Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABSES MANDIBULA


DIRUANG TERATAI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Oleh :
Novilia Qurotun Nisbah
131923143048

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
A. Konsep Abses Mandibula
1. Pengertian
Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang terbentuk
dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu infeksi oleh bakteri, parasit, atau
benda asing lainnya. Abses mandibula adalah suatu peradangan yang disertai
pembentukan pus pada daerah mandibula. (Health Encyclopedia, 2010). Ciri khas
suatu abses mandibular adalah terlokalisasinya nanah pada jaringan sekitar rahang
bawah, kemudian menyebar ke jaringan lunak bawah kulit (Dahong, 2009).

2. Etiologi
Penyebab abses mandibular paling sering diakibatkan oleh infeksi gigi, Nekrosis
pulpa karena karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam
merupakan jalan bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Ondogen dapat
menyebar melalui jaringan ikat, pembuluh darah, dan pembuluh limfe (Eric &
Gilespi, 2010). Selain itu abses mandibular dapat disebabkan oleh sialadenitis
kelenjar submandibular, limfadenitis, trauma atau pembedahan lainnya. Pada
penyakit ini biasanya disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus dan
streptococcus mutans (Rahardjo, 2013 & Rana, dkk., 2013).
3. Patofisiologi
Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses yaitu Staphylococcus
aureus dan Stresptococcus mutans. Staphylococcus aureus memilik enzim aktif yang
disebut koagulasi yang fungsinya mendeposisi fibrin. Sedangkan Stresptococcus
mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam infeksi gigi yaitu streptokinase,
streptodornase dan hyalurodinase. Hyalurodinase adalah enzim yang merusak
jembatan antar sel. Padahal, fungsi jembatan antar sel yaitu sebagai transport nutrisi
antar sel dan jalur komunikasi antar sel serta sebagai unsur penyusun dan penguat
jaringan. Jika jembatan ini rusak, maka kelangsungan hidup jaringan sel lain akan
rusak/mati/nekrosis. Apabila jaringan rusak/mati/nekrosis akan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, dan akhirnya bakteri akan terus merambah ke
jaringan yang lebih dalam. Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal,
tentunya mengundang respon keradangan pada jaringan yang terinfeksi.
Setelah jaringan rusak/mati/nekrosis maka akan terjadi pembentukan pus oleh
bakteri pembuat pus (pyogenik) yang salah satunya juga bakteri Staphylococcus
aureus. Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal,
yang notabene nya adalah di dalam tulang. Sehingga untuk mencapai keluar tubuh,
maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, kemudian mencapai jaringan
lunak, barulah dapat keluar. Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu
virulensi bakteri, ketahanan jaringan dan perlekat.an otot. Virulensi bakteri yang
tinggi mampu menyebabkan kemudahan bakteri bergerak ke segala arah, ketahanan
jaringan yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah rusak,
sedangkan perlukaan otot mempengaruhi arah gerak abses.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Mckellop (2010) & Murray (2011) manifetasi klinis yang terjadi :
a. Nyeri seperti di tusuk-tusuk
b. Pembengkakan terjadi pada salah satu bagian, biasanya pada bagian yang
memiliki riwayat infeksi gigi
c. Demam lebih dari 37,5oC
d. Trismus (kesulitan membuka mulut)
e. Massa pada mandibulla terasa keras
f. Tampak adanya fluktuasi
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi panoramic
Apabila penyebab abses mandibular berasal dari gigi
2. Pemeriksaan Darah (Leukositosis/WBC)
3. Rontgen Thoraks
Rontgen thorkas perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
obstruksi jalan napas, pneumonia akibat aspirasi abses.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Litha, Gadzali, dkk (2019) :
1. Drainase Abses (Insisi dan eksplorasi)
SOP
2. Terapi antibiotic
Antibiotik dapat diberikan berdasarkan tes kultur dan sensitivitas. Antibiotic ini
biasanya penisilin, amoksisilin, metronidazole, metilprednisolon.
3. Terapi Analgesic
Analgesik digunakan untuk menghilangkan rasa sakit sementara sampai factor
penyebab infeksi terkendali. Obat anti inflamasi non steroid digunakan pada nyeri
ringan hingga sedang (cont : parasetamol, ibu profen dan aspirin). Analgesik
Opioid digunakan untuk sakit berat (cont : dihidrokodein, petidin)
7. Komplikasi
1. Obstruksi jalan napas
2. Penyebaran infeksi ke mediastinum
3. Pneumonia akibat aspirasi abses
4. Perikarditis
5. Sepsis
(Rizzo & Mosto, 2009)
8. WOC

Riwayat gigi berlubang periodontal pocket


(karies)
Tidak ditangai secara tepat

Bakteri gram postif masuk ke jaringan


(Staphylococcus aureus & Streptococcos

Pengeluaran enzim koagulase dan enzim hyaluronidase

Merusak jembatan antar sel

Transpor nutrisi pada sel


terganggu
Jaringan rusak/mati/nekrosis MK :
Gangg.

