Anda di halaman 1dari 13

ASKEP KOMUNITAS DENGAN MASALAH KESEHATAN POPULASI PENYAKIT

INFEKSI (TETANUS)

DISUSUN OLEH :

NAMA : ALHAMIDA SALNAF ITUGA

NIM : 14220160004

KELAS : B1 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Karunia-
Nyalah, penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang membahas tentang Askep
Komunitas Dengan Masalah Kesehatan Populasi Penyakit Infeksi (Teanus). Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas serta standar proses pembelajaran pada mata kuliah Keperawatan Komunitas
II.

Kami mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di kemudian hari. Akhir kata,
kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan bagi pembaca
terutama bagi mahasiswa Keperawatan Universitas Muslim Indonesia. Terima kasih.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS
B. KONSEP KEPERAWATAN

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi akut yang diakibatkan oleh tetanospamin
neurotoksin yang dihasilkan oleh kuman Clostridium Tetani. Reservoir utama bakteri
Clostridium Tetani adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit
ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora bakteri clostridium Tetani yang tahan kering
dapat bertebaran dimana-mana. Bakteri clostridium Tetani tersebar luas ditanah, terutama
tanah garapan, dan dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan.
Sekitar 50-70% pasien tetanus menunjukkan gejala trismus, yaitu ketidakmampuan
untuk membuka mulut sekunder akibat dari spasme otot masseter. Rigiditas nuchal dan
disfagia juga merupakan keluhan utama yang dapat menyebabkan risus sardonikus, senyum
yang tampak menyeringai/seperti menghina, yang diakibatkan oleh keterlibatan otot wajah
(www.emedicine.medscape.com, 2012).
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan
imunisasi DPT yang rendah. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus
dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60% (WHO, 2011). Selama 20 tahun
terakhir, insiden tetanus telah menurun seiring dengan peningkatan cakupan imunisasi. Di
Amerika Serikat, tetanus sudah jarang ditemukan, dari Program Nasional Survaillance
Tetanus di Amerika Serikat diketahui rata-rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-
57 tahun.
Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besarr penyebab kematian
pada anak (Pusponegoro., 2004).

B. TUJUAN
Mengetahui tentang konsep medis dan konsep keperawatan pada penyakit infeksi tetanus
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman Clostridium
tetani, yang bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksismal dan diikuti kekakuan
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masester dan otot rangka..

2. Klasifikasi
Klasifikasi menurut gejala yaitu :
a. Stadium 1 : tanpa kejang tonik umum, trismus 3 cm.
b. Stadium 2 : kejang tonik umum bila dirangsang, trismus 3 cm atau lebih kecil.
c. Stadium 3 : kejang tonik umum spontan, trismus 1 cm.

3. Etiologi
Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob, membentuk
spora (tahan panas), gram-positif, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat neurotoksin (yang
efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), pathogenesis bersimbiosis dengan
mikroorganisme piogenik (pyogenic).
Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk
kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan
jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi kuman
anaerob. Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri piogenik mengonsumsi eksogen pada
luka sehingga suasana manjadi anaerob yang penting bagi tumbuhnya basil tetanus.

4. Patofisiologi
Spora masuk melalui tali pusat/luka

Infeksi
↓ - hipertermi
Toksin diabsorbsi

ujung saraf motorik susunan limpatik

menginfeksi cornu anterior SSP sirkulasi darah


arteri
 Kaku kuduk
 Kejang, spastic menginfeksi SSP
 Spasme faring/laring
 Trismus
 Mulut meluncur resti nutrisi & cairan < - resiko cedera
Resiko aspirasi

Obstruksi jalan nafas

Gagal nafas

Clostridium tetani harus bersimbiosis dengan organisme piogenik. Basil tetanus tetap berada
di daerah luka dan berkembang biak, sedangkan eksotoksinnya beredar mengikuti sirkulasi
darah sehingga terjadi toksemia ( toksemia murni tanpa disertai bakteremia maupun sepsis).
Hipotesis cara bekerjanya toksin, yaitu pertama toksin diserap oleh ujung-ujung saraf
motorik dan mencapai sel-sel kornu anterior medula spinalis, melalui axis silinder (kemudian
menyebabkan kegiatan motorik seperti kejang). Kedua toksin diangkut oleh aliran darah ke
SSP, hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian antitoksin tetanus (Antitetanis Serum-AST)
yang bereaksi dengan baik, ATS bereaksi pada toksin yang hanya ada di darah.

