Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 9 No.

1 Mei 2018: 55-63_______________________ISSN 2087-4871

PERKEMBANGAN LARVA UDANG GALAH (MACROBRACHIUM ROSENBERGII)


HASIL PERSILANGAN POPULASI ACEH DAN STRAIN SIRATU

DEVELOPMENT OF LARVAE GIANT FRESHWATER SHRIMP


(MACROBRACHIUM ROSENBERGII) ON CROSS ACEH POPULATION AND
SIRATU STRAIN

Istiqomah Nur Aini1, Tarsim1, Wisnu Sujatmiko2


1
Jurusan Perikanan dan Kelautan, Universitas Lampung
2
Pusat Teknologi Produksi Pertanian, BPPT
Korespondensi: istiqomahnuraini17@gmail.com

ABSTRACT

Giant freshwater shrimp culture were very interested and booming because it has economic values. The problems
of control over the genetic qualities giant freshwater shrimp will fall especially on the promotion of production
management larvae without followed a good parent, efforts to be carried out is to genetic improvement through the
activities of a cross parent (hybridization) in order to produce larvae with a superior quality. Intraspecifik hybridization
use giant freshwater shrimp, Aceh population (A) and Siratu strain (R) should be conducted in resiprokal (RA and RA)
and pure line (RR and AA). This study aims to assess a cross resiprokal percent Giant freshwater shrimp of the aceh
population and siratu strain against the rate and duration of the development larvae of which produced.The result
of research show that the larvae of crossbreeding with a method of hybrid resiprokal Siratu x Aceh (RA) with a value
of growth rate up 9,87 and duration of the development of 27 day has better effort than hybrid Aceh x Siratu (AR)
with a value of growth rate up 9,78 and duration of the development of 30 day in order to achieve post larvae. The
results of a cross hybridization RA and AR longer than inbrida Siratu x Siratu (RR) but faster compared to inbrida
Aceh Aceh x (AA) as an elder.

Keyword: development, giant freshwater shrimp, intraspecifik hybridization, resiprokal

ABSTRAK

Budidaya udang galah sangat diminati dan berkembang pesat karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Permasalahan
yang timbul yakni pengendalian terhadap kualitas genetik udang galah menjadi turun terutama pada produksi larva tanpa
diikuti manajemen induk yang baik, upaya yang dapat dilakukan yaitu perbaikan genetik melalui kegiatan persilangan
induk (hibridisasi) untuk menghasilkan larva dengan kualitas unggul. Hibridisasi intraspesifik menggunakan udang
galah populasi Aceh (A) dan strain Siratu (R) dilakukan secara resiprokal (RA dan AR) dan galur murni (RR dan AA).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persilangan resiprokal udang galah populasi Aceh dan strain Siratu terhadap laju
dan durasi perkembangan larva yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva hasil persilangan dengan
metode resiprokal hibrida Siratu x Aceh (RA) dengan nilai laju perkembangan 9,87 dan durasi perkembangan 27 hari
lebih baik dibandingkan hibrida Aceh x Siratu (AR) dengan nilai laju perkembangan 9,78 dan durasi perkembangan 30
hari untuk mencapai post larva. Hasil persilangan hibridisasi RA dan AR lebih lama dibandingkan inbrida Siratu x Siratu
(RR) tetapi lebih cepat dibandingkan dengan inbrida Aceh x Aceh (AA) sebagai tetua.

Kata kunci : hibridisasi intraspesifik, perkembangan, resiprokal, udang galah

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB__________________________ E-mail: jurnalfpik.ipb@gmail.com


