Kebijakan Energi Revisi BUMN
Kebijakan Energi Revisi BUMN
Kegagalan pasar dapat terjadi karena adanya faktor-faktor dibawah ini, yaitu :
Dasar adanya sistem pasar persaingan adalah adanya hak pemilikan yang
memberikan hak pemilikan kepada setiap individu atas suatu barang sehingga ia
dapat mengecualikan orang lain untuk memanfaatkan barang itu. Untuk beberapa
jenis barang , hak pemilikan tidak dapat diberikan kepada satu individu melainkan
diberikan kepada sekelompok masyarakat , misalnya saja sebidang padang rumput
milik desa dan sebagainya.
Masalah yang ditimbulkan dalam kasus kekayaan bersama ada 2 faktor yaitu
:indivisibility dan jumlah kelompok masyarakat. Adanya indivisibility
1
menyebabkan suatu kekayaan tidak dapat diberikan hak pemilikannya kepada
setiap anggota kelompok. Apabila jumlah kelompok hanya dua orang , maka
diantara kedua orang itu akan dapat dibuat suatu perjanjian yang mengatur
penggunaan kekayaan tersebut secara optimal akan tetapi apabila anggota
kelompok semakin banyak maka biaya untuk memperoleh persetujuan menjadi
semakin besar dan mahal .
Dalam hal kekayaan bersama, apabila seseorang merasakan manfaat dan bersedia
menanggung biaya tanpa harus ikut menanggung free riders . Free riders adalah
suatu sikap yang tidak menyatakan dengan sebenarnya manfaat suatu barang atau
jasa dengan maksud agar ia dapat memanfaatkan barang tersebut tanpa harus
membayarnya atau tanpa ikut menanggung biaya pengadaan barang atau jasa
tersebut.
2
Kurangnya pengembangan tehnologi
Kurangnya tenaga wirausaha, dll
Istilah barang publik sering digunakan untuk merujuk pada barang yang non-
eksklusif dan barang non-rival. Ini berarti bahwa tidak mungkin mencegah
seseorang untuk tidak mengkonsumsi barang publik. Udara dapat dimasukkan
sebagai barang publik karena secara umum tidak mungkin mencegah seseorang
untuk menghirupnya. Barang-barang yang demikian itu sering disebut sebagai
barang publik murni.
4. Adanya eksternalitas
Eksternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak
mempunyai pengaruh terhadap pihak yang lain dan tidak ada kompensasi yang
dibayar oleh pihak yang terkena dampak tersebut. Ada eksternalitas positif dan
eksternalitas negatif. Eksternalitas positif terjadi dalam kasus seperti dimana
program kesehatan keluarga di televisi meningkatkan kesehatan publik.
Eksternalitas negatif terjadi ketika proses dalam perusahaan menimbulkan polusi
udara atau saluran air. Eksternalitas negatif bisa dikurangi dengan regulasi dari
pemerintah, pajak, atau subsidi, atau dengan menggunakan hak properti untuk
memaksa perusahaan atau perorangan untuk menerima akibat dari usaha ekonomi
mereka pada taraf yang seharusnya. Jadi ada dua syarat terjadinya eksternalitas,
yaitu :
3
Adanya pengaruh dari suatu tindakan.
Tidak adanya kompensasi yang dibayarkan atau diterima.
Suatu pasar dikatakan lengkap apabila pasar tersebut menghasilkan semua barang
dan jasa yang biaya produksinya lebih kecil daripada harga yang mau dibayar oleh
masyarakat. Karena ada jenis jasa yang tidak diusahakan oleh pihak swasta dalam
jumlah yang cukup walaupun penyediaan jasa tersebut lebih kecil daripada apa
yang mau dibayar oleh masyarakat. Kondisi seperti ini yang disebut pasar tidak
lengkap.
Kasus dimana terdapat informasi asimetris atau ketidak pastian (informasi yang
inefisien) . Informasi asimetris terjadi ketika salah satu pihak dari transaksi
memiliki informasi yang lebih banyak dan baik dari pihak yang lain. Biasanya
para penjual yang lebih tahu tentang produk tersebut daripada sang pembeli, tapi
ini tidak selalu terjadi dalam kasus ini. Contohnya, para pelaku bisnis mobil bekas
mungkin mengetahui dimana mobil tersebut telah digunakan sebagai mobil
pengantar atau taksi, informasi yang tidak tersedia bagi pembeli.
Menjamin agar kesamaan hak untuk setiap individu tetap wujud dan
penindasan dapat dihindarkan.
Menjaga agar perekonomian dapat tumbuh dan mengalami perkembangan
yang teratur dan stabil.
Mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama perusahaan-perusahaan
besar dapat mempengaruhi psar agar mereka tidak menjalankan praktek-
praktek monopoli yang merugikan.
4
Menyediakan barang bersama yaitu barang-barang seperti jalan raya, polisi
dan tentara yang penggunaannya dilakukan secara kolektif oleh masyarakat
untuk mempertinggi kesejahteraan sosial masyarakat.
Mengawasi agar eksternalitas kegiatan ekonomi yang merugikan masyarakat
dihindari atau dikurangi masalahnya.
