DISUSUN OLEH :
ADE BAYU SAPUTRA
P05120316001
Disusun Oleh :
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Pembimbing I Pembimbing 2
iii
PROPOSAL PENELITIAN
Pengaruh Pemberian Kombinasi Terapi Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif dan Kompres
Hangat Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Post Stroke Di Poli Saraf RSUD.
Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2019
Disusun Oleh :
ADE BAYU SAPUTRA
NIM. P05120316001
Telah Diseminarkan Dengan Tim Pembimbing Seminar Proposal Penelitian Program
Studi Sarjana Terapan Keperawatan
Jurusan Keperawatan Kemenkes Bengkulu
Pada Tanggal ....................... 2019
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
nikmat iman, sehat, ilmu dan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian
Kombinasi Range Of Motion (ROM) Aktif dan Kompres Hangat Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Post Stroke di Poli Saraf
RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2020”.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak proposal
ini tidak dapat diselesaikan. Penulis banyak mendapatkan bantuan baik berupa
informasi, data, atau pun dalam bentuk lainnya. Untuk itu, ucapkan banyak
terima kasih dihaturkan kepada:
1. Bapak Darwis, S.Kp, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Bengkulu.
2. Bapak Dahrizal, S.Kp, M.PH, selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
3. Ibu Ns.Septiyanti, S.Kep, M.Pd selaku ketua Prodi Sarjana Terapan
keperawatan
4. Bapak Pauzan Efendi, SST, M.Kes selaku pembimbing 1 yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam penyusunan
proposal ini.
5. Ibu Widia Lestari, S.Kep,M.Sc selaku pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktu dan tenaga dan fikiran untuk memberikan bimbingan
dan pengarahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyusun
proposal ini.
6. Seluruh tenaga pendidik dan kependidikan jurusan Keperawatan, yang
telah sabar mendidik dan membimbingku.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan proposal
skripsi ini masih banyak terdapat kekeliruan dan kekhilafan baik dari segi
v
penulisan maupun penyusunan dan metodologi, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak agar penulis dapat
berkarya lebih baik lagi dan optimal di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga proposal skripsi ini dapat menjadi acuan
untuk penyusunan skripsi dan dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat
membawa perubahan positif terutama bagi penulis sendiri dan mahasiswa
prodi keperawatan Bengkulu lainnya.
vi
DAFTAR ISI
vii
6. Cara Mengukur Kekuatan Otot .................................................... 25
C. Range Of Motion (ROM) ..................................................... ............... 25
1. Definisi .......................................................................................... 25
2. Manfaat Range Of Motion (ROM) .............................................. 26
3. Jenis Range Of Motion (ROM) ..................................................... 26
4. Hal yang Perlu di Perhatikan ......................................................... 27
5. Indikasi Range Of Motion............................................................ . 27
6. Kontraindikasi Range Of Motion................................................... 28
7. Gerakan Range Of Motion.............................................................. 28
D. Kompres Hangat ..................................................... ............................. 30
1. Definisi ......................................................................................... 21
2. Fisiologis Terapi Kompres Hangat ............................................... 32
3. Indikasi Terapi Kompres Hangat ................................................ 35
4. Tujuan Kompres Hangat ............................................................... 36
5. Manfaat Kompres Hangat ............................................................. 36
E. Pengaruh Pemberian Kombinasi Range Of Motion (ROM) Aktif dan
Kompres Hangat Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas ..................... 37
F. Kerangka Teori ................................................................................... 39
BAB III KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ................................................................................ 40
B. Hipotesis............................................................................................... 41
C. Definisi Operasional ............................................................................ 41
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................................. 43
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .............................................................. 45
C. Populasi dan Sampel ............................................................................ 45
D. Pengumpulan Data .............................................................................. 47
E. Instrumen Penelitian ........................................................................... 48
viii
F. Pengolahan Data .................................................................................. 49
G. Analisa Data ......................................................................................... 51
H. Alur Penelitian ..................................................................................... 51
I. Etika Penelitian ................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR BAGAN
x
DAFTAR TABEL
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke dapat menimbulkan berbagai tingkat gangguan, seperti
penurunan tonus otot, hilangnya sensibilitas pada sebagian anggota tubuh,
menurunnya kemampuan untuk menggerakan anggota tubuh yang sakit dan
ketidakmampuan dalam hal melakukan aktivitas tertentu. Pasien stroke yang
mengalami kelemahan pada satu sisi anggota tubuh disebabkan oleh karena
penurunan tonus otot, sehingga tidak mampu menggerakkan tubuhnya
(imobilisasi). Imobilisasi yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat,
akan menimbulkan komplikasi berupa abnormalitas tonus, orthostatic
hypotension, deep vein thrombosis dan kontraktur (Mubarak, 2012). Serangan
stroke mengakibatkan kemampuan motorik pasien mengalami kelemahan atau
Hemiparesis (Nasir, 2017:87). Hemiparasis yang disebabkan oleh stroke akut
menyebabkan kekakuan, kelumpuhan, kekuatan otot melemah dan akibatya
mengurangi rentang gerak sendi dan fungsi ekstremitas, aktivitas hidup
sehari-hari Activity Daily Living (ADL) (Park,2017).
Berbagai dampak yang ditimbulkan akibat stroke selain kecacatan atau
kelumpuhan pada anggota gerak adalah gangguan pada proses bicara atau
afasia, dan daya ingat. Apabila terjadi hambatan pada sistem motorik maka
pasien akan mengalami kesulitan atau keterbatasan dalam melakukan gerakan.