PENDAHULUAN adalah tersedianya populasi yang berbeda
secara genetis baik karena terisolasi geografi
Budidaya udang galah maupun populasi hasil budidaya yang telah
(Macrobrachium rosenbergii) sangat diminati didomestikasi. Induk udang galah Siratu
dan berkembang cukup pesat karena udang merupakan hasil pemuliaan atau seleksi
galah salah satu komoditas perikanan air induk di Pelabuhan Ratu (Siratu) yang
tawar unggulan yang bernilai ekonomis terbentuk dari tiga sumber genetik (KKP
tinggi, hal tersebut terlihat dari tingginya 2015). Sedangkan induk udang galah Aceh
permintaan terhadap udang galah. Produksi merupakan induk yang diperoleh dari alam
perikanan budidaya udang galah di (liar) dan belum terdomestikasi.
Indonesia pada beberapa tahun terakhir Pemanfaatan sumber genetik
sebagai berikut, pada tahun 2012 mencapai baru diharapkan dapat meningkatkan
1.620 ton, tahun 2013 mencapai 3.385 ton, keunggulan komparatif udang galah
dan tahun 2014 mencapai 1.754 ton (KKP (Khasani et al. 2010). Oleh sebab itu perlu
2015). dilakukan hibridisasi intraspesifik antara
Permasalahan yang timbul dalam populasi Aceh dan strain Siratu yang
kegiatan budidaya udang galah sangat bertujuan untuk menggabungkan fenotipe
berkaitan dengan kualitas genetik dan terbaik pada hibrida yang dihasilkan
pengelolaan induk. Buruknya pengelolaan sehingga mampu memperbaiki mutu genetik
induk di hatchery dapat mengakibatkan melalui perbaikan angka laju dan durasi
terjadinya perkawinan silang dalam perkembangan larva.
(inbreeding depreesion) yang tidak Penelitian ini bertujuan untuk
terkontrol sehingga produksi dan kualitas mengkaji persilangan resiprokal udang galah
larva menurun. Menurut Kusmini (2010) populasi Aceh dan strain Siratu terhadap
inbreeding dapat menyebabkan terjadinya laju dan durasi perkembangan larva yang
penurunan keragaman genetik. Perbaikan dihasilkan.
genetik menjadi salah satu upaya yang
perlu dilakukan untuk meningkatkan METODE PENELITIAN
produksi larva dengan kualitas unggul.
Kualitas larva dapat ditingkatkan melalui Penelitian ini dilaksanakan pada
kegiatan persilangan induk (hibridisasi) Januari – Maret 2018 di Laboratorium
(Wachirachaikarn et al. 2009). Menurut Perikanan, Pusat Teknologi Produksi
Goyard et al. (2008) hibridisasi yakni cara Pertanian (PTPP), Badan Pengkajian dan
yang efektif untuk meningkatkan kualitas Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong.
genetik karena memiliki teknik sederhana Alat yang digunakan dalam
dan tidak memerlukan biaya tinggi serta penelitian ini meliputi bak fiber, akuarium,
dapat dilakukan dengan fasilitas dan scope net, komputer, mikroskop, kamera,
kemampuan sumber daya manusia yang cawan cekung, breaker glass, water heater,
terbatas. high blower, water quality chacker, hand
Kajian hibridisasi intraspesifik dalam counter, pipet tetes, sendok putih, selang dan
penelitian ini dilakukan menggunakan induk batu aerasi. Bahan yang digunakan dalam
udang galah populasi alam asal Aceh (A) dan penelitian ini meliputi larva udang galah, air
strain Siratu (R) secara resiprokal (RA dan salinitas 5 g/l, air salinitas 12 g/l, larutan
AR) dan galur murni (RR dan AA). Menurut iodine, Artemia sp., dan egg custard. Skema
Khasani et al. (2010) syarat agar dapat persilangan induk disajikan pada Tabel 1.
dilakukan perkawinan silang udang galah

Tabel 1. Skema persilangan induk populasi Aceh dan strain Siratu


Udang Galah Jantan
Siratu (R) Aceh (A)

Betina Siratu (R) RR RA


Aceh (A) AR AA

56 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 9 No. 1 Mei 2018: 55-63
ISSN 2087-4871

Prosedur Penelitian (Larva Stage Index) (Hadie & Hadie 1993).


