Anda di halaman 1dari 5

BAB X

POSITIVISME AUGUSTE COMTE

A. Riwayat Hidup Auguste Comte


Auguste Comte dilahirkan di Montpellier, Perancis, Tahun 1798. Keluarganya
beragama Katholik yang berdarah bangsawan. Meskipun demikian, Auguste Comte tidak
terlalu peduli dengan kebangsawanannya.. dia mendapat pendidikan di Ecole
Polytechnique di Paris dan lama hidup disana. Ketika terjadi pergolakan-pergolakan sosial,
perang intelektual, dan politik, Auguste Comtemerasakan dan banyak mengalami
peperangan politis saat itu. Dikalangan teman-temanya, Auguste Comteadalah mahasiswa
yang keras kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan Ecole sesudah seorang
mahasiswa yang memberontak dalam mendukung Napoleon dipecat.
Auguste Comte memulai karir profesionalnya dengan memberi les dalam bidang
matematika. Meskipun ia sudah memperoleh pendidikan dalam matematika, perhatian
yang sebenarnya adalah pada masalah-masalah kemanusiaan dan sosial. Minat ini mulai
berkembang dibawah pengaruh Saint Simon, yang mempekerjakan Auguste sebagai
sekertarisnya dan dengannya, Auguste menjalin kerjasama erat dalam mengembangkan
karya awalnya sendiri. Kepribadian kedua orang ini saling melengkapi Saint Simon
seorang yang tekun, aktif, bersemangat, dan tidak disiplin, sedangkan Auguste Comte yang
metodis, disiplin, dan refleksif. Akan tetapi , sesudah tujuh tahun, pasangan ini pecah
karena perdebatan mengenai kepengarangan karya bersama, dan Auguste Comte menolak
pembimbingnya ini. (Paul Jhonson, Robert MZ. Lawang, 1986:76)
Karya Auguste Comte dibawa asuhan Saint Simont kelihatan sangat meyakinkan;
dia memiliki kecermelangan intelektual dan ketekunan untuk membuat dirinya sebagai
seorang tokoh yang terpandang dikalangan intelektual Perancis. Namun, setelah
hubungannya dengan Saint Simon retak, dia tetap sebagai orang luar akademi. Sebagian
hal ini mungkin disebabkan oleh sifat-sifat tertentu dari kepribadiannya; dia menderita
gejala paranoid yang kadang-kadang, dengan kasar, kegilaanya itu diarahkan kepada
teman-teman kuliahnyadalam suatu kursus privat, dia menderita gangguan mental yang
serius dan dimasukkan ke rumah sakit karena penyakit “keranjingan”. Tak lama sesudah
dipulangkan (tanpa sembuh), dia gagal merenggut nyawanya sendir, dengan membuang
diri ke Sungai Seine dan sesudahnya terus berada dalam suatu keadaan hati yang remuk
redam. (Paul Jhonson, Robert MZ. Lawang, 1986:76)
Kondisi ekonomi Comte juga pas-pasan saja, dan hamper terus menerus hidup
miskin. Dia tidak pernah mampu menjamin posisi professional yang dibayar dengan
semestinya dalam system pendidikan tinggi Perancis. Diakhir hayatnya , dia hidup dari
pemberian orang-orang yang mengaguminya dan pengikut agama humanitasnya.
Pergaulan Comte dengan gadis-gadis juga mendatangkan malapetaka tetapi relevan
untuk memahami evolusi dalam peikiran Comte, khusunya perubahan dalam tekanan
tahap-tahap akhir kehidupannya dari positivisme ke cinta. Dia menikah dengan seorang
bekas pelacur bernama Carolin Massin, seorang wanita yang lama menderita, serta
menanggung beban emosional dan ekonomi dengan Comte. Sesudah Comte keluar dari
rumah sakit, dengan sabar, ia berusaha memenuhi kebutuhan Comte, dan merawatnya
sampai sembuh meskipun tanpa penghargaan Comte dan kadang-kadang disertai perlakuan