Anggota ekstremitas yang mengalami serangan adalah ekstremitas atas dan
bawah. Kelemahan pada ekstremitas menyebabkan hilangnya kemampuan
fungsi motorik pada tangan seperti kemampuan menggenggam, dan mencubit,
sehingga perlu dilakukan pemulihan pada fungsi motorik halus (Angliadi,
2010) . Hal ini terjadi karena adanya defisit pada sistem neurologis yang
mengakibatkan gaangguan pada motorik oleh karena tidak
1
2
adanya stimulus dari syaraf yang merangsang serebelum dan korteks serebri
yang mengatur suatu pola gerakan tubuh (Adi dan Kartika, 2017:1)
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan
penyebab kematian nomor tiga di dunia setelah jantung dan kanker.
Berdasarkan data dari stroke forum (2015) sebanyak 15 juta orang terserang
stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya mengalami
kecacatan permanen. AHA ( Hearth Disease and Stroke Statistic, 2017)
mengatakan sejitar 1-19 orang meninggal karena stroke. Sekitar 55-75% di
Amerika pasien stroke mengalami penurunan pada kemampuan motorik.
Yayasan Stroke Indonesia menyatakan bahwa jumlah penderita stroke di
Indonesia merupakan terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia.
Riskesdas (2018) prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring
dengan bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga
kesehatan adalah usia 75 tahun keatas 50,2% dan terendah pada kelompok
usia 15-24 tahun yaitu sekitar 0,6%. Berasarkan data 10 besar penyakit
terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 10,9 permil dan 14,7 permil.
Ada 3 kemungkinan yang dialami oleh pasien stroke setelah menjalani
perawatan dirumah sakit yaitu meninggal dunia, sembuh tanpa cacat, dan
sembuh dengan kecacatan. Kematian akibat stroke ditemukan pada 10-30%
pasien yang dirawat dan 70-90% penderita yang hidup pasca stroke (Prizon &
Asanti, 2010). Pasien stroke yang masih bertahan dapat mengalami berbagai
masalah kesehatan, seperti kehilangan fungsi motorik, gangguan komunikasi,
presepsi, gangguan hubungan visual-spasial, kehilangan fungsi sensoris,
kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik dan disfungsi kandung kemih
(Smeltzer & Bare, 2010) penderita stroke yang mengalami kelemahan otot
dan tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat dapat menimbulkan
komplikasi, salah satunya adalah kontakur yang menyebabkan terjadinya
3
diubah dengan bentuk terapi panas. Sirkulasi terapi panas yang meningkat
pada daerah alat pelepas jaringan yang rusak dapat memperbaiki cedera pada
tubuh. Hal ini membantu mengurangi kekakuan didaerah terjadinya cedera
persendian. Pemanas dipakai selama 20 sampai 30 menit, tiga sampai empat
kali sehari (Jhon M.Mayer,. et al, 2015).
Dari penjelasan diatas menunjukkan bukti secara empiris bahwa teknik
terapi kompres hangat dan latihan Range Of Motion mampu meningkatkan
kekuatan otot dan mobilitas fisik pada pasien stroke. Dimana terapi kompres
hangat yang dapat membantu meredakan nyeri, kekakuan otot sendi dan
spasme otot dimana panas tersebut dapat menyebabkan vasodilatasi
(pelebaran pembuluh darah) sehingga menambah masuknya oksigen, nutrisi
dan leukosit darah yang menuju jaringan tubuh (Perry & Potter, 2010). Terapi
yang dilakukan pada pasien stroke ditujukan untuk dapat mengembangkan,
memelihara dan memulihkan gerak dengan cara terapi latihan motorik,
merangsang tangan dalam melakukan suatu pergerakan atau kontraksi otot,
sehingga membantu fungsi ekstremitas atas yang hilang akibat stroke.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu
data yang di dapat dari bagian rekam medis RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu,
jumlah kasus stroke pada semua kelompok usia tahun 2018 berdasarkan jenis
kelamin, perempuan berjumlah 381 orang dan laki-laki sebanyak 495 orang
dengan total penderita stroke sebanyak 876 orang. Berdasarkan data yang
didapatkan dari Poli Saraf RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu pada tahun 2019 dari
bulan Januari-September didapatkan jumlah kunjungan penderita stroke
hemoragik sebanyak 96 orang dan stroke nonhemoragik 198 orang.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Poli Saraf RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu pada tanggal 14 oktober 2019 didapatkan 49 pasien
mengalami kelemahan otot dengan kekuatan otot 3 dan 27 pasien dengan
kekuatan otot 2. Dari hasil kunjungan didapatkan 6 pasien. 4 dari 6 pasien
dengan kekuatan otot ekstremitas atas dengan nilai 2 dan 2 dari 6 pasien
5
B. Rumusan Masalah
Stroke secara jelas dapat berdampak pada disfungsi ekstremitas atas
yang merupakan gangguan fungsional yang paling umum terjadi pada
penderita stroke, berupa kehilangan kontrol ekstremitas atas yang dapat
menurunkan kekuatan otot. Maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah
“Adakah pengaruh kombinasi terapi latihan Range Of Motion (ROM) aktif
dan kompres hangat terhadap kekuatan motorik ekstremitas pada pasien post
stroke ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi pengaruh terapi latihan Range Of Motion
(ROM) aktif dan kompres hangat terhadap kekuatan motorik
ekstremitas pada pasien stroke di Poli Saraf RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu
6
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui karakteristik responden dan frekuensi serangan pasien
post stroke pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
b. Diketahui rata-rata skala kekuatan otot ekstremitas terhadap
pasien stroke sebelum dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
c. Diketahui rata-rata skala kekuatan otot ekstremitas terhadap
pasien stroke sesudah dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
d. Diketahui perbedaan kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke
sebelum dan sesudah intervensi Range Of Motion (ROM) aktif
dan kompres hangat.
e. Diketahui pengaruh pemberian Range Of Motion (ROM) aktif dan
kompres hangat terhadap kekuatan otot ekstremitas pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
D. Manfaat Penelitian
1. Instalasi Rumah Sakit
Sebagai masukan kepada perawat agar dapat dijadikan bahan
pertimbangan melakukan intervensi keperawatan pada pasien stroke,
sebagai perencanaan dan pengembangan pelayanan kesehatan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya untuk penerapan
kombinasi terapi latihan Range Of Motion (ROM) dan kompres hangat
pada pasien post stroke.
