Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

sangat serius dan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2015,

Global Burden of Study menyebutkan bahwa gagal ginjal kronik sebagai

penyebab kematian ke 12 yang paling umum, dengan perhitungan terdapat

1,1 juta angka kematian di seluruh dunia. Secara keseluruhan, angka kematian

pada gagal ginjal kronik mengalami peningkatan yaitu sebesar 31,7% selama

10 tahun terakhir dan membuatnya menjadi salah satu penyebab utama

meningkatnya angka kematian (Neuen dkk, 2017).


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2018 menyebutkan bahwa

prevalensi penderita gagal ginjal kronik di Indonesia sebesar 2% (499.800

orang). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2016 menyebutkan bahwa

terjadi peningkatan pada pasien hemodialisis pada tahun 2015 dengan jumlah

pasien hemodialisis 30.554 orang dan mengalami peningkatan pada tahun

2016 dengan jumlah 52.835 orang. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2018 menyebutkan bahwa prevalensi penderita gagal ginjal

kronik yang pernah atau sedang menjalani cuci darah yang berumur ≥15

tahun di provinsi Kalimantan Selatan sebesar 19,3%.

Berdasarkan data yang didapatkan dari Pusat Data Elektronik (PDE)

RSUD Ratu Zalecha Martapura didapatkan data kejadian gagal ginjal pada

tahun 2017 sebanyak 240 orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2018

sebanyak 361 orang. Tercatat sebanyak 80 orang adalah pasien aktif yang

sedang menjalani hemodialisis di RSUD Ratu Zalecha Martapura, sebanyak

1
2

66 pasien menjalani hemodialisis 2 kali seminggu dan 17 pasien menjalani

hemodialisis 1 kali seminggu.


Gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai terjadinya penurunan fungsi

ginjal secara progresif dan penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR)

kurang dari 60mL/min/1,73m2 selama 3 bulan atau lebih (Kidney Disease

Improving Global Outcomes, KDIGO 2012 dalam Kemenkes, 2017).

Penyebab gagal ginjal kronik disebabkan oleh diabetes melitus, hipertensi,

glumonefritis kronis, nefritis intersisial kronis, infeksi saluran kemih dan

obesitas (Kemenkes, 2017). Pada pasien gagal ginjal kronik diperlukan terapi

pengganti ginjal seperti peritoneal dialisis, transplantasi ginjal dan

hemodialisis untuk memperlambat proses penurunan fungsi ginjal (Smeltzer

& Bare, 2010 dalam Firdaus, 2018).


Hemodialisis adalah terapi pengganti fungsi ginjal yang bertujuan

untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran

darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam

urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah

dan cairan dialisat pada ginjal buatan di mana terjadi proses difusi, osmosis

dan ultrafiltrasi (Haryono, 2013). Hemodialisis biasanya dilakukan 1 – 3 kali


seminggu atau sampai penderita mendapatkan ginjal baru melalui

transplantasi organ ginjal yang dilakukan melalui proses operasi (Black &

Hawks, 2014 dalam Novitasari, 2018).


Penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis

beranggapan bahwa dengan menjalani terapi hemodialisis, maka fungsi ginjal

mereka akan kembali normal dan dapat mencegah kematian. Namun,

hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak

mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang


3

dihasilkan oleh ginjal (Brunner & Suddarth, 2001). Ginjal yang mengalami

gangguan akan menyebabkan terganggunya keseimbangan elektrolit dan

cairan, sehingga pasien dianjurkan untuk melakukan pembatasan asupan

makanan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pembatasan asupan makanan

merupakan hal yang harus dilakukan oleh pasien gagal ginjal kronik

(Budiyanto, 2001 dalam Savitri, 2015). Ilmiyah (2016) menyatakan bahwa

terapi diet merupakan salah satu faktor penting bagi pasien yang menjalani

hemodialisis dikarenakan adanya efek uremia. Ginjal yang rusak tidak

mampu lagi mengekskresikan produk akhir metabolisme, sehingga substansi

yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja

sebagai racun atau toksin.