5
Melakukan Kegiatan Ekonomi Secara Langsung
Dalam kegiatan ekonomi terdapat perbedaan nyata antara keuntungan yang
dinikmati oleh orang yang melakukannya (keuntungan pribadi) dan
keuntungan yang diperoleh masyarakat secara menyeluruh (keuntungan
sosial). Adakalanya seseorang memperoleh keuntungan yang besar dalam
kegiatan ekonomi yang dijalankan tetapi masyarakat mengalami kerugian.
Contohnya adalah kegiatan pendidikan. Pendidikan memberi kemungkinan
untung yang besar apabila sepenuhnya dijalankan oleh pihak swasta, sedang
pada masyarakat merupakan kerugian karena biaya yang besar dalam
memperoleh pendidikan. Tindakan masyarakat menyediakan pendidikan
kepada sebagian besar anak-anak yang memerlukan dapat menghindari
pengeluaran yang sangat besar untuk pendidikan.
6
Dengan pertimbangan prioritas pembangunan nasional maka dapat
ditentukan berbagai pilihan kebijakan energy sebagai berikut:
a. Mengurangi ketergantungan minyak bumi dengan mengurangi impor,
melakukan perubahan kearah teknologi non minyak bumi, dan mengurangi
permintaan minyak bumi.
b. Mengganti minyak bumi dengan batubara lewat promosi pencairan batubara
atau menu teknologi kereta api diesel dengan teknologi mengembangkan
penggunaan tenaga nuklir, kereta api listrik.
c. Secara lebih hati-hati dengan mendorong penelitian teknologi fusi,
meningkatkan factor keselamatan, dan memperkuat perlindungan terhadap
lingkungan.
d. Memperluas penggunaan sumber daya energy tradisional seperti mengganti
bahan bakar komersial minyak tanah dengan kayu bakar dari biomassa.
e. Mempercepat penelitian dan pengembangan teknologi energy non
konvensional seperti tenaga matahari langsung, angin, pembangkit listrik
tenga air mini, dan OTEC
f. Menintensifkan usaha energy dengan mesin efisiensi konversi perangkat
mengguna akhir seperti kompor untuk memasak.
g. Mengindentifikasi teknologi energy tepat guna dan menengah, serta
mengganti energy hemat dengan factor produksi lain seperti tenaga kerja.
h. Mengubah gaya hidup menjadi lebih hemat energy dengan
menggembangkan pendidikan konsumen, motivasi social politik, dan
perubahan teknologi.
i. Mengontrol tingkat pertumbuhan penduduk khususnya Negara-negara
berkembang yang miskin dengan menyediakan dan insentif.
j. Menyusun perencanaan energy secara sistematis dengan memilih perangkat
analisa yang terbaik dan tepat, memperbaiki kualitas data, dan
merampingkan aturan kelembagaan.
Seberapa jauh pilihan tersebut mencerminkan dalam kebijakan energy
nasional sangat tergantung pada keadaan energy, situasi ekonomi, dan
kepentingan social politik suatu negara. Setiap negara perlu mempertimbangkan
sendiri langkah kebijakan yang paling menguntungkan dalam jangka panjang.
7
1.4 Formulasi Kebijakan Energi Nasional
8
Kebijakan disinsentif dipergunakan untuk menghambat atau membatasi
pengembangan industry energy. Penerapan biasanya dilakukan setelah
melalui berbagai pertimbangan tertentu. Kebijakan disinsentif terutama
diberikan kepada jenis jenis energy yang tidak disarankan untuk
dikembangkan atau dimanfaatkan lebih jauh karena lasana tertentu. Suatu
Negara yang memiliki cadangan minyak bumi yang terbatas dapat saja
menerapkan disinsentif untuk pemakai minyak bumi dan member insentif
bagi pemakaian energy alternative lain.
b. Kebijakan standarisasi dan sertifikasi
Tujun diterapkan kebijakan ini adalah untuk mewujudkan jaminan
kualitas barang dan jasa. Sehingga pihak konsumen akan menikmati manfaat
kepastian barang yang dikonsumsi telah memenuhi kualitas standard tertentu.
Standard yang diberlakukan umumnya mengacu kepada perumusan dengan
skala internasional. Kegiatan standarisasi juga tidak dapat dipisahkan dengan
tingkat akreditasi dan sertifikasi. Sertifikasi tertutama berfungsi sebagai
pengakuan pasar energy internasional. Kegiatan sertifikasi memerlukan
dukungan lembaga atau institusi yang mengeluarkan sertifikasi.
9
d. Kebijakan pengalihan teknologi
Kebijakan pengalihan teknologi (transfer of technology) terutama
ditunjukan meningkatkan kemampuan nasional dibidang penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi energy. Tujuannya adalah menggembangkan
industry yang terkait dengan jasa dan teknologi energy. Sebagaimana
diketahui, salah satu cirri industry energy adalah penggunaan teknologi
tinggi, teknologi itu biasanya dimiliki banyak para investor energy asing.
