Anda di halaman 1dari 19

ANAMNESIS

KASUS TEORI
Keluhan utama : Nyeri dan Bengkak di Abses submandibular Abses submandibular
bagian bawah telinga kiri didefinisikan sebagai terbentuknya abses pada
Anamnesis : Keluhan dirasakan sejak ±3 hari ruang potensial di regio submandibular yang
yang lalu SMRS, nyerinya terus menerus, dan disertai dengan rasa nyeri tenggorok, demam
disertai rasa panas, awalnya terasa gatal dan dan terbatasnya gerakan membuka mulut.
lama- kelaman timbul bengkak dan disertai Abses submandibular merupakan bagian dari
rasa nyeri. Menurut keluarga, pasien ketika abses leher dalam. Abses leher dalam
merasakan nyeri pasien langsung menangis, terbentuk di ruang potensial diantara fasia
dan ketika pasien banyak bergerak pasien leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi
langsung muntah, disertai rasa pusing, dan dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut,
pasien merasa sulit untuk berbicara karena tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan
kesulitan membuka mulut namun air ludah leher.
pasien ada. Pasien juga mengeluh kalau pasien
memiliki gigi rahang belakang bagian bawah Etiologi
yang berlubang, dan kadang pasien merasakan Beberapa jenis bakteri yang menjadi penyebab
sakit pada gigi yang berlubang, pasien juga abses submandibula ini dibagi menjadi
mengeluh di rumah kadang pasien demam, golongan bakteri Aerob (Alfa Streptokokus
namun lama-kelaman demamnya turun. Sesak hemolitikus, Stafilokokus, Bakteroides),
(-), batuk (-), Makan-minum seperti biasa, Anaerob (Peptostreptokokus, Peptokoki ,
BAK-BAB lancar. Pasien juga mengtakan Fusobakterium nukleatum).
baru pertama kali mengalami keluhan seperti
ini. Patofisiologi
Riwayat Penyakit Dahulu Abses leher dalam dapat terjadi karena
Satu tahun lalu pasien pernah sakit dada dan di berbagai macam penyebab melalui beberapa
rawat di rumah sakit dengan tumor di bagian proses, diantaranya: 2
paru-paru. 1. Penyebaran abses leher dalam dapat
Riwayat Penyakit Keluarga timbul dari rongga mulut ,wajah atau
Keluhan serupa pada keluarga (-), Tumor (-)
Riwayat Sosial infeksi leher superficial ke ruang leher
Pasien setiap harinya memakan makanan dalam melalui system limfatik.
seperti biasa. 2. Limfadenopati dapat menyebabkan
terjadi supurasi dan akhirnya menjadi
abses fokal.
3. Infeksi yang menyebar ke ruang leher
dalam melalui celah antar ruang leher
dalam
4. Infeksi langsung yang terjadi karena
trauma tembus.

Diagnosis
Diagnosis abses submandibula
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala
klinis, dan pemeriksaan penunjang seperti foto
polos jaringan lunak leher atau tomografi
komputer.
Tanda dan gejala dari suatu abses leher
dalam timbul oleh karena :
1. efek massa atau inflamasi jaringan atau
cavitas abses pada sekitar struktur
abses.
2. keterlibatan daerah sekitar abses dalam
proses infeksi.

Anamnesis
Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada
pasien dengan abses submandibula adalah : 1
1. asimetris leher karena adanya massa
atau limfadenopati pada sekitar 70%.
2. trismus karena proses inflamasi pada
m.pterigoides
3. torticolis dan penyempitan ruang gerak
leher karena proses inflamasi pada
leher.
Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat
untuk melokalisasi etiologi dan perjalanan
abses pasien seharus ditanya :
1. tentang riwayat tonsillitis dan
peritonsil abses.
2. riwayat trauma retrofaring contoh
intubasi
3. dental caries dan abses.