yang kasar. Setelah pisah untuk beberapa saat, istrinya pergi dan membiarkan dia sengsara
dan gila. (Paul Jhonson, Robert MZ. Lawang, 1986:77)
Tahun 1844, dua tahun setelah dia menyelesaikan enam jilid karya besarnya yang
berjudul Course of Positive Philosophy, Comte bertemu dengan Clothilde de Vaux,
seorang ibu yang merubah kehidupan Comte. Dia berumur beberapa tahun lebih muda dari
Comte. Wanita tersebut sedang ditinggalkan suaminya ketika bertemu dengan Comte
pertama kalinya. Walaupun saling berkirim surat cinta beberapa kali, Clothilde
menganggap hubungan itu hanyalah persaudaraan saja. Clothilde mengidap penyakit TBC
dan hanya beberapa bulan sesudah bertemu dengan Comte, dia meninggal. Kehidupan
Comte lalu tergoncang; dia bersumpah untuk membaktikan hidupnya untuk mengenang
“bidadari”-nya itu. (Paul Jhonson, Robert MZ. Lawang, 1986:77)
Sifat tulisan Comte umumnya berubah secara mencolok setelah menjalin hubungan
dengan Clothilde de Vaux. Dia memulai karya bagian kedua, yakni System of Positive
Politics, yang merupakan suatu pernyataan menyeluruh mengenai stategi pelaksanaan
praktis pemikirannya mengenai filsafat positif yang sudah dikemukakannya terlebih
dahulu dalam bukunya Course of Positive Philosophy. Namun sebaliknya, System of
Positive Politics menjadi suatu bentul perayaan cinta, tetapi dengan keinginan besar yang
sama, yakni membangun system menyeluruh, seperti yang tercermin dalam karyanya yang
terlebih dahulu.
Karena dimaksudkan untuk mengenang bidadarinya itu, karya Comte dalam politik
positif itu didasarkan pada gagasan bahwa kekuatan sebenarnya mendorong orang dalam
kehidupannya adalah perasaan bukan pertumbuhan inteligensi manusia yang mantap. Dia
mengusulkan suatu reorganisasi masyarakat, dengan sejumlah tata cara yang dirancang
untuk membangkitkan cinta murni dan tidak egoistis, demi “kebesaran Kemanusiaan”.
Perubahan tekanan dalam tulisan Comte membingungkan beberapa pengagumnya
yang sudah diperolehnya dikalangan cendekiawan perancis dan ditempat lain. Menurut
mereka, pemujaannya terhadap perasaan dan cinta yang merugikan akal budi merupakan
penyangkalan terhadap gagasan-gagasan positivis yang disanjung-sanjung dalam bukunya
Course of Positive Philosophy, serta kepercayaan akan kemajuan yang mantap dari pikiran
manusia, dengan janji untuk suatu masyarakat yang lebih cerah pada masa yang akan
datang. Namun demikian, gagasan-gagasan pengaturan yang demikian it uterus
dikemukakannya. Untuk mengimbangi berkurangnya dukungan intelektual dan para
pengagumnya, akhirnya dia beralih ke masyarakat luas dan berbagai pimpinan politik. Pada
tahun 1857 Comte mendapat serangan kanker, dan meninggal.
B. Pengertian Positivisme
Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte (1798-1857) yang tertuang dalam
karya utama Auguste Comte adalah Cours de Philosophic Positive, yaitu kursus tentang
filsafat positif (1830-1842) yang diterbitkan dalam enam jilid. Positivisme berasal dari kata
“positif”. Kata positif disini sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-
fakta. Menurut positivism, pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta.
Positivismetidak menerima sumber pengegtahuan melalui pengalaman batiniah, ia
hanyalah mengandalkan fakta-fakta belaka.