Teknologi mereka dapat dipakai dalam pengembangan energy. Mereka perlu
didorong melakukan alih teknologi untuk meningkatkan kemampuan
nasional.
10
Disamping itu ada pula kebijakan yang secara langsung mempengaruhi
kegiatan sisi penawaran dan sisi permintaan, yaitu kebijakan yang terkait
dengan pembentukan mekanisme pasar (energy primer dan energy skunder)
dan kebijakan pengaturan lingkungan hidup (energy primer dan energy
skunder). Table 2.1 memuat berbagai kebijakan inti energy dari sisi
penawaran dan sisi permintaan.
11
1.5 Keterkaitan Kebijakan Energi dan Perencanaan Energi
Negara maju maupun negara berkembang sejak terjadinya krisis energy mulai
melakukan perencanaan energy secara lebih matang. Tetapi banyak pula ditemui
kebijakan energy yanga harus menyesuaikan dengan kebijakan lain di luar negeri.
Dapat merintangi perencanaan energy yang lebih efektif dan juga berakibat pada
perencanaan ekonomi nasional.
Untuk itu perlu ada konsep perencanaan energy terpadu yang disusun untuk
mengatasi hal-hal tersebut. Secara sederhan perencanaan energy terpadu dapat
dijelaskan sebagai analisa terhadap berbagai masalah energy secara dalam
kesatuan kebijaksanaan. Dengan demikian dapat dihasilkan solusi energy nasional
yang optimal dalam jangka panjang.
Dan terdapat dua tahapan analisa kebijaksanaan hasil perencanaan energy.
Tahapan pertama adalah pengembangan pilihan kebijakan dan tahapan berikutnya
adalah penentuan pilihan kebijakan. Tahapan pertama terkait dengan hasil
proyeksi terutama scenario permintaan dan pilihan penawaran dalam kerangka
ekonomi. Hasil utama proyeksi awal itu adalah neraca penawaran-permintaan
energy. Selanjutnya dibahas dampak kebijaksanaan energy hasil dari berbagai
scenario ekonomi, terutama investasi yang diperlukan dan dampak terhadap
lingkungan hidup.
Scenario permintaan energy yang dibangun mengandung berbagai parameter
ekonomi, geografi, demografi, dan teknis. Berbagai metodologi yang dipakai
untuk mengembangkan scenario itu dapat menggunakan cara sederhana sampai
yang rumit seperti model simulasi. Disamping ketersediaan data dan pendekatan
yang diapakai, diperlukan telaah yang cermat akan kecenderungan dimasa depan
dengan membangun scenario permintaan energy yang realistis. Pilih disisi lain,
menyajikan suatu gambaran penawaran energy, ketersediaan sumber daya dengan
berbagai pilihan teknologi, sebagian besar didasarkan pada informasi teknis dan
perkiraan biaya terkait. Perkiraan biaya tidak dapat secara mudah
diperbandingkan antara sumber daya energy yang tidak dapat diperbarui dengan
sumber daya energy yang dapat diperbarui. Sumber daya energy yang tidak dapat
diperbarui sudah mampu diproduksi dalam skala ekonominya dengan teknologi
yang tersedia. Sedangkan energy yang dapat diperbarui, khususnya energy
12
nonkonvensional seperti tenaga matahari photovilatic, masih belum dapat
diproduksi skla ekonomi hingga harga kelayakan atau harga ambang untuk
memasuki pasar kompetitif masih cukup tinggi.
Hasil pendekatan yang dipilih untuk membuat proyeksi permintaan dan
penawaran cenderung tidak menggunakan model persamaan simultan dalam skala
besar menuju yang lebih sederhana atau pendekatan modular mengaitkan berbagai
elemen melalui model simulasi. Pemggunaan model yang praktiknya berbeda
memberikan hasil yang juga berbeda. Hasil yang berbeda dalam scenario
permintaan memberikan implikasi cukup luas pada scenario penawaran dan
kebijakan energy yang dipilih.
Tujuan kedua menyangkut pilihan kebijakan untuk mencapai keseimbangan
antara penawaran dengan permintaan energy, serta untuk mengatasai
keseimbangan ekonomi secara keseluruhan manajemen energy seperti itu
dihadapkan pada pilihan sisi penawaran maupun permintaan. Perhatian lebih besar
biasnya dicurahkan pada sisi permintaan karena keberhasilannya lebih cepat
diacapai.
Neraca penawaran-permintaan harus luwes dapat disesuaikan berulang-ulang
dengan perubahan yang mungkin terjadi di masa depan. Neraca yang dipilih
sebagai patokan dasar dalam suatu sistem ekonomi perlu memperhatikan tingkat
sensitivitas sebagai parameter utamanya. Dengan neraca tersebut dapat
dikembangkan sebagai scenario bhan bakar dan teknologi untuk memenuhi
scenario permintaan energy. Terkait disini adalah kemungkinan kebijaksanaan
impor dan ekspor energy suatu negara.
