Peradaban Islam Masa Kerajaan Turki Ustm
Peradaban Islam Masa Kerajaan Turki Ustm
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Manusia tidak pernah terlepas dari yang namanya sejarah. Sejarah merupakan
segala peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah terjadi yang dapat
memberikan segala manfaat bagi kehidupan manusia baik itu menjadi sumber
inspirasi, edukatif, maupun sebagai sumber rekreatif bagi setiap manusia.
Khususnya sejarah mengenai peradaban Islam.
Sejarah mengenai peradaban Islam ini memberikan manfaat yang sangat besar
bagi para umat Islam di dunia. Di mana melalui sejarah peradaban Islam terdapat
berbagai cerita atau kronologi mengenai peristiwa-peristiwa yang berkaitan
dengan agama Islam baik itu pada zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,
, pada masa Khulafaurrasyidin, atau para tabi’in dan tabiuttabi’in.
Salah satu yang dikaji dalam sejarah peradaban Islam ialah mengenai kerajaan-
kerajaan yang berdiri sepeninggalan Rasulullah dan para sahabatnya, diantara
kerajaan-kerajaan tersebut adalah kerajaan Turki Ustmani yang berdiri selama
kurang lebih 7 abad lamanya. Kerajaan Turki Ustmani dipimpin oleh banyak
khalifah karena kerajaan ini berdiri dalam waktu yang lama. Banyak peristiwa-
peristiwa penting yang terjadi pada masa kerajaan Turki Ustmani, baik itu
mengenai konflik intern, ekstern, mengenai kejayaan-kejayaan yang diperoleh,
para pemimpinnya, faktor penyebab kemundurannya dan sebagainya. Sehingga
perlu mempelajari mengenai Kerajaan Turki Ustmani.
Hal inilah yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini untuk mengkaji
lebih dalam mengenai kerajaan Turki Ustmani, baik itu mengenai latar belakang
kemunculannya, para pemimpinnya, kejayaan yang diperoleh serta faktor-faktor
yang menyebabkan keruntuhannya.
1
B. RumusanMasalah
C. TujuanPenulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Turki Ustmani
Dinasti Turki Ustmani merupakan kekhalifaan yang cukup besar dalam Islam
dan memiliki pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di
Asia, Afrika, dan Eropa. Bangsa Turki memiliki peranan yang sangat penting
dalam perkembangan peradaban Islam.[1]
Munculnya dinasti Ustmani di Turki terjadi pada saat dunia Islam mengalami
fragmentasi kekuasaan pada periode kedua dari pemerintahan Abbasiyah (kira-
kira abad ke-9). Sebelum itu, sekalipun telah ada kekuasaan bani Umayyah di
Andalusia (755-1031 M) dan Bani Idris di bagian barat Afrika Utara (788-974
M), fregmentasi itu semakin menjadi pada sejak abad ke-9 M. Pada abad itu
muncul berbagai dinasti seperti Aghlab, di Kairawan (800-909 M), Bani Thulun
di Mesir (858-905 M), Bani Saman di Bukhara (874-1001 M) dan Bani Buwaih
di Baghdad dan Syiraz (932-1000 M). Kerajaan Ustmani berkuasa secara meluas
di Asia kecil sejak munculnya pembina dinasti ini yaitu Ottoman, pada tahun
1306 M. Golongan Ottoman mengambil nama mereka dari Ustman I (1290-1326
M), pendiri kerajaan ini dan keturunannya berkuasa sampai 1922. Di antara
negara muslim, Turki Ustmani yang dapat mendirikan kerajaan yang paling besar
serta paling lama berkuasa. Pada masa Sultan Ustman, orang Turki bukan
merebut negara-negara Arab, tetapi juga seluruh daerah antara Kaukasus dan kota
Wina. Dari Istanbul, ibu kota kerajaan itu, mereka menguasai daerah-daerah di
sekitar laut tengah dan berabad-abad lamanya Turki merupakan faktor penting
dalam perhitungan ahli-ahli politik di Eropa Barat. Dinasti Turki Ustmani
merupakan kekhalifaan Islam yang mempunyai pengaruh besar dalam peradaban
di dunia Islam.[2]
1
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
193.
