Laporan Geostruk
Laporan Geostruk
GEOLOGI STRUKTUR
OLEH:
Krisnoadi Triharto
145090701111012
Asisten:
LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
SEPTEMBER 2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL LAPORAN
NIM :145090701111012
KOREKTOR
Asisten
Vania
NIM :1350907001111001
Co. Asisten
Liawening vidyan
NIM : 125090706111001
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan fieldtrip untuk
memenuhi tugas akhir mata kuliah geologi struktur. Dalam laporan ini kami menyajikan
hasil penelitian kuliah lapang di daerah Malang selatan sekaligus beberapa teori
pendukung.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah geologi
struktur yang telah mengarahkan dalam membuat laporan ini serta membantu memahami
ilmu terkait dengan kondisi struktur geologi daerah penelitian.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan penulisan di kemudian hari. Akhirnya, kami berharap
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami, pembaca sekalian, dan masyarakat luas
terutama dalam hal menambah wawasan struktur geologi daerah penelitian.
Krisnoaadi Triharto
NIM. : `45090701111012
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… 1
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. 2
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. 3
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. 4
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….. 6
1.2Rumusan Masalah……………………………………………………... 6
1.3Tujuan…………………………………………………………………. 7
1.4Manfaat………………………………………………………………… 7
2.1Geologi Regional………………………………………………………. 8
3.2Peralatan……………………………………………………………….. 46
4
4.3 Stopsite 3 ………………………………………………….. 52
4.4 Stopsite 4 ………………………………………………….. 53
BAB V PENUTUP……………………………………………………………… 56
5.1Kesimpulan……………………………………………………………. 56
5.2Saran…………………………………………………………………… 56
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 61
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
3. Apa saja alat-alat yang digunakan pada kegiatan lapangan geologi struktur beserta
fungsinya?
4. Bagaimana cara penggunaan alat-alat : palu geologi, peta geologi, GPS dan kompas?
5. Bagaimana proses-proses geologi struktur pada daerah Malang selatan dan litologi
batuannya?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari geologi struktur dan proses yang terjadi didalamnya.
2. Mengetahui pengertian lipatan dan patahan serta dapat mengetahui jenis-jenisnya.
3. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam kegiatan lapang geologi struktur beserta
fungsinya.
4. Mengetahui cara penggunaan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan lapang.
5. Mengetahui proses-proses geologi struktur pada daerah Malang selatan dan litologi
batuannya.
6. Memenuhi tugas mata kuliah Geologi Struktur.
1.4 MANFAAT
Dari kegiatan lapang ini diharapkan praktikan dapat mengetahui apa saja alat yang
digunakan dalam praktikum lapang beserta fungsi dari alat-alat yang ada dan dasar-dasar dari
geologi struktur yang nantinya dapat menunjang kegiatan perkuliahan selanjutnya, baik
kuliah ruang maupun kuliah lapang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.
8
Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh batuan hasil
aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan dasit (Van
Bemmelen,1949). Sementara formasi Kabuh yang dijumpai di antara Madiun-Nganjuk
berada pada geomorfologi dataran-bergelombang lemah yang merupakan sedimentasi
bentukan channel (transisi).
Gambar 2.1 Fisiografi bagian tengah dan timur pulau Jawa (di kembangkan dari van
Bemmelen,1949)
Satuan ini terletak pada daerah paling selatan, terdiri dari bentukan positif dan negatif
yang memanjang dari Parangtritis sampai Pacitan.
Satuan ini menempati bagian tengah daerah Pegunungan Selatan, yaitu daerah Gading,
Wonosari, Playen, dan menerus hingga Semanu. Morfologi yang ada dibangun oleh
batu gamping berlapis, batu pasir gampingan yang kedudukan perlapisannya relatif
horizontal.
Satuan geomorfologi ini dibangun oleh batuan berumur Kuarter berupa lempung
hitam, konglomerat, pasir, dan perulangan tuf dengan pasir kasar hingga halus. Satuan
ini berada di sebagian Ngawen, Semin, hingga Wonogiri bagian selatan.
10
Gambar 2.2 Peta Fisiografi Jawa Timur (van Bemmelen,1949)
Berdasarkan peta fisiografi Jawa Timur menurut van Bemmelen (1949) diatas,
daerah penelitian termasuk dalam Antiklinorium Kendeng atau zona Kendeng yang
merupakan kelanjutan dari zona Serayu Utara, yang membentang sejauh 250 km dengan
lebar sekitar 40 km. Pringgoprawiro (1983) membagi morfologi Zona Kendeng menjadi
tiga satuan yang masing-masing membentang dari barat ke timur, yaitu :
Satuan morfologi perbukitan bergelombang, ditunjukkan oleh jajaran bukit-
bukit rendah dengan ketinggian antara 50-100 meter diatas permukaan laut
yang mencerminkan lipatan batauan sedimen. Satuan ini nyaris secara
keseluruhan disusun oleh litologi napal abu-abu.
Satuan morfologi perbukitan terjal, yang merupakan inti Pegunungan
Kendeng dengan ketinggian rata-rata 350 meter diatas permukaan laut, tipe
11
genetik sungainya adalah tipe konsekuen, subsekuen, dan insekuen. Litolog
yang menyusun satuan ini, sebagian besar adalah batu amping dan batu pasir
Satuan morfologi dataran rendah, yang disusun oleh endapan aluvial yang
terdapat di Ngawi (Bengawan Solo) dan dataran Sungai Brantas di timur.
Formasi Jaten
12
tufan, lanau, dan batugamping. Berdasarkan fauna koral satuan ini berumur
Miosen Bawah (Te.5 –Tf.1), berdasarkan hadirnya Globorotalia siakensis,
Globigerinoides trilobus & Globigerina praebuloides berumur Miosen Tengah
(N9-N12) (Tim Lemigas).
Formasi Nampol
Formasi Punung
Endapan Tersier
13
Gambar 2.3 Kolom Stratigrafi secara umum
14
Gambar 2.4 Pola struktur pulau jawa
15
berkembang sebagai fasies volkanik dan karbonatan yang berumur Miosen. Di sebelah
utara dari jalur volkanik kwarter adalah jalur Kendeng yang terdiri dari endapan Tersier
yang agak tebal. Menurut Genevraye dan Samuel (1972), tebalnya lapisan Tersier di sini
mencapai beberapa ribu meter.
