PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Memberikan pengalaman dan menambah pengetahuan tentang
asuhan keperawatan pasien dengan Thalasemia
1.4.2 Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai inovasi bagi isntitusi Pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan Pendidikan di masa yang akan
datang.
1.4.3 Bagi Rumah Sakit
Bermanfaat bagi perawat untuk melakukan asuhan keperawatan
yang lebih professional dalam melakukan tugasnya.
BAB II
TI NJAUAN PUSTAKA
2.2 Klasifikasi
1. Thalasemia Mayor
karean sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan
penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam
darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa
menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya
jadi cepat rusak dan umumnya pun sangat pendek, hingga yang
bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang
hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir,
namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia.
Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih
kencang dan feces cooley. Faices coolay adalah ciri khas thalasemia
mayor, yakni batang hidung masuk kedalam dan tulang pipi menonjol
akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi
hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan nampak memerlukan
perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa
perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya
bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus
dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit, kian
sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2. Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan
thalasemia minor juga akan terjadi masalag. Kemungkinan 25% anak
mereka menderita thalasemia mayo. Pada garis keturunan pasangan
ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam
keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo, dan sering
mengalami perdarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan
akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak
memerlukan transfusi darah disepanjang hidupnya. (NUCLEUS
PRECISE, 2010).
2.3 Etiologi
Thalasemia, menurut pakar hematologi dari Rumah Sakit Leukas
Stauros, Yunani, dr Vasili Berdoukas, merupakan penyakit yang
diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit turunan. Penyakit ini
muncul karena darah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin
sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah secara normal.
Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi
(Fe). Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkan
zat besi akan tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi
yang tertinggal dalam tubuh digunakan untuk membentuk sel darah merah
baru. Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah
merah yang rusak itu menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan
hati (lever). Jumlah zat besi yang menumpuk dalam tubuh atau iron
overload ini akan mengganggu fungsi organ tubuh. Menurut Berdoukas,
penumpukan zat besi terjadi karena penderita thalasemia memperoleh
suplai darah merah dari transfusi darah. Penumpukan zat besi ini, bila
tidak dikeluarkan, akan sangat membahayakan karena dapat merusak
jantung, hati, dan organ tubuh lainnya, yang pada akhirnya bisa berujung
pada kematian. Penderita thalasemia tidak bisa memproduksi rantai globin
sehingga tidak bisa memproduksi hemoglobin dan sel darah merahnya
mudah rusak. (Cappellini N, 2000:201).
Menurut Berdoukas, tidak sedikit penderita thalasemia yang
meninggal dunia akibat penimbunan zat besi pada organ jantung. Walau
penimbunan zat besi akibat transfusi darah terjadi di berbagai organ
( paling banyak di hati ). Namun karena jantung mempunyai daya
kompensasi yang kurang di banding organ lain, maka banyak penderita
thalasemia meninggal karena komplikasi jantung.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Penderita memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya.
Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi
pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena.
2.5 Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida
rantai alfa dan dua rantai beda, pada beta thalasemia adalah tidak adanya
atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada
gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Adanya suatu
kompensator yang meningkat dalam rantai alfa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus menerua sehingga menghasilkan hemoglobin
defective. Ketidakseeimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini, menyebabkan sel darah merah
menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa.
Kelebihan rantai polipeptida kini mengalami presipitasi dalam sel
eritrosit. Globin intra eritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alfa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak
stabil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Produksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropoetik aktif. Kompensator produksi
RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik. Dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan dekstruksi RBC menyebabkan bone marrow
menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
2.6 Pathway
Mutasi thalassemia
Anemia
Hb kurang
Ketidak efektipan
perpusi jaringan perifer
Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan
Hipoksia
Dipsneu
Ketidakseimbangan nutrisi
Intoleransi aktivitas kurang dari kebutuhan
2.7 Komplikasi
Akibat dari anemia yang berat dan lama , sering terjadi gagal
jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun
dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dan
lain-lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut
(hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan.
Kadang-kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti
leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh
infeksi dan gagal jantung
Hepatitis pasca transfusi bisa dijumpai, apalagi bila darah transfusi
telah diperiksa terlebih dahulu terhadap hbsAg. Hemosiderosis
mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus, dan jantung. Pigmentasi
kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin.
Pemeriksaan darah:
a. Kadar Hb 3-9 g%
b. Pewarnaan SDM :anisitosis, poikilositosis, hipokronia berat, target
cel, tear drop sel.
Gambaran sum sum tulang eitripoesis hiperaktif.
Elektroforesis Hb:
a). Thalasemia alfa: ditemukan Hb bart’s dan Hb H
b). Thalasemia beta: kadar Hb F bervariasi antara 10-90% (N:<=1%).
2.9 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg// atau saturasi transferin
lebih 50% ata sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine , dosis
25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam
waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut turut setiap
selesai transfusi darah. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian
kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi darah. Asam folat 2-5
mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Vitamin E 200-
400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah.
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi :
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur hipersplenisme ditandai dengan peningkatan
kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC)
melebihi 250 ml/kg berat badab dalam satu tahun. Transpalantasi sum
sum tulang telah memeri harapan baru bagi penderita thalasemia
dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil
tersembuhkan degan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan
hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia
dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA spesifik
dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan
tranplantasi ini.
3. Suportif
Transfusi darah, Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5
g/dl. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sum sum tulang
yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB
untuk kenaikan Hb 1 g/dl.