Pengamatan LSI dapat dilakukan dengan
Pemijahan menghitung larva yang memiliki stadium
yang sama. Pengamatan stadium larva
Bak fiber sebanyak 4 unit disiapkan dilakukan menggunakan mikoskop.
sebagai wadah pemijahan induk udang Pengamatan LSI dilakukan setiap tiga hari
galah dengan volume air 0,2 m3 pada sekali dimulai sejak larva berumur 0 hari
masing-masing bak yang dilengkapi aerator sampai post larva, larva harus memenuhi
dan heater. Induk udang galah kemudian 11 tahap perkembangan dan setiap
dimasukkan ke dalam masing-masing tahap terjadi pergantian kulit (molting)
wadah dengan perbandingan betina dan dengan perubahan struktur morfologinya
jantan 3 : 1. Pemeriksaan pembuahan (metamorfosa) (Roslani 2007). Laju
dilakukan secara rutin yang bertujuan perkembangan larva dihitung berdasarkan
untuk mengetahui apabila induk betina rumus (Hadie & Hadie 1993) :
sudah mulai mengerami telurnya maka
harus segera dipindahkan ke akuarium
secara terpisah. Sebelum penetasan telur,
induk didesinfeksi dengan perendaman Keterangan :
menggunakan larutan iodine 100 mg/l LSIt : Larva Stage Index pada hari ke-t
selama 5 menit. LSIa : Larva Stage Index pada hari ke-0
LSI dihitung berdasarkan rumus Hadie dan
Penetasan Telur Hadie (1993) :

Akuarium sebanyak 4 unit disiapkan


sebagai wadah penetasan telur udang galah
dengan volume air 0,015 m3 bersalinitas 5
g/l pada masing-masing bak yang dilengkapi Keterangan :
aerator dan heater. Pengamatan dilakukan n1, n2, dan n3 : Jumlah larva yang dilihat
setiap hari untuk melihat jika induk tersebut pada stadium yang sama
menetaskan telur secara bersamaan. Larva a, b, dan c : Stadium larva
yang dipanen kemudian didesinfeksi dengan N : Jumlah total larva
perendaman menggunakan larutan iodine 1
mg/l selama 5 menit. Kualitas Air

Pemeliharaan Larva Parameter kualitas air yang diukur


meliputi suhu, pH, dan DO. Pengukuran
Bak fiber sebanyak 4 unit disiapkan dilakukan pada setiap unit percobaan
sebagai wadah pemeliharaan larva udang dengan frekuensi tujuh hari sekali selama
galah dengan media bersalinitas 12 g/l pemeliharaan pada pagi, siang, dan sore.
dan kepadatan 6.000 ekor/ 0,2 m3 pada
masing-masing bak yang dilengkapi aerator Analisa Data
dan heater. Larva udang galah diberi
pakan naupli Artemia sp. dengan frekuensi Data hasil penelitian berupa
pemberian 2 kali sehari (pukul 08.00 perkembangan larva udang galah dan
dan 16.00 WIB) dan egg custard dengan kualitas air diolah secara deskriptif.
frekuensi pemberian 3 kali sehari (pukul
10.00, 12.00 dan 14.00 WIB) dengan dosis
sesuai SOP (Standar Prosedur Operasional) HASIL DAN PEMBAHASAN
BPPI Sukamandi (Lampiran 4). Kemudian
dilakukan penyiponan pada pagi hari Perkembangan Larva Udang Galah
sebelum pemberian pakan dengan frekuensi
2 hari sekali. Perkembangan larva udang galah
disajikan pada Tabel 2. Hasil penelitian
Parameter Uji menunjukkan bahwa perkembangan larva
atau masa metamorfosis larva udang galah
Perkembangan hasil persilangan RR berlangsung lebih cepat
mencapai post larva dibanding persilangan
Laju perkembangan larva udang lainnya yaitu selama 24 hari, sedangkan AA
dilakukan dengan menghitung nilai LSI 33 hari, RA 27 hari dan AR 30 hari. Menurut

Perkembangan Larva Udang Galah...............................................................................................................(AINI et al.) 57