Pegunungan Selatan di wilayah ini tenggelam. Depresi Lumajang diapit dua sesar
besar di sebelah barat dan timurnya. Dua sesar besar ini telah memutuskan dan mengubah
kelurusan jalur gunung api Kuarter di Jawa Timur. Keberadaan sesar besar utara-selatan
sedikit melengkung menghadap depresi Lumajang sebagai penyebab indentasi dan
depresi Lumajang. Sesar besar ini dapat menjelaskan kelurusan gunung api Semeru-
Bromo-Penanjakan. Puncak-puncak gunung ini tersebar utara selatan. Sebenarnya, di
bawah ketiga gunung ini terdapat sesar besar yang juga konon bertanggung jawab telah
menenggelamkan Pegunungan Selatan Jawa di wilayah ini. Sesar besar ini telah diterobos
magma sejak Plistosen atas sampai Holosen menghasilkan gunung-gunung di kawasan
Kompleks Tengger. Semacam erupsi linier dalam skala besar telah terjadi dari selatan ke
utara di sepanjang sesar ini selama Plistosen sampai Kuarter. Dari selatan ke utara
ditemukan pusat-pusat erupsi : Semeru, Jembangan, Kepolo, Ayek-Ayek, Kursi, Bromo,
Batok, dan Penanjakan. Yang masih suka meletus sampai kini adalah Semeru dan Bromo.
Danau kawah Ranu Kembolo, Ranu Pani, dan Ranu Regulo merupakan sisa erupsi
gunung Ayek2 yang terletak di kompleks Tengger telah tersobek mengikuti rekahan
berbentuk sabit yang melengkung cekung ke utara. Oleh retakan ini, sayap utara
kompleks Tengger tenggelam dan runtuh ke utara. Runtuhnya atap dapur magma
menyebabkan aliran lava basaltik dalam jumlah besar menyebar, seperti delta di kedua
ujung robekan. Peristiwa ini telah menelan bagian atas puncak Tengger, sehingga
membentuk kaldera Tengger yang diisi pasir volkanik. Runtuhnya Tengger ini akibat
berat materi volkaniknya sendiri yang membebani batuan dasarnya yang berupa sediment
marin Tersier yang plastis. Bagian utara kompleks Tengger runtuh dan lengser ke utara
menuju depresi Selat Madura yang sedang tenggelam. Kompresi ke utara akibat runtuhan
ini telah menekan bagian utara pantai Jawa Timur yang kini berupa perbukitan di Grati
dan Semongkrong di sekitar Pasuruan. Bukit-bukit terjadi di sekitar pantai utara yang
ditutupi sediment alluvial pantai. Model volkano-tektonik runtuhan seperti ini juga
16
dipakai van Bemmelen untuk menerangkan kejadian bukit-bukit Gendol di dekat
Menoreh yang berasal dari runtuhan sayap Merapi ke sebelah barat daya.
Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang
bentuk (arsitektur) batuan sebagai hasil dari proses deformasi. Proses deformasi adalah
perubahan bentuk dan ukuran pada batuan akibat dari gaya (force) yang terjadi di dalam
bumi. Gaya tersebut pada dasarnya merupakan proses tektonik yang terjadi di dalam
bumi. Di dalam pengertian umum, geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari tentang
bentuk batuan sebagai bagian dari kerak bumi serta menjelaskan proses pembentukannya.
Beberapa penulis menganggap bahwa geologi struktur lebih ditekankan pada studi
mengenai unsur-unsur struktur geologi, misalnya perlipatan (fold), rekahan (fracture),
sesar (fault), dan sebagainya, sebagai bagian dari satuan tektonik (tectonic unit),
sedangkan tektonik dan geotektonik dianggap sebagai suatu studi dengan skala yang lebih
besar yang mempelajari obyek-obyek geologi seperti cekungan sedimentasi, rangkaian
pegunungan, lantai samudera, dan sebagainya (Sapiie,2005). Struktur batuan adalah
gambaran tentang kenampakan atau keadaan batuan, termasuk didalamnya bentuk dan
kedudukannya (Sapiie,2005).
Secara umum dalam geologi ada tiga jenis struktur geologi yang terobservasi dari
lapangan yaitu (Davis,1996) :
Bidang Kontak adalah batas antar jenis batuan, yang mencerminkan suatu proses
geologi. Bidang kontak dapat berupa; kontak sedimentasi (normal),
ketidakselarasan, kontak intrusi, kontak tektonik berupa bidang sesar atau zona
sesar atau shear zone.
17
Gambar 2.5 Bidang kontak antar berbagai jenis batuan beku (yang berwarna
putih, abu-abu dan kemerahan) yang saling potong-memotong (A, B, C).
Rekonstruksi balik bidang-bidang kontak tersebut dapat menggambarkan sejarah
proses deformasinya. Foto singkapan granit Lasi, Sumatera Barat.
Struktur Primer adalah struktur dalam batuan yang berkembang pada saat atau
bersamaan dengan proses pembentukannya. Pada umumnya struktur ini
merefleksikan kondisi 18ea r dari lingkungan pengendapan batuan tersebut.
Contohnya bidang perlapisan pada batuan sedimen struktur sedimen seperti
gradded-bedding, cross-bedding, 18ea ra marks dan 18ea rah 18ea rah pada
batupasir. Struktur kekar kolom, ropy dan vesicular (gas vesicle) pada lava
(Gambar 2.5). Struktur primer dalam batuan sedimen akan mengikuti 18ea r-
hukum dasar 18ea rah18a1818n18, misalnya superposisi dan kesinambungan
lateral.
18
Gambar 2.6 Struktur primer berupa bidang perlapisan pada batuan sedimen (A-
D) yang memperlihatkan batas 19ea rah19a yang merupakan kontras kekuatan
dan sifat batuan. Foto B memperlihatkan batuan dengan struktur primer berupa
struktur sedimen sekuen Bouma (turbidit) yang dapat digunakan untuk
menentukan kedudukan awal batuan (Orginal Horizontality). E dan F struktur
primer pada batuan beku yang berkaitan dengan proses pembekuan; struktur
bantal I dan kekar kolom (F).
