Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN ANAK I

Asuhan Keperawatan PNEUMONIA Pada Anak

Disusun oleh :

Davita Aprilia : 1610711107


Dini Aulia R : 1610711109
Fajri Eka Tyassari : 1610711110
Lisa Septiani : 1610711103
Nabila Yuniar P : 1610711105
Nida Auliya R : 1610711104
Susilawati : 1610711108
Trisna Irawati S : 1610711106

Dosen mata kuliah : Ns. Rokhaida, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.An


Program Studi : S-1 Keperawatan
Fakultas : Ilmu Kesehatan

Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jakarta

Tahun 2018
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga akhirnya kami dapat membuat makalah Keperawatan
Anak I.

Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan PNEUMONIA Pada Anak” ditulis untuk
memenuhi tugas kelas tutor B pada blok mata kuliah Keperawatan Anak I.

Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan
kepada kami dalam pembuatan makalah ini terutama kepada :

1. Ibu Ns. Rokhaida, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.An selaku dosen tutor “Kelas B” pada blok
Keperawatan Anak I.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk menyelesaikan
makalah ini
3. Semua aspek yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini

Jakarta, 7 Februari 2018

Penulis
A. Pravalensi

Di Indonesia pneumonia juga masih menjadi masalah kesehatan pada balita. Jumlah kasus
pneumonia balita di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 549.708 kasus sedangkan pada
tahun 2013 sebesar 571.547 kasus. Terjadi peningkatan kasus yang cukup signifikan yaitu
sebesar 25% dari kasus pneumonia sebelumnya. Angka kematian balita akibat pneumonia juga
menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan dimana angka kematian balita akibat pneumonia
pada tahun 2012 sebesar 609 balita sedangkan pada tahun 2013 sebesar 6774 balita. Kenaikan
angka kematian balita akibat pneumonia mencapai lebih dari 600% dari tahun sebelumnya, hal
ini hendaknya menjadi perhatian serius pemerintah untuk menangani kasus pneumonia dari
penemuan, intervensi, diagnosa dan pengobatan pneumonia khususnya bagi balita. (Kemenkes
RI., 2013 dan 2014). Hasil Riskesdas 2007 menunjukan jika kematian balita akibat pneumonia
sebesar 13% dari seluruh penyebab kematian balita. Kelompok yang lebih rentan adalah dengan
umur lebih muda yaitu dibawah 1 tahun jika dibandingkan dengan umur diatasnya yaitu 1–4
tahun. Prevalensi pneumonia tertinggi terjadi pada kelompok umur 1–4 tahun, kemudian 45–54
tahun dan terus meningkat pada umur berikutnya. Pneumonia pada balita di Provinsi Jawa Timur
pada tahun 2007 sebesar 1,55% dan pada tahun 2013 sebesar 1,80%, sehingga dapat diartikan
bahwa terjadi kenaikan kejadian pneumonia di Provinsi Jawa Timur (Kemenkes RI., 2013).
Temuan kejadian pneumonia balita di Jawa Timur belum mencapat target yaitu hanya sebesar
27,08%. Target cakupan penemuan penderita pneumonia balita harusnya adalah 80% untuk
meningkatkan penanganan balita yang menderita pneumonia (Dinkes Prov. Jatim., 2013). Jumlah
kasus pneumonia di Jawa Timur pada tahun 2012 sebesar 61.449 kasus dibandingkan dengan
tahun 2013 sebesar 79.363, terjadi kenaikan yang cukup signifikan sebesar 3,4% dari tahun
sebelumnya. Kenaikan dengan angka kematian balita mengalami penurunan diantara kedua
tahun tersebut, yaitu masingmasing 54 balita dan 8 balita. Penurunan angka kematian balita
akibat pneumonia menunjukkan diagnosis dan penanganan pneumonia yang meningkat di
provinsi Jawa Timur (Kemenkes RI., 2013 dan 2014).