Kedua tahapan tersebut yang merupakan elemen analisa kebijaksanaan dalam
proses perencanaan energy terpadu saling melengkapi. Kerangka kerja yang
pertama adalah suatu pendekatan simulasi mengkaji alternative keseimbangan
penawaran dan permintaan energy. Tahapan kedua menekankan kajian berbagai
pilihan parameter kebijakan penawaran dan permintaan energy tingkat nasional
dan sektoral. Hasil alternative scenario penawaran dan permintaan pasti
menghasilkan lebih dari satu neraca permintaan penewaran. Kepentingan utama
disini adalah untuk mencapai gambaran sistem penawaran yang sesuai dengan
scenario permintaan hal tersebut mengakibatkan setiap alternative neraca
13
penawaran-permintaan akan mengindikasikan sistem penawran yang berbeda.
Pembentukan alternative sistem penawaran dimulai dengan mengembangkan
kelayakan teknis dan konsisten dengan proyeksi permintaan yang telah
ditentukan. Alternative sistem penawaran ini kemudian dikembangkan menjadi
scenario ekonomi yang memungkinkan sistem penawaran energy kedepan dapat
terpenuhi.
14
kebutuhan pembiayaan yang mungkin melibatkan pinjaman luar negeri.
Batas atas investasi maupun keragaman dan keluasan sumber sumber
pendanaan tergantung alternative sistem penawaran berdasarkan criteria
tekno-ekonominya.
Mencakup pertimbangan dampak negative terhadap lingkungan hidup
karena kebijakan energy. Metodologi dampak energy terhadap lingkungan
mebantu memformulasikan scenario energy lingkungan dalam sistem
ekonomi. Implikasi sistem penawaran dan permintaan energy sudah ada
dalam bentuk perundang undagan tentang ambang batas polusi atau garis
besar kebijakan yang berhubungan dengan jenis teknologi tertentu, seperti
energy teknologi nuklir. Pada tingkat proyek, analisa dampak lingkungan
perlu lebih banyak dilaksanakan untuk mencap keadaan keseimbangan
energy dan lingkungan.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiscal yang terutama adalah pajak (T) dan anggaran
belanja pemerintah (G). kebijakan pajak perusahaan energy disamping
mengikuti perartuan perpajakan yang ada, harus dilengkapi dengan
peraturan perpajakan khusus yang hanya berlaku untuk produsen energy
(lex/spesialis). Disamping dirancang untuk menyerap rente ekonomi yang
biasa diperoleh produsen, peraturan khusus itu juga dimaksudkan menyerap
rente ekonomi yang terkait dengan SDA (resourceren). Dengan demikian
banyak dijumpai peraturan perpajakan dalam pengusahaan energy yang
bersifat khusus dibandingkan dengan komiditi lainnya. Besarnya
penerimaan pemerintah merupakan bagi hasli keuntungan yang diserahkan
perusahaan energy. Besar yang diterima sama dengan pajak yang berlaku
umum ditambah resourcerent. Resourcerent dapat diambil lewat royalty
berdasarkan produksi kotor atau berdasarkan keuntungan bersih perusahaan
15
energy. Perubahan peraturan perpajakan yang menyangkut besarnya
persentase pajak perusahaan (taxrate) tidak akan mempengaruhi secara
langsung keuntungan yang diterima produsen bagi hasil yang diterima
pemerintah disepakati pakan bagian yang tetap. Dengan demikian kenaikan
pajak dapat diartikan sebagai penurunan porsi resourcerent.
Negara Negara industry sudah menerapkan pajak industry. Pajak
semacam itu, disamping pajak yang berlaku umum, dikenakan kepada
konsumen energy. Penerapan pajak dimaksudkan meningkatkan penerimaan
dari konsumsi energy. Dana yang diperoleh dipakai untuk menangani
masalah lingkungan. Penerapan pajak demikian dikhawatirkan mengurangi
konsumsi energy yang pada giliriannya mengurangi produksi energy yang
mengandung kadar pencemar tinggi. Disamping itu Negara-negara
berkembang masih menyangsikan apakah peningkatan pajak memang benar
digunakan untuk mengatasi soal lingkungan atau sekedar menambah
penirimaan Negara dengan memakai dalil lingkungan.
Angggaran yang dipakai untuk belanja pemerintah akan
mempengaruhi perkembangan sector energy besar kecil pengaruhnya
tergantung alokasi anggaran masing-masing sector ekonomi yang sedikit
banyak mempunyai kaitan dengan sector energy. Sector industry
memmerlukan sumber daya energy yang lebih besar daripada sector
pertanian, sehingga pengembangan sector industry akan memberi dampak
besar terhadap pemakiaan energy. Disamping pengaruh langsung alokasi
pembiayaan pemerintah terhadap sector energy, juga ada pengaruh tidak
langsung berbagai sector yang sensitive terhadap pemakaian energy.