2
. Ibid., h. 194
3
B. Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Ustmani
Kerajaan Turki Ustmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang berasal
dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol
menyerang umat Islam, pemimpin suku kayi, Sulaiman Syah, mengajak anggota
sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersbut dan lari ke arah barat.
Bangsa Mongol itu mulai menyerang dan menaklukan wilayah Islam yang berada
di bawah kekuasaan dinasti Khwarazm Syah tahun 1219-1220 M. Sulaiman Syah
meminta perlindungan kepada Jalal Ad-Din, pemimpin terakhir dinasti Khwarazm
Syah tersebut di Transoksania, sebelum dikalahkan oleh assukan Mongol. Jalal
ad-Din memberi jalan agar Sulaiman pergi ke Barat ke arah Asia kecil, dan di
sanalah mereke menetap. Sulaiman ingin pindah lagi ke wilayah Syam setelah
ancaman Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negri Syam tersebut, pemimpin
orang-orang Turki tersebut hanyut di suangi Euphrat yang tiba-tiba pasang karena
banjir besar, tahun 1228.[3]
Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang
ke negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia
Kecil. Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh
Erthogrol (Arthogrol), anak Sulaiman. Mereka akhirnya menghambkan dirinya
kepada Sultan Ala ad-Din II dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya
berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil.[4]
Di sana di bawah pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada
Sultan Seljuk yang sedang berperang melawan Bizanthium.[5] Pada waktu itu
bangsa Saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang Turki imigran
tadi melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai kekeuasaan kemaharajaan
Romawi Timur (Bizantium). Dengan adanya tambahan pasukan baru dari saudara
sebangsanya itu pasukan Saljuq menang atas Romawi. Sultan gembira dengan
kemenangan tersebut dan memberi hadiah kepada Erthogrol wilayah yang
berbatasan dengan Bizantum. Dengan senang hati Erthogrol membangun tanah
3
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 51.
4
. Ibid., h. 52
5
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001), h. 130.
4
perdikan itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut dan
merongrong wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogud sebagai pusat
kekuasaannya. Dinasti Saljuk Rum sendiri sedang surut pada saat itu. Dinasti
tersebut telah berkuasa di Anatholia bagian tengah kurang lebih dua ratus tahun
lamanya, sejak tahun 1077 hingga tahun 1300.
Erthogrol mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang
diperkirakan lahir tahun 1258. Nama Ustman itulah yang diambil sebagai nama
untuk kerajaan Turki Ustmani. Erthogrol meninggal tahun 1280. Ustman ditunjuk
untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin suku bangsa Turki
atas persetujuan Sultan Saljuq, yang merasa gembira karena pemimpin baru itu
dapat meneruskan kepemimpinan pendahulunya. Sultan banyak memberikan hak
istimewa kepada Ustman dan mengangkatnya menjadi gubernur dengan gelar bey
di belakang namanya. Ustman juga diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri
dan didoakan dalam khutbah jum’at. Namun demikian, sebagian ahli
menyebutkan bahwa Ustman adalah anak Sauji. Sauji itulah anak Erthogrol,
sehingga Usman adalah cucunya, bukan anaknya. Sauji telah meniggal sebelum
ayahnya meninggal. Ia meninggal dalam perjalanan pulang sehabis memohon
kepada Sultan Saljuq atas perintah ayahnya Erthogrol untuk tinggal menetap di
wilayahnya. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan makanya Erthogrol ketika
menerima berita ini sedih bercampur gembira. Sedih karena anaknya meninggal
dan gembira karena permohonannya untuk menettap di wilayah Saljuq itu
dikabulkan oleh Sultan.[6]
Ketika Erthogrol meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinan
dilanjutkan oleh Ustman. Usman inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajan
Ustmani. Ustman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana
ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya
menduduki benteng-benteng Bizanthium yang berdekatan dengamn kota Broessa.
Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuq Rum ini
kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmanpun menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah
6
. Syafiq A. Mughni, Op . Cit., h. 52.
5
kerajaan Usman dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang
sering disebut juga Ustman I.[7]
7
. Badri Yatim, Op. Cit., h. 130.
8
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 53.
6
1. Periode pertama
Periode ini dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai
kehancuran sementara oleh serangan Timur. Sultan-sultannya adalah
sebagai berikut:
a. Usman I 1299-1326
b. Orkhan (putera Usman I) 1326-1359
c. Murad ((putera Orkhan) 1359-1389
d. Bayazid I Yildirim (Putera Murad) 1389-1402. [9]
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Ustman mendapatkan kekuasaannya
setelah meningglanya Sultan Saljuq Rum, Ala ad-Din II. Kerajaannya diperkuat
dengan menambah wilayah-wilayah yang dirampasnya dari Bizanthium. Untuk
negeri-negeri yang belum ditaklukan di wilayah Asia Kecil, Ustman mengirim
surat kepada mereka untuk memilih dari tiga piliha, yakni tunduk dan memeluk
agama islam, membayar jizyah, atau diperangi. Banyak dari mereka yang tunduk
dan memeluk agama islam, sebagian yang lain mau membayar jizyah, tetapi ada
pula yang menentang dan bersekutu dengan tentara Tartar untuk melawannya.
Ustman pun tidak gentar menghadapinya, disiapkan pasukan pilihan untuk
melawan sekutu Tartar yang akhirnya dapat dikalahkannya.[10] Setelah Ustman I
mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Ustman (raja besar keluarga
Ustman) tahun 699 H setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya.
Dia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa tahun
1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan 1326 M kerajaan Turki Ustmani dapat
meenaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330 M), Uskandar
(1338 M), Ankara (1354 M), dan Galli poli (1356 M). Daerah ini adalah bagian
benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Ustmani.[11]
Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain memantapkan keamanan dalam
negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan
9
. Ibid., h. 53.
10
. Ibid., h. 54.
11
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 131.
7
Adrionopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah bagian Utara
Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus
mengobarkan semangat perang. Sejumlah bessar pasukan Eropa disiapkan untuk
memukul mundur Turki Ustmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman , raaja
Honggaria. Namun Sultan Bayazid 1 dapat mengahancurkan pasukan sekutu
Kristen Eropa tersebut.[12]
Sultan Bayazid naik tahta tahun 1389 dan mendapat gelar Yaldirin dan
Yaldrum, yang berarti kilat karena terkenal dengan serangan-serangannya yang
cepat terhadap lawannya. Ia menaklukkan wilayah-wilayah yang belum
ditundukkan oleh para pendahulunya. Di masanya terjadi perang besar antara
pasukan Ustmani dengan ntentara sekutu Eropa. Bayazid tidak gentar menghadapi
pasukan sekutu di bawah anjuran Paus dan bahkan menghancurkan pasukan
salib.[13]
Ekspansi kerajaan Usmani sempta terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi
diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk
melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun
1402 M. Tentara Turki Ustmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama
puteranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M. Kekalahan
Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turrki Ustmani. Penguasa-
penguasa Seljuq di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani.
Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan.
Dalam pada itu putera Bayazid saling berebut kekuasaan. Suasana buruk ini baru
berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan
Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan
dan kekuasaan seperti sediakala.[14]
12
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
196.
13
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 55.
14
. Badri Yatim, Loc. Cit., h. 131.
8
2. Periode Kedua
Periode ini ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan
sampai ekspansinya yang terbesar. Sultan-sultannya adalah:
a. Muhammad I (Putera Bayazid I) 1403-1421
b. Murad II (Putera Muhammad I) 1421-1451
c. Muhammad II Fatih (Putera Murad II) 1451-1481
d. Bayazid II (Putera Muhammad II) 1481-1512
e. Salim I (Putera Bayazid II) 1512-1520
f. Sulaiman I Qanuni (Putera Salim I) 1520-1566.[15]
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol
dipecah dan dibagi-bagi kepada putera-peteranya yang satu sama lain saling
berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk
melepaskan diri. Namun pada saat ittu juga terjadi perselisihan antara putera-
putera Bayazid (Muhammad, Isa, dan Sulaiman). Setelah sepuluh tahun perebutan
kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudarnya.
Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan
meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri.[16] Muhammad baru diakui
seluruh wilayah Ustman setelah berjuang kurang lebih sepuluh tahun. Ia
mempunyai strategi yang berbeda untuk menghadapi semua lawannya.ia membuat
perjanjian damai dengan raja-raja Eropa dan menaklukkan wilayah-wilayah yang
menentang satu demi satu. Akirnya wilayah Ustman dapat disatukan satu demi
satu. Integrasi wilayah ini tampaknya mengejutkan Eropa karena mereka sama
sekali tidak menduga bahwa Usman akan bangkit kembali karena sudah
berantakan akibat serangan Timur Lenk. Sultan meninggal tahun 1421 M dan
digantikan oleh putranya Murad II.
Sultan Muran II naik tahta ketika beliau berumur muda sehingga tidak
dihiraukan oleh raja-raja Eropa. Banyak tantangan yang dia hadapi. Yang paling
penting adalah bersatunya pasukan Eropa di bawah komando negeri Honggaria
dengan Huynade sebagai pemimpinnya. Serangan-serangan terhadap dunia Islam
15
. Syafiq A. Mughni, op. Cit., h. 58.
16
. Badri Yatim, Loc. Cit., h. 132.
9
membuahkan kemenangan, yang memaksa Murad II untuk berdamai dengan
mereka. Perdamaian dengan sumpah di bawah kitab suci masing-masing agama
itu Injil dan al-Qur’an dikhanati oleh pihak Kristen. Mereka bernafsu menyerang
kembali Ustman tanpa menghiraukan perjanjian yang telah dibuat belum lama
berselang. Sultan Murad yang semula mengundurkan diri dari panggung politik
bangkit keembali guna menghadapi penghinatan itu. Akhirnya dengan semangat
yang tinggi dan serangan yang dahsyat pasukan Huynade dapat dilumpuhkan dan
ia lari ke Eropa. Sultan Murad II meninggal setelah itu, pada tahun 1451 M, dan
digantikan oeh putranya, Muhammad II.[17]
Sultan Muhammad II naik tahta pada tahun 1451 M dengan mewarisi
kerajaan yang luas. Ia terkenal dengan nama Al-Fatih, sang penakluk atau
pembuka, karena pada masanya Konstantinopel sebagai ibu kota Bizantium
berabad-abad lamanya dapat ditundukkan. Hal itu terjadi pada tahu 1453 M.
Pasukan Ustmani memblokade kota berbenteng kat itu dari segala penjuru yang
akhirnya kota itu dapat ditaklukkan. Gereja Aya Sophia yang terkenal itu diubah
menjadi mesjid dan kebebasan beragama dijamin. Ibu kota Usmani dipindahkan
ke kota itu dari Edirne.[18] Telah berulang kali pasukan muslim sejak masa
Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena
kokohnya benteng di kota tua itu. Dengan terbukannya kota Konstantinopel
sebagai benteng pertahanan terkuat keerajaan Bizanthium, lebih memudahkan
arus ekspansi Turki Ustmani ke benua Eropa. Dan wilayah Eropa bagian timur
semakin terancam oleh Turki Ustmani. Karena ekspansi Turki Usmani juga
dilakukan ke wilayah ini bahkan sampai ke pintu gerbang kota Wina, Austria.[19]
Sultan Muhammad mengembangkan wilayahnya lebih lanjut setelah
penaklukan yang dinanti-nanti oleh umat Islam. Sultan meninggal tahun 1481 dan
diganti oleh putranya Bayazid II.
Berbeda bengan ayahnya Bayazid II lebih memnetingkan kehidupan
tasawuf daripada perang di medan laga. Kelemahannyaa di bidang pemerintahan
17
. Syafiq A. Mughni, Loc. Cit., h. 58-59.