2. Bagi instansi pendidikan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
sumber informasi/litteratur untuk penelitian lebih lanjut di bidang
keperawatan dan masukan bahan materi pada jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu
7
2. Etiologi
a) Trombosis Serebral
Arterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi adalah
penyebab utama trombosis serebral yang merupakan penyebab utama
dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala
adalah hal yang tidak umum, beberapa pasien dapat mengalami
pusing, perubahan kognitif, atau kejang dan beberapa pengalaman
awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemoragi intraserebral dan
embolisme serebral. Secara umum embolisme serebral tidak terjadi
secara tiba-tiba dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau
prestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis
berat pada beberapa jam atau harip (Brunner & Suddart, 2012).
8
9
b) Embolisme Serebral
Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis
infeksi, penyakit jantung rematik, dan infark miokard, serta infeksi
pulmonal, adalah tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat
arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi
serebral (Brunner & Suddar, 2012).
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan
mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih
kecil. Arteri karotis dan arteri vetebralis beserta percabangannya bisa
juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat
lain, misalnya dari jantung atau katup jantung. Emboli lemak
terbentuk juka lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke
dalam aliran darah dan akhirnya tersumbat di dalam sebuah aeteri
(kecil).
c) Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama
karena kontriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak
(Brunner & Suddart, 2012).
d) Hemoragi serebral
Hemoragi dapat terjadi di luar durameter (hemoragi ektradural
atau epidural) kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan
segera, di bawah durameter (hemoragi subdural) periode
pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada
otak, di ruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) dan terjadi
akibat trauma atau hipertensi, atau di dalam substansi otak (hemoragi
intraserebral) atau perdarahan di substansi dalam otak paling umum
pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan
ruptur pembuluh darah (Brunner & Suddart, 2012).
10
3. Patofisiologi Stroke
Stroke terjadi ketika ada gangguan suplai aliran darah otak di
dalam arteri yang membentuk sirkulasi Willis, arteri karotis interna
dan sistem vertebrobasilar atau semua cabangnya yang disebabkan
oleh thrombus ataupun embolus sehingga terjadi kekurangan oksigen
ke jaringan otak. Jika aliran darah ke otak terputus selama 15 sampai
20 menit., akan menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron
dan akhirnya terjadi infark atau kematian jaringan. Oklusi di suatu
arteri tidak selamanya menyebabkan infark pada area otak yang
diperdarahi oleh arteri tersebut., karena dimungkinkan terdapat
sirkulasi kolateral yang memadai. Proses patologi yang terjadi pada
pembuluh darah yang memperdarahi otak dapat berupa keadaan
penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis,
trombosis, robeknya dinding pembuluh atau peradangan,
berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah (syok atau
hiperviskositas darah), gangguan aliran darah akibat bekuan atau
embolus yang berasal dari jantung dan pembuluh ekstrakranium,
ruptur vaskuler dalam jaringan otak atau ruang subarakhnoid (Price &
Wilson, 2010). Stroke iskemik / non hemoragik disebabkan oleh
adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus.
Thrombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis
pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat,
aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia, akhirnya terjadi infark
pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan
menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada
arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat
11
4. Klasifikasi Stroke
a) Stroke Hemoragik
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan
yang tidak terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai
dan membunuh sel otak, sekitar 20% stroke adalah stroke
hemoragik. Jenis perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan
pecahnya pembuluh darah otak, baik intrkarnial maupun
subarakhnoid. Pada perdarahan intrakarnial, pecahnya pembuluh
darah otak dapat karena berry aneurysm akibat hipertensi tak
terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya
pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh
darah otak tersebut. Perdarahan subarakhnoid disebabkan ruptur
aneurysma congenital pembuluh arteri otak di ruang
subarakhnoidal (Misbach, 2010).
b) Stroke Iskemik
Stroke hemoragik yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
12
e. Kecacatan Derajat 4
1) Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain.
2) Perlu bantuan orang lain untuk menyelesaikan sebagian
aktivitas diri seperti mandi, pergi ke toilet, merias diri, dan
lain-lain.
f. Kecacatan Derajat 5
1) Pasien terpaksa berbaring di tempat tidur dan buang air besar
dan kecil tidak terasa (inkonteinensia), selalu memerlukan
perawatan dan perhatian.
Berbagai kecacatan yang mungkin diderita penderita setelah stroke
sebagai berikut :
1) Tidak mampu berbicara atau kemampuan berkomunikasi
menjadi kurang.
2) Tidak mampu berjalan secara mandiri, perlu bantuan orang
lain atau alat.
3) Gangguan buang air besar, ngompol.
4) Gangguan makan
5) Ketidakmampuan berpindah posisi, misal dari tempat tidur ke
kursi.
6) Perlu bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
misalnya berpakaian, mandi mencuci, dan lain-lain.
6. Faktor Resiko
Smeltzer (2010) menjelaskan bahwa faktor resiko pada stroke
adalah sevgai berikut : Hipertensi merupakan faktor utama, penyakit
kardiovaskuler, kolesterol tinggi, obesitas, peningkatan hematokrit,
diabetes, perokok, penyalahgunaanobat, konsumsi alkohol. Faktor resiko
yang dapat dirubah dan tidak dapat dirubah antara lain yaitu :
Resiko yang dapat dirubah
a) Hipertensi
65% dari semua penderita stroke berhubunngan dengan
hipertensi. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama
berbulan-bulan atau bahkan menahun, akan menyebabkan hialinisasi
pada otot pembuluh darah serebral. Akibatnya, diameter lumen
pembuluh darah trsebut akan menjadi tetap shingga tidak dapat
berdialitasi atau berkontraksi, jika terjadi kenaikan tekanan darah
sestemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi.