C. Perspektif Positivistik tentang Masyarakat


Comte melihat perkembangan ilmu tentang masyarakat yang bersifat alamiah
sebagai puncak suatu proses kemajuan intelektual yang logis yang telah dilewati oleh lmu-
ilmu lainnya. Kemajuan ini mencakup perkembangan dari bentuk-bentul pemikiran
teologis purba, penjelasan metafisik, dan akhirnya sampai terbentuknya hukum-hukum
alamiah yang positif. Bidang sosiologi (atau fisika sosial) adlah paling akhir melewati
tahap-tahap ini., karena pokok permasalahannya lebih kompleks daripada yang terdapat
dalam ilmu fisika dan biologi.
D. Hukum Tiga Tahap
Hukum tiga tahap merupakkan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan
evolusioner umat manusia dan masa primitive sampai peradaban Perancis abad ke-19 yang
sangat maju. Singkatnya, hokum itu menyatakan bahwa masyarakat (umat manusia)
berkembang melalui tiga tahap utama. Tahap-tahap ini ditentukan menurut cara berfikir
yang dominan, yaitu teologis, metafisik, dan positif.
Tahap teologis, merupakan tahap yang paling lama dalam sejarah manusia, dan
untuk analisis yang lebih terperinci, Comte membaginya kedalam periode fetisisme,
politeisme, dan monoteisme. Tahap metafisik terutama merupakan tahap transisi antara
tahap teologis dan positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan huku-hukum alam
yang asasi yang dapat ditemukan dengan akal budi. Tahap positif ditandai oleh
kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir. Akan tetapi,
pengetahuan selalu sementara sifatnya, tidak mutlak. Akal budi benting, seperti dalam
periode metafisik, tetapi harus dipimpin dengan data empiris.
E. Prinsip-Prinsip Keteraturan Sosial
Analisis Comte mengenai keteraturan sosial dapat dibagi dalam dua fase. Pertama, usaha
untuk menjelaskan keteratran sosial secara empiris dengan menggunakan metode positif.
Kedua, usaha untuk meningkatkan keteraturan sosial sebagai suatu cita-cita yang
normative dengan mengggunakan metode-metode yang bukan tidak sesuai dengan
positivism, tetapi yang menyangkut perasaan juga intelek.
F. Agama Humanis
Agama merupakan dasar untuk “konsensus universal” dalam masyarakat, dan juga
mendorong identifikasi emosional individu dan meningkatkan altruisme. Gagasan Comte
mengenai satu masyarakat positivisme di bawah bimbingan moral agama Humanitas
semakin lama semakin terperinci. Seperti, kultus terhadap wanita dengan dirayakan
perasaan-perasaan altruistik wanita. Tahap kedua adalah tahap metafisik. Menganggap
bahwa segala sesutu di alam ini akhirnya dapat diungkapkan. Kemudian pada tahap
ketiga dijelaskan bahwa walaupun suatu fisik, hal itu memberikan fiksi, memberi
penerangan terhadap pemikiran manusia, serta secara psikologis merupakan suatu
perkembangan terhadap pemikiran manusia.
Hal yang paling menonjol dalam penilaian Comte adalah sosiologis, ilmu pengetahuan
yang paling kompleks, dan ilmu yang berkembang paling kompleks. Sosiologi statis
memuat dasar hukum sosiologi dari masyarakat. Kemudian terdapat sosiologi dinamis
yang mana ilmu ini diartikan sebagai pembangunan. Menggambarkan cara-cara pokok
dalam hal terjadinya perkembangan manusia.
G. Tiga Zaman Perkembangan Pemikiran Manusia
1. Zaman Teologis
Pada zaman ini, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-
kuasa adikordati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Zaman
teologis dibagi menjadi tiga periode yaitu:
a. Animisme. Tahap animism merupakan tahapan paling primitive karena benda-
benda dianggap memiliki jiwa.
b. Politeisme. Tahap ini merupakan perkembangan dari tahap pertama. Pada tahap ini
manusia percaya pada dewa yang masing-masing menguasai lapangan tertentu.
c. Monoteisme. Tahap ini lebih tingggi daripada dua tahap sebelumnya, karena ahap