5. Manifestasi klinisi
a. Masa inkubasi Clostridium tetani adalah 4-21 hari. Semakin lama masa inkubasi,
maka prognosisnya semakin baik. Masa inkubasi tergantung dari jumlah bakteri,
virulensi, dan jarak tempat masuknya kuman (port d’entre) dengan SSP. Semakin
dekat luka dengan SSP maka prognosisnya akan semakin serius dan semakin jelek.
Misalnya, luka di telapak kaki dan leher bila sama-sama terserang basis tetanus, yang
lebih baik prognosisnya adalah luka yang di kaki.
b. Timbulnya gejala biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama
pada rahang dan leher.
c. Sulit membuka mulut (trismus).
d. Kaku kuduk
e. Badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam mengalami ekstensi, lengan kaku, dan
mengepal
f. Kejang tonik
g. Kesadaran biasanya tetap baik.
h. Asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot, retensi urine bahkan dapat terjadi fraktur
kolumna vertebralis (pada anak) akibat kontraksi otot yang sangat kuat.
i. Demam ringan (biasanya pada stadium akhir).

6. Penatalaksanaan Medis
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Imunisasi aktif dengan pemberian DPT, booster dose ( untuk balita). Jika terjadi luka
lagi, booster ulang.
b. Imunisasi pasif, pemberian ATS profilaksis 1500-4500 UI (dapat bertahan 7-10 hari).
Pemberian imunisasi ini sering menyebabkan syok anafilaksis sehingga harus
dilakukan skin test terlebih dahulu. Jika pada lokasi skin test tidak terjadi kemerahan,
gatal, dan pemebengkakan maka imunisasi dapat diinjeksikan, anak-anak diberikan
setengah dosis (750-1250 UI). HyperTer 250 UI dan dosis untuk anak-anak diberikan
setengahnya (125 UI) bila tidak tahan ATS.
c. Pencegahan pada luka, toiletisasi (pembersihan luka) memakai Perhidrol (hydrogen
peroksida-H2O2), debridement, bilas dengan NaCl, dan jahit.
d. Injeksi penisilin (terhadap basil anaerob dan basil simbiosis).

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Anamnesis
1) Lokasi luka
2) Penyebab luka (pernah kena karat, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, dan
jatuh dijalan dekat kotoran kuda, berkelahi dekat kandang kuda, hobi yang
berhubungan dengan kuda atau kotoran kuda).
3) Luka sebelumnya (ada otitis media, karies gigi).
4) Pernah diberi ATS/Toxoid dan semacamnnya.
b. Amati gejala-gejala yang tampak (misalnya sakit saat menelan, sulit bernapas, sulit
atau tidak dapat berkemih, dan lainnya).
c. Pemeriksaan laboratorium:
1) Biasanya terdapat leukositosis ringan.
2) Kadang-kadang terjadi peningkatan TIK.
3) Pada pemeriksaan bakteriologis (kultur jaringan) didaerah luka ditemukan
Clostridium tetani.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data Subyektif
1) Biodata
a) Identitas pasien : nama, usia, tempat tanggal lahir dan jenis kelamin
b) Identitas orang tua : nama, usia, tempat tanggal lahir, alamat dan pekerjaan
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang : biasanya keluarga mengatakan bahwa anak
sedang mengalami demam, kekakuan pada otot yang disertai dengan
kesulitan dalam membuka mulut.
b) Riwayat kesehatan dahulu : keluarga mengatakan bahwa sebelumnya anak
tidak perna mengalami demam yang disertai dengan kekakua otot.
c) Riwayat kesehatan keluarga : keluarga mengatakan bahwa sebelumnya
keluarga yang lain tidak ada yang perna menderita penyakit tetanus.
b. Data Obyektif
1) Pemeriksaan fisik :
a) System pernafasan : dipsnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot
pernafasan
b) System kardiovaskuler : takikardi, distritmea, suhu tubuh 38-40 C
c) System neurologis : adanya kelemahan pada pasien
d) System perkemihan : adanya retensi urin (distensi pada kandung kemih dan
urin output/oliguria).
e) System pencernaan : konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus
f) System integument dan musculoskeletal : nyeri kesmutan pada tempat luka,
berkeringat. Pada awalnya di dahului dengan trismus spasme otot muka
dengan meningkatnya kontraksi alis mata, otot-otot kaku dan kesulitan
menelan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau
produksi mucus
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketegangan dan
spasme otot mastikatoris, kesukaran menelan dan membuka mulut
c. Risiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