B. Konsep dasar penyakit

Pneumonia adalah radang parenhim paru. Pada umumnya klasifikasi dilakukan atas dasar
anatomi dan etiologis. Jadi secara umum pengertian dari Pnemonia adalah adanya inflamasi,
pembengkakan atau peradangan pada jaringan parenkim paru yang biasanya dikaitkan
dengan pengisian alveoli dengan cairan.
Menurut letak anatomis, pneumonia dibagi menjadi pneumonia lobaris, pneumonia
lobularis (bronchopneumonia), dan pneumonia interstisialis.
Sementara menurut etiologis, pneumonia disebabkan oleh bakteri , virus, mycoplasma
pneumonia, jamur, aspirasi, pneumonia hypostatic dan sindrom locffler. Untuk pengobatan
yang tepat, pengetahuan mengenai penyebab pneumonia sangat diperlukan , sehingga
pembagoan etiologis lebih rasional dibandingkan anatomis .
C. Tanda dan gejala
Menggigil
Demam nyeri dada pleuritis
Batuk produktif
Penggunaan otot bantu napas
Nyeri kepala
Malaise
Timbul sianosis
Nyeri tenggorokan
Nyeri abdomen
Takipnea

D. Etiologi
Pneumonia adalah penyakit infeksi yang sangat erat dengan kondisi lingkungan. Penularan
pneumonia menggunakan udara sebagai media penularannya sehingga sering dikaitkan dengan
kondisi hunian rumah penderita. Hunian yang sehat atau rumah sehat harus memberikan
kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kesehatan. Kebutuhan kesehatan minimal harus
memenuhi tiga aspek yaitu tersedianya pencahayaan yang cukup, peghawaan yang baik, suhu
udara normal dan kelembapan normal. Kriteria penghawaan merupakan kriteria yang
berhubungan dengan kualitas udara dalam ruang dimana udara yang bersih akan meningkatkan
kualitas hidup individu yang hidup didalamnya, sedangkan kualitas udara yang buruk maka akan
memudahkan individu didalamnya mudah untuk terserang penyakit khususnya penyakit yang
mudah menular lewat udara seperti pneumonia.

E. Faktor Resiko

1. Umur
Pneumonia dapat menyerang siapapun dan golongan umur berapapun. Umur yang dimaksud
disini adalah umur balita yaitu bayi dengan umur dibawah 5 tahun. Balita mer upakan salah satu
populasi rentan selain umur lanjut usia. Jumlah balita yang menderita pneumonia banyak yang
berumur 0–2 tahun daripada yang berumur 2–5 tahun.
bayi dengan usia lebih muda (0–12 bulan) berisiko 3,24 kali menderita pneumonia daripada yang
berusia diatas 1 tahun, menur ut nya imunitas balita yang berusia dibawah 1 tahun memiliki
imunitas yang masih sangat rendah dan rentan terkena penyakit, maka dari itu peran dari nutrisi
khususnya ASI pada awal-awal kelahiran yang mengandung kolostrum lebih tinggi membantu
balita untuk meningkatkan imunitasnya dengan kandungan immmunoglobulin A (IgA) yang ada
di dalamnya.
2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukan balita dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada jenis
kelamin perempuan, jika dibandingkan dengan penyakit pneumonia beberapa penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, walaupun dalam
penelitian ini hubungan antara jenis kelamin dan penyakit pneumonia tidak diteliti karena
proporsi jumlah yang hampir sama antara keduanya. Menurut Puspitasari dan Fariani (2013), ada
banyak faktor yang berpengaruh pada jenis kelamin yang menyebabkan pneumonia seperti
perbedaan hormon, status imunisasi, pemberian ASI eksklusif, paparan polusi, perbedaan pola
asuh dan daya tahan atau kerentanan bayi dengan jenis kelamin laki- laki yang lebih tinggi
daripada bayi dengan jenis kelamin perempuan.

