinsip prosedur aversi
W. 8. Menerapkan prosedur
aversi dalam mengubah
perilaku anak.
X. 9. Memahami prinsip-
prinsip prosedur rilaksasi.
Y. 10. Menerapkan prosedur
rilaksasi dalam mengubah
perilaku anak
28
Z. 11. Memahami prinsip
pengelolahan diri dalam
mengubah perilku anak.
AA. 12. Menerapkan
prosedur pengellahan diri
untuk mengubah perilaku
anak
BB. 13. Memahami prnsip
pelatihan sosial dalam
mengubah perilaku anak.
29
CC. 14. Menerapkan pelatihan
keterampilan sosial dalam
mengubah perilaku anak.
DD. Menerapkan prosedur
meneladani dalam
mengubah perilaku anak.
EE. 3. Memahami prinsip-
prinsip pelaksanaan
tabungan kepingan.
30
FF. 4. Menerapkan prosedur
tabungan kepingan dalm
mengubah perilaku anak.
GG. 5. Memahami konsep
dasar pelatihan asertivitas.
HH. 6. Menerapkan konsep
pelatiha asertivitas dalam
mengubah perilaku anak.
II. 7. Memahami prinsip-
prinsip prosedur aversi
31
JJ. 8. Menerapkan prosedur
aversi dalam mengubah
perilaku anak.
KK. 9. Memahami prinsip-
prinsip prosedur rilaksasi.
LL. 10. Menerapkan prosedur
rilaksasi dalam mengubah
perilaku anak
MM. 11. Memahami prinsip
pengelolahan diri dalam
mengubah perilku anak.
32
NN. 12. Menerapkan
prosedur pengellahan diri
untuk mengubah perilaku
anak
OO. 13. Memahami prnsip
pelatihan sosial dalam
mengubah perilaku anak.
PP. 14. Menerapkan pelatihan
keterampilan sosial dalam
mengubah perilaku anak.
33
QQ. Menerapkan prosedur
meneladani dalam
mengubah perilaku anak.
RR. 3. Memahami prinsip-
prinsip pelaksanaan
tabungan kepingan.
SS. 4. Menerapkan prosedur
tabungan kepingan dalm
mengubah perilaku anak.
TT. 5. Memahami konsep
dasar pelatihan asertivitas.
34
UU. 6. Menerapkan konsep
pelatiha asertivitas dalam
mengubah perilaku anak.
VV. 7. Memahami prinsip-
prinsip prosedur aversi
WW. 8. Menerapkan
prosedur aversi dalam
mengubah perilaku anak.
XX. 9. Memahami prinsip-
prinsip prosedur rilaksasi.
35
YY. 10. Menerapkan
prosedur rilaksasi dalam
mengubah perilaku anak
ZZ. 11. Memahami prinsip
pengelolahan diri dalam
mengubah perilku anak.
AAA. 12. Menerapkan
prosedur pengellahan diri
untuk mengubah perilaku
anak
36
BBB. 13. Memahami prnsip
pelatihan sosial dalam
mengubah perilaku anak.
CCC. 14. Menerapkan
pelatihan keterampilan
sosial dalam mengubah
perilaku anak.
DDD. Menerapkan prosedur
meneladani dalam
mengubah perilaku anak.
37
EEE. 3. Memahami prinsip-
prinsip pelaksanaan
tabungan kepingan.
FFF. 4. Menerapkan
prosedur tabungan kepingan
dalm mengubah perilaku
anak.
GGG. 5. Memahami konsep
dasar pelatihan asertivitas.
38
HHH. 6. Menerapkan konsep
pelatiha asertivitas dalam
mengubah perilaku anak.
III. 7. Memahami prinsip-
prinsip prosedur aversi
JJJ. 8. Menerapkan prosedur
aversi dalam mengubah
perilaku anak.
KKK. 9. Memahami prinsip-
prinsip prosedur rilaksasi.
39
LLL. 10. Menerapkan
prosedur rilaksasi dalam
mengubah perilaku anak
MMM. 11. Memahami
prinsip pengelolahan diri
dalam mengubah perilku
anak.
NNN. 12. Menerapkan
prosedur pengellahan diri
untuk mengubah perilaku
anak
40
OOO. 13. Memahami prnsip
pelatihan sosial dalam
mengubah perilaku anak.
PPP. 14. Menerapkan
pelatihan keterampilan
sosial dalam mengubah
perilaku anak.
QQQ. Menerapkan
prosedur
meneladani dalam
41
mengubah perilaku
anak.
RRR. 3. Memahami
prinsip-prinsip
pelaksanaan
tabungan kepingan.
SSS. 4.
Menerapkan
42
prosedur tabungan
kepingan dalm
mengubah perilaku
anak.
TTT. 5. Memahami
konsep dasar
43
pelatihan
asertivitas.
UUU. 6.
Menerapkan
konsep pelatiha
asertivitas dalam
mengubah perilaku
anak.
44
VVV. 7. Memahami
prinsip-prinsip
prosedur aversi
WWW. 8.
Menerapkan
prosedur aversi
dalam mengubah
perilaku anak.
45
XXX. 9. Memahami
prinsip-prinsip
prosedur rilaksasi.
YYY. 10.
Menerapkan
prosedur rilaksasi
dalam mengubah
perilaku anak
46
ZZZ. 11.
Memahami prinsip
pengelolahan diri
dalam mengubah
perilku anak.
AAAA. 12.
Menerapkan
prosedur
47
pengellahan diri
untuk mengubah
perilaku anak
BBBB. 13.
Memahami prnsip
pelatihan sosial
dalam mengubah
perilaku anak.
48
CCCC. 14.
Menerapkan
pelatihan
keterampilan sosial
dalam mengubah
perilaku anak.
2. menerapkan prosedur dan meneladani dalam meengubah perilaku anak
3. memahami prinsip –prinsip pelaksanaan tabungan kepingan
4. Menerapkan prosedur tabungan kepingan dalm mengubah perilaku anak.
5. Memahami konsep dasar pelatihan asertivitas.
49
6. 6. Menerapkan konsep
pelatiha asertivitas dalam
mengubah perilaku anak.
7. 7. Memahami prinsip-
prinsip prosedur aversi
8. 8. Menerapkan prosedur
aversi dalam mengubah
perilaku anak.
9. 9. Memahami prinsip-
prinsip prosedur rilaksasi.
50
10. 6. Menerapkan konsep
pelatiha asertivitas dalam
mengubah perilaku anak.
11. 7. Memahami prinsip-
prinsip prosedur aversi
12. 8. Menerapkan prosedur
aversi dalam mengubah
perilaku anak.
13. 9. Memahami prinsip-
prinsip prosedur rilaksasi.
51
14. 6. Menerapkan konsep
pelatiha asertivitas dalam
mengubah perilaku anak.
15. 7. Memahami prinsip-
prinsip prosedur aversi
16. 8. Menerapkan prosedur
aversi dalam mengubah
perilaku anak.
17. 9. Memahami prinsip-
prinsip prosedur rilaksasi.
6. Menerapkan konsep pelatiha asertivitas dalam mengubah perilaku anak
7. Memahami prinsip-prinsip prosedur aversi
8. Menerapkan prosedur aversi dalam mengubah perilaku anak.
9. memahami prinsip-prinsip prosedur rilaksasi
52
10. Menerapkan prosedur rilaksasi dalam mengubah perilaku anak
11. Memahami prinsip pengelolahan diri dalam mengubah perilku anak
2. Menerapkan prosedur meneladani dalam mengubah perilaku anak.
3. Memahami prinsip-prinsip pelaksanaan tabungan kepingan.
4. Menerapkan prosedur tabungan kepingan dalm mengubah perilaku anak.
5. Memahami konsep dasar pelatihan asertivitas.
6. Menerapkan konsep pelatiha asertivitas dalam mengubah perilaku anak.
7. Memahami prinsip-prinsip prosedur aversi
8. Menerapkan prosedur aversi dalam mengubah perilaku anak.
9. Memahami prinsip-prinsip prosedur rilaksasi.
10. Menerapkan prosedur rilaksasi dalam mengubah perilaku anak
11. Memahami prinsip pengelolahan diri dalam mengubah perilku anak.
12. Menerapkan prosedur pengellahan diri untuk mengubah perilaku anak
13. Memahami prnsip pelatihan sosial dalam mengubah perilaku anak.
14. Menerapkan pelatihan keterampilan sosial dalam mengubah perilaku anak.
54
14. Menerapkan pelatihan
keterampilan sosial dalam
mengubah perilaku anak
12. Menerapkan prosedur pengellahan diri untuk mengubah perilaku anak
13. Memahami prnsip pelatihan sosial dalam mengubah perilaku anak.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan penulisan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa:
1) Teori belajar perilaku atau teori belajar behavioristik merupakan teori tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini merupakan teori
belajar yang berdasarkan atas perilaku. Teori belajar ini dikembangkan atas dasar
peruabahan perilaku individu yang diberikan stimulus tertentu.
55
2) Pendapat para ahli yang mengemukakan tentang teori belajar perilaku, yaitu: Ivan P.
Pavlov, Edwin Guthrie, Watson, B.F. Skinner, Edward Leer Thorndike, Clark Hull,
dan Albert Bandura.
3) Pendapat para ahli mengenai teori belajar perilaku, diantaranya:
a) Ivan P. Pavlov: teori belajar Dari percobaannya tersebut Pavlov menyimpulkan
bahwa hampir semua organisme perilakunya terjadi secara refleks dan di batasi
oleh rangsangan sederhana.
b) Edwin Guthrie: menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa
stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis
sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull.
c) Watson: Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang
dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia
mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama
proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak
perlu diperhitungkan.
56
ini menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi
memberikan lebih banyak penekanan efek-efek dari isyarat-isyarat pada
perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Teori belajar Bandura adalah
teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri yang menunjukkan
pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain.
B. SARAN
Sebaiknya, kita selaku calon guru pada nantinya dapat menerapkan teori belajar
perilaku ini kepada pserta didik nantinya, akan tetapi diimbangi dengan teori belajar
lainnya yang dapat menunjang kita pada saat proses belajar mengajar.
57
DAFTAR PUSTAKA
58
Ibrahim, Hervino. 2012. “Teori Belajar Perilaku”. Mister Phsics Education.
http://misterphysicseducation.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-perilaku.html.
(Jum’at, 19 September 2014).
Schunk, Dale H., dkk. 2012. “Motivasi dalam Pendidikan Teori, Penelitian, dan Aplikasi.
Edisi Ketiga”. Jakarta: Indeks
Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2010. “ Teori Belajar dan Pembelajaran”. Bogor:
Ghalia Indonesia.
59