Struktur Sekunder adalah struktur yang terbentuk akibat gaya (force) setelah
proses pembentukan batuan tersebut, baik itu batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf. Struktur sekunder terdiri dari fractures antara lain joint,
shear fractures (kekar gerus), Slickenlines (gores-garis), vein, fault (sesar), fold
(perlipatan), cleavage, foliasi, dan lineasi. Struktur-struktur ini dibedakan
berdasarkan geometri, cara terbentuknya, bahan dasar (rheology) serta kondisi
deformasinya.
19
Gambar 2.7 Struktur sekunder akibat deformasi berupa rekahan, kekar, perlipatan dan
pensesaran skala besar (singkapan) pada batuan sedimen.
2.2.1 Kekar
Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan akibat suatu gaya
yang bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami pergeseran. Secara umum
dicirikan oleh (Noor, 2009) :
a). Pemotongan bidang perlapisan batuan
b). Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa dsb
c). Kenampakan breksiasi
20
Struktur kekar dapat dikelompokkan berdasarkan sifat dan karakter rekahan serta arah
gaya yang bekerja pada batuan tersebut. Kekar yang umumnya dijumpai pada batuan
adalah sebagai berikut:
1. Shear Joint (Kekar Gerus) adalah rekahan yang membentuk pola saling berpotongan
membentuk sudut lancip dengan arah gaya utama. Kekar jenis shear joint umumnya
bersifat tertutup.
2.Tension Joint adalah rekahan yang berpola sejajar dengan arah gaya utama, Umumnya
bentuk rekahan bersifat terbuka.
3. Extension Joint (Release Joint) adalah rekahan yang berpola tegak lurus dengan arah
gaya utama dan bentuk rekahan umumnya terbuka.
Joint dan shear fractures (kekar gerus) dicirikan dengan bidang yang planar dan
licin yang memotong batuan. Joint terbentuk oleh gaya regangan diakibatkan oleh stress
tektonik dan 21ea rah21a2121. Pada umumnya di alam joint ditemukan berkelompok
dengan spasi (jarak antar joint) yang teratur dan konsisten. Berbeda dengan joint, kekar
gerus terbentuk karena proses penggerusan dengan pergerakan yang hanya sedikit dan
sejajar bidang kekar. Kekar gerus banyak ditemukan pada batuan yang terlipat, tetapi juga
umum dihasilkan akibat dari proses pembebanan tektonik. Sedangkan joint umum
dijumpai di berbagai lingkungan. Gores garis dihasilkan akibat pentorehan pada bidang
kekar hasil pergerakan. Pergerakan pada kekar gerus sangat kecil sehingga sukar untuk
21
diamati oleh mata biasa. Vein terbentuk akibat fluida yang masuk kedalam kekar karena
adanya perubahan tekanan fluida didalam batuan (Davis, 1996).
Kekar merupakan gejala yang umum dan sering dijumpai. Pada umumnya
menunjukkan pola sistematik (22ea rah22a 22ea rah22a2222) dan seringkali simetrik.
Walaupun demikian, kekar adalah unsur struktur yang sulit dipakai di dalam
interpretasi kondisi “strain” dan “stress” dari proses deformasi yang telah lampau
(Suppe, 1985).
22
Gambar 2.10 Pola kekar berdasarkan penyebarannya (Twiss dan Moore, 1992).
23
Dalam analisis sesar dapat dikerjakan dengan metode grafis maupun metode
stereografis. Dengan metode grafis dapat dianalisis kedudukan suatu titik, garis dan
bidang serta arah dan besar pergeserannya. Dengan stereografis jarak tidak 24ea
ditentukan. Beberapa istilah yang dipakai dalam analisis sesar cara grafis antara lain
(Husein, 2008):
Sesar (fault) adalah bidang rekahan atau zona rekahan pada batuan yang sudah
mengalami pergeseran.
Jurus sesar (strike of fault) adalah arah garis perpotongan bidang sesar dengan
bidang 24ea rah24a24, biasanya diukur dari arah utara.
Kemiringan sesar (dip of fault) adalah sudut yang dibentuk antara bidang sesar
dengan bidang 24ea rah24a24, diukur tegak lurus strike.
Net slip adalah pergeseran 24ea rah24 suatu titik yang semula berimpit pada
bidang sesar akibat adanya sesar.
Rake adalah sudut yang dibentuk oleh net slip dengan strike slip (pergeseran 24ea
rah24a24 searah jurus) pada bidang sesar.
24
Berdasarkan pola kumpulan sesar (sesar radial, sesar 25ea rah25, sesar en
echelon).
Aspek terpenting dari geometri sesar adalah pergeseran. Atas dasar ini, sesar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Sapii, 2005) :
Berdasarkan sifat pergeseran 25ea rah25 semu
1. Strike separation fault adalah pergeseran 25ea rah25 semu searah dengan jurus
bidang sesar, yang terdiri dari :
a. Strike left separation fault
Jika kita berdiri di suatu blok dari suatu sesar maka akan terlihat jejak pergeseran
semu pada blok yang lain bergeser 25ea rah kiri (gambar 2.12a).
b. Strike right separation fault
Jika kita berdiri di suatu blok dari suatu sesar maka akan terlihat jejak pergeseran
semu pada blok yang lain bergeser 25ea rah kanan (gambar 2.12b)
Gambar 2.12 a. Strike left separation fault dan b. Strike right separation fault
2. Dip separation fault adalah pergeseran 25ea rah25 semu searah dengan kemiringan
bidang sesar, yang terdiri dari :
a. Normal separation fault
Jika sesar dilihat penampang 25ea rah25, jejak pergeseran pada footwall ditemukan
diatas jejak yang sama pada hangingwall (gambar 2.13a).
b. Reverse separation fault
Jika sesar dilihat pada penampang 25ea rah25, jejak pergeseran pada footwall
ditemukan dibawah jejak yang sama pada hangingwall (gambar 2.13b).
25
Gambar 2.13 a. Normal separation fault dan b. Reverse separation fault
Berdasarkan sifat pergeseran 26ea rah26 sebenarnya
1. Strike slip fault adalah pergeseran 26ea rah26 semu searah dengan jurus bidang sesar,
yang terdiri dari :
a. Strike left slip fault
Jika kita berdiri di suatu blok dari suatu sesar maka akan terlihat jejak pergeseran
sebenarnya pada blok yang lain bergeser 26ea rah kiri (gambar 2.14).
b. Strike right slip fault
Jika kita berdiri di suatu blok dari suatu sesar maka akan terlihat jejak pergeseran
sebenarnya pada blok yang lain bergeser 26ea rah kanan (gambar 2.14).