A. Space Occupying Lesions (SOL)


Intracranial
Merupakan tumor yang jinak atau ganas
baik bersifat primer atau sekunder, dan
juga sebagai massa inflamatorik maupun
parasitic yang berletak pada rongga
cranium. Sol juga berupa hematoma,
berbagai jenis kista dan malformasi
vaskuler
Etiologi : riwayat trauma kepala, faktor
genetic, paparan zat kimia yang bersifat
karsinogenik dan virus, defisiensi
imunologik dan kongenital
Manifestasi klinis : Nyeri kepala, edema
papil dan muntah secara umum dianggap
sebagai karakteristik peninggian TIK.
Demikian juga, dua pertiga pasien SOL
memiliki semua gambaran tersebut.

Massa Mediastinum
Tumor mediastinum adalah tumor yang
terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga
yang berada di antara paru kanan dan kiri.
Gejala klinis : batuk, sesak atau stridor,
disfagia, sindrom vena kava superior (SVKS),
suara serak, nyeri dinding dada.

Abses submandibular didefinisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang potensial di regio
submandibular yang disertai dengan rasa nyeri tenggorok, demam dan terbatasnya gerakan
membuka mulut. Abses submandibular merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher
dalam terbentuk di ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi
dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan diruang leher dalam yang
terlibat.

 Epidemiologi
Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring
(38,4), diikuti oleh angina Ludovici (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).

 Etiologi
Abses submandibula, infeksi terjadi akibat perjalan dari infeksi gigi dan jaringan sekitarnya
yaitu pada P1,P2,M2,M2 namun jarang terjadi pada M3. Beberapa jenis bakteri yang menjadi
penyebab abses submandibula ini dibagi menjadi golongan bakteri Aerob dan Anaerob

Untuk golongan aerob terdiri dari :


 Alfa Streptokokus hemolitikus
 Stafilokokus
 Bakteroides
Sedangkan yang termasuk kedalam golongan bakteri anaerob yaitu:3

 Peptostreptokokus
 Peptokoki
 Fusobakterium nukleatum
Hasil kultur abses leher dalam Bagian THT-KL dr. M.Djamil Padang periode April 2010-
Oktober 2010.
Jenis Kuman Jumlah %
Streptocccus α haemoliticus 6 37
Klepsiella sp 4 25
Enterobacter sp 3 19
Staphylococcus aureus 2 12,5
Staphilococcus 1 6
epidermidis
E. Coli 1 6
Proteus vulgaris 1 6

 Patofisiologi

Abses leher dalam dapat terjadi karena berbagai macam penyebab melalui beberapa proses,
diantaranya: 2

5. Penyebaran abses leher dalam dapat timbul dari rongga mulut ,wajah atau infeksi leher
superficial ke ruang leher dalam melalui system limfatik.
6. Limfadenopati dapat menyebabkan terjadi supurasi dan akhirnya menjadi abses fokal.
7. Infeksi yang menyebar ke ruang leher dalam melalui celah antar ruang leher dalam
8. Infeksi langsung yang terjadi karena trauma tembus.

Diagnosis

Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan


pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher atau tomografi komputer.4
Tanda dan gejala dari suatu abses leher dalam timbul oleh karena : 4

3. efek massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur abses.
4. keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi.

A. Anamnesis

Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada pasien dengan abses submandibula adalah : 1

4. asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%.
5. trismus karena proses inflamasi pada m.pterigoides
6. torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada leher.
Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat untuk melokalisasi etiologi dan perjalanan abses
pasien seharus ditanya :

4. tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.


5. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi
6. dental caries dan abses.

Space Occupying Lesions (SOL) Intracranial


Tumor yang jinak atau ganas baik bersifat primer atau sekunder, dan juga sebagai massa
inflamatorik maupun parasitic yang berletak pada rongga cranium. Sol juga berupa hematoma,
berbagai jenis kista dan malformasi vaskuler
Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi rongga intrakranial dan
tulang belakang. 39 kasus berasal dari otak dan selaput-selaput otak dan 3 berasal dari lumbar
pinalis. Dari 39 kasus, 26 (67%) adalah akibat tumor dan 13(33%) adalah akibat infeksi, terutama
tuberculosis.
Etiologi

 Riwayat trauma kepala


Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak).
Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui gejala
klinis.
 Faktor Genetik
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa gangguan
yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk sklerasis tuberose,
neurofibromatosis.
 Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus.
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan
terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan tumor
pada manusia masih belum jelas.
 Defisisensi imunologi dan congenital
 Manifestasi Klinis
Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai karakteristik peninggian
TIK. Demikian juga, dua pertiga pasien SOL memiliki semua gambaran tersebut.

Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi

a. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang-kadang bersifat hebat sekali,
biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan
peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkung, dan mengejan.
b. Nausea atau muntah
muntah yang memancar (projectile voiting) biasanya menyertai peningkatan tekanan
intracranial.
c. Papil edema
Titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optic atau discus optic.
Karena tekanan intracranial meningkat, tekanan ditransmisi ke mata melalui cairan
cerebrospinal sampai ke discus optic. Karena meningens memberi reflex kepada seputar
bola mata, memungkinkan transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh cairan
cerebrospinal.

 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis kita dapat mengetahui
gejala-gejala yang dirasakan seperti ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan
melalui pemeriksaan fisik neurologik ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit
lapangan pandang
Perubahan tanda-tanda vital pada SOL
 Denyut nadi : relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK
 Pernapasan : Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada
batang otak pada pasien dewasa. Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan
langsung pada batang otak.
 Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan tekanan
intracranial. tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi
penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pola pernapasan.
 Suhu tubuh : Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan
muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang
menghubungkannya.

Massa Mediastinum

 Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang
berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri,
pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya.
Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat
menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa.
Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor
cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.
Diagnosis
Secara umum diagnosis tumor mediastinum ditegakkan sebagai berikut:
 Gambaran Klinis
1. Anamnesis
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat,
a. batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea
dan/atau bronkus utama,
b. disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus
c. sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum
yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,
d. suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis diafragma
timbul apabila penekanan nervus frenikus
e. nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem
syaraf.

PEMERIKSAAN FISIK
KASUS TEORI
Keadaan umum : tampak sakit sedang Tanda-tanda vital pada abses biasanya normal,
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6) untuk diagnosis suatu abses leher dalam kadang-
Tanda-tanda vital kadang sulit ditegakkan bila hanya berdasarkan
Tekanan darah : 140/80 mmHg anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Ditemukan
Heart rate : 86 kali/menit, teraba kuat pembengkakan dibawah rahang baik unilateral
Pernapasan : 20 kali/menit maupun bilateral dan berfluktuasi. Karena itu
Suhu : 37,5 ° C diperlukan studi radiografi untuk membantu
menegakkan diagnosis, menyingkirkan
Pemeriksaan Leher (status lokalis) kemungkinan penyakit lainnya dan perluasan
Regio : mandibular sinistra penyakit.
I = Tampak benjolan di telinga bawah bagian kiri,
berwarna kemerahan di kulit sekitar. SOL
P : Benjolan teraba keras berukuran + 8 x 10cm, Perubahan tanda-tanda vital pada SOL
teraba hangat (+), tidak mobile (tidak mudah  Denyut nadi : stabil selama stadium awal
digerakkan), nyeri tekan (+), dan tampak adanya peningkatan TIK
Fluktuasi (+).
Pernapasan : perubahan pola pernafasan
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil
selama stadium awal dari peningkatan tekanan
intracranial..
Suhu tubuh : peningkatan suhu tubuh.

Massa mediastinum
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi
sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan
organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke
organ sekitarnya.

Diagnosis untuk suatu abses leher dalam kadang-kadang sulit ditegakkan bila hanya
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Ditemukan pembengkakan dibawah rahang
baik unilateral maupun bilateral dan berfluktuasi.

Karena itu diperlukan studi radiografi untuk membantu menegakkan diagnosis,


menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya dan perluasan penyakit. Pemeriksaan tomography
komputer dapat ditemukan daerah dengan densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada
dinding abses dan edem jaringan sekitar abses. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan
untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai.