ini, manusia hanya memandang satu Tuhan sebagai penguasa.
2. Zaman Metafisis
Pada zaman ini, kuasa-kuasa adikodrati diganti dengan konsep dan prinsip yang abstrak,
seperti kodrat dan penyedap. Metafisika pada zaman ini dijunjung tinggi.
3. Zaman Positif
Zaman ini dianggap Comte sebagai zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Alasannya
ialah pada zaman I I tidak ada lagi usaha manusia untuk mencari penyebab yang terdapat
dibelakang fakta-fakta.
4. Altruisme
Altruisme merupakan ajara Comte sebagai kelanjutan dari ajarannya tentang tiga zaman.
Altruisme diartikan sebagai menyerahkan diri kepada keseluruhan masyarakat. Bahkan
bukan salah satu masyarakat melainkan suku bangsa manusia pada umumnya.
H. Susunan Ilmu Pengetahuan
Urutan perkembangan ilmu pengetahuan tersusun sedemikian rupa sehingga yang satu
sellau mengandalkan ilmu pengetahuan yang lain mendahuluinya. Dengan demikian,
Comte membedakan enam ilmu pengetahuan pokok, yaitu: ilmu pasti, astronomi, fisika,
kimia, biologi dan puncaknya pada sosiologi. Semua ilmu pengetahuan, menurut Comte,
dapat dijabarkan kepada salah satu dari enam ilmu tersebut.
BAB XI
PRAGMATISME
A. Terminologi Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata “pragma” (bahasa Yunani) yang berarti tindakan,
perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Pragmatisme berapandangan bahwa substansi kebenaran adalah jika segala sesuatu memilki
fungsi dan manfaat bagi kehidupan. Misal agama memberikan kebahagiaan.
Filosof yang terkenal adalah sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John
Dewey.
B. William James (1842-1910 M)
James lahir di New York City pada tahun 1842 M, dan merupakan putra dari Henry
James, Sr, seorang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, dan pemikir kreatif. Pendidikan formal
James awal mulanya tidak teratur lalu ia mendapat tutor berkebangsaan Inggris, Perancis, Swiss,
Jerman, dan Amerika. Akhirnya ia memasuki Havard Medical School pada tahun 1864 dan
memperoleh M.D –nya pada tahun 1869. Ia lebih tertarik pada fungsi-fungsi tubuh. Oleh karena
itu dia mengajar anatomi dan fisiologi di Havard. Pada tahun 1875 James menggabungkan diri ke
dalam Metaphysical Club. Disinilah James mengenal Pragmatisme.
Pandangan filsafatnya, diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku
umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman
kita akan bergerak terus dan berubah karena apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya.
Menurut James, dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja.
Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan. Segala macam
pengalaman keagamaan mempunyai nilai yang sama, jika akibatnya sama-sama memberikan
kepuasan kepada kebutuhan keagamaan. James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan
kepada Dewey yang mempraktikannya dalam pendidikan.
C. John Dewey (1859 M)
Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat
adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat harus berpijak pada pengalaman
dan mengolahnya secara kritis. Menurutnya, tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa
bergerak dan berubah. Berpikir merupakan alat (instrumen) untuk bertindak. Kebenaran dari
pengertia dapat ditinjau dari berhasil tidaknya memengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang
dapat dipercaya untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya
adalah metode induktif.
Secara umum, pragmatisme berarti hanya idea yang dapat dipraktikkan yang benar dan
berguna. Yang ad ialah apa yang real ada. Demikian menurut James tatkala ia membantah Zeno
yang mengaburkan arti gerak.

Anda mungkin juga menyukai