2. Dip slip fault adalah pergeseran 26ea rah26 sebenarnya searah dengan kemiringan
bidang sesar, yang terdiri dari :
4. Normal slip fault
Blok hanging wall 26ea rah26 turun terhadap footwall (angka 4 pada gambar 2.14).
b. Reverse slip fault
Blok hanging wall bergerak 26ea rah26 naik terhadap footwall (angka 1 pada gambar
2.14).
3. Oblique slip fault adalah pergeseran miring 26ea rah26 sebenarnya terhadap bidang
sesar. Untuk penamaan sesar ini dipakai kombinasi istilah “dip slip dan strike slip”
seperti di bawah ini.
a. Normal left slip fault (angka 3 pada gambar 2.14)
b. Normal right slip fault (angka 5 pada gambar 2.14)
c. Reverse right slip fault
d. Reverse right slip fault
e. Vertikal oblique slip fault
26
Gambar 2.14 Diagram blok yang memperlihatkan pergeseran sebenarnya dari sesar 1.)
Reverse left slip fault, 2) Strike left slip fault, 3) Normal left slip fault 4) Dip slip fault
(Normal slip fault), 5) Normal right slip fault.
4. Sesar Rotasi adalah yang memperlihatkan pergeseran berputar pada bidang sesarnya
a. Clockwise rotational fault
Blok yang berlawanan bergerak searah jarum jam.
b. Anticlockwise rotational fault
Blok yang berlawanan bergerak berlawanan arah jarum jam.
27
Dip slip fault (rake = 900).
b. Berdasarkan kedudukan 28ea rah28 bidang sesar terhadap bidang perlapisan atau
struktur regional:
Strike fault (jurus sesar sejajar jurus lapisan)
Bedding fault (sesar sejajar lapisan)
Dip fault (jurus sesar tegak lurus jurus lapisan)
Oblique/diagonal fault (menyudut terhadap jurus lapisan)
Longitudinal fault (sejajar struktur regional)
Transversal fault (menyudut struktur regional)
c. Berdasarkan besar sudut bidang sesar:
High angle fault (lebih dari 450)
Low angle fault (kurang dari 450)
d. Berdasarkan pergerakan semu:
Normal fault (sesar turun)
Reverse fault (sesar naik).
e. Berdasarkan pola sesar:
Paralel fault (sesar saling sejajar)
En echelon fault (aesar saling overlap, sejajar)
Peripheral fault (sesar melingkar, konsentris)
Radier fault (sesar menyebar dari satu pusat).
2. Klasifikasi genetis
Berdasarkan orientasi pola tegasan yang utama sesar dapat dibedakan menjadi:
a. Sesar tanjak (thrust fault) bila tegasan maksimum dan menengah mendatar,
b. Sesar normal bila tegasan utama 28ea rah28,
c. Strike slip fault atau wrench fault (high dip, transverse to regional structure)
Bila tegasan utama maksimum dan minimum mendatar, terdiri atas:
Sinistral atau left-handed strike-slip fault
Dextral atau right-handed strike-slip fault
28
Istilah thrust fault menurut Billings (1977) digunakan untuk sesar naik dengan dip sesar
kurang dari 450, bila lebih dari 450 disebut reverse fault. Istilah overthrust dipakai untuk
sesar naik dengan dip 29ea ra atau 29ea ra datar.
29
c. Kenampakan khas pada bidang sesar, seperti cermin sesar, gores-garis, dll.
d. Kenampakan khas pada zona sesar, seperti seretan (drag), breksi sesar, horses atau
slices, milonit, dll.
e. Silisifikasi dan mineralisasi sepanjang zona sesar.
f. Perbedaan fasies sedimen.
g. Petunjuk fisiografi, seperti gawir (scarp), scarplets (piedmont scarp), triangular facet,
terpotongnya bagian depan rangkaian pegunungan 30ea rah30a30.
30
Gambar 2.17 Strike dan Dip
31
Gambar 2.18 Bagian – Bagian Lipatan
Limb (sayap) : bagian lipatan yang terletak down-dip dimulai dari lengkung
maksimum suatu antiklin atau up-dip dimulai dari lengkung suatu sinklin.
Hinge : titik pelengkungan maksimum pada lapisan yang terlipat.
Crest : titik puncak tertinggi dari lipatan.
Trough : titik dasar terendah dari lipatan.
32
Core : pusat lipatan.
Inflection : pertengahan antara dua pelengkungan maksimum atau dua
pelengkungan yang berlawanan.
Axial line : garis khayal yang menghubungkan titik-titik pelengkungan
maksimum pada setiap permukaan lapisan. Disebut juga hinge line.
Axial surface : disebut juga hinge surface; bidang khayal yang memuat semua
axial line atau hinge line. Bidang ini pada beberapa lipatan dapat merupakan
bidang planar sehingga dinamakan axial plane.
Crestal line : suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik tertinggi pada
setiap permukaan suatu antiklin.
Crestal surface : bidang khayal yang memuat semua crestal line suatu antiklin.
Trough line : adalah suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik terendah
pada suatu sinklin.
Trough surface : bidang khayal yang memuat seluruh trough line suatu sinklin.
Plunge : sudut penunjaman dari axial line yang diukur terhadap bidang 33ea
rah33a33. Sudut ini terletak pada bidang 33ea rah33.
Bearing : sudut 33ea rah33a33 yang dihitung terhadap arah tertentu dan
menyatakan arah penunjaman axial line.
Pitch : sudut antara axial line dengan bidang atau garis 33ea rah33a33 yang
diukur pada axial plane/surface.
Gambar 2.19 Bagian – bagian dari lipatan. AP = axial plane; a’b = sayap lipatan; c =
puncak dari suatu lapisan; c’ = puncak dari lapisan lain; cc’ = crestal plane; t = trough dari
suatu lapisan; t’ = trough dari lapisan lain; tt’ = trough plane (Billings, 1997).
Untuk menamakan suatu lipatan harus sesuai dengan klasifikasi yang ada,
tergantung dari dasar yang digunakan diantaranya (Husein, 2008) :
Jenis – jenis Lipatan
4. Berdasarkan Bentuk Penampang Tegak
Billings (1986), menggolongkan lipatan berdasarkan bentuk penampang tegak menjadi :
33
1. Lipatan simetris: bidang sumbu 34ea rah34 (Gambar 2.20 a).
2. Lipatan asimetris: bidang sumbu miring (Gambar 2.20 b).
3. Lipatan overturned atau overfold: bidang sumbu miring namun kedua sayap telah
miring kearah yang sama dengan besar sudut yang berbeda (Gambar 2.20 c).