SOL

Perubahan tanda-tanda vital pada SOL


 Denyut nadi : relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK
 Pernapasan : Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada
batang otak pada pasien dewasa. Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan
langsung pada batang otak.
 Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan tekanan
intracranial. tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi
penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pola pernapasan.
Suhu tubuh : Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan muncul
akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang menghubungkannya

Massa Mediastinum

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan
organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya. Kemungkinan tumor
mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis lain, misalnya:
Miastenia gravis mungkin menandakan timoma, Limfadenopati mungkin menandakan limfoma

PEMERIKSAAN PENUNJANG

KASUS TEORI
Darah rutin Abses Submandibular
Hemoglobin : 10,9 gr/dl Laboratorium: Pada pemeriksaan darah
Hematokrit : 31,9% rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi
Trombosit : 364 mm3 material yang purulen dibiakkan guna uji
Leukosit :22.4mm3 resistensi antibiotik.
Dara kimia
gula darah sewaktu : 112 g/dl SOL
Darah Lengkap : Kelainan sitemik
biasanya jarang terjadi, walaupun
terkadang pada abses otak sedikit
peningkatan leukosit.

Massa mediastinum
Hasil pemeriksaan laboratorium rutin
sering tidak memberikan informasi
yang berkaitan dengan tumor. LED
kadang meningkatkan pada limfoma
dan TB mediastinum.

Pemeriksaan EKG (27/08/2019)


Kesan: Normal EKG
Pemeriksaan Radiologi Radiologis
Pemeriksaan CT-Scan Thorax irisan axial  Rontgen jaringan lunak kepala AP
tanpa kontras Rontgen panoramic: Dilakukan apabila
Kesan: Terdapat gambaran soft tissue massa penyebab abses submandibula berasal dari
pada sisi superior mediastinum, lobulated, gigi.
meluas ke inferior, berbatas tegas ukuran  Rontgen thoraks : Perlu dilakukan untuk
+7,5x3,5 evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
Obtuse angle, berbatas tegas pendorongan saluran nafas, dan
Terdapat kalsifikasi pada dinding Aorta pneumonia akibat aspirasi abses.
Thoracalis Paos Ascendens, Arcus Aorta Dan 1. Tomografi Komputer (CT-scan)
Aorta Desendens CT-scan dengan kontras merupakan
Kesimpulan : massa disisi superior pemeriksaan gold standar pada abses leher
mediastinum yang meluas ke inferior dalam. Gambaran abses yang tampak
adalah lesi dengan hipodens (intensitas
rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang
ada air fluid level. Pemerksaan fisik yang
ditunjang CT-scan memiliki sensitivitas
95%.

SOL
CT-Scan kepala
Gambaran CT-Scan pada tumor otak,
umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak
disekitarnya.
MRI : untuk mendeteksi tumor yang berukuran
kecil ataupun tumor yang berada dibasis
kranium, batang otak dan di fossa posterior.
Foto Thoraks: Dilakukan untuk mengetahui
apakah ada tumor dibagian tubuh lain,
terutama paru yang merupakan tempat
tersering untuk terjadinya metastasis primer
paru

Massa Mediastinum
Foto toraks : Dari foto toraks PA/ lateral sudah
dapat ditentukan lokasi tumor, anterior, medial
atau posterior
Tomografi: Selain dapat menentukan lokasi
tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada
lesi,
CT-Scan toraks dengan kontras : Selain dapat
mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi
kelainan tumor secara lebih baik dan dengan
kemungkinan untuk menentukan perkiraan
jenis tumor, misalnya teratoma dan timoma
Flouroskopi: Prosedur ini dilakukan untuk
melihat kemungkinan aneurisma aorta.
Ekokardiografi: Pemeriksaan ini berguna
untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang
diduga aneurisma.
Angiografi: Teknik ini lebih sensitif untuk
mendeteksi aneurisma dibandingkan
flouroskopi dan ekokardiogram.
Esofagografi: Pemeriksaan ini dianjurkan bila
ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus.
USG, MRI dan Kedokteran Nuklir: Meski
jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan
terkadang harus dilakukan untuk beberapa
kasus tumor mediastinum.