Keterkaitan sector energy dengan anggaran pembiayaan pemerentah
biasanya bila telah menyangkut kepentingan piblik secara langsung (public
utility). Dalam banyak hal sector energy disini sudah dapat dikelola secara
mandiri, bahkan tidak jarang member kontribusi terhadap penerimaan
Negara lewat devisa ekspor maupun pajak energy. Sector energy seperti itu
biasanya terkait dengan kegiatan hulu. Jika suatu sistem perekonomian
masih menerapkan subsidi energy dalam sistem anggaran pemerintahan
16
maka alokasi untuk keperluan pembiayaan pengembangan menjadi
berkurang.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter yang utama adalah kebijaksanaan suku
bunga(i) dan jumlah uang beredar (M). besarnya suku bunga akan
mempengaruhi iklim investasi. Hal demikian juga terjadi dalam sector
energy. Perusahaan memerlukan tingkat pengembalian modal yang cukup
tinggi dalam pengusahaan energy. Tingkat pengembalian modal itu
ditunjukkan dengan besarnya Internal Rate of Return (IRR) yang diminta
perusahaan energy. IRR yang tinggi diperlukan untuk membayar kembali
suku bunga pinjaman dan pengusahaan energy yang mempunyai resiko
cukup tinggi. Risiko yang disertai penggunaan padat modal memerlukan
marjin (spread) cukup besar antara suku bunga pinjaman dengan IRR. Jika
suku bunga pinjaman mningkat, marjin dengan IRR akan megecil sehingga
risiko proyek meningkat. Karena itu perusahaan energy memerlukan tingkat
suku bunga yang stabil dan wajar sehingga perusahaan mampu
mengembangkan dan memanfaatkan energy dengan keuntungan yang wajar.
Besarnya jumlah uang beredar (money supply,M) akan memengaruhi harga
barang dan jasa (P=M.Y). Dampak harga barang dan jasa terlihat pada daya
beli masyarakat tidak terkecuali untuk produk akhir energy seperti listrik,
gas bumi, dan BBM. Gejolak perubahan uang yang beredar memeang sangat
terasa dinegara erkembang yang belum mempunyai fundamental ekonomi
kokoh. Operasi pasar yang dilakukan bank sentral akan sangat menentukan
jumlah peredaran mata uang Negara bersangkutan operasi tersebut
dilakukan lewat pengaturan suku bunga bank sentral yang kemudian
memengaruhi suku bunga pasar. Kebijaksanaan tersebut semata-mata tidak
didasarkan pada per timbangan sektoral, tetapi lebih pada pertimbangan
ekonomi nasional. Karena itu kebijakan yang ditempuh dapat saja memberi
dampak kurang menguntungkan bagi sector energy. Di sisi lain harga
produk akhir energy tidak dapat disesuaikan dengan keinginan produsen
energy untuk mengatasi tingkat inflasi yang membumbung tinggi. Di sini
17
berlaku peran pemerintah terutama di Negara berkembang yang lebih
mengutamakan kesejahteraan masyarakat (konsumen) dan demi stabilitas
ekonomi nasional. Meningkatnya uang yang beredar merangsang konsumen
untuk membelanjakan uangnya dan mendorong kenaikan harga barang dan
jasa. Kenaikan harga atau inflasi membuat harga riel barang dan jasa jadi
merosot.
Kebijakan Sektor Barang dan Jasa (riel).
Berbagai kebijakan sector barang dan jasa (riel) sedikit banyak
mempengaruhi sector energy. Sector riel adalah sector untuk memproduksi
barang dan jasa yang didukung oleh sistem produksi dan investasi. Dengan
demikian peran investasi menjadi amat sangat penting dalam
mengembangkan sector riel. Karena keterbatasan dana domestic,
penambahan sector riel sebagian besar Negara berkembang dilakukan
terlebih dahulu dengan cara mengundang investor internasional. Kebijakan
insentif untuk menciptakan iklim yang menarik bagi investor akan
mendorong aliran modal masuk kesuatu Negara. Kebijakan itu dapat
menggunakan instrument jalan ekonomi/non-ekonomi. Kebijakan menarik
investasi asing perlu memperhitungkan perkembangan yang terjadi diluar
sistem ekonomi, sehingga kebijakan yang dibangun dapat menciptakan daya
saing terhadap sistem ekonomi yang lain. Iklim kondusif yang diinginkan
para investor asing tidak hanya menyangkut nanti ekonomi semata, tetapi
social dan politik. Resiko yang dihadapi mereka tidak hanya sebatas
ekonomi, tetapi juga social dan politik. Dengan demikian kebijakan sector
riel member dampak langsung maupun tidak langsung terhadap
perkembangan sector energy.
Konsumsi energy Negara industry dari tahun ke tahun terlihat cukup tinggi.
Persediaan domestic ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan energy yang
terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut mereka harus melakukan
impor. Kebijakan impor terutama tidak tergantung pada suatu Negara pengekspor
saja. Impor mereka bahan mentah, sehingga industry hilir di Negara itu dapat
18
berkembang dan mendapatkan nilai tambah. Dengan adanya kebijakan
diversifikasi impor, dapat mengendalikan harga dan ketergantungan energy dari
satu sumber. Amerika contoh sebuah Negara yang tidak mengantungkan
kebutuhan minyak hanya dari anggota Negara OPEC Amerika juga melakukan
impor dari Negara non OPEC. Ketergantungan ekonomi Negara-negara Amerika
selatan dan tergantung keamanan Negara-negara Timur Tengah merupakan nilai
tawar yang dimiliki Amerika Serikat untuk jaminan persediaan minyak dari kedua
kawasan tersebut.
