Makalah Kom - Kep Kel 7
Makalah Kom - Kep Kel 7
GANGGUAN FISIK
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Keperawatan
Disusun oleh :
Kelompok 7/2B
DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2018
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
yang berjudul “KOMUNIKASI TERAUPETIK PADA KLIEN DENGAN MASALAH
GANGGUAN FISIK” makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi
Keperawatan
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr H. Sulton M,Si selaku rektor Universitas Muhammadiyah Ponorogo
yang telah mendukung pembuatan makalah ini.
2. Bapak Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,M.kes selaku dekan fakultas ilmu kesehatan
3. Ibu Rika Maya Sari, M.Kes selaku kaprodi D III Keperawatan
4. Ibu Ririn Nasriati, M.Kep selaku dosen wali kelas 2B D III Keperawatan
5. Ibu Suci Nurjanah, M.Kep selaku dosen mata kuliah Komunikasi Keperawatan
6. Kedua orang tua kami yang senantiasa selalu mendukung kami.
7. Semua rekan-rekan kelas 2B DIII Keperawatan yang telah membantu kegiatan
dalam pembuatan makalah ini.
Kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Mengingat kemampuan yang kami miliki, dalam penulisan makalah ini
tentunya masih banyak kekurangan baik pada materi maupun teknis penulisan materi.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan,
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 13
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi adalah Suatu proses dua arah yang meliputi pengiriman dan penerimaan
pesan (Kozier, 2000) ataupun transaksi dengan proses dimana komponen-komponennya
saling terkait dan bahwa para komunikator beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan
dan keseluruhan. Sehingga dari proses berinteraksi atau terjadi transaksi dengan maksud
dimana komponen-komponennya saling terkait dan para komunikator beraksi dan
bereaksi.
1
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja macam macam komunikasi teraupetik pada klien
dengan masalah gangguan fisik
1.3.4 Untuk mengetahui apa saja hambatan dan hal hal yang perlu diperhatikan dalam
berkomunikasi dengan klien dengan masalah gangguan fisik
1.3.5 Untuk mengetahui cara berkomunikasi dengan klien dengan masalah gangguan
fisik
1.4 Manfaat
3. Bagi penulis selanjutnya, hasil penulisan makalah ini dapat dijadikan referensi
untuk penulisan makalah tentang berkomunikasi dengan pasien dengan
masalah gangguan fisik
2
BAB II
PEMBAHASAN
“Komunikasi merupakan alat yang penting dalam fungsi public relations.” Public
menaungi dan menghargai suati kinerja yang baik dalam kegiatan komunikasi secara
efektif dan sekaligus kinerja yang baik tersebut untuk menarik perhatian public serta
tujuan penting yang lainnya dari fungsi public relations.
3
Tujuan komunikasi terapeutik, membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien,
membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
2.3 Macam macam komunikasi teraupetik pada klien dengan masalah gangguan fisik
4
3) Penderita tuna netra, yaitu mereka yang sama sekali tidak dapat melihat
atau yang sering disebut buta
Menurut bukti hasil penelitian antropologis atau linguistik pada orang tunarungu lebih
dianggap sebagai orang yang cacat sehingga perlu dinormalisasikan melalui lembaga
pendidikan khusus maupun rehabilitasi selama beberapa dekade. Mereka selalu berpikir
orang tuna rungu harus bisa berbicara dan mendengar dengan menggunakan kecanggihan
teknologi alat bantu dengar dan cochlear implants karena mau tidak mau mereka hidup di
tengah dunia masyarakat.
B. Klasifikasi Ketunarunguan
Pada umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok
besar yaitu tuli dan kurang dengar.
5
1. Tuli
2. Kurang dengar
1. Sangat ringan 27 – 40 dB
2. Ringan 41 – 55 dB
3. Sedang 56 – 70 dB
4. Berat 71 – 90 dB
5. Ekstrim 91 dB ke atas Tuli
1. Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-
bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut tuli konduktif.
2. Kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang menyebabkan
tuli sensoris
C. Karakteristik Tunarungu
6
e. Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak
masalah.
f. Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita
suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan
wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar.
Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.
2.4 Hambatan dan hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi pada klien
gangguan fisik
7
2.4.2 Pada klien tuna rungu
1. Anak tunarungu harus memiliki bahasa yang cukup. Artinya sebelum anak tunarungu
dimasukan dalam kelas inklusi terlebih dahulu harus memiliki bahasa yang dapat
menjembatani pembelajaran yang dilakukan dikelas inklusi dan mampu berkomunikasi
dengan baik.
5. Lingkungan di sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan anak
berkebutuhan khusus.