18
. Ibid., h. 59.
19
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
196.
10
yang cenderung berdamai dengan musuh mengakibatkan Sultan itu tidak begitu
ditaati oleh rakyatnya, termasuk putera-puteranya. Bahkan terjadi perselisihan
yang panjang antara mereka. Akhirnya Sultan Bayazid II mengundurkan diri dari
pemerintahan tahun 1512 dan digantikan oleh puteranya Salim I.
Berbeda dengan ayahnya Sultan Salim I memiliki kemampuan memerintah
dan memimpin peperangan. Maka pada saat pemerintahannya wilayah Ustman
bertambah luas hingga menembus Afrika Utara. Syria dapat ditaklukan dan Mesir
yangg diperintah oleh kam Mamalik ditundukkan pada tahun 1517 M. Gelar
khalifah yang disandang oleh al-Mutawakkil ‘ala Allah, salah seorang keturunan
Bani Abbas yang selamat daris serangan bangsa Mongol 1235 M dan pada saat itu
yang berada di bawah proteksi Mamluk, diambil alih oleh Sultan. Dengan
demikian sejak masa Sultan Salim para sultaan Ustmani menyandang juga gelar
khalifah. Walaupun sangat sebentar sekali berkuasa Sultan Salim sangat berjasa
membentangkan wilayahnya hingga mencapai Afrika Utara, suatu hal yang belum
pernah dilakukan oleh para pendahulunya. Ia meninggal tahun 1520 dan
digantikan oleh anaknya Sulaiman I.[20]
Pada masa Sultan Sulaiman I ini terjadilah zaman keemasan bagi kerajaan
Turki Ustmani. Wilayahnya mencapai kawasan yang luas, meliputi daratan Eropa
hingga Austria, Mesir dan Afrika Utara hingga Aljazair dan Asia hingga ke
Persia. Serta meliputi lautan Hindia, laut Arabia, laut Merah, Lut Tengah dan Laut
Hitam. Ia menyebut dirinya sebagai Sultan dari segala Sultan, raja diraja, pemberi
anugrah mahkota bagi raja-raja dan bayang-bayang Allah di muka bumi. Ia
membuat dan memberlakukan Undang-undang di wilayahnya sehingga ia disebut
al-Qanuni, pembuat Undang-undang. Orang Barat menyebutnya sebagai Sulaiman
yang agung, The Magnificent. Ia wafat taahun 1566 dan digantikan oleh putranya
Salim II. Di masa anaknya inilah mulai tampak kemunduran kerajaan Ustmani
sedikit demi sedikit.
20
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 59.
11
3. Periode Ketiga
Periode ini ditandai dengan kemampuan Ustmani untuk mempertahankan
wilayahnya, sampai lepasnya Hungaria. Namun kemunduran segera terjadi.
Dalam masa kemunduran Turki Ustmani setelah Sulaiman terdapat beberapa
Sultan yang berkuasa berturut-turut sebagai berikut:
a. Salim II (Putera Sulaiman I) 1566-1573
b. Murad III (Putera Salim II) 1573-1596
c. Muhammad III (Putera Murad III) 1596-1603
d. Ahmad I (Putera Muhammad III) 1603-1617
e. Mustafa I (Putera Ahmad I) 1617-1618
f. Usman II (Putera Ahmad I) 1618-1622
g. Mustafa I (Yang kedua kalinya) 1622-1623
h. Murad IV (Putera Ahmad I) 1623-1640
i. Ibrahim I (Putera Ahmad I) 1640-1648
j. Muhammad IV (Putera Ibrahim I) 1648-1687
k. Sulaiman III (Putera Ibrahim I) 1687-1691
l. Ahmad II (Putera Ibrahim I) 1691-1695
m. Mustafa II (Putera Muhammad IV) 1695-1703.[21]
21
. Ibid., h. 60.
12
yang mempertahankan tradisi ghazi. Jadi para sultan selanjutnya kurang terlibat
langsung dalam administrasi negara sekalipun mereka tetap dikelilingi oleh tradisi
kebesaran.