Pengalaman masa silam menunjukkan sering terjadinya gangguan persediaan
energy, terutama minyak bumi. Gangguan tersebut memberi dampak cukup serius
bagi perkembangan ekonomi nasional industry. Mereka ini kemudian
mengembangkan kebijakan strategic petroleum reserves (SPR). Minyak bumi
diimpor saat persediaan berlimpah dam harganya rendah. Beberapa diantara
mereka bahkan mengembangkan cadangan buatan dengan menyuntik minyak
impor kedalam perut bumi. Lokasi geologi yang dipilih biasanya kedap dan dapat
menyerap minyak bumi. Lokasi geologi yang dipilih biasanya kedap dan dapat
menyerap minyak bumi. Struktur seperti itu dikenal sebagai salt dome (kubah
garam). Kebijakan yang mereka kembangkan sampai saat ini, mengingat
pertimbangan teknis dan ekonomis, adalah SPR yang mampu member kontiniutas
persediaan selama 100 hari (sekitar 3 bulan). Bila terjadi gangguan persediaan
atau embarg Negara pengekspor minyak, Negara industry masih dapat bertahan
selama 100 hari dan, selama itu, cukup waktu untuk mencari jalan keluar dari
gangguan persediaan.
Kebijakan energy domestic untuk mengontrol impor energy bila terjadi
gangguan penyediaan yang dapat menyebabkan harga energy naik drastic adalah
dengan menerapkan kebijakan harga yang diatur pemerintah (regulated pricing
control). Kebijakan tersebut sudah pernah diterapkan Amerika Serikat saat terjadi
krisis minyak. Peganturan harga energy domestic ditujukan untuk memindahkan
surplus produsen ke konsumen. Pertimbangan penetapan harga energy domestic
itu adalah biaya memproses energy primer menjadi energy skunder industry di
hilir dibiarkan tetap bertahan. Untuk itu pemerintah perlu memberi subsidi agar
produsen energy domestic masih dapat memproduksi energy. Besar kecilnya
19
subsidi merangsang produsen energy memenuhi kebutuhan energy domestic.
Namun penerapan harga yag dikontrol tetap merugikan pihak produsen energy
(dead weight loss for producer).
Negara industry menggunakan energy cukup besar untuk mendukung
kegiatan industry yang sudah berlangsung sejak revolusi industry. Konsumsi
energy terutama dari penggunaan energy fosil yang member kontribusi besar
terhadap pencemaran lingkungan.kebijakan meminimalisasi dampak negative
terhadap lingkungan hidup kemudian menjadi perhatian utama Negara-negara
industry. Berbagai kebijakan energy seperti yang diimplementasikan Negara-
negara berkembang juga terdapat di Negara industry. Beberapa diantaranya
konservasi energy, penelitian dan pengembangan teknologi energy, serta
standarisasi dan ekolabeling. Karena ketersediaan dan alokasi yang lebih baik,
implementasi kebijakan energy tersebut terasa lebih operasional dinegara-negara
industry.
20
mengoptimalkan pemanfaatan dan alokasi sumber daya energy. Kedua,
mengoptimalkan pemanfaatan sumber energy fosil sebagai bahan bakar maupun
sebagai bahan baku agar diperoleh nilai tambah maksimal. Ketiga, mendorong
upaya penyediaan energy secara lebih merata. Keempat, mendorong dan
meningkatkan upaya ekspor jasa dan teknologi energy. Kelima, meningkatkan
upaya komersialisasi pemanfaatan energy baru dan terbarukan serta peningkatan
pemanfaatan energy setempat (in-situ energy). Keenam, mengerahkan
penggunaan energy di sector transportasi agar lebih efisien, beragam, dan bersih.
Ketujuh, menyertakan dan mempertimbangkan aspek lingkungan hidup mulai dari
kegiatan eksploitasi sampai pemanfaatan akhir.
Gambar 2.2 merupakan kebutuhan energy final per sector Indonesia periode
2010-2050. Peningkatan kebutuhan energy final per sector selalu terjadi setiap
tahun pada periode 2010-2015, kecuali pada tahun 2030 dan 2040. Rata. Dengan
antisipasi murahnya pertumbuhan ekonomi masa depan maka permintaan energy
juga akan semakin meningkat. Untuk itu hal yang perlu ditekankan dalam
pembangunan energy adalah pada sisi permintaan dengan melakukan
penghematan dan mengoptimalisasikan penggunan energy. Keadaan eografis
Indonesia sebagai Negara kepulauan menimbulkan masalah disparitas
pembangunan. Pembangunan energy diharpkan dapat mendukung percepatan
pemerataan pembangunan apalagi undang-undang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah (PKPD) yang telah diberlakukan dapat member dana tambahan
pembangunan bagi daerah yang memunyai potensi energy.