Akibatnya terjadi hyperemia, edema, dan perdarahan pada otak.
Orang yang menderita hipertensi memiliku resiko tujuh kali lebih
besar mengalami stroke dibandingkan dengan orang yang normal.
b) Diabetes Melitus
Dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes,
penderita ini mempunyai dua sampai empat kali beresiko stroke,
karena dapat menimbulkan perubahan pada sistem vaskuler dan
mendorong terjadinya aterosklerosis.
c) Merokok
Pria perokok mempunyai resiko 40% resiko lebih besar
mengalami stroke, sedangkan perokok wanita memiliki 60%, jika
dibandingkan dengan yang tidak merokok. Dikarnakan efek nikotin,
salah satu zat yang terkandung dalam rokok, adalah stimulasi saraf
15
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien stroke pada umumnya mengalami
kelemahan pada salah satu sisi tubuh dan kesulitan dalam berbicara atau
memberikan informasi karena adanya penurunan kemampuan kognitif
atau memberikan informasi karena adanya penurunan kemampuan
kognitif atau bahasa (Fagan and Hess, 2008). Stroke menyebabkan defisit
neurologik, bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun tanda dan
gejalanya yaitu :
a) Defisit motorik
Defisit motorik adalah afek yang pling jelas ditimbulkan oleh
stroke, berupa hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegik
(kelumpuhan). Hal tersebut disebabkan karena ganggun motor
neuron pada jalur piramidal. Karakteristiknya adalah kehilangan
kontrol gerakan volunter (akinesia), gangguan integrasi gerakan,
keterbatasan tonus otot, dan keterbatasan reflek. Terjadinya
hipofleksia yang berubah secara cepat menjadi hiperfleksia pada
kebanyakan pasien terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor
atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak, terjadi hemiplegia atau paralisis pada salah satu
sisi karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparesis
(kelemahan pada sisi tubuh yang lain).
b) Komunikasi
Hemisfer kiri dominan dalam keterampilan berbahasa,
ketidakmampuan berbhasa termasuk ekspresi, penulisan serta
pengucapan kata. Pasien mengalami afisia dan disfasia. Stroke yang
mempengaruhi area Werknicke menyebabkan receptive aphasia,
17
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
a) CT-scan akan memperlihatkan adanya cedera, hematoma, dan
iskemik infark.
18
9. Komplikasi
Beberapa komplikasi stroke, diantaranya (Junaidi, 2011) :
a) Dekubitus
Tidur yang terlalu lama karena lumpuh dapat mengakibatkan
luka atau lecet pada bagian tubuh yang menjadi tumpuan saat
berbaring. Untuk mencegah itu, pasien harus sering dipindah atau
digerakkan secara teratur tidak peduli seberapa parahnya pasien.
b) Bekuan darah
Mudah terjadi pada kaki yang lumpuh, penumpukan cairan
dan pembengkakan, embolisme paru-paru.
c) Pneumonia
Terjadi karena biasanya pasien tidak dapat batuk atau menelan
dengan baik sehingga menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru
dan selanjtnya terinfeksi.
19
10. Penatalaksanaan
Intervensi perawat pada pasien stroke menurut Bruner and Suddart (2012)
meliputi :
1) Meningkatkan latihan mobilisasi dan mencegah deformitas
2) Mencegah bahu addukasi dan menghindari nyeri bahu
3) Meletakkan posisi tangan dan jari tangan dengan benar
20
B. Kekuatan Otot
1. Pengertian Kekuatan Otot
Kekuatan otot menurut Atmojo (2010) ialah kemampuan otot
untuk bergerak dan menggunakan kekuatannya dalam rentang waktu yang
cukup lama. Kekuatan memiliki usaha maksimal, usaha maksimal ini
dilakukan oleh otot untuk mengatasi waktu tahanan.
Kekuatan otot memiliki beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya yaitu pegangan, dimensi otot, dominasi tangan,
kelelahan, waktu, umur, status gizi, dan nyeri yang diaalami oleh seorang
individu (Hand & Strength, 2009).
h) Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dlm
retikulum sarkoplasma oleh pompa membran Ca++, dan ion-ion ini
tetap disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot yang baru
datang lagi. Pengeluaran ion kalsium dan miofibril akan
menyebabkann kontraksi otot berhenti.
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan
tonus otot (Potter & Perry,2010). Latihan gerak sendi adalah pergerakan
maksimal dapat dilakukan pada sendi terdiri dari tiga bidang, yaitu
sagital, frontal dan transvesal. Bidang sagital adalah bidang yang
melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi sisi
kanan dan sisi kiri. Bidang frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan
membagi tubuh ke depan dan kebelakang. Bidang transvesal adalah
bidang horizontal yang membagi tubuh menjadi atas dan bawah (Potter &
Perry, 2010).
sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal
ini bertujuan untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot secara aktif. Sendi yang digerakkan
pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai
ujung jari kaki oleh pasien sendiri secara aktif.
b) ROM pasif
ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien dengan
bantuan perawat untuk setiap gerakan. Indikasi latihan ROM pasif
yaitu pasien semi koma dan tidak sadar, pasien tirah baring total, atau
pasien dengan paralisis ekstremitas total. Rentang gerak pasif ini
berguna untuk menjga kelenturan otot-otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan
pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada
ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melasanakannya
secara mandiri (Suratun, 2008).
6. Kontraindikasi ROM
Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan
ROM menurut Carpenito (2009), yaitu :
a) Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat
mengganggu proses penyembuhan cedera.
1. Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas
gerakan yang bebas nyeri selama fase awal penyembuhan akan
memperlihatkan manfaat terhadap penyembuhan dan pemulihan.