KKP (2015) durasi pemeliharaan larva AA menunjukan pada stadia I dan stadia
untuk menjadi PL5 berlangsung selama IV – VI memerlukan masa metamorfosis
24 – 30 hari pemeliharaan dengan tingkat masing-masing 3 hari; stadia II, III dan VII
keseragaman larva 90%. Menurut Syafei masing-masing 2 hari; dan stadia VIII – XI
(2006) perkembangan larva udang galah memerlukan masa metamorfosis masing-
dari menetas hingga mencapai post larva masing 2 hari untuk berkembang dan
dapat dibedakan berdasarkan morfologinya beralih ke stadia selanjutnya sehingga
melalui 11 tahapan stadia. Hasil menjadi post larva pada hari ke 33.
pengamatan persilangan RR menunjukan Perkembangan larva udang galah
pada stadia I – VII dan stadia IX memerlukan hasil persilangan RA berlangsung lebih
masa metamorfosis masing-masing 2 hari; cepat dibanding larva persilangan AA
stadia VIII, X, dan XI masing-masing 3 dan persilangan AR, yaitu selama 27 hari
hari untuk berkembang dan beralih ke masa pemeliharaan untuk mencapai post
stadia selanjutnya sehingga menjadi post larva. Hal tersebut menunjukkan bahwa
larva pada hari ke 24. Dengan demikian hibridisasi telah berhasil atau mampu
perkembangan larva hasil persilangan RR memusatkan alel-alel dari induk Siratu
relatif lebih lambat dibandingkan dengan dan Aceh, secara resiprokal karakter yang
udang galah dari Asahan maupun GI Macro dominan berasal dari induk Siratu. Hasil
II yang hanya 21 hari mencapai post larva pengamatan persilangan RA menunjukan
(Ipandri, 2017; Kurniawan, 2016). pada stadia I – IV, VI dan VIII memerlukan
Perkembangan larva udang galah masa metamorfosis masing-masing 2 hari;
hasil persilangan AA berlangsung lambat stadia V, VII, IX dan IX masing-masing
dibanding persilangan lainnya yaitu 3 hari; dan stadia X memerlukan masa
selama 33 hari masa pemeliharaan untuk metamorfosis 4 hari untuk berkembang
mencapai post larva. Kajian yang telah dan beralih ke stadia selanjutnya sehingga
dilakukan oleh Ipandri (2017) udang menjadi post larva pada hari ke 27.
galah Asahan memerlukan waktu 21 hari Perkembangan larva udang galah
pemeliharaan untuk mencapai post larva hasil persilangan AR berlangsung cukup
pada media bersalinitas 13 g/l. Perbedaan cepat dibanding larva persilangan AA,
waktu pemeliharaan larva untuk mencapai yaitu selama 30 hari masa pemeliharaan
post larva antara populasi Aceh dan untuk mencapai post larva. Hal tersebut
Asahan diduga karena induk Aceh belum menunjukkan bahwa hibridisasi telah
terdomestikasi secara sempurna sehingga berhasil atau mampu memusatkan alel-alel
berpengaruh terhadap larva yang dihasilkan. dari induk Aceh dan Siratu, secara resiprokal
Domestikasi adalah menjinakkan atau karakter yang dominan berasal dari induk
menjadikan spesies liar menjadi spesies Siratu. Hasil pengamatan persilangan AR
akuakultur dengan pertimbangan biologi, menunjukan pada stadia I, III, IV dan VI
ekonomi, dan pasar (Effendi, 2004). Sejalan memerlukan masa metamorfosis masing-
dengan Ahmad (1992) dalam pembenihan masing 2 hari; stadia II, V, VII – IX masing-
udang galah, larva yang dihasilkan dari masing 3 hari; dan stadia X dan XI
indukan alam memerlukan waktu yang memerlukan masa metamorfosis masing-
lebih lama untuk mencapai post larva masing 4 hari untuk berkembang dan
dibandingkan dengan larva dari induk yang beralih ke stadia selanjutnya sehingga
telah dibudidaya atau melalui perbaikan menjadi post larva pada hari ke 30.
genetik. Hasil pengamatan persilangan

Tabel 2. Perkembangan larva udang galah hasil persilangan populasi Aceh dan strain Siratu
Stadia Ciri-Ciri Morfologi Gambar Perkembangan Larva
I Mata sesil dan telson masih polos. Perbesaran 30x

58 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 9 No. 1 Mei 2018: 55-63
ISSN 2087-4871

Tabel 2. (Lanjutan) Perkembangan larva udang galah hasil persilangan populasi Aceh dan
strain Siratu
II Mata bertungkai dan mulai terlihat Perbesaran 30x
uropoda pada telson.