3. Riwayat Pemberian ASI Eksklusif


Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa adanya makanan atau minuman lain
termasuk air putih kecuali obat, vitamin dan mineral serta ASI yang diperas. ASI diketahui
memberikan proteksi yang besar bagi balita karena sangat berperan untuk meningkatkan
imunitas dari bayi. Jumlah balita yang mendapat asupan ASI yang cukup lebih banyak daripada
yang tidak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel status riwayat pemberian ASI
mempunyai nilai OR = 7,407 yang dapat disimpulkan bahwa kelompok balita yang riwayat
pemberian ASI tidak eksklusif berisiko 7,407 kali lebih besar terkena pneumonia balita daripada
kelompok balita yang pemberian ASInya eksklusif.
Temuan ini sejalan dengan Fanada (2012) yang menunjukkan resiko 5,2 kali lebih besar terkena
pneumonia bagi bayi yang pemberian ASInya tidak eksklusif. Menurutnya pemberian ASI secara
eksklusif penting sampai umur 6 bulan dan MPASI setelah umur tersebut, hal ini dipengaruhi
oleh masih banyaknya ibu yang tidak mengetahui tentang ASI eksklusif dan berhenti menyusui
sebelum mencapai umur 6 bulan. Zat gizi yang diperlukan oleh balita sudah tercukupi dengan
ASI dan sesuai dengan acuan standar yang diberlakukan oleh WHO, begitupula pemerintah
Indonesia. Menyusui secara eksklusif menurunkan risiko balita untuk terkena pneumonia dan
juga penyakit lain karena adanya imunitas yang berfungsi meningkatkan imunitas balita.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Puspitasari dan Fariani (2015) yang
menyatakan balita yang tidak diberi ASI eksklusif berisiko 7 kali lebih besar terkena pneumonia
balita dibandingkan dengan yang diberi ASI secara eksklusif. Menur utnya ASI mengandung
berbagai macam zat yang meningkatkan kekebalan t ubuh dan melindungi dar i berbagai
macam penyakit, beberapa diantaranya adalah immunoglobulin A yang berasal dari hasil sekresi
kelenjar susu yang berfungsi untuk mengikat mikroorganisme seperti virus ataupun bakteri,
adanya laktoferin, lisozim yang berfungsi menghancurkan bakteri, leukosit, makrofag untuk
sintesis immunoglobulin dan faktor antistreptokokus yang mencegah d ar i penya k it yang
berhubungan dengan sistem pernapasan seperti inf luenza dan pneumonia.
4. Luas Ventilasi Ruangan
Balita dengan ruangan kamar yang luas ventilasinya standar lebih banyak pada sampel penelitian
ini, akan tetapi untuk populasi kasus jumlah terbanyak adalah balita yang luas ventilasi ruangan
kamarnya kurang dari standar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel luas ventilasi
ruangan mempunyai nilai OR = 13,5 yang dapat disimpulkan bahwa kelompok balita yang luas
ventilasi ruangannya < 20% luas lantai ruangan berisiko 13,5 kali lebih besar terkena pneumonia
balita daripada kelompok balita yang luas ventilasi ruangannya standar (≥ 20%).
jika ventilasi yang lancar diperlukan untuk menghindarkan pengaruh berkurangnya kadar
oksigen dalam ruangan, bertambahnya karbondioksida dari hasil pernapasan manusia, bau
pengap yang dihasilkan oleh kulit, keringat, pakaian dan mulut akibat aktivitas manusia, suhu
yang meningkat menjadi lebih panas dan kelembaban udara yang bertambah akibat penguapan
air dari kulit dan napas manusia. Pengaruh dari faktor tersebut akan berimplikasi pada daya tahan
tubuh balita serta berkembang biaknya mikroorganisme yang memudahkan penyebaran penyakit
melalui udara dalam ruangan dan salah satunya adalah pneumonia.

 Menurut Wahid dan Imam (2013), terdapat faktor yang meningkatkan risiko terkena
pneumonia dan adapula faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat pneumonia.
Faktor yang meningkatkan risiko terkena pneumonia diantaranya adalah
 infeksi saluran pernapasan atas
 umur dibawah 2 bulan
 usia lanjut, malnutrisi
 berat bayi lahir rendah
 imunisasi tidak lengkap
 tidak mendapatkan ASI eksklusif, dan polusi udara.