4. Lipatan rebah atau recumbent fold: bidang sumbu 34ea rah34a34 (Gambar 2.20
d).
5. Lipatan 34ea rah34a : kedua sayap memiliki besar dip yang sama dan miring
kearah
yang sama (Gambar 2.20 e untuk lipatan 34ea rah34a 34ea rah34, Gambar 2.20 f
untuk
lipatan 34ea rah34a miring, dan Gambar 2.20 g untuk lipatan 34ea rah34a rebah).
4. Lipatan chevron: hinge bersifat menyudut tajam (Gambar 2.20h).
34
Gambar 2.20 Jenis – jenis lipatan
7. Lipatan kotak: crest bersifat lebar dan datar sehingga memiliki dua hinge pada
kedua ujung crest (Gambar 2.20 i).
8. Lipatan kipas: kedua sayap bersifat overturned; pada antiklin kipas kedua sayap
akan saling mendekat sedangkan pada sinklin kipas kedua sayap akan saling menjauh
(Gambar 2.20 j).
35
9. Kink band: varian dari lipatan chevron dengan panjang kedua limb yang saling
berbeda (Gambar 2.20 k).
10. Monoklin: terbentuk pada lapisan 36ea rah36a36 yang secara 36ea r memiliki
kemiringan (Gambar 2.20 l).
11.Teras 36ea rah36a36: terbentuk pada lapisan miring yang secara 36ea r memiliki
lapisan 36ea rah36a36 (Gambar 2.20 m).
12. Homocline : yaitu lapisan yang miring dalam satu arah dengan sudut yang 36ea
rah36 sama.
B. Berdasarkan Intensitas Lipatan
Billings (1986) menggolongkan lipatan berdasarkan intensitas lipatan menjadi :
1. Open fold, yaitu lipatan yang lapisannya tidak mengalami penebalan atau penipisan
karena deformasi yang lemah.
2. Closed fold, yaitu lipatan yang lapisannya mengalami penebalan dan penipisan
karena deformasi yang kuat.
3. Drag fold, yaitu lipatan – lipatan kecil yang terbentuk pada sayap lipatan yang
besar akibat terjadinya pergeseran antara lapisan kompeten dan lapisan tak kompeten
C. Berdasarkan Pola Sumbu Lipatan
Billings (1986) menggolongkan lipatan berdasarkan pola sumbu lipatan menjadi :
1. En echelon fold, yaitu beberapa lipatan yang sifatnya local dan saling overlap satu
dengan yang lain.
2. Culmination dan depression, yaitu lipatan – lipatan yang menunjam pada arah yang
berbeda, sehingga terjadi pembubungan (culmination) dan penurunan (depression).
3. Anticlinorium, yaitu antiklin mayor yang tersusun oleh beberapa lipatan yang lebih
kecil.
4. Synclinorium, yaitu sinklin yang tersusun oleh beberapa lipatan yang lebih kecil.
D. Berdasarkan Sifat Lipatan dengan Kedalaman
Billings (1986) menggolongkan lipatan berdasarkan sifat lipatan dengan
kedalaman menjadi :
1. Similar fold, yaitu lipatan yang tiap lapisannya lebih tipis pada sayapnya dan lebih
tebal pada hings nya.
36
2. Pararel/concentric fold, yaitu lipatan dengan anggapan bahwa ketebalan lapisan
tidak berubah selama perlipatan.
3. Pierching/Diaphiric fold, yaitu lipatan dimana intinya yang aktif telah menerobos
melalui batuan diatasnya yang lebih rapuh.
4. Supratenous fold, yaitu lipatan yang terbentuk karena adanya perbedaan kompleks
sedimen pada saat pengendapan terjadi di suatu punggung bukit.
5. Disharmonic fold, yaitu lipatan yang tidak seragam bentuknya dari lapisan ke
lapisan.
E. Berdasarkan Kedudukan Axial Surface dan Hings Line
Turns dan Weiss, 1963 (Vide Hobbs et al, 1973) menggolongkan lipatan
berdasarkan kedudukan axial surface dan hings line menjadi :
1. Horizontal normal, yaitu lipatan dimana kedudukan axial surface 37ea rah37 dan
hings line horizontal.
2. Plunging normal, yaitu lipatan dimana kedudukan axial surface 37ea rah37 dan
hings line menunjam.
3. Horizontal inclined, yaitu lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hings
line horizontal.
4. Plunging inclined, yaitu lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hings
line menunjam, tetapi jurus axial plane miring terhadap sumbu lipatan.
5. Reclined, yaitu lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hings line
menunjam tetapi jurus axial plane tegak lurus terhadap sumbu lipatan.
6. Vertical, yaitu lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hings line 37ea
rah37.
7. Recumbent, yaitu lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hings line
horizontal.
37
38
Gambar 2.21 Jenis – Jenis lipatan yang terdapat di permukaan bumi (Noor, 2009).
39
1. Keselarasan adalah hubungan antar perlapisan batuan yang kontinyu (menerus),
tidak terdapat selang waktu (rumpang waktu) pengendapan.
2. Ketidak-selarasan adalah hubungan antar yang tidak menerus yang disebabkan
oleh adanya rumpang waktu pengendapan.
40
Gambar 2.23 Nonconformity
Paraconformity ditimbulkan ketika sedimentasi terjadi pada waktu yang
lama namun lapisan batuan yang terakhir tidak mengalami erosi. Sehingga
perlapisan batuan hasil paraconformity itu kelihatan normal seperti lapisan
batuan yang terbentuk secara selaras. Paraconformity baru diketahui jika
ditemukan “loncat fosil” antara lapisan batuan sedimen yang saling
bersebelahan. Seperti pada Hukum Suksesi Fauna yang menerangkan
bahwa setiap periode geologi diwakili oleh fosil yang khas pada zaman
itu. Sehingga jika perlapisan batuan sedimen terbentuknya selaras, maka
fosil-fosil yang terdapat pada lapisan tersebut bergantian dari zaman ke
zaman. Namun jika antara dua lapisan batuan sedimen yang bersebelahan
terdapat fosil yang berbeda zaman, berarti dahulunya ada jeda sedimentasi
yang lama walaupun tanpa bidang erosi.