III Eksopoda dan endopoda pada uropo- Perbesaran 20x


da telah berkembang dan kaki jalan
(periopoda) bagian depan sudah mu-
lai memanjang.

IV Dua gerigi rostrum sudah mulai tam- Perbesaran 30x


pak serta uropoda dan telson telah
menyerupai kipas.

V Pertumbuhan eksopoda dan endopo- Perbesaran 20x


da pada uropoda sudah hampir sama
dengan telson.

VI Tunas kaki renang (pleopoda) sudah Perbesaran 20x


mulai tampak.

Perkembangan Larva Udang Galah...............................................................................................................(AINI et al.) 59


Tabel 2. (Lanjutan) Perkembangan larva udang galah hasil persilangan populasi Aceh dan
strain Siratu
VII Pleopoda bercabang dua. Perbesaran 20x

VIII Pleopoda terlihat lengkap dan urop- Perbesaran 15x


oda sudah berkembang serta telson
sudah mulai menyempit.

IX Pleopoda lebih berkembang dengan Perbesaran 10x


pertumbuhan ruas dan rambut.

X Pleopoda lebih berkembang serta ada Perbesaran 20x


rambut di antara gerigi rostrum.

XI Uropoda telah berkembang penuh, Perbesaran 35x


pleopoda tumbuh sempurna, dan
gerigi rostrum telah berjumlah 9
buah.

60 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 9 No. 1 Mei 2018: 55-63
ISSN 2087-4871

Larva Stage Index (LSI) merupakan ke-9 sampai ke-24 persilangan RR dan
parameter penting yang menentukan RA memiliki nilai LSI yang lebih tinggi
kecepatan perkembangan larva. Besarnya dibandingkan yang lain, diduga induk
nilai LSI udang galah pada larva hasil betina Siratu lebih berpengaruh positif
persilangan RR, AA, RA dan AR selama dibandingkan dengan induk betina Aceh
pemeliharaan disajikan pada Tabel 3. yang belum terdomestikasi dengan baik.
Tabel 3 menunjukkan bahwa Hari ke 24 LSI persilangan RA
nilai LSI hasil persilangan RR selalu lebih 10,87 maupun AR 10,78 lebih tinggi bila
tinggi dibandingkan persilangan lainnya dibandingkan dengan AA 9,58, hal ini
sejak hari ke-9. Nilai LSI hasil persilangan menunjukan bahwa penggunaan induk
RR pada hari ke-0 yaitu 1,13 lebih tinggi Siratu yang merupakan hasil perbaikan
dibandingkan dengan ketiga persilangan genetik berpengaruh terhadap persilangan
lainnya yang memiliki nilai LSI 1. Hari dengan induk dari alam Aceh. Ditinjau dari
ke-3 sampai hari ke-24, semua larva hasil pemijahan RR yang sudah terdomestikasi
persilangan memiliki nilai LSI yang hampir dan AA yang belum terdomestikasi nilai
beragam. Persilangan RA pada hari ke-3 LSI sangat berbeda yaitu 11 dan 9,58.
dan ke-6 memiliki nilai LSI yang lebih Laju perkembangan larva udang galah dari
tinggi dibanding yang lain, diduga induk semua larva hasil persilangan secara lebih
betina Siratu berpengaruh positif terhadap jelas disajikan pada Gambar 1.
perkembangan larva yang dihasilkan. Hari

Tabel 3. Larva Stage Index (LSI) udang galah


Hari-ke
Persilangan
0 3 6 9 12 15 18 21 24
RR 1,13 2,82 4,42 6,84 8 9,94 10,35 10,98 11
AA 1 2,31 4 4,84 6,31 6,94 8,67 8,96 9,58
RA 1 3,06 4,81 5,73 7,68 9,12 10,24 10,61 10,87
AR 1 2,95 3,84 5,64 7,28 8,43 9,99 10,3 10,78