21
Devisa ekspor Indonesia selama kurun waktu 20 tahun silam didominasi
hasil ekspor minyak dan gas bumi. Karena permintaan domestic meingkat pesat
dan keperluan mendapatkan devisa, tingkat pengurasan sumber daya energy
terutama minyak dan gas bumi dilakukan dengan sangat tinggi. Itu
menggambarkan kebijakan yang hanya mengarah pada kegiatan pengurasan
semaksimal mungkin dengan mengabaikan prinsip pembangunan yang
berkelanjutan seharusnya perlu diperhatikan keseimbangan pengurasan cadangan
minyak dan gas bumi dengan tersedianya cadangan energy yang lain.
Ketergantungan berbagai sector energy domestic hanya pada minyak bumi
perlu terus dikurangi. Dengan cadangan semakin menipis sementara permintaan
terus meningkat, pemanfaatan minyak bumi perlu diusahakan seefisien mungkin
dan seefektifnya. Sejalan perkembangan kebijakan energy dengan itu perlu ada
energy alternative lain sehingga ketergantungan pada minyak bumi dapat
berkurang. Penggunaan gas bumi perlu ditingkatkan dalam sector industry dan
transportasi domestic. Indoneisa memiliki cadangan gas bumi yang tesebar cukup
besar. Kebijakan pemanfaatan gas bumi seperti LNG,LPG,CNG dan NG untuk
memenuhi keperluan domestic secara bertahap perlu diarahkan untuk membangun
industry gas dalam negeri. Adapun cadangan batubara yang cukup besar perlu
didukung oleh kebijakan yang kondusif untuk ekspor dan pengembangan konversi
batubara cair dan gas dapat dijadikan energy alternative untuk memenuhi
permintaan domestic.
Kebijakan mengembangkan energy baru dan yang dapat diperbaruiperlu
terus dikembangkan. Jenis energy tersebut pada saat ini belum dapat memenuhi
skala keekonomian pengembangannya sehingga masih tergantung subsidi
pemerintah. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi, jenis energy alternative
tersebut diharapkan dapat dikembangkan besar-besaran sehingga dapat memenuhi
criteria keekonomiannya.
22
dan cadangan potensial 51,1%. Jika cadangan terbukti minyak bumi tersebut
dibagi dengan produksi minyak bumi tahun 2013 yaitu 301,10 million barrels
(mb) maka akan bertahan selama 12,26 tahun. Namun, jika cadangan terbukti
tersebut mampu ditingkatkan dari cadangan potensial maka ketahanan energi
minyak bumi akan meningkat dua kali lipat.
Hingga saat ini, Pertamina masih mengoperasikan 8 kilang minyak dari 10
kilang minyak yang ada di dalam negeri. Meskipun Pertamina memiliki
kilang lebih banyak namun belum mampu menjamin ketersediaan pasokan
minyak. Hal ini disebabkan karena penurunan produksi minyak bumi dari
tahun ke tahun. Sebagai contoh dalam kurun waktu 2004-2012 produksi
menurun dari 400,4 menjadi 314,6 kilo barel per hari. Penurunan produksi
tersebut disebabkan berkurangnya produksi sumur-sumur yang sudah ada
secara alamiah seperti di lapangan Duri-Minas dan terbatasnya penemuan
sumur-sumur baru.
23
3. Konsumsi dan Proyeksi Energi Nasional
Sektor industri, rumah tangga dan transportasi merupakan sektor yang
paling banyak menyerap energi final hampir mencapai 95%. Untuk mengatasi
semakin tingginya laju konsumsi energi nasional harus didukung oleh
ketersediaan sumber energi yang berkelanjutan. Beberapa solusi yang dapat
dipertimbangkan yaitu dengan meningkatkan jumlah produksi energi migas
dan memanfaatkan serta mengoptimalkan energi baru dan terbarukan (EBT)
dengan berbagai kebijakan strategis.
Kontribusi energi fosil terhadap proyeksi kebutuhan energi nasional
menurut skenario Kebijakan Energi Nasional (KEN) akan berkurang menjadi
76% (2020), 74% (2025), 71% (2030), 68% (2045) hingga 67% (2050).
Artinya terjadi pengurangan ketergantungan energi fosil hingga 16%. Namun
jika mengaju pada skenario Business as Usual (BaU), tanpa kebijakan energi
nasional maka pengurangan energi fosil hanya 7% saja.
24
adalah tanaman pangan dan perkebunan yang menghasilkan limbah cukup
besar dan dapat dipergunakan untuk keperluan lain seperti bahan bakar nabati.
Sementara itu, sumber daya energi surya sebesar 4,80 KWh/M2/hari, energi
angin sebesar 3-6 m/s, energi laut sebesar 49 GW dan potensi listrik dari
uranium sebesar 3.000 MW. Jika potensi EBT ini sudah dioptimalkan
sebesar-besarnya maka sangat besar kemungkinan Indonesia akan mandiri
energi. Sangat tidak masuk akal jika negeri kita yang sangat melimpah akan
sumber daya alam kekurangan energi. Oleh karena itu diperlukan kerjasama
antara Pemerintah, Pertamina dan Masyarakat Indonesia
Selain energi terbarukan, Pertamina juga masih fokus pada peningkatan
produksi migas melalui berbagai kebijakan strategis untuk membantu
pemerintah dalam mengurangi ketergantungan impor BBM, menjamin
ketersediaan energi yang mandiri yang pada akhirnya akan mendorong
percepatan pembangunan di berbagai sektor. Pertamina telah mengambil
langkah visioner untuk menjadikan perusahaannya menjadi perusahaan
minyak nasional yang berkelas dunia, hal ini sangat penting untuk
menghadapi kompetitor global yang semakin kompetitif.