Semakin banyak toksin yang menumpuk maka akan memperberat

gejala yang muncul. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan

mengakibatkan terjadinya gagal jantung kongestif serta edema paru bahkan

kematian. Oleh sebab itu, kepatuhan pasien pada dietnya sangat penting untuk
mencegah terjadinya komplikasi penyakit (Smeltzer & Bare, 2002 dalam

Mailani dan Rika, 2017). Kepatuhan terapi sangat penting untuk diperhatikan

pada penderita yang menjalani hemodialisis, karena apabila penderita tidak

patuh akan terjadi penumpukan zat-zat berbahaya di dalam metabolisme

darah sehingga penderita akan merasa sakit pada seluruh tubuh. Pada pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis diperlukan adanya

manajemen diri yang baik untuk dapat mematuhi terapi pengobatan dan terapi

diet. Menurut Potter & Perry (2006) dalam Sunarni (2009), kepatuhan

merupakan bentuk ketaatan pasien dalam melaksanakan tindakan terapi.

Menurut Carpenito (2009) hlm 633 dalam Wulandari, dkk (2017)


4

menyebutkan bahwa kepatuhan merupakan bentuk perilaku positif yang

dilakukan oleh pasien dalam mencapai tujuan pengobatan yang terapeutik.

Kepatuhan merupakan tolak ukur dalam kemampuan seseorang dalam

mempertahankan program yang berkaitan dengan promosi kesehatan maupun

pemberian instruksi pada pasien.


Hasil penelitian Haryanto (2013) menunjukkan bahwa responden

tidak patuh diet rendah cairan sebesar 82,1%, responden tidak patuh diet

rendah protein sebesar 69,2%, responden yang tidak patuh diet rendah

natrium sebesar 71,8%, responden yang tidak patuh diet rendah kalium

sebesar 69,2%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah

faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yaitu manajemen diri. Salah
satu manajemen diri yang mempengaruhi seseorang untuk berfikir, bersikap

dan berperilaku adalah efikasi diri. Untuk meningkatkan efikasi diri

seseorang, dibutuhkan adanya dukungan dari keluarga yang berperan sebagai

faktor eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri

seseorang yaitu dukungan dari keluarga. Dukungan keluarga diharapkan

dapat memberikan motivasi sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan

dan kepercayaan diri pasien. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien

diperlukan efikasi diri dan dukungan keluarga yang baik.


Efikasi diri adalah faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri

seseorang dan berperan penting dalam hal pengambilan keputusan (Friedman

& Schustack, 2010 dalam Novitasari, 2018). Efikasi diri merupakan salah

satu faktor yang penting dalam perawatan diri dan kepatuhan pasien terhadap

pengobatannya (Arsyta, 2016). Hasil penelitian Susilawati, dkk (2017),


5

menunjukkan bahwa terdapat adanya hubungan efikasi diri terhadap

kepatuhan pembatasan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis di RSU Tangeran dengan signifikan 0,000 < (0,05).

Menurut Elizabeth (2002) dalam Rahmawati (2016), efikasi diri juga dapat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan yakni ekspektasi dan dukungan sosial.

Dukungan sosial dalam hal ini dapat berupa dukungan keluarga.


Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari dua

orang atau lebih dalam satu atap yang mempunyai hubungan dari pertalian

darah atau perkawinan, yang terorganisasi di bawah asuhan kepala rumah

tangga dan saling berhubungan maupun saling bergantung antar anggota


keluarga (Ali, 2010). Peranan keluarga sangat penting dalam meningkatkan

derajat kesehatan setiap anggota keluarganya. Salah satu peran keluarga yang

dapat diberikan kepada anggota keluarganya ketika sakit adalah dukungan

keluarga. Dukungan keluarga sangat tergantung terhadap posisi individu di

dalam keluarga tersebut. Misalnya, sebagai seorang kepala keluarga yang

mendukung anggota keluarganya yang sakit ataupun sebagai anggota

keluarga yang mendukung kepala keluarga yang sakit. Sehingga, kondisi

tersebut akan mempengaruhi kekuatan dukungan keluarga yang terbentuk.