 Faktor yang meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah umur dibawah 2 bulan :
 sosio ekonomi yang rendah,
 gizi kurang, berat bayi lahir rendah
 tingkat pendidikan yang rendah
 pelayanan kesehatan rendah
 kepadatan tempat tinggal
 penyakit kronis, dan
 imunisasi yang tidak lengkap.
F. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, paru-paru dilindungi system pertahanan terhadap infeksi oleh
berbagai mekanisme. Infeksi paru-paru bisa terjadi apabila satu atau lebih mekanisme
pertahanan terganggu oleh organisme secara aspirasi atau melalui penyebaran hematogen.
Aspirasi adalah cara yang lebih sering terjadi.
Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi primer atau komplikasi dari suhu penyakit
virus, seperti mobile atau varicella. Virus tidak hanya merusak sel epitel bersilia tetapi juga
merusak sel goblet dan kelenjar mukus pada bronkus sehingga merusak clearance mukosilla.
Apabila kuman pathogen mencapai bronkoli terminalis, cairan edema masuk ke dalam
alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian makrofag akan membersihkan
debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas lebih ke segala atau lobus yang sama atau
mungkin ke bagian lain dari paru-paru melalui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui
saluran limfe paru, bakteri dapat mencapai aliran darah atau pluro viscelaris. Karena jaringan
paru mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan comlience paru menurun, serta aliran
darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/shunt kanan ke kiri dengan ventilasi
perfusi yang mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia . kerja jantung mungkin meningkat
oleh karena saturasi oksigen yang menurun hiperkapnea. Pada keadaan yang berat bisa
terjadi gagal napas.

G. Klasifikasi

Berdasarkan pedoman MTBS (2002), pneumonia dapat dikategorikan berdasarkan tanda


dan gejala yang ada. Klasifikasi ini dibentuk agar petugas kesehatan dapat menentukan
tindakan yang perlu diambil. Sehingga anak tidak terlambat mendapatkan penanganan.
Klasifikasi tersebut adalah:
1. Pneumonia berat atau penyakit snagat berat, apabila terdapat gejala:
1) Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek, selalu
memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar
2) Terdapat tarikan dinding adda ke dalam
3) Terdapat stridor (suara napas bunyi grok-grok saat inspirasi).
2. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat, batasan napas cepat adalah:
1) Anak usia 2-12 bln apabila frekuensi napas 50x/mnt atau lebih
2) Anak usia 12 bulan – 5 tahun apabila frekuensi napas 40x/mnt atau lebih
3. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda tanda pneumonia atau penyakit sangat
berat.
H. Pemeriksaan Diagnosis

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
Biasanya di dapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm3. Dalam keadaan leukopenia, laju
endap darah biasanya meningkat hingga 100 mm/jam. Saat dilakukan biakan sputum, darah,
atau jika dimungkinkan cairan efusi pleura, untuk biakan aerobik dan anaerobik, untuk
selanjutnya dibuat pewarnaan gram sebagai pegangan dalam pemberian antibiotik. Sebaiknya
diusahakan agar biakan dibuat dari sputum saluran pernafasan bagian bawah. Selain contoh
sputum yang diperoleh dari batuk, bahan dapat diperoleh dari swap tenggorokan atau laring,
pengisapan lewat trakhea, bronkhoskopi, atau pengisapan lewat dada bergantung pada
indikasinya, pemeriksaan analisa gas darah (AGD/Astrup) menunjukkan hipoksemia sebab
terdapat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi di daerah pneumonia.