2. Terdapat tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang
salah, termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan.
b) ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya
membahayakan.
a) Bahu
1. Fleksi (180o) : menaikkan lengan ke atas sejajar dengan kepala
2. Ekstensi (180o) : mengembalikan lengan ke posisi semula
3. Hiperekstensi (45o-60o) : menggerakkan lengan ke belakang
4. Abduksi (180o) : lengan dalam keadaan lurus sejajar bahu lalu
gerakkan kearah kepala
5. Adduksi (360o) : lengan kembali ke posisi tubuh
6. Rotasi interal (90o) : tangan lurus sejajar bahu lalu gerakkan dari
bagian siku kearah kepala secara berulang
7. Rotasi eksternal 90o dan kearah bawah secara berulang
b) Siku
1. Fleksi (160o) : menggerakkan daerah siku mendekati lengan atas
2. Ekstensi (160o) : dan luruskan kembali
c) Lengan bawah
1. Supinasi (70o-90o) : menggerakkan tangan dengan telapak tangan
diatas
2. Pronasi (70o-90o) : menggerakkan tangan dengan telapak tangan
dibawah
d) Pergelangan tangan
1. Fleksi (80o-90o) : menggerakkan pergelangan tangan kearah
bawah
2. Ekstensi (80o-90o) : menggerakkan tangan kembali lurus
3. Hiperekstensi (80o-90o) : menggerakkan tangan ke arah atas
e) Jari-jari tangan
1. Fleksi (90o) : tangan menggenggam
2. Ekstensi (90o) : membuka genggaman
3. Hiperekstensi (30o-60o) : menggerakkan jari-jari kearah atas
4. Abduksi (30o) : merenggangkan jari tangan
5. Adduksi (30o) : mendapatkan kembali jari-jari tangan
30
f) Ibu jari
1. Fleksi (90o) : menggenggam
2. Ekstensi (90o) : membuka genggaman
3. Abduksi (30o) : menjauhkan/merenggangkan ibu jari
4. Adduksi (30o) : mendekatkan ibu jari
5. Oposisi mendekatkan ibu jari ke telapak tangan
g) Pinggul
1. Fleksi (90o-120o) : menggerakka tungkai ke depan dan ke atas
2. Ekstensi (90o-120o) : Menggerakkan kembali ke samping tungkai
yang lain
3. Hiperekstensi (30o-50o) : menggerakkan tungkai ke belakang
tubuh
4. Abduksi (30o-50o) : menggerakkan tungkai ke samping menjauhi
tubuh
5. Adduksi (30o-50o) : menggerakkan kembali tungkai ke posisi
medial dan melibihi jika mungkin
6. Rotasi dalam (90o): memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai
lain
7. Rotasi luar (90o) : memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai
lain
8. Sirkumdasi : menggerakkan tungkai memutar
h) Lutut
1. Fleksi (120o-130o) : menggerakkan tumit ke arah belakang paha
2. Ekstensi (120o-130o) : mengembalikan tungkai ke lantai
i) Mata kaki
1. Dorsofleksi (20o-30o) : menggerakkan kaki sehingga jari jari kaki
menekuk ke atas
31
D. Kompres Hangat
1. Definisi
Kompres hangat adalah suatu cara yang dilakukan dengan
mempergunakan buli-buli yang diisi air panas yang dibungkus kain yaitu
secara konduksi dimana terjadi perpindahan panas dari buli-buli kedalam
tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan
terjadi penurunan ketegangan otot sehingga memberikan relaksasi pada
pasien dimana kompres hangat diberikan dengan suhu 45oC-50,5oC dapat
dilakuakan dengan menempelkan kantung karet yang diisi air hangat ke
daerah tubuh yang nyeri (Potter & Perry, 2010).
Thermotherapy merupakan terapi dengan menggunakan suhu
panas biasanya dipergunakan dengan kombinasi dengan modalitas
fisioterapi yang lain seperti exercise dan manual therapy. Pemanas listrik,
boto berisi air hangat, dan kompres panas merupakan sumber panas yang
baik. Penggunaan terapi panas ini akan menyebabkan vasodilatasi
32
akibat difusi molekul air secara terus menerus melalui kulit dan
sistem pernafasan. Prinsip kerja kompres hangat dengan
mepergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara
konduksi dimana terjadi perpindahan panas yang akan melancarkan
sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan otot sehingga pasien
lebih rileks.
Air merupakan sarana yang baik bagi suhu panas dan lebih
baik daripada udara. Dengan air, kita tidak terlalu banyak
terpengaruh oleh panas maupun dinginnya suhu udara, seperti saat
kita mencelupkan (merendam) tubuh kita ke dalam air panas maupun
dingin. Maksudnya, suhu udara diluar bukanlah satu satunya hal yang
mempengaruhi rasa tubuh, tetapi media pemindah dan penyampai
rasa dan juga berperan besar dalam menghasilkan pengaruh rasa.
Misalnya, suhu air panas yang dapat digunakan dalam kondisi biasa
sekitar 45oC-55,5oC (Scott F. Naddler, 2014).
Air hangat 45oC-55,5oC memiliki dampak fisiologis bagi
tubuh, yaitu pelunakan jaringan fibrosa, mempengaruhi oksigenasi
jaringan sehingga dapat mencegah kekuatan otot,
memvasodilatasikan dan memperlancar aliran darah sehingga dapat
menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri.