Angular unconformity dicirikan oleh adanya beda dip yang sangat tajam
antara perlapisan di atas dan perlapisan di bawah. Seperti contoh, dalam
suatu tubuh perlapisan batuan sedimen, pada 3 lapisan terbawah
mempunyai dip 00 (lapisan itu horizontal). Namun 4 lapisan di atasnya
mempunyai dip 600. Sehingga terbentuk hubungan antar lapisan
membentuk sudut.
41
Gambar 2.24 Angular Unconformity
42
a. Terrigenous (detrital atau klastik). Batuan sedimen klastik merupakan batuan yang
berasal dari suatu tempat yang kemudian tertransportasi dan diendapkan pada suatu
cekungan.
43
seperti sedimen yang lain. Adapun kelompok batuan volkanoklastik adalah: Batupasir tufa
dan Aglomerat
Berdasarkan tekstur batuan, batuan sedimen dibagi menjadi tekstuur batuan sedimen klastik
dan non klastik. Untuk tekstur batuan sedimen klastik (Noor, 2009):
1. Besar butir adalah ukuran butir dari material penyusun batuan sedimen diukur
berdasarkan klasifikasi Wentworth
2. Bentuk butir pada sedimen klastik dibagi menjadi : Rounded (Membundar ), Sub-
rounded (Membundar tanggung), Sub-angular (Menyudut tanggung), dan angular
(Menyudut).
3. Kemas (Fabric) adalah hubungan antara masa dasar dengan fragmen batuan
/mineralnya. Kemas pada batuan sedimen ada 2, yaitu :
• Kemas terbuka, yaitu hubungan antara masa dasar dan fragmen butiran yang kontras
sehingga terlihat fragmen butiran mengambang diatas masa dasar batuan. Terjadi apabila
butiran yang berukuran besar (fragmen) tidak saling bersentuhan atau mengambang dalam
matrix.
• Kemas tertutup, yaitu hubungan antar fragmen butiran yang relatif seragam, sehingga
menyebabkan masa dasar tidak terlihat). Terjadi apabila butiran penyusunnya saling
bersentuhan satu sama lain.
4. Pemilahan (Sorting) adalah keseragaman ukuran butir dari fragmen penyusun batuan.
• Sortasi baik, jika besar butiran penyusunnya relatif sama.
44
6. Porositas (Kesarangan) adalah ruang yang terdapat diantara fragmen butiran yang
ada pada batuan. Jenis porositas pada batuan sedimen adalah Porositas Baik, Porositas
Sedang, Porositas Buruk.
7. Permeabilitas (Kelulusan) adalah sifat yang dimiliki oleh batuan untuk dapat
meloloskan air. Jenis permeabilitas pada batuan sedimen adalah permeabilitas baik,
permeabilitas sedang,
45
mineral berukuran halus dan Porfiritik, yaitu apabila batuan terdiri dari
mineral-mineral berbutir kasar (Fenokris) dan mineral-mineral berbutir halus (masa dasar).
Sedangkan untuk komposisinya batuan beku dibagi menjadi Batuan beku asam (felsic),
dengan kandungan SiO2 > 65%, Batuan beku menengah (intermediet), kandungan SiO2 53%
- 65%. Batuan beku basa (mafic), kandungan SiO2 45% - 52%, dan Batuan beku ultra basa
(ultramafic), kandungan SiO2 < 45%.
Struktur batuan beku (Noor, Geologi untuk Perencanaan, 2011) :
a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat
seragam.
b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan.
d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal. Hal
ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.
f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral lain
seperti kalsit, kuarsa atau zeolite.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pada field trip yang telah di lakukan, beberapa tempat telah dikunjungi untuk
menunjang mahasiswa dalam mengenali keadaan lapang. Rombongan berangkat dari
universitas brawijaya pukul 06.00 WIB dan menuj ke stopsite dengan memakan waktu
kurang lebih 3 jam. Stopsite pertama yang di kunjungi adalah Desa druju kab. Malang
(jawa timur) , kemmudian di lanjutkan perjalanan ke stopsite 2 yang terletak di desa
sitiarjo kab. Malang (jawa timur), selanjutnya ke stopsite 3 yang terletak di desa
sendang biru kab. Malang ( Jawa timur) dan yang terakhir menuju stopsite ke 4 yang
terletak di sidoasri , Kemudian kembali ke unniversitas brawijaya.
47
5) Clip board
Papan ini digunakan untuk mempermudah pencatatan data dilapangan
atau sebagai alas kompas geologi pada saat pengukuran dip dan strike pada
singkapan batuan.
6) Kantung sampel
Kantung sampel digunakan untuk wadah sampel batuan.
7) Kamera
Digunakan untuk mengambil gambar dari lokasi pengamatan atau
sampel batuan penelitian.
8) Tas lapangan atau ransel
Digunakan untuk membawa peralatan geologi dan perlengkapan
lapangan. Ukuran tas sebaiknya disesuiakan dengan kondisi lapangan, biasanya
ukuran 40 liter dengan alasan tidak terlalu besar atau terlalu kecil.
Peta geologi adalah bentuk ungkapan data dan informasi geologi suatu daerah
atau wilayah dengan tingkat kualitas yang tergantung pada skala peta yang
digunakan dan menggambarkan informasi sebaran, jenis dan sifat batuan, umur,
stratigrafi, struktur, tektonika, fisiografi dan potensi sumber daya mineral serta
energi yang disajikan dalam bentuk gambar dengan warna, simbol dan corak atau
gabungan ketiganya. Peta geologi memberikan petunjuk tentang susunan lapisan
batuan dan pada umumnya memberikan informasi tentang formasi apa saja yang
ada di daerah yang dipetakan. Dasar untuk peta geologi biasanya adalah peta
topografi.
10). GPS
48
permukaan, dan digunakan untuk menentukan letak, kecepatan, arah, dan
waktu
Metode yang digunakan dalam kegiatan praktikum lapang ini adalah Metode Orientasi
Lapang, dimana orientasi daerah berdasarkan ploting menurut morfologi sekitar.
49
1. Kenali dulu arah utara pada kompas, agar kita tidak terbalik menentukan arah.
2. Tempelkan sisi kompas yang bertanda “E” (sisi kompas bagian timur) pada bidang
yang akan kita ukur.