8
2.4.3 Pada klien tuna wicara
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal berikut
perlu diperhatikan :
9
7. Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien dipindah ke lingkungan yang
asing baginya
Berikut merupakan cara penyelesaian masalah dalam komunikasi pada klien tuna
rungu :
a. Menggunakan bahasa isyarat.
b. Libatkan keluarga dalam komunikasi dengan tuna rungu.
c. Gunakan alat bantu dengar.
d. Gunakan bahasa pantomin.
Media komunikasi yang paling sering digunakan adalah media visual, bukan dari
suara yang dikeluarkan tetapi dari gerak bibir lawan bicaranya. Upayakan sikap dan
gerakan perawat dapat ditangkap oleh indra visualnya.
1. Orientasikan kehadiran perawat dengan cara menyentuh klien atau posisi diri
didepan klien
2. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana, bicara perlahan untuk
memudahkan klien membaca gerakan bibir perawat
3. Usahakan bicara dengan posisi tepat didepan klien, pertahankan sikap tubuh dan
mimik wajah yg lazim
4. Perawat jangan melakukan pembicaraan ketika sedang mengunyah sesuatu
5. Gunakan gerakan pantomim bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan
perlahan
6. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan
7. Apabila ada sesuatu yg sulit untuk dikomunikasikan, coba dalam bentuk tulisan
atau simbol atau gambar
10
d. Pengulangan kata.
e. Menyentuh klien.
f. Menjaga kontak mata.
g. Jangan melakukan pembicara ketika pasien sedang mengunyah
h. Gunakan bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerak sederhana dan
perlahan.
i. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari jika bisa dan diperlukan
j. Jika ada sesuatu yang sulit dikomunikasikan coba sampaikan dalam bentuk
tulisan, gambar atau simbol.
k. Gunakan bahasa, kalimat, kata-kata yang sederhana.
Mampu berkomunikasi secara efektif dengan bahasa isyarat sangat penting karena
memudahkan kita untuk berkomunikasi dengan penderita Tuna Rungu (Tuli) maupun
Tuna Wicara (Bisu) sehingga tidak terjadi kesalah pahaman. Karena seringkali
banyak orang (termasuk saya) mengalami kesalahpahaman saat berkomunikasi
dengan penderita tuna rungu dan tuna wicara.
Dibawah ini ada beberapa jenis bahasa isyarat yang bisa di pakai:
1. American Sign Language:
Bahasa isyarat yang paling banyak dikenal dan telah dipakai sebagai pedoman bahasa
isyarat oleh dunia internasional.
2. British Sign Language:
Merupakan variasi dari ASL yang sering dipakai di negara Inggris dan juga telah
cukup dikenal di dunia internasional. Jenis BSL ini juga menggunakan gerakan tangan
yang lebih aktif dari ASL.
3. Indonesian Sign Language:
Isyarat ini telah diakui dan banyak digunakan di Indonesia. Dan tentu saja kita bisa
memakainya sebagai salah satu acuan bahasa isyarat untuk berkomunikasi di
Indonesia.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tindakan komunikatif pada saat terapi selesai, para terapis berharap semua program
yang telah dijalankan dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari dapat membuat anak dapat
berinteraksi dan berkomunikasi secara baik dengan orang lain agar anak tersebut dapat
diterima dilingkungan sekitarnya.
Situasi komunikatif terdiri dari situasi awal bertemu sebelum terapi, situasi
perkenalan, situasi kerja, dan situasi akhir sesudah terapi. Situasi yang memudahkan anak
untuk berinteraksi dengan lingkungannya yaitu pada saat situasi kerja karena pada saat terapi
lebih difokuskan pada sistem belajar secara berkelompok untuk mengoptimalkan anak yang
berkabutuhan khusus bisa sembuh, mandiri dan masuk ke sekolah umum.
Dengan begitu, anak dapat diterima oleh masyarakat di lingkungannya. Peristiwa
komunikatif merupakan unit dasar untuk tujuan deskriptif. Sebuah peristiwa tertentu
didefinisikan sebagai seluruh perangkat komponen yang utuh. Untuk menganalisis peristiwa
komunikatif dalam proses memudahkan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan.
3.2 Saran
Penulis menyarankan agar semua perawat dalam melakukan pelayanan pada klien
dengan gangguan khusus serta bekerja secara kolaborasi dengan menjadikan keamanan
dan keselamatan pasien sebagai prioritas utama. Perawat harus berusaha meningkatkan
kemampuan profesional secara mandiri atau secara bersama-sama dengan jalan
menambah ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan masalah masalah yang terkait dengan
pelayanan keperawatan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Bunawan, Lani dan C. Susila Yuwati (2000), Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu, Yayasan
Santi Rama, Jakarta
13