Gambar 1. Laju perkembangan larva udang galah

Gambar 1 menunjukkan bahwa laju unggul hasil pemuliaan sehingga memiliki


perkembangan larva hasil persilangan RR kemampuan berkembang yang lebih cepat
dengan nilai 10 lebih cepat dibandingkan dibandingkan strain lain yang tidak melalui
dengan persilangan lainnya yaitu AA 8,58; perbaikan genetik. Diperkuat dengan KKP
RA 9,87; dan AR 9,78. Hal tersebut diduga (2015) udang galah strain Siratu merupakan
karena induk Siratu merupakan strain udang sintesis yang terbentuk dari tiga

Perkembangan Larva Udang Galah...............................................................................................................(AINI et al.) 61


sumber genetik meliputi; strain Citanduy, kestabilan genetik. Diperkuat Prastowo et
Mahakam dan Bone. al. (2008) benur unggul pada L. vannamei
Laju perkembangan larva hasil di Jepara akan mencapai kestabilan genetik
persilangan RA dengan nilai 9,87 lebih cepat setelah keturunan F4. Perbaikan genetik
dibandingkan dengan larva hasil persilangan melalui hibridisasi dengan metode resiprokal
AA dan AR, meskipun tidak sampai memiliki peluang untuk menghasilkan larva
melebihi kemampuan laju perkembangan unggul jika telah melalui kestabilan genetik.
larva hasil persilangan RR. Larva hasil
persilangan AR dengan nilai 9,78 memiliki Kualitas Air
laju perkembangan yang lebih cepat
dibandingkan dengan larva hasil persilangan Hasil pengukuran kualitas air selama
AA, dengan nilai 8,58. Berdasarkan hasil pemeliharaan disajikan pada Tabel 4. Profil
penelitian tersebut diduga persilangan kualitas air yang diperoleh selama penelitian
antara induk betina udang galah alam dari masing-masing media pemeliharaan
(liar) dengan induk jantan hasil budidaya larva persilangan RR, AA, RA dan AR relatif
(mengalami perbaikan genetik), tidak selalu seragam dan masih berada dalam kisaran
menghasilkan larva dengan performa yang toleransi yang memenuhi persyaratan dalam
lebih baik dari kedua tetuanya terutama pemeliharaan larva udang galah.
induk dari alam ataupun belum mencapai

Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh selama penelitian


Parameter
Persilangan Suhu ( C)
O
pH DO (mg/l)
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
RR 30,08 30,49 31,01 7,4 7,6 7,7 5,61 5,30 5,19
AA 30,14 30,53 30,81 7,4 7,6 7,9 5,80 5,39 5,18
RA 30,43 30,80 30,95 7,5 7,7 7,9 5,70 5,36 5,20
AR 30,06 30,72 30,73 7,7 7,9 7,9 5,78 5,46 5,21

Batas toleransi
29 – 31 7 – 8,5 ≥5
(New, 2002)

KESIMPULAN staf peneliti dan perekayasa terutama


bidang perikanan, Kepala Lab. PTPP BPPT
di Laboratoria Pengembangan Teknologi
Berdasarkan hasil penelitian yang
Industri Agro dan Biomedika (LAPTIAB),
telah dilakukan diperoleh kesimpulan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
bahwa larva hasil persilangan dengan
(BPPT) di Kawasan Puspiptek Serpong,
metode resiprokal hibrida Siratu x Aceh
yang telah mendukung dan memfasilitasi
(RA) dengan nilai laju perkembangan 9,87
kegiatan penelitian ini.
dan durasi perkembangan 27 hari lebih
baik dibandingkan hibrida Aceh x Siratu
(AR) dengan nilai laju perkembangan 9,78
DAFTAR PUSTAKA
dan durasi perkembangan 30 hari untuk
mencapai post larva. Hasil persilangan
Ahmad Y. 1992. Observation on the Growth
hibridisasi RA dan AR lebih lama
of Macrobrachium rosenbergii Larvae
dibandingkan inbrida Siratu x Siratu (RR)
from Two Sources of Breeders.
tetapi lebih cepat dibandingkan dengan
Malaysia, Ministry of Agriculture.
inbrida Aceh x Aceh (AA) sebagai tetua.
Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur.
Penebar Swadaya. Jakarta. 188 hal.
Goyard E, Goarant C, Ansquer D, Brun
UCAPAN TERIMA KASIH
P, de Decker S, Dufour R, Galinie
C, Peignon JM, Pham D, Vourey E,
Ucapan terima kasih penulis
Harache Y, Patrois J. 2008. Cross
sampaikan kepada Direktur Pusat
Breeding of Different Domesticated
Teknologi Produksi Pertanian (PTPP) beserta