PENATALAKSANAAN

KASUS TEORI
1. IFVD NaCL 0,9% 20 tpm 1. Antibiotik (parenteral)
2. Injek ketorolaks 3x1 amp/IV Antibiotik kombinasi adalah pilihan terbaik
3. Injek ceftriaxone 2x1 amp/IV karena mikroorganisme penyebabnya
4. Injek ranitidine 2x1 amp/IV adalah campuran. Secara empiris kombinasi
5. Pro insisi abses + debridement ceftriaxone dengan metronidazole masih
cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas
kultur pus telah didapat, pemberian
antibiotik dapat disesuaikan. Berdasarkan
uji kepekaaan, kuman aerob memiliki
angka sensitifitas >70% terhadap terhadap
ceforazone sulbactam, moxyfloxacine,
ceforazone, ceftriaxone. Metronidazole dan
klindamisin angka sensitifitasnya masih
tinggi terutama untuk bakteri anaerob gram
negatif. Antibiotik biasanya dilakukan
selama lebih kurang 10 hari.
2. Insisi dan drainase.
Hal ini dapat dilakukan baik secara intraoral
maupun ekstraoral tergantung pada lokasi
infeksi. Aspirasi pus sebelum insisi
memungkinkan metode pengambilan sampel
lebih akurat karena mengurangi kontaminasi
dan membantu melindungi dari bakteri
anaerob. Pembengkakan yang berfluktuasi
menunjukkan adanya pus dan didefinisikan
sebagai transmisi fluida dengan menggunakan
palpasi bidigital

SOL
Pembedahan: Jika hasil CT-Scan didapatkan
adanya tumor dapat dilakukan pembedahan.
Radioterapi : lanjutan terapi dari pembedahan
Kemoterapi : hanya digunakan sebagai terapi
tambahan
Antikonvulsan : Pasien SOL sering mengalami
peningkatan tekanan intrakranial, yang salah
satu gejala klinis yang sering terjadi adalah
kejang. Phenytoin (300-400mg/kali) adalah
yang paling umum digunakan
Antibiotik: Jika dari hasil pemeriksaan
diketahui adanya abses, maka antibiotik
merupakan salah satu terapi yang harus
diberikan
Kortikosteroid: Kortikosteroid mengurangi
edema peritumoral dan mengurangu tekana
intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala
dengan cepat. Dexamethasone adalah
kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas
mineralkortikoid yang minimal

Massa mediastinum
Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum
yang jinak adalah pembedahan sedangkan
untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis
sel kanker

Abses submandibular

Tujuan utama tatalaksana pada pasien abses submandibula adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi
3. Antibiotik (parenteral)
Antibiotik kombinasi adalah pilihan terbaik karena mikroorganisme penyebabnya adalah
campuran. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik.
Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat, pemberian antibiotik dapat disesuaikan.
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas >70% terhadap terhadap
ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone. Metronidazole dan klindamisin
angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk bakteri anaerob gram negatif. Antibiotik
biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.

4. Insisi dan drainase.


Hal ini dapat dilakukan baik secara intraoral maupun ekstraoral tergantung pada lokasi infeksi.
Aspirasi pus sebelum insisi memungkinkan metode pengambilan sampel lebih akurat karena
mengurangi kontaminasi dan membantu melindungi dari bakteri anaerob. Pembengkakan yang
berfluktuasi menunjukkan adanya pus dan didefinisikan sebagai transmisi fluida dengan
menggunakan palpasi bidigital.
Pada pasien dilakukan insisi drainase. Insisi dilakukan dengan panjang kurang lebih 2 cm pada
daerah yang paling fluktuatif. Setelah di insisi, eksplorasi pus dilanjutkan secara tumpul dengan
menggunakan klem bengkok sampai ruang submandibula. Setelah pus berhasil dieksplorasi,
dilakukan pemasangan draine handschoen yang dilumuri dengan betadine pada luka insisi
kemudian ditutup dengan mengguankan kasa steril dan direkatkan dengan menggunakan
hipafix.
 Komplikasi: Infeksi leher dalam dengan penatalaksanaan inadekuat dapat menyebar ke ruang
leher dalam lainnya, ditambah dengan keterlambatan dalam mendiagnosis dan penatalaksanaan
beresiko tinggi untuk meliki berbagai komplikasi yang mengancam jiwa yaitu:
- Obstruksi jalan nafas akibat tertekannya trakea
- Aspirasi yang dapat terjadi pada intubasi endotracheal
- Komplikasi vaskular seperti trombosis vena jugularis interna, erosi dan ruptur arteri
carotid.
- Defisit neurologis seperti disfungsi saraf kranial atau saraf otonom di leher yang
menimbulkan disfoni akibat terkenanya nervus vagus atau Sindrom Horners akibat
pengaruh saraf simpatis.
- Emboli septik pada paru-paru, otak.
Beberapa faktor memiliki resiko yang lebih tinggi untuk timbulnya komplikasi, yaitu jenis
kelamin dimana wanita lebih sering dari pria, pasien dengan pembengkakan pada leher, serta
penderita diabetes yang memperburuk keadaan umum.

