Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KOMUNIKASI TERAUPETIK PADA KLIEN DENGAN MASALAH

GANGGUAN FISIK
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Keperawatan

Dosen Pengampu : Suci Nurjanah, M.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 7/2B

1. Ronand Avigusta P (17613038)


2. Inggar Maharani (17613045)
3. Camelia Marta Restu G (17613060)
4. Syifa Ajeng Aulia O (17613063)
5. Yopi Kartika Rini (17613066)

DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2018

i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
yang berjudul “KOMUNIKASI TERAUPETIK PADA KLIEN DENGAN MASALAH
GANGGUAN FISIK” makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi
Keperawatan

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr H. Sulton M,Si selaku rektor Universitas Muhammadiyah Ponorogo
yang telah mendukung pembuatan makalah ini.
2. Bapak Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,M.kes selaku dekan fakultas ilmu kesehatan
3. Ibu Rika Maya Sari, M.Kes selaku kaprodi D III Keperawatan
4. Ibu Ririn Nasriati, M.Kep selaku dosen wali kelas 2B D III Keperawatan
5. Ibu Suci Nurjanah, M.Kep selaku dosen mata kuliah Komunikasi Keperawatan
6. Kedua orang tua kami yang senantiasa selalu mendukung kami.
7. Semua rekan-rekan kelas 2B DIII Keperawatan yang telah membantu kegiatan
dalam pembuatan makalah ini.

Kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Mengingat kemampuan yang kami miliki, dalam penulisan makalah ini
tentunya masih banyak kekurangan baik pada materi maupun teknis penulisan materi.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan,
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Ponorogo, 25 Juli 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 1
1.4 Manfaat ................................................................................................................................... 2
1.4.1 Manfaat Teoritis ..................................................................................................................... 2
1.4.2 Manfaat Praktis ...................................................................................................................... 2
BAB II..................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 3
2.1 Definisi komunikasi ...................................................................................................................... 3
2.2 Pengertian komunikasi teraupetik ........................................................................................... 3
2.3 Macam macam komunikasi teraupetik pada klien dengan masalah gangguan fisik ............... 4
2.3.1 Komunikasi terapeutik klien tuna netra ................................................................................. 4
2.3.2 Komunikasi terapeutik pada klien tuna rungu ....................................................................... 5
2.3.3 Komunikasi terapetik pada klien tuna wicara ........................................................................ 7
2.4 Hambatan dan hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi pada klien gangguan fisik 7
2.4.1 Pada klien tuna netra ....................................................................................................... 7
2.4.2 Pada klien tuna rungu ...................................................................................................... 8
2.4.3 Pada klien tuna wicara .................................................................................................... 9
2.5 Cara berkomunikasi dengan klien dengan masalah gangguan fisik........................................ 9
2.5.1 Pada klien tuna netra .............................................................................................................. 9
2.5.2 Pada klien tuna rungu........................................................................................................... 10
2.5.3 Pada klien tuna wicara ......................................................................................................... 10
BAB III ................................................................................................................................................. 12
PENUTUP ............................................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 12
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 12

iii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 13

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Komunikasi adalah Suatu proses dua arah yang meliputi pengiriman dan penerimaan
pesan (Kozier, 2000) ataupun transaksi dengan proses dimana komponen-komponennya
saling terkait dan bahwa para komunikator beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan
dan keseluruhan. Sehingga dari proses berinteraksi atau terjadi transaksi dengan maksud
dimana komponen-komponennya saling terkait dan para komunikator beraksi dan
bereaksi.

Proses komunikasi memiliki tujuh unsur, diantaranya sumber, pesan, media,


penerima, pengaruh, tanggapan balik, dan lingkungan. Setiap proses komunikasi memiliki
tujuan untuk efisiensi dan efektivitas. Efisiensi maksudnya adalah dengan sumber daya
yang ada, tetap diusahakan sebuah proses komunikasi mencapai hasil yang maksimal.
Ketika seorang komunikator menyampaikan pesan, materi pesan yang disampaikan sebisa
mungkin mendapatkan feed back yang positif dari penerima pesannya, efektivitas
diartikan sebagai caraa mengoptimalkan setiap fungsi komponen dalam proses
komunikasi, baik itu komunikator, media, pesan, maupun komunikan harus memainkan
perannya secara tepat untuk menciptakan iklim yang kondusif sehingga proses
komunikan perannya secara tepat untuk menciptakan iklim yang kondusif sehingga
proses komunikasi mencapai tujuannya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan komunikasi?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan komunikasi teraupetik?
1.2.3 Apa saja macam macam komunikasi teraupetik pada klien dengan masalah
gangguan fisik?
1.2.4 Apa saja hambatan dan hal hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi
dengan klien dengan masalah gangguan fisik?
1.2.5 Bagaimana cara berkomunikasi dengan klien dengan masalah gangguan fisik?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan komunikasi
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan komunikasi teraupetik

1
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja macam macam komunikasi teraupetik pada klien
dengan masalah gangguan fisik
1.3.4 Untuk mengetahui apa saja hambatan dan hal hal yang perlu diperhatikan dalam
berkomunikasi dengan klien dengan masalah gangguan fisik
1.3.5 Untuk mengetahui cara berkomunikasi dengan klien dengan masalah gangguan
fisik
1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis


1.Untuk landasan dalam pengembangan pengetahuan di bidang keperawatan tentang
berkomunikasi dengan pasien dengan masalah gangguan fisik

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Bagi pembaca, hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
tentang berkomunikasi dengan pasien dengan masalah gangguan fisik
2. Bagi penulis, penulis mempunyai pengetahuan dan wawasan mengenai
berkomunikasi dengan pasien dengan masalah gangguan fisik

3. Bagi penulis selanjutnya, hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan referensi
untuk penulisan makalah tentang berkomunikasi dengan pasien dengan
masalah gangguan fisik

4. Bagi Tenaga Kesehatan, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan


tenaga kesehatan tentang berkomunikasi dengan pasien dengan masalah gangguan
fisik

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi komunikasi


Komunikasi adalah hubungan kontak antar manusia baik individu maupun kelompok.
Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan
manusia itu sendiri. Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan
lingkungannya.

1. Komunikasi menurut Suprapto (2011 : 6)

“Suatu proses interaksi yang mempunyai arti antara sesama manusia”.

2. Kominukasi menurut Ruslan (2008 : 83)

“Komunikasi merupakan alat yang penting dalam fungsi public relations.” Public
menaungi dan menghargai suati kinerja yang baik dalam kegiatan komunikasi secara
efektif dan sekaligus kinerja yang baik tersebut untuk menarik perhatian public serta
tujuan penting yang lainnya dari fungsi public relations.

Berdasarkan kutipan-kutipan diatas, komunikasi dapat disimpulkan merupakan


kegiatan interaksi yang dilakukan dari satu orang ke orang lain, sehingga akan tercipta
persamaan makna dan tercapai persamaan makna dan terciptanya satu tujuan.

2.2 Pengertian komunikasi teraupetik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan


dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat
dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah saling membutuhkan antar
perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan kedalam komunikasi pribadi diantara
perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan.

Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja


sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.

3
Tujuan komunikasi terapeutik, membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien,
membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.

2.3 Macam macam komunikasi teraupetik pada klien dengan masalah gangguan fisik

2.3.1 Komunikasi terapeutik klien tuna netra


Kata “tuna netra” dalam KBBI berasal dari kata “tuna” yang artinya rusak
atau cacat dan kata “netra” artinya mata atau penglihatan, jadi kata tuna netra
artinya rusak penglihatan. Sedangkan orang buta adalah orang yang rusak
penglihatanya secara total.

Secara umum para medis mendefinisikan tunanetra sebagai orang yang


memiliki ketajaman sentral 20/200 feet atau ketajaman penglihatan hanya pada
jarak 6 meter atau kurang, walaupun dengan menggunakan kaca mata.

Klasifikasi tuna netra:

a. Terjadi kecacatan, yakni sejak seseorang menderita tunanetra yang dapat


digolongkan sebagai berikut:
1) Penderita tuna netra sejak lahir, yakni mereka yang sama sekali tidak
memiliki pengalama melihat
2) Penderita tunametra setelah lahir, yakni mereka yang sudah memiliki kesan
serta penglihatan visual, tetapi belum kuat dan mudah terlupakan
3) Penderita tunanetra pada usia sekolah atau remaja, kesan-kesan pengalaman
visual meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses
perkembangan pribadi
4) Penderita tuna netra pada usia dewasa, merupakan mereka yang dengan
segala kesadaran masih mampu melakukan latihan-latihann penyesuaian diri
5) Penderita tunanetra pada usia lanjut, yaitu mereka yang sebagian besar sudah
sulit mengalami latihan-latihan diri.
b. Berdasarkan kemampuan daya lihat, yaitu:
1) Penderita tunanetra ringan, yaitu mereka yang mempunyai kelainan atau
kekurangan daya penglihatan
2) Penderita tunanetra setengah berat, yaitu mereka yang mengalami sebagian
daya penglihatan

4
3) Penderita tuna netra, yaitu mereka yang sama sekali tidak dapat melihat
atau yang sering disebut buta

Faktor penyebab tunanetra:

Faktor penyebab tunanetra dapat terjadi berdasarkan waktu kecacatan,


ketunanetraan bisa terjadi pada saat di kandungan. Di keadaan ini terjadi denga
penyebab utama adalah faktor keturunan, faktor endogen, faktor eksogen.

2.3.2 Komunikasi terapeutik pada klien tuna rungu


Komunikasi terapeutik sangat diperlukan apalagi pada pasien tuna rungu yang yang
mengalami kesulitan dalam menerima informasi.

A. Definisi Tuna Rungu

Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan


kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran. Dalam perspektif patologis yang
dianut oleh pakar medis, kedokteran, ahli pendidikan dan masyarakat umum yang
memandang bahwa ketunarunguan sebagai impairment atau kerusakan (gangguan).

Menurut bukti hasil penelitian antropologis atau linguistik pada orang tunarungu lebih
dianggap sebagai orang yang cacat sehingga perlu dinormalisasikan melalui lembaga
pendidikan khusus maupun rehabilitasi selama beberapa dekade. Mereka selalu berpikir
orang tuna rungu harus bisa berbicara dan mendengar dengan menggunakan kecanggihan
teknologi alat bantu dengar dan cochlear implants karena mau tidak mau mereka hidup di
tengah dunia masyarakat.

Ada upaya-upaya untuk menyembuhkan pendengaran mereka dengan teknologi


kedokteran dan dampak ketunarunguan mereka terhadap psikologisnya cenderung
menjadi pedoman untuk menyatakan bahwa mereka perlu diterapi untuk dapat melakukan
adaptasi sosial di lingkungannya.

B. Klasifikasi Ketunarunguan

Pada umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok
besar yaitu tuli dan kurang dengar.

5
1. Tuli

Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar


sehingga membuat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai atau
tidak memakai alat dengar .

2. Kurang dengar

Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian


kemampuan mendengar, akan tetapi ia masih mempunyai sisa pendengaran dan
pemakaian alat bantu dengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses
informasi bahasa melalui pendengaran.

a) Berdasarkan tingkat kerusakan atau kehilangan kemampuan mendengar percakapan


atau bicara orang digolongkan dalam 5 kelompok, yaitu

1. Sangat ringan 27 – 40 dB
2. Ringan 41 – 55 dB
3. Sedang 56 – 70 dB
4. Berat 71 – 90 dB
5. Ekstrim 91 dB ke atas Tuli

b) Ketunarunguan berdasarkan tempat terjadinya kerusakan, dapat dibedakan atas

1. Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-
bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut tuli konduktif.
2. Kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang menyebabkan
tuli sensoris

C. Karakteristik Tunarungu

Karakteristik individu yang mengalami tuna rungu adalah sebagai berikut :

a. Egosentrisme yang melebihi anak normal.


b. Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.
c. Ketergantungan terhadap orang lain
d. Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.

6
e. Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak
masalah.
f. Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

2.3.3 Komunikasi terapetik pada klien tuna wicara


Indra wicara merupakan organ kompleks yang terdiri atas sistem saraf pengatur
wicara pada korteks serebri, pusat pengatur pernafasan di pons, struktur mulut dan
tenggorok, serta paru-paru sebagai pensuplai udara yang digunakan untuk menghasilkan
suara. Sebenarnya suara yang timbul dari mulut kita merupakan udara yang dihembuskan
paru-paru melewati pita suara sehingga dihasilkan suara. Proses ini disebut vonasi. Suara
yang muncul akibat getaran pita suara masih merupakan suara murni sehingga terdengar
seperti suara “aaaa”.

Suara yang muncul dari tenggorok selajutnya dipantulkan melalui langit-langit


(palatal), lidah (lingual) dan bibir (labial), yang kemudian membentuk susunan vokal dan
konsonan serta membentuk kata-kata kompleks. Proses ini disebut artikulasi.

Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita
suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan
wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar.
Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.

2.4 Hambatan dan hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi pada klien
gangguan fisik

2.4.1 Pada klien tuna netra


Hal-hal yang perlu diperhatikan

1. Dalam berkomunikasi perlu pertimbangan isi dan nada suara


2. Periksa lingkungan fisik
3. Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
4. Komunikasikan pesan secara singkat
5. Komunikasikan hal-hal yang berharga saja
6. Dalam merencanakan Komunikasi, berkonsultasilah dengan pihak lain agar
memperoleh dukungan

7
2.4.2 Pada klien tuna rungu

Masalah Komunikasi Pada Pasien Tuna Rungu

Masalah komunikasi yang terjadi pada pasien tuna rungu


a. Mengalami kesulitan dalam menerima dan memberikan informasi dalam
interaksinya.
b. Mudah marah dan cepat tersinggung (apabila salah dalam mendengar)
Kurangnya kesadaran akan aspek-aspek diri sendiri yang akan sangat
mempengaruhi interaksi dengan orang lain

Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi tidaklah mudah. Sebelum


menempatkan anak tunarungu di kelas inklusi, sebaiknya persyaratan dibawah ini dapat
dipenuhi, yaitu :

1. Anak tunarungu harus memiliki bahasa yang cukup. Artinya sebelum anak tunarungu
dimasukan dalam kelas inklusi terlebih dahulu harus memiliki bahasa yang dapat
menjembatani pembelajaran yang dilakukan dikelas inklusi dan mampu berkomunikasi
dengan baik.

2. Sekolah yang di dalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus memiliki


guru pendamping yang berlatarbelakang PLB, lebih baik lagi jika guru pendamping
tersebut berlatarbelakang dari sekolah luar biasa dengan bidang kajian yang sama
dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas inklusi.

3. Guru regular hendaknya memahami karakteristik anak tunarungu serta sedapat


mungkin mampu berempati terhadap anak tunarungu agar pembelajaran yang diberikan
dapat dipahami dengan mudah.

4. Guru regular mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak tunarungu


seperti prinsip keterarahwajahan, keterarahsuaraan, prinsip intersubyektivitas dan
prinsip kekonkritan.

5. Lingkungan di sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan anak
berkebutuhan khusus.

6. Sarana dan prasarana yang mendukung bagi anak berkebutuhan khusus.

8
2.4.3 Pada klien tuna wicara

Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal berikut
perlu diperhatikan :

a. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir klien.


b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata
yang diucapkan klien.
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik.
d. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
e. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.
f. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
g. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan
klien untuk menjadi mediator komunikasi.
2.5 Cara berkomunikasi dengan klien dengan masalah gangguan fisik
2.5.1 Pada klien tuna netra
Menurut Sheldon (2009), hilang penglihatan atau kebutaan menyebabkan defisit
komunikasi karena penglihatan memungkinkan orang melihat pembicara dan ekspresi
wajah serta gesturnya. Hilang penglihatan memberikan kerugian bagi pasien karena tidak
keseluruhan pesan diterima. Klien dengan gangguan penglihatan, komunikasinya sangat
tergantung pada pendengaran dan sentuhan.
Teknik komunikasi yang dilakukan:
1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan
persial atau sampaikan secara verbal keberadaan/kehadiran perawat ketika anda
berada didekatnya.
2. Identifikasi diri dengan menyebutkan nama dan peran perawat
3. Bicara dengan nada suara normal
4. Terangkan alasan perawat menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum
melakukan sentuhan pada klien
5. Ketika meninggalkan ruangan atau hendak memutuskan komunikasi,
informasikan pada klien
6. Orientasikan klien pada suara-suara yang terdengar sekitarnya

9
7. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien dipindah ke lingkungan yang
asing baginya

2.5.2 Pada klien tuna rungu


Cara Penyelesaian Masalah Dalam Komunikasi Pada Tuna Rungu

Berikut merupakan cara penyelesaian masalah dalam komunikasi pada klien tuna
rungu :
a. Menggunakan bahasa isyarat.
b. Libatkan keluarga dalam komunikasi dengan tuna rungu.
c. Gunakan alat bantu dengar.
d. Gunakan bahasa pantomin.
Media komunikasi yang paling sering digunakan adalah media visual, bukan dari
suara yang dikeluarkan tetapi dari gerak bibir lawan bicaranya. Upayakan sikap dan
gerakan perawat dapat ditangkap oleh indra visualnya.