keperawatan kriteria hasil
1. Ketidakefektif Tujuan : 1. Kaji pernafasan, 1. Takipnu, pernafasan
an jalan nafas Anak frekuensi, irama dangkal dan gerakan
berhubungan memperlihatka setiap 2-4 jam dada tak simetris
dengan n kepatenan sering terjadi karena
meningkatnya jalan nafas adanya secret
sekresi atau dengan kriteria
produksi jalan nafas 2. Lakukan pengisapan 2. Menurunkan resiko
mucus bersih, tidak lendir dengan hati- aspirasi atau aspeksia
ada sekresi. hati dan pasti bila dan obstruksi
KH : ada penumpukan
- Klien tidak secret
sesak, 3. Gunakan sudip lidah 3. Menghindari
lendir atau saat terjadi kejang tergigitnya lidah
secret
berkurang 4. Miringkan pasien 4. Memudahkan dan
atau tidak kesamping untuk meningkatkan aliran
ada drainage secret dan mencegah
- Pernafasan lidah jatuh yang
16-18 menyumbat jalan
kali/menit nafas.
- Tidak ada
pernafasan 5. Observasi oksigen 5. Memaksimalkan
cuping sesuai sesuai oksigen untuk
hidung program kebutuhan tubuh
- Tidak ada terhadap oksigen dan
tambahan mencegah hipoksia
otot
pernafasan

2. Perubahan Tujuan : 1. Pasang dan 1. Intake nutrisi yang


nutrisi kurang Status nutrisi pertahankan NGT seimbang dan adekuat
dari anak terpenuhi untuk intake akan mempertahankan
kebutuhan KH : makanan kebutuhan nutrisi
tubuh - Berat bada tubuh
berhubungan sesuai usia 2. Kaji bising usus bila 2. Bising usus membantu
dengan - Makanan perlu, dan hati-hati dalam menentukan
ketegangan 90% dapat karena sentuhan respon untuk makan
dan spasme dikonsumsi dapat merangsang atau mengetahui
otot - Jenis kejang penurunan absorbsi air
mastikatoris, makanan 3. Berikan nutrisi yang 3. Suplay kalori dan
kesukaran yang tinggi kalori dan protein yang adekuat
menelan dan dikonsumsi protein akan membantu
membuka sesuai mempertahankan
mulut dengan metabolism tubuh
kebutuhan 4. Timbang berat 4. Mengevaluasi
gizi anak badan sesuai keefektifan atau
protocol kebutuhan mengubah
pemberian nutrisi
3. Risiko injuri Tujuan : 1. Identifikasi dan 1. Menghindri
berhubungan cedera tidak hindari factor kemungkinan
dengan terjadi pencetus terjadinya cedera
aktifitas KH : akibat dari stimulus
kejang - Klien tidak kejang
ada cedera 2. Tempatkan pasien 2. Menurunkan
- Lien tidur pada tempat tidur kemungkinan adanya
dengan pada pasien yang trauma jika terjadi
tempat memakai pengaman kejang
tidur yang 3. Sediakan disamping 3. Antisipasi dini
terpasang tempat tidur tongue pertolongan kejang
pengaman spatel akan mengurangi
risiko yang dapat
memperberat kondisi
klien
4. Lindungi pasien 4. Mencegah terjadinya
pada saat kejang benturan/trauma yang
memungkinkan
terjadinya cedera fisik
5. Catat penyebab 5. Pendokumentasian
mulai terjadinya yang akurat,
kejang memudahkan
pengontrolan dan
identifikasi kejang
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tetanus neonatorum adalah:merupakan penyakit pada bayi baru lahir yang bukan karena
trauma kelahiran atau asfiksia tatapi disebabkan oleh infeksi masuknya kuman tetanus melalui
luka tali pusat
B. SARAN
Demi kepentingan bersama dan kesempurnaan makalah ini, kritik, saran dan masukan
yang bermanfaat dari teman – teman sangat kami butuhkan. Mohon di baca dengan teliti dan
di mengerti.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho Taufan, 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuga Medika.
Muttaqin Arif, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Batticaca Fransisca B, 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Lampiran buku

Anda mungkin juga menyukai