Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES MANDIBULA

Oleh:

ANISA HIDAYATUL ROHMA

NIM 17613043

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHETAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2020
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Oleh : ANISA HIDAYATUL ROHMA

Judul : LAPORAN PENDAHULUAN ABSES MANDIBULA

Disusun dalam rangka memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan 3 Mahasiswa DIII

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo di RSUD dr.

Saiful Anwar Malang.

Pembimbing Institusi

(Sri Andayani, S.Kep., Ners., M.Kep )


NIDN. 0711128601
ABSES MANDIBULA

A. Definisi

Abses terjadi sebagai akumulasi dari pus dalam suatu rongga patalogis yang dapat

terjadi dibagian tubuh manapun sebagai reaksi pertahanan tubuh terhadap benda asing.

Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang terbentuk dalam

jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri, parasit atau benda asing

lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan mencegah agen-agen infeksi

menyebar ke bagian tubuh lainnya.

Abses submandibula adalah pembengkakan yang cepat pada dasar mulut dan ruang

submandibula yang merupakan sekunder infeksi dari infeksi jaringan lunak, infeksi tonsil

dan infeksi gigi premolar dan molar bawah.

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang diertai pembentukan pus pada

daerha submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam

(deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal

dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin

juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lainnya (Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, 2007).

B. Anatomi

Ruang submandibular terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang

sublingual dipisahkan oleh ruang submaksila oleh otot milodiodid. Ruangan submaksila

selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot

digastrikus anterior (Yuliana Litha, dkk, 2019).


Ruang submandibula terletak di antara m. mylohyoid, kulit dan fasia superfisialis.

Sebelah atas dibatasi oleh membrane mukosa dasar mulut dan lidah, sebelah bawah

dibatasi fasia yang membentang dari os hyoid ke mandibula. Ruang submandibula terbagi

2 oleh m. mylohyoid dimana ruang sebelah atas m. mylohyoid berisi glandula

sublingualis dan runang di bawah m. mylohloid berisi glandula submandibula.

C. Etiologi

Abses submandibula adalah penyakit yang dapat berpotensi mengancam nyawa jika

proses infeksinya menybar sampai ke mediastinum. Kondisi predisposisi adalah diabetes

mellitus, neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik, glomeruloneohritis, dermatomiositis

dan lupus eritematous sistemik. Paling sering terjadi pada usia 20 dan 60 tahun, dengan

dominasi perbandingan laki-laki dan perempuan 3 : 1 (Santosa, Agus, 2017)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Paolo Rizzo, penyebab tersering abses

submandibula adalah infeksi pada gigi (46,9%). Selain disebabkan oleh infeksi gigi,

infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh sialadenitis kelenjar submandibula,

limfadenitis, trauma, atau pembedahan dan bisa juga sebagai kelanjutan infeksi ruang

leher dalam lain. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob, anaerob atau

campuran.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Huang T, Chen T, Rong P, Tseng

F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection: analysis of 18 cases mengatakan bahwa kultur

penyebab dari Abses Submandibula disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik

kuman aerob, anaerob maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan

adalag Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilusinfluenza, Streptococcus Penumonia,

Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan
pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negative, seperti Bacteroides,

Prevotella maupun Fusobacterium.

D. Patofisiologi

Jika bakteri menusup kedalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeks.

Sebgian sel mati dan hancur, menigglakan rongga yang berisi jaringan dan se-sel yang

terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalalm melawan infeksi,

bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri.sel darah putih kakan

mati, sel darah putih yang mati inilah yang memebentuk nanah yang mengisis rongga

tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong jaringan

pada akhirnya tumbuh di sekliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses hal ini

merupakan mekanisme tubuh mencefah penyebaran infeksi lebih lanjut jka suat abses

pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah

permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.


E. Pathway

Bakteri

Menginvasi jaringan sehat Kerusakan integritas


jaringan kulit

Infeksi
Meninggalkan
rongga berisi
Kematian sel jaringan & sel mati

Hipotalamus Pelepasan Sitokin Akumulasi pus


dalam rongga

P↑ suhu tubuh Memicu inflamasi


Mendorong
jaringan sekitarnya
Hipertermi Menarik kedatangan
leukosit
Terbentuk dinding
oleh sel-sel sehat
Leukosit
Nyeri melawan infeksi
ABSES
Sensi nyeri Kematian
leukosit
Pembedahan
Nyeri telan
Pre
Tetap masuk Post
Cemas bakteri
Anoreksia Luka insisi

Anxietas Resiko
P↓ intake nutrisi Nyeri Kerusakan
infeksi
integritas
kulit
Pemenuhan nutrisi kurang Intoleransi
dari kebutuhan aktivitas
F. Tanda Gejala

1. Nyeri leher

2. Demam

3. Trismus

4. Pembengkakan pada daerah bawah mandibula dan bawah leher

5. Kesulitan dalam membuka mulut dan makan

6. Teraba hangat

7. Kemerahan

8. Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan.
7
G. makan.
G. Komplikasi

1. Diabetes militus

2. Trismus

3. Dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah, dapat terjadi ruptur,

sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat

timbul tromboflebitis dan septicemia.

4. Infeksi yang meluars ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis mandibula dan

vertebra servikal. Dapat juga terjadi obstuksi saluran nafas atas, mediastinitis,

dehidrasi dan sepsis.

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Laboratorium

2. Pemeriksaan Kultur (untuk mengetahui jenis bakteri penyebab abses)

3. Pemeriksaan foto polos dada (untuk mengetahui adanya komplikasi)

4. CT Scan
5. MRI (dapat mengetahui lokasi abses, perluasan dan sumber infeksi)

6. Ultrasonografi atau USG (dapat menilai lokasi dan perluasan abses)

I. Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :

1. Antibiotik (parenteral)

Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji

kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya

diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi

(mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif)

adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai

kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup

baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik

dapat disesuaikan.

Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi

terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone,

yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih

tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan

selama lebih kurang 10 hari.

2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi abses

dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau

eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat

yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses. Bila

abses belum terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik


IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat

dilakukan.

3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan trakeostomi

perlu dipertimbangkan.

4. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas

Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja, namun yang paling

sering diserang adalah bayi dan anak-anak.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama : Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.

2) Riwayat kesehatan sekarang

a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam

seringkali sulit ditemukan.

b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena peluru, dll.

c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan rasa

sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.

3) Riwayat kesehatan keluarga Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan

diabetes mellitus.

c. Pemeriksaan fisik

1) Sistem pernafasan : Dalam batas normal


2) Sistem kardiovaskuler : Dalam batas normal

3) Sistem persarafan : Dalam batas normal

4) Sistem perkemihan : Dalam batas normal

5) Sistem pencernaan : Dalam batas normal

6) Sistem muskuloskeletal : Dalam batas normal.

7) Sistem integumen : Bengkak, kemerahan dan luka pada daerah abses

8) Sistem endokrin : Dalam batas normal

9) Sistem reproduksi : Dalam batas normal.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi pembedahan

b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka

d. Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan.

3. Intervensi keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan reaksi peradangan/insisi pembedahan

Definisi : pengalaman sensori dan emsional yang tidak menyenangkan yang muncul

akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarka dalam hal

kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain): awitan ang

tiba-tiba atau lamat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipas atau diprediks dan berlangsung <6 bulan.

 NOC :- Pain level

- Pain control

- Comfort level
 Kriteria Hasil :

- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non

farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).

- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

 Intervensi Rasional

1) Observasi TTV

R/ sebagai data awal untuk melihat keadaan umum klien

2) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi.

R/ mengetahui seberapa hebat nyeri yang dirasakan klien sehingga mempermudah

intervensi selanjutnya

3) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.

R/ Reaksi non verbal menandakan nyeri yang dirasakan klien hebat

4) Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi.

R/ Untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien dengan non farmakologis

5) Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri

R/ Mempercepat penyembuhan terhadap nyeri

b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

Definis : Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal

 NOC : Thermoregulation

 Kriteria hasil :

- Suhu tubuh dalam rentang normal


- Nadi dan RR dalam rentang normal

- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

 Intervensi Rasional

1) Monitor suhu sesering mungkin

R/ Untuk data awal dan memudahkan intervensi

2) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

R/ Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan tubuh dari demam

3) Lakukan kompres hangat.

R/ Membantu vasodilatasi pembuluh darah sehingga mempercepat hilangnya

demam

4) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.

R/ Mempercepat penurunan demam

c. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka

Definisi : Mengalami peningkatan resiko terserang organism patogenik.

 NOC :- Immune Status

- Knowledge : Infection control

- Risk control

 Kriteria hasil :

- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal

- Menunjukka perilaku hidup sehat

 Intervensi Rasional
1) Monitor tanda dan gejala nfeksi sistemik dan lokal

R/ Deteksi dini terhadap infeksi

2) Berikan perawatan kulit pada area epidema

R/ Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri

3) Dorong masukkan nutrisi yang cukup

R/ mempercepat penyembuhan luka

4) Berikan terapi antibiotic bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)

R/ Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan jaringan.


DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A.H dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keerawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.

Santosa, Agus. 2017. Abses Submandibula Dengan Komplikasi Mediastinitis. Vol 2. No 2. Hal

77-81. Denpasar: WMJ (Warmadewa Medical Journal).

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telingan Hidung

Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke-6. Hal 26-30. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Yuliana Litha, dkk. 2019. Submandibular Absces. Vol 1. No 2. Palu: Jurnal Medical Profession

(MedPro).

Anda mungkin juga menyukai