Dukungan keluarga merupakan proses hubungan yang terjadi antara

keluarga dengan lingkungan sosialnya yang bersifat mendukung dan dapat

memberikan pertolongan kepada setiap anggota keluarganya (Friedman, 2010

dalam Rahmawati, 2016). Dukungan keluarga berdampak positif untuk

kesehatan psikologis, kesejahteraan fisik, dan kualitas hidup pasien. Apabila

tidak ada dukungan dari keluarga maka dapat berakibat pada kurangnya

kepatuhan pasien dalam pengobatan penyakit gagal ginjal kronik. Pasien juga

tidak termotivasi untuk meningkatkan derajat kesehatannya dan melanggar


6

efikasi diri (Chung et al, 2013 dalam Novitasari dan Abdul, 2018). Hasil

penelitian Mailani dan Rika (2017), menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Tk.III Dr.

Reksodiwiryo Padang dengan nilai p-value sebesar 0,003.


Dukungan keluarga dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri serta

efikasi diri (Rahmawati, 2016). Hasil penelitian Novitasari dan Abdul (2018),
menunjukkan bahwa terdapat hubungan dukungan keluarga dengan efikasi

diri pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD

Kabupaten Semarang dengan nilai p-value sebesar 0,000<0,05.


Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa efikasi diri dan

dukungan keluarga merupakan faktor-faktor penting yang dapat berperan

terhadap kepatuhan diet pada penderita penyakit gagal ginjal kronik yang

menjalani terapi hemodialisis.


Dari hasil studi pendahuluan pada tanggal 15 Desember – 16

Desember 2018 yang dilakukan kepada 8 pasien didapatkan hasil bahwa 3

dari 8 pasien memiliki efikasi diri baik dan 5 dari 8 pasien memiliki efikasi

diri rendah. Untuk dukungan keluarga, 3 dari 8 pasien mendapatkan

dukungan keluarga yang baik. Sedangkan, 5 dari 8 pasien tidak mendapatkan

dukungan keluarga. Selain itu, 3 dari 8 pasien patuh terhadap dietnya.

Sedangkan, 5 dari 8 pasien tidak patuh terhadap dietnya.

Berdasarkan masalah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai hubungan efikasi diri dan dukungan keluarga dengan

kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik di Ruang Hemodialisis RSUD

Ratu Zalecha Martapura.

B. Rumusan Masalah
7

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun rumusan masalah yaitu

“Bagaimana hubungan efikasi diri dan dukungan keluarga dengan kepatuhan

diet pada pasien gagal ginjal kronik di Ruang Hemodialisis RSUD Ratu

Zalecha Martapura?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan efikasi diri dan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada

pasien gagal ginjal kronik di Ruang Hemodialisis RSUD Ratu Zalecha

Martapura.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi efikasi diri pada pasien gagal ginjal kronik di Ruang

Hemodialisis RSUD Ratu Zalecha Martapura.


b. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal kronik di

Ruang Hemodialisis RSUD Ratu Zalecha Martapura.


c. Mengidentifikasi kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik di

Ruang Hemodialisis RSUD Ratu Zalecha Martapura.


d. Menganalisis hubungan efikasi diri dengan kepatuhan diet pada pasien

gagal ginjal kronik di Ruang Hemodialisis RSUD Ratu Zalecha

Martapura.

e. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada

pasien gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa RSUD Ratu Zalecha

Martapura.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber

informasi dan bahan bacaan untuk menambah wawasan mengenai efikasi


8

diri dan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis.


2. Secara Praktis
a. Bagi Pasien
Penelitian ini diharapkan bisa mengatasi masalah dan

diharapkan membantu meningkatkan kepatuhan diet pada pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.


b. Bagi Profesi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

perawat dalam melakukan intervensi keperawatan untuk

meningkatkan efikasi diri dengan cara memberikan edukasi dan

motivasi yang berkaitan dengan kepatuhan diet pada pasien gagal

ginjal kronik.
c. Bagi Unit Hemodialisis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu evaluasi

pelayanan pada pasien hemodialisis, terutama pada masalah kepatuhan

diet pasien gagal ginjal kronik selama menjalani hemodialisis.


d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk peneliti

selanjutnya yang memiliki peminatan dengan masalah yang sama

tentang efikasi diri dan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet

pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

Anda mungkin juga menyukai