62 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 9 No. 1 Mei 2018: 55-63
ISSN 2087-4871

Lines as a Simple Way for Genetic Berbeda. Skripsi. Universitas


Improvement in Small Aquaculture Lampung, Lampung.
Industries: Heterosis and Inbreeding Kusmini I. 2010. Karakteristik Fenotipe dan
Effects on Growth and Survival Rates Genotipe Hibrida antara Huna Biru
of the Pacific Blue Shrimp Penaeus (Cherax albertisii) dengan Huna Capit
(Litopenaeus) styrostris. Aquaculture, Merah (Cherax quadricarinatus).
278: 43 – 50. [Tesis] Bogor: Institut Pertanian
Hadie S dan Hadie E. 1993. Teknik Bogor.
Pengembangan Budidaya Udang New MB. 2002. Farming Freshwater Prawns
Galah Skala Rumah Tangga. Jakarta, a Manual for the Culture of the
Kanisius. Giant River Prawn Macrobrachium
Ipandri, Y. 2017. Kelangsungan Hidup dan rosenbergii. FAO Fisheries Technical
Perkembangan Larva Udang Galah Paper 428, United Kingdom.
(Macrobrachium rosenbergii) Asahan Prastowo BW, Susanto A, Nur EM, dan
pada Salinitas Berbeda. Jurnal Rahayu. 2008. Kejadian Inbreeding
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Terarah dan Random Mating pada
Perairan, 5(1): 581–586. Hasil Selektif Breeding Calon Induk
Khasani I, Imron, dan Iswanto B. 2010. Udang di Pembenihan. Jurnal
Standar Operasional Budidaya Udang Aquaculture. Yogyakarta.
Galah Guna Mendukung Pemuliaan. Roslani D. 2007. Monitoring Kualitas Air
Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Selama Infeksi Penyakit Ekor Putih
Budidaya Perikanan. Badan Riset pada Udang Galah Macrobrachium
Kelautan dan Perikanan, 2 – 5. rosenbergii De Man, 1879 di Cisolok,
Khasani I, Imron, Suprapto R, dan Sukabumi. Skripsi. Program
Himawan Y. 2010. Evaluasi Studi Teknologi dan Manajemen
Keragaan Persilangan Udang Galah Akuakultur. Departemen Budidaya
(Macrobrachium rosenbergii) dari Perairan. Fakultas Perikanan dan
Beberapa Sumber Populasi. Prosiding Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Forum Inovasi Teknologi Akuakultur, Bogor, Bogor.
581 – 590. Syafei LS. 2006. Pengaruh Beban Kerja
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. Osmotik terhadap Kelangsungan
2015. Keputusan Menteri Kelautan Hidup, Lama Waktu Perkembangan
dan Perikanan Republik Indonesia Larva, dan Potensi Tumbuh
Nomor 25/Kepmen-KP/2015 tentang Pascalarva Udang Galah. [Disertasi]
Pelepasan Udang Galah Siratu. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. Uno Y and Soo KL. 1969. Larval Development
Jakarta. of Macrobrachium rosenbergii (de Man)
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. in the Laboratory. Tokyo University of
2015. Statistik Perikanan Budidaya Fisheries, 55(2): 179–190.
Indonesia 2014. Direktorat Jenderal Wachirachaikarn A, Rungsin W, Srisapoome
Perikanan Budidaya Kementrian P, Na-nakorn U. 2009. Crossing of
Kelautan dan Perikanan. Jakarta. African Catfish, Clarias gariepinus
Kurniawan T. 2016. Perkembangan dan (Burchell, 1822), Strains Based on
Kelangsungan Hidup Larva Udang Strain Selection using Genetic Diversity
Galah (Macrobrachium rosenbergii Data. Aquaculture, 290: 53–60.
de Man) GI Macro II pada Salinitas

Perkembangan Larva Udang Galah...............................................................................................................(AINI et al.) 63

Anda mungkin juga menyukai