3. Posisikan kompas secara horizontal dengan memanfaatkan gelembung udara pada bull
eyes berada di tengah.
4. Catat derajat yang di bentuk oleh jarum magnet yang mengarah ke utara. Itulah angka
Strike. Buat garis lurus searah strike untuk menentukan dip.
Dip adalah kemiringan suatu perlapisan batuan, sudut yang di bentuk oleh
perlapisan batuan tersebut dengan bidang horisontal, dan diukur pada bidang vertikal
yang arahnya tegak lurus pada jurus (strike).
Mencari kemiringan bidang (dip) :
1. Pada garis lurus yang dibentuk strike, tempelkan sisi kompas yang bertanda “W” (sisi
kompas bagian barat) secara tegak lurus.
2. Putar tuas klinometer agar gelembung udara di dalam nya berada di tengah.
3. Catat angka yang tertera pada jarum klinometer. Itulah angka Dip.
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 STOPSITE 1
Pada hari sabtu, tanggal 12 Desember 2015 dilakukan penelitian terhadap suatu
daerah yaitu desa druju kab. Malang (Jawa timur). Lokasi area ini terletak pada posisi 8
14 55.9 N dan 90 75 06 4 E (berdasarkan koordinat UTM pengukuran GPS) dengan
elevasi 383 mdpl.
Pada lokasi tersebut dapat di identifikasi bahwa kawasan tersebut telah terjadi
peristiwa goelogi berupa patahan normal, hal tersebut dapat di lihat dari kenampakan
adanya dataran yang naik dan dataran yang turun hl tersebut dapat di kaitkan dengan
proses terjadinya patahan, pada daerah terssebut terdapat kenampakan pohon kelapa yang
tidak seragam hal terebut memngkinkan adanya pola krip. Dalam keadaan lapangan dapat
di analisa bahwa kenampakan pohon kelapa yang terletak di bawah dan perbukitan,
memungkinkan telah terjadi patahan di daerah tersebut. Akibat dari tenaga endogen yang
berasal dari dalam bumi membuat permukaan tanah dapat turun atau pun naik, Dalam
ilmu geologi hal tersebut di sebut dengan patahan , Dalam analisa lapangan kemungkinan
51
dataran yang turun yaitu letak pohon kelapa biasa di sebut dengan (hanging wall) dan
bukit sebagai foot waal.
4.2. STOPSITE 2
Dilakukan penelitian terhadap bentukan alam di daerah desa sitiarjo
kab.malang(jawa timur). Cuaca saat itu cerah posisi desa terletak pada 08 22’ 48.4” N
dan 112 40’ 53” E (koordinat UTM) dengan elevasi 24 mdpl berdasarkan hasil
pengukuran GPS. Pada daerah tersebut di lakukan pengamatan secara langsung di
lapangan, dari segi strukturnya desa sitiajo terletak di tengah – tengah bukit dengan
kemiringan yang cukup terjal, Dalam ilmu geologi daerah tersebut telah mengalami
proses endogen yang berasal dari dalam bumi sehingga terjadi peristiwa patahan turun.
Posisi desa berada ditengah – tengah bukit atau dalam ilmu geologi untuk daerah yang
turun di tengah – tengah antar bidang patahan di sebut graben.
52
4.3. STOPSITE 3
Dilakukan penelitian terhadap dip dan strike dari lapisan batuan. Cuaca saat itu
Cerah yang di lakukan di daerah desa sendang biru pada posisi 08 25’ 31.64” N dan
112 40.37’ 53’’ E (koordinat UTM) dengan elevasi 27 mdpl berdasarkan hasil
pengukuran GPS.
Strike adalah jurus suatu perlapisan batuan yang arah dari garis yang dibentuk oleh
perpotongan lapisan batuan tersebut dengan bidang horizontal (permukaan bumi) ditinjau
dari arah utara. Cara menentukan strike adalah kita harus tentukan dulu arah utara pada
kompas, agar kita tidak terbalik menentukan arah. Kemudian ditempelkan sisi kompas yang
bertanda “E” (sisi kompas bagian timur) pada bidang yang akan kita ukur. Kita posisikan
kompas secara horizontal dengan memanfaatkan gelembung udara pada bull eyes berada di
tengah. Setelah bull eyes sudah dianggap tepat berada di tengah tekan lift pin untuk mengunci
jarum penunjuk. Dibaca hasil jarum penunjuk dan catat derajat yang di bentuk oleh jarum
magnet yang mengarah ke utara. Itulah angka Strike.
Dip adalah kemiringan suatu perlapisan batuan, sudut yang dibentuk oleh perlapisan
batuan tersebut dengan bidang 53ea rah53a53, dan diukur pada bidang 53ea rah53 yang
53
arahnya tegak lurus pada jurus (strike). Untuk mengukur dip langkanya adalah pertama
setalah dibuat garis lurus yang dibentuk strike, tempelkan sisi kompas yang bertanda “W”
(sisi kompas bagian barat) secara tegak lurus. Kita putar tuas klinometer agar gelembung
udara di dalam nya berada di tengah. Setalah tepat di tengah 54ea rah54a dan catat angka
yang tertera pada jarum klinometer. Itulah angka Dip. Dan pada strike dan dip yang diukur
didapatkan hasil :
N 2530 E dan dip 72 m.
Selain analisa strike dan dip di lakukan analisa terhadap lapisan batuan , Pada
Gambar dapat terlihat terdapat 3 lapisan batuan yang terbentuk, dalam ilmmu geologi
terdapat hukum uncomformity dimana semakin ke atas lapisan maka memiliki umur yang
relatif lebih muda. Dalam penjelasan kemungkinan terjadinya lapisan yaitu terjadinya
kenaikan air laut hingga terjadi sedimentasi di atasnya. Kemudian terjadi penrunan kemudian
terjadi pengangkatan kembali. Dalam gambar terdapat 3 lapisan yang terbentuk lapisan
tersebut tersusun atas kapur di lapisan atas di tengah lapisan dengan warna coklat adalah
kapur soil dan lapisan bawah adalah lpisan kapur.
4.4. STOPSITE 4
Dilakukan penelitian terhadap strike dan dip,Analisa batuan , rekahan
(kekar). Penelitian di lakukan di daerah desa sidoasri kab. Malang jawa timur. Yang
terletak pada posisi 08 23’ 14.95” N dan 112 40’ 12.72’’ E (koordinat UTM) dengan
elevasi 4 mdpl berdasarkan hasil pengukuran GPS.