Pemakaian kompres panas biasanya hanya dilakukan setempat
saja pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh
darah melebar, sehingga memperbaiki peredaran darah didalam
jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan
makanan sel-sel diperbesar dan pembuangan zat zat yang dibuang
akan diperbaiki. Jadi akan timbal proses penukaran zat yang lebih
baik. Aktifitas sel yang meningkat mengurangi rasa sakit dan akan
memproses penyembuhan luka, radang yang setempat seperti abses,
bisul bisul yang besar dan bernanah, radang empedu dan beberapa
36
KERANGKA TEORI
A. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual adalah model konseptual yang menggambarkan
hubungan antara konsep satu dengan konsep lainnya atau antara variabel satu
dengan variabel yang telah diidentifikasi dari masalah yang ingin diteliti
(Notoadmojo, 2010)
Karakteristik :
Usia
Jenis kelamin
Tingkat pendidikan
Jenis stroke
Frekuensi serangan
= Tidak Diteliti
41
42
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pernyataan penelitian (Nursalam, 2011). Hipotesis dalam penelitian ini adalah
:
Ha :
1. Ada pengaruh kombinasi terapi latihan range of motion (ROM) dan
kompres hangat terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien post
stroke.
2. Ada pengaruh range of motion (ROM) pasif terhadap kekuatan otot
ekstremitas pada pasien post stroke.
3. Ada perbedaan kekuatan otot ekstremitas pada kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol.
C. Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Dependen dan Independen
No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
1 Dependen : Kemampuan atau Menggunakan Kekuatan otot Interval
Kekuatan otot tenaga MMT (manual yang diperoleh
ekstremitas 1- ekstremitas yang muscle testing) dengan nilai
3 dimiliki minimum 0 dan
responden pada maksimum 5
saat kontraksi otot Kekuatan otot :
0 : Paralisis, tidak
ada kontraksi otot
sama sekali
1 : Terlihat/teraba
getaran kontraksi
otot
2 : Dapat
menggerakkan
ekstremitas (tidak
kuat menahan
berat, tidak dapat
43
melawan tekanan
pemeriksa
3: Dapat
menggerakkan
ekstremitas, dapat
menahan berat,
tidak dapat
melawan tekanan
4 : dapat
menggerakkan
sendi untuk
menahan berat,
dapat melawan
tahanan ringan
dari pemeriksa
5 : kekuatan otot
normal
2. Independen : Latihan untuk Acuan Nominal
Range Of menstimulasi pelaksanaan 0 = dilakukan
Motion gerakan latihan ROM. ROM pasif
(ROM) dan ekstremitas atas Latihan 1 = dilakukan
kompres dan bawah berupa dilakukan 2 kali kombinasi latihan
hangat latihan ROM dan sehari dengan ROM dan
kompres hangat waktu 15 menit kompres hangat
untuk diberikan
memperlancar sebanyak 7 hari.
sirkulasi darah
pada area
ekstremitas
3 Usia Lama hidup Wawancara Nilai dinyatakan Ratio
berdasarkan ulang dengan dalam tahun
tahun terakhir menggunakan
format data
demografi
4 Jenis kelamin Ciri seksual yang Wawancara 0 = perempuan Nominal
menjadi ciri khas dengan 1 = laki-laki
dan identitas menggunakan
pasien format data
demografi
6 Pendidikan Jenjang sekolah Wawancara 0 = SD Ordinal
terakhir yang dengan 1 = SMP
diselesaikan menggunakan 2 = SMA
44
format data 3 = PT
demografi
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan
desain quasi eksperimen dengan pre-test and post-test with control group
design. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kombinasi
range of motion (ROM) dan kompres hangat terhadap kekuatan otot
ekstremitas pada pasien post stroke.
Responden pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Kelompok kontrol diobservasi
tanpa dilakukan intervensi, sedangkan kelompok intervensi diobservasi dan
dilakukan intervensi (Nursalam, 2011).
Pretest dilakukan untuk mengukur kekuatan otot ekstremitas atas
pasien stroke. Rancangan penelitian digambarkan pada skema berikut :
Subjek Pre Test Perlakuan Post Test
R1 O1 X1 O1a
R2 O2 X2 O2a
Keterangan :
R1 = Responden kelompok intervensi
R2 = Responden kelompok kontrol
X1 = Responden yang dilakukan intervensi
X2 = Responden yang tidak dilakukan intervensi (Kontrol)
O1 = Pengukuran awal kekuatan otot ekstremitas atas pada kelompok kontrol
O1a = Pengukuran akhir kekuatan otot ekstremitas pada kelompok kontrol
O2 = Pengukuran awal kekuatan otot ekstremitas atas pada kelompok kontrol
atau intervensi
O2a = Pengukuran akhir kekuatan otot ekstremitas atas pada kelompok
kontrol atau intervensi
45
46
b) Kriteria Ekslusi
1) Responden yang bertempat tinggal tidak di kota Bengkulu.
2) Responden yang mengundurkan diri (drop out)
𝛼 2
2𝜎 2 (𝑍1 − + 𝑍1 − 𝛽)
𝑛= 2
(µ1 − µ2)2
Keterangan :
n = jumlah sampel
𝛼
𝑍1 − 2 = standar normal deviasi untuk 𝛼 (standar deviasi 𝛼 0,05 =
1,96)
−µ2 = nilai mean kelompok uji coba yang didapat dari literatur
peneliti berdasarkan pengalaman peneliti
𝜎 = estimasi standar deviasi dari beda mean data pretest dan posttest
berdasarkan literatur.
deviasi dari beda mean pretest dan posttest 𝜎 = 0,77. Besaran sampel
yang diperoleh :
= 14,2
= 14 Orang
14 x 10% = 1,4
14 + 1,4 = 15,4
= 16 Orang
D. Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti mengenai
kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien post stroke. Dengan cara
pengambilan data sebagai berikut :
a) Data diambil langsung dari responden yang akan melakukan kontrol
penyakit stroke di Poli Saraf RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
b) Mula-mula peneliti menjelaskan tujuan penelitian kemudian meminta
persetujuan untuk menjadi responden, apabila menolak maka peneliti
membatalkan akan meneliti pasien, namun apabila pasien bersedia
maka peneliti akan meminta responden untuk menandatangani surat
pernyataan kesediaan menjadi reponden penelitian.