25
Dalam mewujudkan kemandirian energi nasional, Pertamina dapat
mengembangkan bisnis migas di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri,
Pertamina seharusnya mendapatkan wewenang yang sama bahkan lebih
dibandingkan dengan Petronas dan Shell. Sementara di luar negeri, Pertamina
diharapkan dapat berkompetisi dengan Top Ten perusahaan minyak asing
seperti Saudi Aramco, Gazprom, National Iranian Oil Co., ExxonMobil,
Petrocina, BP, Royal Ducth Shell, Pemex, Chevron, dan Kuwait Petroleum
Corp. dengan rata-rata produksi minyak mentah per hari lebih dari 3 hingga
9,7 juta barel. Ada beberapa kebijakan yang menurut saya dapat dilakukan
oleh pemerintah dan PT. Pertamina yaitu:
a. Prioritas Utama
26
tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak
Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Migas; birokrasi yang mudah melalui
perizinan satu pintu dan proses pembebasan lahan yang mudah dan tepat
waktu oleh pemda/pemko atau instansi terkait. Kepastian perpanjangan
kontrak pengelolaan migas juga penting untuk menjaga keberlangsungan
produksi. Di samping itu, Presiden juga dapat mengeluarkan Perpres untuk
mempermudah proses pembangunan sumur dan kilang minyak baru. Dengan
adanya sinergi dan koordinasi yang baik antar lintas instansi dan sektoral
dengan pertamina dan KKKS, diharapkan akan mempermudah langkah
Pertamina dalam mewujudkan kemandirian energi nasional.
Hal ini disebabkan kebutuhan BBM nasional mencapai 1,5 juta barel per hari
sementara produksi minyak nasional hanya kurang dari 810.000 barel per
hari. Berkurangnya produksi minyak mentah dari sumur-sumur yang sudah
ada secara alamiah dapat diatasi dengan temuan sumur-sumur baru. Cadangan
potensial minyak bumi jumlahnya 3.857,31 MMSTB lebih tinggi daripada
cadangan terbukti. Sementara gas bumi memiliki cadangan potensial 48,85
TSCF.
27
melakukan ekspansi migas kepada negara produsen terbesar di dunia seperti
Arab Saudi, Federasi Rusia, USA, China, Kanada dan kawasan Timur
Tengah. Investasi, kondisi pasar global dan regulasi pemerintah terkait serta
kontrak kerjasama operator migas, tentulah faktor-faktor yang sangat
menentukan. Melalui pendekatan dan kerjasama bilateral dan upaya-upaya
kreatif oleh anak usaha Pertamina di luar negeri tentu akan mempermudah
ekspansi dan akuisisi blok-blok migas strategis. Pertamina juga dapat
mengembangkan usaha bisnisnya dengan meningkatkan saham dan market
sharing.
28
mengalami kenaikan hingga 24%, batubara turun hingga ke 25%. Jika
mengacu kepada proyeksi bauran energi primer maka pasokan energi nasional
akan didominasi oleh EBT dan gas alam. Dengan menguasai teknologi EBT
maka pemamfaatan dan optimalisasinya akan berdampak signifikan pada
porsi konsumsi energi akhir. Teknologi ini harus didukung oleh investasi
infrastuktur EBT yang memadai. Namun, kenyataanya Pertamina harus
bekerja keras untuk mengembangkan teknologi EBT ini. Hal ini disebabkan
anggaran yang dibutuhkan untuk riset teknologi EBT masih sangat besar.
Sebuah harga yang harus dibayar mahal oleh pemerintah jika tetap mengejar
kemandirian energi nasional yang berkelanjutan yaitu dengan mengalokasikan
anggaran yang cukup kepada Pertamina hingga ditemukannya teknologi EBT
yang ekonomis, praktis, sustainable dan berdayaguna.
b. Prioritas Tambahan
29
energi. Hemat energi dapat dilakukan antara lain dengan bersepeda,
menggunakan listrik dan barang-barang elektronik sehemat mungkin.
30
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Dirgantara. 2016. Kebijakan Energi, Online.
(www.scribd/kebijakanenergi).
Anis. Ambarwati. 2016. Kegagalam Pasar, Online
(https://anisambarwati.wordpress.com/ekonomi-publik/kegagalan-pasar-dan-
campur-tangan-pemerintah/)
Sriwijayasih, Imania. Yusmartini, Eka. Ekonomi Energi. 2018. Politeknik Negeri
Seiwijaya. Palembang
Dewan Energi Nasional. 2018.Pointers KEN Rencana KEN. Jakarta
31