Media bakteri yang baik


Koping
individu
Inflamasi Jaringan terinfeksi

Demam Sel darah putih mati Terdapat


pembengkakan

MK :Hipertermi ABSES MANDIBULA

Pembengkakan
Pembedahan
Tumor, Pecah
Trismus
Kalor, Drainase abses
Rubor,
Dolor, Resiko Intake
fungsiolae Penyebar nutrisi Luka Insisi
sa an infeksi

MK : MK : Terputusnya
Resiko inkontinuitas

Kurang
Pengetahuan
MK: MK :
Gangguan Nyeri
MK : Cemas
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, usia, status, agama, alamat, pekerjaan, dan identitas
penanggung jawab.
2) Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengeluh terdapat benjolan pada area rahang bawah yang semakin lama
membesar.
b. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh terdapat benjolan pada area rahang bawah yang semakin lama
membesar dan terasa nyeri.
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan dan infeksi gigi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
tumor otak.
3) Pemeriksaan Fisik (ROS : Review of System)
a. Pernafasan B1 (breathing)
a) Bentuk dada : simetris, pengembangan dada simetris
b) Pola napas : teratur, suara napas vesikuler, sonor, tidak sesak, namun pada
kasus abses mandibular yang parah dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas, pneumoni dan sepsis
c) Batuk : tidak ada
d) Retraksi otot bantu napas : tidak ada, PCH tidak ada
e) Alat bantu pernapasan: tidak ada, tidak menggunakan WSD
b. Kardiovaskular B2 (blooding)
a) Irama jantung : regular, CRT<3 detik,
b) Nyeri dada tidak ada, siklus perifer normal
c) Bunyi jantung : normal S1S2 tunggal, tidak terdapat murmur dan gallop,
tidak terdapat peningkatan JVP, CVP
d) Akral : Merah, hangat, kering
e) Nadi : normal 60-100 x/menit
f) Tekanan darah normal 90/60-120/80 mmHg
g) WBC lebih dari nilai normal
c. Persyarafan B3 (brain)
a) GCS : E4V5M6, Compos mentis
b) Peningkatan suhu tubuh lebih dari 37,5o
c) Kepala tidak ada kelainan, tidak ada lesi, persebaran rambut teratur, pada
bagian wajah terdapat benjolan pada bagian rahang bawah.
d) Mata : sclera anikterus, pupil isokor, pupil 3/3, konjungtiva anemis
e) Refleks fisiologis : terdapat refleks patella, biseps, triseps
f) Refleks patologis : tidak ada refleks babinsky, brudzinsky dan kernig
g) Tidak terdapat peningkatan IVD, EVD dan ICP
d. Perkemihan B4 (bladder)
a) Kebersihan : bersih
b) Bentuk alat kelamin : simetris, tidak ada pembesaran, tidak ada lesi
c) Uretra : normal, tidak ada lesi, kemampuan berkemih secara spontan,tidak
ada keluhan kencing, tidak terdapat distensi kandung kemih, pancaran
kuat
d) Produksi urin: normal, warna kuning jernih, bau khas urin
e. Pencernaan B5 (bowel)
a) Nafsu makan : menurun, porsi tidak habis
b) Kesulitan untuk mengunyah makanan
c) Mulut berbau, mukosa kering
d) Tidak terdapat distensi abdomen, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka
operasi, BAB 2 x/sehari, konsistensi lunak.
f. Muskuloskeletal B6 (bone)
a) Kemampuan pergerakan sendi : bebas, tonus otot baik, tidak ada
kelemahan, tidak ada kelelahan, tidak ada kelainan ekstremitas, tidak ada
kelainan tulang belakang, tidak ada fraktur, tidak ada traksi, tidak ada
penggunaan gips, tidak ada keluhan nyeri.
2. Diagnosa

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan klien
mengeluh nyeri (D.0077)
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan kulit terasa
hangat, suhu tubuh diatas nilai normal (D.0130)
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk tubuh
ditandai dengan respon nonverbal dan persepsi tubuh (D.0083)