Prognosis : Pada awalnya, kematian yang terjadi akibat kasus abses submandibula ini lebih dari

50% kasus. Namun seiring dengan penggunaaan antibiotic yang semakin luas, angka mortalitas

tersebut turun hingga mencapai di bawah 5%. Penggunaan antibiotic intravena memberikan

prognosis yang baik jika digunakan pada masa-masa awal kasus penyakit. Kemudian tindakan

operasi dilakukan jika terjadi obstruksi jalan napas, abses yang terlokalisir dan kegagalan

penggunanaan antibiotic untuk meningkatkan kemungkinan kesembuhan.

SOL

Pembedahan: Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada
pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses seperti
loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai, ataupun
terjadi impending herniation. Sedangkan pada subdural hematoma, operasi dekompresi harus
segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi
juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1 cm.7
Radioterapi: Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low grade
glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari pembedahan parsial.7
Kemoterapi: Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk oligodendroglioma
dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya digunakan sebagai terapi tambahan.

Antikolvusan: Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan intrakranial, yang salah satu
gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang. Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling
umum digunakan. Selain itu dapat juga digunakan carbamazepine (600-1000mg/hari),
phenobarbital (90-150mg/hari) dan asam valproat (750-1500mg/hari).7

Antibiotik: Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik merupakan
salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena, sesuai kultur ataupun
sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini disesuaikan
dengan hasil pencitraan, apakah ukuran abses sudah berkurang atau belum
Kortikosteroid: mengurangi edema peritumoral dan mengurangu tekana intrakranial. Efeknya
mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilh
karena aktivitas mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari
16mg/hari, tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang
dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.

Massa mediastinum

Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah pembedahan sedangkan untuk
tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Tumor mediastinum jenis limfoma
Hodgkin's maupun non Hondgkin's diobati sesuai dengan protokol untuk limfoma dengan
memperhatikan masalah respirasi selama dan setelah pengobatan.
Penatalaksanaan tumor mediastinum nonlimfoma secara umu adalah multimodality meski
sebagian besar membutuhkan tindakan bedah saja, karena resisten terhadap radiasi dan
kemoterapi tetapi banyak tumor jenis lain membutuhkan tindakan bedah, radiasi dan
kemoterapi, sebagai terapi adjuvant atau neoadjuvan.
Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran toleransi
berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri dan jika mungkin dengan body box.
Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus dikonfirmasi dengan analis gas
darah. Tekanan O2 arteri dan Saturasi O2 darah arteri harus >90%.

Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah: ·


Hb > 10 gr%
leukosit > 4.000/dl
trombosit > 100.000/dl
tampilan (performance status) > 70 Karnofsky
Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer maka radio kemoterapi dapat
diberikan secara berbarengan (konkuren). Jika keadaan tidak mengizinkan, maka kombinasi
radiasi dan kemoterapi diberikan secara bergantian (alternating: radiasi diberikan di antara
siklus kemoterapi) atau sekuensial (kemoterapi > 2 siklus, lalu dilanjutkan dengan radiasi, atau
radiasi lalu dilanjutkan dengan kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu
diawasi terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai