Oleh :
Novilia Qurotun Nisbah
131923143048
2. Etiologi
Penyebab abses mandibular paling sering diakibatkan oleh infeksi gigi, Nekrosis
pulpa karena karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam
merupakan jalan bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Ondogen dapat
menyebar melalui jaringan ikat, pembuluh darah, dan pembuluh limfe (Eric &
Gilespi, 2010). Selain itu abses mandibular dapat disebabkan oleh sialadenitis
kelenjar submandibular, limfadenitis, trauma atau pembedahan lainnya. Pada
penyakit ini biasanya disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus dan
streptococcus mutans (Rahardjo, 2013 & Rana, dkk., 2013).
3. Patofisiologi
Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses yaitu Staphylococcus
aureus dan Stresptococcus mutans. Staphylococcus aureus memilik enzim aktif yang
disebut koagulasi yang fungsinya mendeposisi fibrin. Sedangkan Stresptococcus
mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam infeksi gigi yaitu streptokinase,
streptodornase dan hyalurodinase. Hyalurodinase adalah enzim yang merusak
jembatan antar sel. Padahal, fungsi jembatan antar sel yaitu sebagai transport nutrisi
antar sel dan jalur komunikasi antar sel serta sebagai unsur penyusun dan penguat
jaringan. Jika jembatan ini rusak, maka kelangsungan hidup jaringan sel lain akan
rusak/mati/nekrosis. Apabila jaringan rusak/mati/nekrosis akan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, dan akhirnya bakteri akan terus merambah ke
jaringan yang lebih dalam. Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal,
tentunya mengundang respon keradangan pada jaringan yang terinfeksi.
Setelah jaringan rusak/mati/nekrosis maka akan terjadi pembentukan pus oleh
bakteri pembuat pus (pyogenik) yang salah satunya juga bakteri Staphylococcus
aureus. Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal,
yang notabene nya adalah di dalam tulang. Sehingga untuk mencapai keluar tubuh,
maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, kemudian mencapai jaringan
lunak, barulah dapat keluar. Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu
virulensi bakteri, ketahanan jaringan dan perlekat.an otot. Virulensi bakteri yang
tinggi mampu menyebabkan kemudahan bakteri bergerak ke segala arah, ketahanan
jaringan yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah rusak,
sedangkan perlukaan otot mempengaruhi arah gerak abses.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Mckellop (2010) & Murray (2011) manifetasi klinis yang terjadi :
a. Nyeri seperti di tusuk-tusuk
b. Pembengkakan terjadi pada salah satu bagian, biasanya pada bagian yang
memiliki riwayat infeksi gigi
c. Demam lebih dari 37,5oC
d. Trismus (kesulitan membuka mulut)
e. Massa pada mandibulla terasa keras
f. Tampak adanya fluktuasi
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi panoramic
Apabila penyebab abses mandibular berasal dari gigi
2. Pemeriksaan Darah (Leukositosis/WBC)
3. Rontgen Thoraks
Rontgen thorkas perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
obstruksi jalan napas, pneumonia akibat aspirasi abses.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Litha, Gadzali, dkk (2019) :
1. Drainase Abses (Insisi dan eksplorasi)
SOP
2. Terapi antibiotic
Antibiotik dapat diberikan berdasarkan tes kultur dan sensitivitas. Antibiotic ini
biasanya penisilin, amoksisilin, metronidazole, metilprednisolon.
3. Terapi Analgesic
Analgesik digunakan untuk menghilangkan rasa sakit sementara sampai factor
penyebab infeksi terkendali. Obat anti inflamasi non steroid digunakan pada nyeri
ringan hingga sedang (cont : parasetamol, ibu profen dan aspirin). Analgesik
Opioid digunakan untuk sakit berat (cont : dihidrokodein, petidin)
7. Komplikasi
1. Obstruksi jalan napas
2. Penyebaran infeksi ke mediastinum
3. Pneumonia akibat aspirasi abses
4. Perikarditis
5. Sepsis
(Rizzo & Mosto, 2009)
8. WOC
Pembengkakan
Pembedahan
Tumor, Pecah
Trismus
Kalor, Drainase abses
Rubor,
Dolor, Resiko Intake
fungsiolae Penyebar nutrisi Luka Insisi
sa an infeksi
MK : MK : Terputusnya
Resiko inkontinuitas
Kurang
Pengetahuan
MK: MK :
Gangguan Nyeri
MK : Cemas
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, usia, status, agama, alamat, pekerjaan, dan identitas
penanggung jawab.
2) Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengeluh terdapat benjolan pada area rahang bawah yang semakin lama
membesar.
b. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh terdapat benjolan pada area rahang bawah yang semakin lama
membesar dan terasa nyeri.
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan dan infeksi gigi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
tumor otak.
3) Pemeriksaan Fisik (ROS : Review of System)
a. Pernafasan B1 (breathing)
a) Bentuk dada : simetris, pengembangan dada simetris
b) Pola napas : teratur, suara napas vesikuler, sonor, tidak sesak, namun pada
kasus abses mandibular yang parah dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas, pneumoni dan sepsis
c) Batuk : tidak ada
d) Retraksi otot bantu napas : tidak ada, PCH tidak ada
e) Alat bantu pernapasan: tidak ada, tidak menggunakan WSD
b. Kardiovaskular B2 (blooding)
a) Irama jantung : regular, CRT<3 detik,
b) Nyeri dada tidak ada, siklus perifer normal
c) Bunyi jantung : normal S1S2 tunggal, tidak terdapat murmur dan gallop,
tidak terdapat peningkatan JVP, CVP
d) Akral : Merah, hangat, kering
e) Nadi : normal 60-100 x/menit
f) Tekanan darah normal 90/60-120/80 mmHg
g) WBC lebih dari nilai normal
c. Persyarafan B3 (brain)
a) GCS : E4V5M6, Compos mentis
b) Peningkatan suhu tubuh lebih dari 37,5o
c) Kepala tidak ada kelainan, tidak ada lesi, persebaran rambut teratur, pada
bagian wajah terdapat benjolan pada bagian rahang bawah.
d) Mata : sclera anikterus, pupil isokor, pupil 3/3, konjungtiva anemis
e) Refleks fisiologis : terdapat refleks patella, biseps, triseps
f) Refleks patologis : tidak ada refleks babinsky, brudzinsky dan kernig
g) Tidak terdapat peningkatan IVD, EVD dan ICP
d. Perkemihan B4 (bladder)
a) Kebersihan : bersih
b) Bentuk alat kelamin : simetris, tidak ada pembesaran, tidak ada lesi
c) Uretra : normal, tidak ada lesi, kemampuan berkemih secara spontan,tidak
ada keluhan kencing, tidak terdapat distensi kandung kemih, pancaran
kuat
d) Produksi urin: normal, warna kuning jernih, bau khas urin
e. Pencernaan B5 (bowel)
a) Nafsu makan : menurun, porsi tidak habis
b) Kesulitan untuk mengunyah makanan
c) Mulut berbau, mukosa kering
d) Tidak terdapat distensi abdomen, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka
operasi, BAB 2 x/sehari, konsistensi lunak.
f. Muskuloskeletal B6 (bone)
a) Kemampuan pergerakan sendi : bebas, tonus otot baik, tidak ada
kelemahan, tidak ada kelelahan, tidak ada kelainan ekstremitas, tidak ada
kelainan tulang belakang, tidak ada fraktur, tidak ada traksi, tidak ada
penggunaan gips, tidak ada keluhan nyeri.
2. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan klien
mengeluh nyeri (D.0077)
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan kulit terasa
hangat, suhu tubuh diatas nilai normal (D.0130)
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh
ditandai dengan respon nonverbal dan persepsi tubuh (D.0083)
3. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Eric, R., & Gilespie, MB. 2010. Deep neck space infection. In : Paul WF, Valerie JL, editors.
Cummings otolaryngology head and neck surgery. 5th edition. Philadelpia: Elsevier,
p.631-52.
Health Encyclopedia. 2009. Disease and conditions: abscess – symptoms, treatment and
prevention. Available from: http://www.healthscout.com/ency/68/9/main.html.
Jason A, McKellop JA and Mukherji SK, 2010. Emergency Head and Neck Radiology: Neck
Infection. Available at: http://www.eMedicine Specialties//Otolaringology and facial
plastic surgery.com.
Litha, Y., Gazali, M., Lopo, C., & Nayoan, CR. 2019. Submandibular Abces. Jurnal Medical
Profession. Vol. 1 No. 2.
Murray AD and Marcincuk MC, 2013. Deep Neck Infections. Available at:
http://www.eMedicine Specialties//Otolaringology and facial plastic surgery.com.
PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Raharjo SP. Infeksi leher dalam. Edisi pertama. Yogyakata: Graha Ilmu. 2013. hlm.1-57.
Rana K, Rathore PK, Wadhwa V, Kumar SS. Deep Neck Infections: Continuing Burden in
Developing World. International Journal of Phonosurgery and Laryngology.
2013;3(1):6- 9.
Rizzo PB, Mosto MC. 2009. Submandibular Space Infection: a Potentially Lethal Infection.
International Journal of Infect Disease. Elsevier : 13, p 327-33.