49
meliputi usia, pekerjaan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis stroke, dan
frekuensi serangan.
F. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan komputer, dengan
tahap sebagai berikut :
a. Editing
Hasil lembar observasi dilapangan dilakukan penyuntingan (editing)
terlebih dahulu. Lembar yang telah terkumpul akan dicek kembali
kelengkapan datanya.
b. Coding
Setelah semua data lembar observasi di cek, langkah selanjunya akan
dilakuakan Coding (memberi tanda kode), kode tersebut berupa pemisah
antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi
c. Sorting
Data kemudian dikelompokkan sesuai dengan kode masing-masing
apakah pada kelompok kontrol atau pada kelompok intervensi.
d. Data Entry dan Processing
Jawaban dari masing-masing responden dimasukkan ke dalam program
atau huruf menjadi data angka atau bilangan
e. Cleaning
Setelah semua data dimasukkan, data kembali lagi di cek ulang untuk
melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini
disebut pembersihan data (data cleaning)
51
G. Analisa Data
Data yang telah diolah baik pengolahan secara manual maupun
menggunakan komputer, tidak akan ada maknanya tanpa dianalisis.
Menganalisis data tidak sekedar mendeskripsikan dan menginterpretasikan
data yang telah diolah. Keluaran akhir dari analisis data kita harus
memperoleh makna atau arti dari hasil penelitian tersebut. Dalam tahap ini
data diolah dan dianalisis dengan teknik tertentu. Data kualitatif diolah dengan
teknik analisis kalitatif, sedangkan data kuantitatif diolah dengan
menggunakan teknik analisis kuantitatif (Notoatmodjo, 2010).
a. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariate
tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai
mean atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada umumnya dalam
analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase
dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010)
b. Analisis Bivariate
Analisis bivariat merupakan analisa data yang berbicara tentang
hubungan antara dua variabel (Dahlan, 2011). Data tidak berdistribusi
normal jika digunakan uji Wilcoxon Signed Ranks Test untuk
mengetahui rata-rata perbedaan pre-post pada kelompok intervensi dan
rata-rata pada kelompok kontrol. Sedangkang unntuk melihat
membandingkan rata-rata perbedaan kelompok intervensi dan
kelompok kontrol digunakan uji Mann-Whitney.
52
H. Alur Penelitian
Perizinan Penelitian
Pre Test kekuatan otot ekstremitas atas Pre Test kekuatan Otot Ekstremitas Atas
Post Test kekuatan otot ekstremitas atas Post Test Kekuatan Otot Ekstremitas
Atas
I. Etika Penelitian
Peneliti dalam melakukan penelitian, mempertimbangkan prinsip etik.
Adapun prinsip etik tersebut adalah (Notoatmodjo, 2010), yakni :
a. Menghormati harkat dan martabat manusia (Respect for human dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian
tersebut. Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada
subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi
(berpartisipasi). Sebagai ungkapan, peneliti menghormati harkat dan
martabatsubjek penelitian, dengan mempersiapkan formulir persetujuan
subjek (infom consent).
b. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy and confidentiality)
Setiap orang berhak untuk tidak memberikan apa yang
diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh
menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan subjek
identitas, cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas
responden.
c. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an
inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga peneliti dengan
kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Lingkungan penelitian perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip dengan menjelaskan prosedur
penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian
memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan
jender, agama, etnis, dan sebagainya.
54
Adi, D.dirga dan Kartika, R. Dwi (2017). Pengaruh Terapi Aktif Menggenggam Bola
Karet Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di wilayah
Kerja Puskesmas Pengasih II Kulon Progo Yogyakarta.
American Heart Association. Hearth Disease and Stroke Statistic 2017 Update : A
Report from American Hearth Association.Diperoleh dari
https://www.ahajournals.org/doi/full/10.1161/CIR.0000000000000485. Diakses
pada tanggal 4 september 2019
Bakara, D. M. 2016. Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif Terhadap Rentang Sendi
Pasien Pasca Stroke. Idea Nursing Journal 7(2): 13.
Bobak & Irene M., Boitano, S., & Brooks, H, L., (2012). Gamong’s Review of
Medical Physiology 24th edition. McGraw-Hill Companies, Inc.
Fagan, S.C., dan Hess, D.C., (2008), Stroke dalam Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee,
G.C., Matzke, G., Wells, B.C., & Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy : A
Pathorhysiologic Appoarch, seventh Edition, Appleton and Lange New York.
Hand, A. C,. (n.d). Hand Grip Strength Hand Grip Stregth Protocol, 2-3
Irfan, M. (2010). Fisioterapi bagi insan stroke. Edisi I. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Junaidi, dr, Iskandar (2011). Stroke, Waspadai Ancamannya, Panduan stroke paling
lengkap, Yogyakarta:ANDI
Jhon M.Mayer,Phd., Lee Ralph, MD, Michele Look, MD, Geetha N. Erasala, MS,
Joe L. Verna, DC, Leonard N. Matheson, Phd, Vert Mooney, MD., (2015).
Treating acute low back pain with contaneous low level heat wrap theraphy
and or axercise : a random control trial. The Spine Jurnal 5. Hal 395-403
Ling Yang, et al. (2012). Pilot Comparative Study Of Motion (ROM) Aktif-Asitif
Spherical Grip Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pada
Asuhan Keperawatan Tn.W Dengan Stroke Di Ruangan Anyelir RSUD Dr.
Soedirman Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. Kusuma Husada Surakarta
Misbach, J., (2010). Pandangan umum mengenai stroke, dalam Al Rasyid &
Soetidewi, L, Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta:
Balai Penerbit FK-UI
Mubarak, IW. & Chayatin, N (2012). Kebutuhan dasar Manusia. Jakarta : ECG
Muttaqin, A. (2009) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Edited by A. Novianti. Jakarta:Gramedia.