3. Intervensi

No Diagnosa Luaran Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1.08238)
dengan agen pencedera keperawatan selama 1x8 Observasi
fisiologis ditandai jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi,
dengan klien mengeluh nyeri menurun dengan karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri (D.0077) kriteria hasil : kualitas dan intersitas nyeri.
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Ekspresi meringis 3. Identifikasi respon nyeri
menurun nonverbal
3. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
4. Sikap protektif menurun memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1. Berikan teknik norfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
(teknik relaksasi napas dalam)
2. Berikan posisi yang nyaman
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
2. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri (teknik
relaksasi napas dalam)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi
2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermi
berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 (1.05506)
proses penyakit ditandai jam diharapkan Observasi
dengan kulit terasa termoregulasi membaik 1. Identifikasi penyebab
hangat, suhu tubuh dengan kriteria hasil : hipertermi (mis. Dehidrasi,
diatas nilai normal 1. Menggigil menurun terpapar lingkungan panas,
(D.0130) 2. Kulit merah menurun proses inflamasi)
3. Suhu tubuh normal 2. Monitor suhu tubuh
(36,5-37,5) 3. Monitor haluaran urin
4. Tekanan darah normal Terapeutik
(90/60-120/80) 1. Sediakan lingkungan yang
dingin
2. Berikan cairan oral
3. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Kompres
dingin)
4. Hindari antipiretik
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
3. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan Promosi Citra Tubuh (1.09305)
berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 Observasi :
perubahan jam diharapkan harapan 1. Identifikasi harapan citra
struktur/bentuk tubuh meningkat dengan kriteria tubuh berdasarkan tahap
ditandai dengan respon hasil : perkembangan
nonverbal dan persepsi 1. Verbalisasi perasaan 2. Identifikasi budaya, agama,
tubuh (D.0083) negative tentang jenis kelamin, dan umur
perubahan tubuh terkait citra tubuh
menurun 3. Identifikasi perubahan citra
2. Verbalisasi kekhawatiran tubuh yang mengakibatkan
pada penolakan/reaksi isolasi social
orang lain menurun 4. Monitor frekuensi pernyataan
3. Verbalisasi perubahan kritik terhadap diri sendiri
gaya hidup Terapeutik
4. Respon nonverbal pada 1. Diskusikan perubahan tubuh
perubahan tubuh dan fungsinya
membaik 2. Diskusikan perbedaan
5. Hubungan social penampilan fisik terhadap
membaik harga diri
3. Diskusikan kondisi stress yang
mempengaruhi citra tubuh
(mis. Luka, penyakit,
pembedahan)
4. Diskusikan persepsi pasien
dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
Edukasi
1. Jelaskan kepada keluarga
tentang perawatan perubahan
citra tubuh
2. Anjurkan mengungkapkan
gambaran diri terhadap citra
tubuh

DAFTAR PUSTAKA

Dahong, F,. 2010. Abses dentogen subkutan. FKG Universitas Hasanuddin.

Eric, R., & Gilespie, MB. 2010. Deep neck space infection. In : Paul WF, Valerie JL, editors.
Cummings otolaryngology head and neck surgery. 5th edition. Philadelpia: Elsevier,
p.631-52.

Health Encyclopedia. 2009. Disease and conditions: abscess – symptoms, treatment and
prevention. Available from: http://www.healthscout.com/ency/68/9/main.html.

Jason A, McKellop JA and Mukherji SK, 2010. Emergency Head and Neck Radiology: Neck
Infection. Available at: http://www.eMedicine Specialties//Otolaringology and facial
plastic surgery.com.

Litha, Y., Gazali, M., Lopo, C., & Nayoan, CR. 2019. Submandibular Abces. Jurnal Medical
Profession. Vol. 1 No. 2.

Murray AD and Marcincuk MC, 2013. Deep Neck Infections. Available at:
http://www.eMedicine Specialties//Otolaringology and facial plastic surgery.com.

PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Raharjo SP. Infeksi leher dalam. Edisi pertama. Yogyakata: Graha Ilmu. 2013. hlm.1-57.
Rana K, Rathore PK, Wadhwa V, Kumar SS. Deep Neck Infections: Continuing Burden in
Developing World. International Journal of Phonosurgery and Laryngology.
2013;3(1):6- 9.

Rizzo PB, Mosto MC. 2009. Submandibular Space Infection: a Potentially Lethal Infection.
International Journal of Infect Disease. Elsevier : 13, p 327-33.

Anda mungkin juga menyukai