2. Pemeriksaan Radiologis
Sebaiknya di buat foto thoraks posterior-anterior dan lateral untuk melihat keberadaan
konsolidasi retrokardial sehingga lebih mudah untuk menentukan lobus mana yang terkena
karena setiap lobus memiliki kemungkinan untuk terkena. Meskipun lobus inferior lebih sering
terkena, lobus atas dan lobus tengah juga dapat terkena, yang khas adalah tampak gambaran
konsolidasi homogen sesuai denganletak anatomi lobus yang terkena.
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis
Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45˚. Kematian sering kali
berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan penekanan susunan saraf
pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam
basa dengan baik, pemberian O2 yang adekuat untuk menurunkan perbedaan O2 di
alveoli-arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dalam konsentrasi
yang tidak beracun (PO2 40) untuk mempertahankan PO2 arteri sekitar 60-70 mmHg dan
juga penting mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.
Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk
mencegah penurunan dan volume cairan tubuh secara umum. Bronkodilator seperti
Aminofilin dapat memberikan untuk memperbaiki drainase sekret dan distribusin
ventilasi. Kadang-kadang mungkin timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika
pneumonia mengenai lobus bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi
terjadi, segera atasi hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan
melakukan dekompresi lambung. Bila hipotensi tidak dapat diatasi bisa dipasangkan
kateter Swan-Ganz dan infus Dopamin (2-5 πg/kg/menit). Bila perlu dapat diberikan
analgesik untuk mengatasi nyeri pada pleura.
Pemberian antibiotik terpilih seperti seperti penisilin diberikan secara
intramuskular 2 x 600.000 unit perhari. Penisilin diberikan selama sekurang-kurangnya
seminggu sampai klien tidak mengalami sesak nafas lagiselama tiga hari dan tidak ada
komplikasi lain. Klien dengan abses paru dan empiema memerluka antibiotik lebih lama.
Untuk klien yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan Eritromisin.
Pemberian Sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap penisilin
karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama dari tipe anafilaksis.
Dalam 12-36 jam, setelah pemberian penisilin, suhu, denyut nadi, frekuensi pernafasan
menurun serta nyeri pleura menghilang. Pada 20% klien, demam berlanjut sampai lebih
dari 48 jam setelah obat dikonsumsi.
J. Asuhan anak dengan pneumonia

 Pengkajian
1. Usia, pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada anak
usia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi yang berusia kurang
dari 2 bulan.
2. Keluhan utama sesak napas
3. Riwayat penyakit:
1) Pneumonia virus
Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran napas, termasuk rhinitis dan batuk,
serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri. Pneumonia virus tidak
dapat dibedakan dengan pneumonia bakteri dan mukuplasma.
2) Pneumonia stafilokokus (bacteri)
Didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah dalam beberapa
hari hingga 1 minggu, kondisi suhu tinggi, batuk dan mengalami kesulitan
pernapasan.
4. Riwayat penyakit dahulu
1) Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas.
2) Riwayat penyakit campak/fertusis (pada bronkopneumonia).
5. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi, perlu diperhatikan adanya tahipnea, dyspnea, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi
produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada
anak 2bulan – 12 bulan adalah 50x/mnt atau lebih, dan pada anak berusia 12
bulan – 5tahun adalah 40x/mnt atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan
dinding dada kedalam fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
kedalam akan tampak jelas.
2) Palpasi, suara redup pada sis yang sakit, hati mungkin membesar , fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (tachycardia).
3) Perkusi, suara redup pada sisi yang skait
4) Auskultasi, auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga kehidung atau mulut bayi.anak yang pneumonia akan terdengar ronkhi
halus pada sisi yang skait dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan
bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.
6. Penegak diagnosis atau data penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit 18.000 – 40.000/mm3
b. Hitung jenis leukosit
c. LED meningkat
2) X-foto dada
Terdapat bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia) atau yang meliputi
satu/sebagian besar lobus/ lobules.
 Diagnosis Masalah
1. Diagnosis medis pneumonia
Berdasarkan pedoman MTBS(2000), pneumonia dapat diklasifikasikan menjadi 3
yaitu:
1) Pneumonia berat / penyakit sangat berat , bil ada tanda bahaya (seperti anak tidak
bisa minum atau menetek, selalu memuntahkan smeuanya, mengalami kejang
atau latergis/ tidak sadar) terdapat tarikan dinding dada ke dalam, atau terdapat
stridor.
2) Pneumonia, dengan gejala napas cepat (perhatikan btasan napas cepat).
3) Batuk bukan pneumonia, bila tidak ada tanda tanda pneumonia atau penyakit
sangat berat.
2. Masalah yang sering timbul:
1) Infektivitas pola napas
2) Defisist volume cairan