Nasir, M. (2017). Global Health Science, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN
2503-5088 Global Health Science, Http://jurnal.csdforum.com/index.php/ghs
Global Health Science http://jurnal ,2(3), pp. 283-290
Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta
Potter & Perry (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: ECG.
Price & Wilson (2010). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, E/6,
Vol.2. Jakarta:ECG
Prok, Winona., Joudy Gessal., L.S Angliadi. (2016). Pengaruh Latihan Gerak Aktif
Menggenggam Bola Pada Pasien Stroke Diukur dengan Handgrip
Dynamometer, Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1 Januari-April 2016.
Pudjiastuti, S.S. & Utomo, B. (2013). Fisioterapi pada Lansia. ECG, Jakarta
RISKESDAS (2018). Hasil Utama Riset Keshatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2018
/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf. Diakses Pada 4 Septeber 2019
Scoot F. Nadler, DO, FACSM, Kurt Weingand, Ph.D, DUM, and Roger Kruse, MD
(2014). The Physiologic Basic and Clinical Aplication of Cryotherapy and
Thermotherapy for the Pain Practicioner. Pain Physician, Vol.7, No.3. hal.
395-399, 2004. ISSN 1533-3159
Smeltzer & Bare (2010). Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Vol 1. Alih Bahasa :
Agung Waluyo. Jakarta:ECG
NO PROSEDUR KET
1 PERSIAPAN
b. Siku
Fleksi (160o) menggerakkan daerah siku mendekati
lengan atas
Ekstensi (160o) dan luruskan kembali
c. Lengan Bawah
Supinasi (70o-90o) menggerakkan tangan dengan
telapak tangan diatas
Pronasi (70o-90o) menggerakkan tangan dengan
telapak tangan dibawah
d. Pergelangan Tangan
Fleksi (80o-90o) menggerakkan pergelangan tangan
kearah bawah
Ekstensi (80o-90o) menggerakkan tangan kembali
lurus
Hiperekstensi (80o-90o) menggerakkan tangan ke arah
atas
e. Jari-Jari Tangan
Fleksi (90o) tangan menggenggam
Ekstensi (90o) membuka genggaman
Hiperekstensi (30o-60o) menggerakkan jari-jari kearah
atas
Abduksi (30o) merenggangkan jari tangan
Adduksi (30o) mendapatkan kembali jari-jari tangan
f. Ibu jari
Fleksi (90o) menggenggam
Ekstensi (90o) membuka genggaman
Abduksi (30o) menjauhkan/merenggangkan ibu jari
Adduksi (30o) mendekatkan ibu jari
Posisi mendekatkan ibu jari ke telapak tangan
g. Pinggul
Fleksi (90o-120o) : menggerakka tungkai ke depan
dan ke atas
Ekstensi (90o-120o) : Menggerakkan kembali ke
samping tungkai yang lain
Hiperekstensi (30o-50o) : menggerakkan tungkai ke
belakang tubuh
Abduksi (30o-50o) : menggerakkan tungkai ke
samping menjauhi tubuh
Adduksi (30o-50o) : menggerakkan kembali tungkai
ke posisi medial dan melibihi jika mungkin
Rotasi dalam (90o): memutar kaki dan tungkai ke
arah tungkai lain
Rotasi luar (90o) : memutar kaki dan tungkai
menjauhi tungkai lain
Sirkumdasi : menggerakkan tungkai memutar
h. Lutut
Fleksi (120o-130o) : menggerakkan tumit ke arah
belakang paha
Ekstensi (120o-130o) : mengembalikan tungkai ke
lantai
i. Mata kaki
Dorsofleksi (20o-30o) : menggerakkan kaki sehingga
jari jari kaki menekuk ke atas
Plantarfleksi (45o-50o) : menggerakkan kaki
sehingga jari jari kaki menekuk ke bawah
j. Kaki
Inversi (10o atau kurang) : memutar telapak kaki ke
samping dalam (medial)
Eversi (10o atau kurang) : memutar telapak kaki ke
samping luar (lateral)
k. Jari-jari kaki
Fleksi (30o-60o) : melengkungkan jari-jari kaki ke
bawah
Ekstensi (30o-60o): meluruskan jari-jari kaki
Abduksi (15o atau kurang) : merenggangkan jari-jari
kaki satu dengan yang lainnya
Adduksi (15o atau kurang) : merapatkan kembali
bersama-sama
4 TERMINASI
NO PROSEDUR KET
1 PERSIAPAN
Baskom berisi air hangat sesuai kebutuhan (40-46oC)
Handuk keci
2 PROSES
1. Dekatkan alat-alat ke pasien
2. Perhatikan lingkungan sekitar
3. Cuci tangan
4. Atur posisi senyaman mungkin
5. Masukkan ke dalam air hangat yang telah disediakan
6. Kemudian peras handuk tersebut lalu letakkan pada
area yang akan dikompres
7. Lakukan tindakan selama 15 menit dan kompres
setiap 5 menit
8. Setelah tindakan selesai atur kembali posisi pasien
9. Bereskan alat-alat
10. Cuci tangan
3 EVALUASI
Evaluasi respon klien
4 Dokumentasi
1. Waktu pelaksanaan
2. Catat hasil dokumentasi setiap tindakan yang
dilakukan dan evaluasi tindakan
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
DEMOGRAAAFI RESPONDEN
No Responden :
1. Nama (inisial) :
Laki-laki
3. Agama : Islam
Kristen
Hindu
Budha
Kedua
PNS/POLRI/TNI
Wiraswasta
Buruh
Petani/ Nelayan
SD
SMP
SMA/SMK
Perguruan Tinggi
Iskemik
Belum diketahui
Kawin
Cerai
Janda/Duda
Petunjuk :
Pre Test
Post Test