54
Setelah itu dilakukan pengukuran strike yaitu dengan cara:
1. Carilah bidang batuan yang agak rata (agar lebih rata, kamu 55ea memakai
papan clipboard sebagai alas).
2. Tempelkan sisi E (East) badan kompas ke bidang batuan dengan lengan
kompas searah strike.
3. Geser-geserlah sampai gelembung udara pada level bulat (bull’s eye
level) tepat di tengah.
4. Baca derajat yang ditunjukkan jarum utara (yaitu jarum yang menunjuk ke
utara ketika kamu menghadap utara).
Sehinngga di dapat nilai strike dari stopsite 4 sebesar N 90 E, 90° berada di kuadran 2,
yang menunjukkan arah strike menghadap 55ea rah barat laut
Dan di dapat angka Dip 15, jadi untuk pembacaan keseluruhan N 90° E / 15º.
Selain strike dan dip beberapa kenampakan yang terjadi di batuan juga di
analisa, pada batuan juga terdapat lipatan yang kemudian patah seperti pada
gambar berikut ini :
55
56
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pada stopsite pertama di temukan patahan hal tersebut dapat di lihat dari adanya
tebing batu kampur yang dalam geologi di sebut dengan hangging wall dan Letak pohon
kelapa sebagai foot wall yang mengidedentifikasikan adanya patahan normal. Pada
stopsite ke 2 terdapat desa yag berada di tenngah – tengah bukit hal tersebut
kemungkinan adanya patahan turun dalam geologi desa tersebut terletak di daerrah
graben dan bukit sebagai horst. Pada stopsite ke 3 terdapat 3 lapisan batuan dengan warna
yang berbeda di tengah hal tersebut memungkinkan umur batuan dalam setiap lapisan
berbeda. Adanya 3 lapisan yang berbeda juga dapat di kaitkan dengan karena kenaikan air
laut sehingga terjadi sedimentasi diatasnya kemudian terjadi penurunan dan pengankatan
kembali. Selanjutnya pada stopsite keempat terdapat singkapan batuan karbonatan
setinggi hasil proses pengangkatan dengan jenis batuan dalam lapisan adalah batuan
gamping numulitis. Pada lapisan singkapan batuan gamping tersebut terdapat kekar
dengan arah yang berbeda – beda dan ada pula kekar yang mirip dengan bidang patahan.
Warna batuan di beberapa lapisan terdiri dari warna putih, hitam, hijau dan biru disertai
dengan fosil – fosil biota laut.
Dari hasil penelitian dari keempat Stopsite menunjukkan bahwa daerah malang
selatan didominasi dengan batuan – batuan hasil aktivitas vulkanik yang telah mengalami
siklus batuan.. Kemudian terdapat banyak kekar – kekar di dinding batuan sekaligus fosil
– fosil biota laut. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah malang selatan mengalami
pengangkatan bidang akibat dari pergerakan lempeng yang disertai dengan pengaruh gaya
yang berbeda – beda, selain itu aktifitas lempeng yang aktif menunjukan banyaknya
patahan yang terjadi di daerah malang selatan.
5.2 Saran
Perlu ketelitian yang cukup tinggi ketika membaca kompas geologi dalam
penentuan dip dan strike,
57
LAMPIRAN
Stopsite 1
Lokasi : Desa druju
Posisi : 58 14’ 55.9” N dan 112 40’ 33.1”E (berdasarkan koordinat UTM pengukuran
GPS) dengan elevasi 383 mdpl.
58
Stopsite 2
Lokasi : Desa setiarjo kab.malang (jawa timur)
Posisi pada 08 22’ 48.4” N dan 112 40’ 53” E (koordinat UTM) dengan elevasi 24
mdpl berdasarkan hasil pengukuran GPS.
Stopsite 3
Lokasi : Desa sendang biru kab.malang ( jawa timur)
Posisi : sendang biru pada posisi 08 25’ 31.64” N dan 112 40.37’ 53’’ E
(koordinat UTM) dengan elevasi 27 mdpl berdasarkan hasil pengukuran GPS.
59
Stopsite 4
Lokasi : ). Penelitian di lakukan di daerah desa sidoasri kab. Malang jawa timur. Yang
terletak pada posisi 08 23’ 14.95” N dan 112 40’ 12.72’’ E (koordinat UTM) dengan
elevasi 4 mdpl berdasarkan hasil pengukuran GPS.
60
61
DAFTAR PUSTAKA
Aji Susilo, Bayu. 2011. Skripsi Geologi dan Studi Fasies Turbidit Satuan Batu Pasir
semilir Daerah Semin, Kecamatan Semin. Universitas Pembangunan Nasional :
Yogyakarta
Akhyar, Ade. 2009. Dasar-Dasar Mikropaleontologi. Universitas Jenderal Soedirman :
Purbalingga.
Asikin, Sukendar. Geologi Struktur Indonesia. Bandung. ITB Press.
Davis, G. H. and Reynolds, S. J. 1996. Structural Geology of Rock and Regions: 2nd
edition. USA : John and Wiley and Sons, Inc.
Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: Lembaga
Pengembangan Pendidikan (LPP).
Hartono.2007. Geografi :Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Bandung : Citra Praya
Husein, Salahuddin Ph.D.2008.Geologi Struktur.Yogyakarta:UGM
Lobeck, A., K. 1939. Geomorphology, An Introduction to the study of Lanscape. New
York and London: Mc Graw-Hill Book Company. Inc.
Means, W., D. 1976. Stress and Strain: Basic Concepts of Continuum Mechanics for
Geologists. New York : Springer – Verlag.
Nandi. 2010. Handout Geologi Lingkungan. UPI: Jakarta.
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor : CV. Graha Ilmu.
Sapiie, benyamin dkk. 2005. Geologi Fisik. Bandung : Penerbit ITB.
Setiyono H. 1996. Oseanografi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press,
Sudarja, A. dan Akub, T. 1977. Geomorfologi Jilid II. Bandung: Jurusan Pend. Geografi
IKIP Bandung.
Suppe, J. 1985. Principles of Structural Geology. New Jersey : Prentice-Hall Inc.
Twiss, R. J. and Moores, E., M. 1992. Structural Geology. New York : W. H. Freeman
and Company.
62