 Rencana Tindakan Keperawatan


Apabila anak diklasifikasikan menderita pneumonia berat atau penyakit sangat ebrat di
puskesmas/balai pengobatan , maka anak perlu dirujuk segera setelah diberis dosis
pertama antibiotic yang sesuai. Dosis pertama antibiotic yang dimaksud adalah
kloramfenikol yang diberikan secara intramuscular dengan dosis 40mg/kg BB. Jika anaka
diklasifikasikan menderita pneumonia maka tindakan berikut ini diperlukan:
1. Pemberian antibiotic yang sesuai selama 5 hari (untuk jenis antibiotika sesuai lihat
table di bawah)
2. Beri pelega tenggorokan dan Pereda batuk yang aman
3. Berikan nasihat kapan harus segera kembali
4. Melakukan kunjungan ulang setelah 2 hari

adapun pilihan antibiotika yang dapat diberikan adalah:


Pilihan pertama kombinasi Piliha kedua amoxilin 3x
2x sehari selama 5 hari sehari selama 5 hari
Usia atau BB Tablet Tablet sirup sirup
dewasa anak
2-4 bulan (4 - < 6kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
4-12 bulan (6 - <10 kg) ½ 2 5,0ml 5ml
12 bulan – 5 tahun (10 - 1 3 7,5ml 10ml
<19kg)
Sumber : buku bagan MTBS (2000)
Keterangan:
1. Tablet kotrimoksazol untuk dewasa terdiri dari 80mg trimetropin + 400mg
sulfametoksazol.
2. Tablet kotrimoksazol untuk anak terdiri dari 20mg trimetropim + 200mg sulfa
metoksazol.
3. Sirup per 5 ml mengandung 40mg trimetropim + 200mg sulfametoksazol.
Sedangkan untuk anak dengan pneumonia yang dirawat dirumah sakit , diperlukan
rencana keperawatan yang sesuai dengan masalanya yaitu:

1. Infektivitas pola napas, rencana perawatan yang diperlukan adaalah:


1) Berikan oksigen yang dilembapkan sesuai takikardi
2) Lakukan fisioterapi dada sesuai jadwal
3) Observasi tanda-tanda vital
4) Beriakn antibiotic dan antipiretik sesuai advis
5) Periksa dan catat hasil x ray dada dan sel darah putih sesuai indikasi
6) Lakukan suction bila perlu
7) Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan misalnya,
pemberian obat serta tanda dan gejala infektivitas pola napas
8) Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Deficit volume cairan , intervensi yang diperlukan adalah :
1) Berikan cairan sesuai denga kebutuhan
2) Catata secara akurat intake dan output
3) Kaji dan catat tanda-tanda vital serta gejala kekurangan cairan
4) Periksa dan catat BJ urine tiap 4 jam atau sesuai advis
5) Lakukan perawatan mulut sesuai dengan kebutuhan
6) Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam monitoring intake dan
output serta dalam mengenali tanda dan gejala kekuranga volume cairan
7) Ciptakan suasan yang nyaman.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pnemonia adalah adanya inflamasi, pembengkakan atau peradangan pada jaringan
parenkim paru yang biasanya dikaitkan dengan pengisian alveoli dengan cairan. Pneumonia
adalah penyakit infeksi yang sangat erat dengan kondisi lingkungan.
Penularan pneumonia menggunakan udara sebagai media penularannya. Kebutuhan
kesehatan minimal harus memenuhi tiga aspek yaitu tersedianya pencahayaan yang cukup,
peghawaan yang baik, suhu udara normal dan kelembapan normal. Selain itu, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi yaitu : umur, jenis kelamin, riwayat pemberian ASI eksklusif, luas
ventilasi ruangan.
Dalam keadaan normal, paru-paru dilindungi system pertahanan terhadap infeksi oleh
berbagai mekanisme. Infeksi paru-paru bisa terjadi apabila satu atau lebih mekanisme pertahanan
terganggu oleh organisme secara aspirasi atau melalui penyebaran hematogen.
Pneumonia dibedakan menjadi 3 yaitu pneumonia berat atau penyakit snagat berat,
pneumonia, & batuk bukan pneumonia.

Anda mungkin juga menyukai