Teknik komunikasi yang dilakukan:

1. Orientasikan kehadiran perawat dengan cara menyentuh klien atau posisi diri
didepan klien
2. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana, bicara perlahan untuk
memudahkan klien membaca gerakan bibir perawat
3. Usahakan bicara dengan posisi tepat didepan klien, pertahankan sikap tubuh dan
mimik wajah yg lazim
4. Perawat jangan melakukan pembicaraan ketika sedang mengunyah sesuatu
5. Gunakan gerakan pantomim bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan
perlahan
6. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan
7. Apabila ada sesuatu yg sulit untuk dikomunikasikan, coba dalam bentuk tulisan
atau simbol atau gambar

2.5.3 Pada klien tuna wicara


Tekhnik komunikasi pada klien tuna rungu maupun tuna wicara :

a. Penekanan intonasi dan gerak bibir


b. Menurunkan jarak.
c. Gunakan isyarat kata-kata atau bahasa yang berbentuk tindakan.

10
d. Pengulangan kata.
e. Menyentuh klien.
f. Menjaga kontak mata.
g. Jangan melakukan pembicara ketika pasien sedang mengunyah
h. Gunakan bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerak sederhana dan
perlahan.
i. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari jika bisa dan diperlukan
j. Jika ada sesuatu yang sulit dikomunikasikan coba sampaikan dalam bentuk
tulisan, gambar atau simbol.
k. Gunakan bahasa, kalimat, kata-kata yang sederhana.

Mampu berkomunikasi secara efektif dengan bahasa isyarat sangat penting karena
memudahkan kita untuk berkomunikasi dengan penderita Tuna Rungu (Tuli) maupun
Tuna Wicara (Bisu) sehingga tidak terjadi kesalah pahaman. Karena seringkali
banyak orang (termasuk saya) mengalami kesalahpahaman saat berkomunikasi
dengan penderita tuna rungu dan tuna wicara.

Dibawah ini ada beberapa jenis bahasa isyarat yang bisa di pakai:
1. American Sign Language:
Bahasa isyarat yang paling banyak dikenal dan telah dipakai sebagai pedoman bahasa
isyarat oleh dunia internasional.
2. British Sign Language:
Merupakan variasi dari ASL yang sering dipakai di negara Inggris dan juga telah
cukup dikenal di dunia internasional. Jenis BSL ini juga menggunakan gerakan tangan
yang lebih aktif dari ASL.
3. Indonesian Sign Language:
Isyarat ini telah diakui dan banyak digunakan di Indonesia. Dan tentu saja kita bisa
memakainya sebagai salah satu acuan bahasa isyarat untuk berkomunikasi di
Indonesia.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tindakan komunikatif pada saat terapi selesai, para terapis berharap semua program
yang telah dijalankan dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari dapat membuat anak dapat
berinteraksi dan berkomunikasi secara baik dengan orang lain agar anak tersebut dapat
diterima dilingkungan sekitarnya.

Situasi komunikatif terdiri dari situasi awal bertemu sebelum terapi, situasi
perkenalan, situasi kerja, dan situasi akhir sesudah terapi. Situasi yang memudahkan anak
untuk berinteraksi dengan lingkungannya yaitu pada saat situasi kerja karena pada saat terapi
lebih difokuskan pada sistem belajar secara berkelompok untuk mengoptimalkan anak yang
berkabutuhan khusus bisa sembuh, mandiri dan masuk ke sekolah umum.
Dengan begitu, anak dapat diterima oleh masyarakat di lingkungannya. Peristiwa
komunikatif merupakan unit dasar untuk tujuan deskriptif. Sebuah peristiwa tertentu
didefinisikan sebagai seluruh perangkat komponen yang utuh. Untuk menganalisis peristiwa
komunikatif dalam proses memudahkan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan.
3.2 Saran
Penulis menyarankan agar semua perawat dalam melakukan pelayanan pada klien
dengan gangguan khusus serta bekerja secara kolaborasi dengan menjadikan keamanan
dan keselamatan pasien sebagai prioritas utama. Perawat harus berusaha meningkatkan
kemampuan profesional secara mandiri atau secara bersama-sama dengan jalan
menambah ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan masalah masalah yang terkait dengan
pelayanan keperawatan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bunawan, Lani dan C. Susila Yuwati (2000), Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu, Yayasan
Santi Rama, Jakarta

Damaiyanti, Mukhripah 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan, Bandung


: PT. Refika Aditama.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004), Pedoman Pendidikan Terpadu/Inklusi Alat


Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas, Jakarta

Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung : Mandar Maju

13

Anda mungkin juga menyukai