Namun ini tidak menyelamatkan pembunuhan Ustman II pada tahun 1628
dan pemakzulan Ibrahim pada tahun 1648 dan Muhammad IV pada tahun 1688.
Bahkan para penguasa dan jendral memainkan peran lebih penting dalam
pemerintahan, seperti Mehmed Saqoli Pasya di bawah Salim II, Sinan Pasya di
bawah Muhammad II, Murad Pasya dan Khalil Pasya di bawah Ahmad I dan
Ustman II. Di samping itu beberapa kelompok lain bersaing dalam mengatur
negara, seperti korps Janissari, Sipahi, lingkaran istana dan ulama’ dengan
instuisinya syaikh al-islam. Murad IV adalah satu-satunya sultan yang sanggup
menekan pengaruh kelompok-kelompok itu. Ia bahkan berhasil meningkatkan
kekuatan militer baru, Segban, berasama-sama Janissari. Sekalipun terdapat
gejolak keagamaan dari sebagian masyarakat melawan orang-oarangg kristen,
para negarawan itu menunjukkan sikap yang sangat toleran.
Ada pemberontakan agama yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah di
Asia Kecil, dan ini menunjukkan bahwa tradisi keagamaan lama abad ke-13 dan
ke-14 tidak seluruhnya lenyap. Pada tahun 1599 muncul gerakan Qara Yaziji dan
Urfa, pada tahun 1606 pemberontakan Qalender Oghlu di Sharukhan, yang
sempat beberapa tahun menguasai wilayah yang luas di Anatolia Barat, sampai
dihancurkan oleh Murad Pasya; pada tahun 1623-1628 terjadi pemberontakan
Abaza yang melawan Janissari. Di Anatolia timur ada gerakan pemisahan diri di
bawah seorang Kurdi bernama Janbulat di Syiria Utara.[22]
4. Periode Keempat
Periode ini ditandai dengan secara berangsur-angsur surutnya kekuatan
kerajaan dan pecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah. Sultan-
sultannya adalah sebagai berikut:
a. Ahmad III (Putera Muhammad IV) 1703-1730
b. Mahmud I (Putera Mustafa II) 1730-1754
22
. Ibid., h. 62
13
c. Usman III (Putera Mustafa II) 1754-1757
d. Mustafa III (Putera Ahmad III) 1757-1774
e. Abdul Hamid (Putera Ahmad III) 1774-1788
f. Salim III (Putera Mustafa III) 1789-1807
g. Mustafa IV (Putera Abd. Al-Hamid I) 1807-1808
h. Mahmud II (Putera Abd. Al-Hamid II) 1808-1839. [23]
23
. Ibid., h. 63.
14
Ia akhirnya mengambil kesimpulan bahwa tidak ada jalan lain dalam
melaksanakan pembaharuan selain melakukan pembunuhan massal terhadap
Janissari, tindakan itu benar-baenar terjadi di Konstantinopel pada 16 Juni
1826.[24]
Pada saat yang sama tarekat Bektassyyiyah ditindas. Lemahnya kerajaan
pusat telah menjadi karakterr kerajaan Usmani pada abad ke-18. Aljazair, Tunisia,
dan Tripoli diperintah oleh para Bey secara turun-temurun. Mesir diambil alih
oleh Ali Bey. Di Anattholia pada tahun 1739 ada pemberontakan yang berbahaya
dari Syari Beg Oghlu. Di Mesopotamia dan Iraq kondisinya juga demikian. Di
syiria kaum Druze memiliki amirnya sendiri dan daerah pantai dikuasai oleh
Jazzar Pasya dari Akka.
5. Periode Kelima
Periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administratif dari
negara di bawah pengaruh ide-ide barat. Sultan-sultanya adalah:
a. Abdul Majid I (Putera Mahmuud II) 1839-1861
b. Abdul Aziz (Putera Mahmud II) 1861-1876
c. Murad V (Putera Abd. Majid I) 1876-1876
d. Abdul Hamid II (Putera Abd. Majid I) 1876-1909
e. Muhammad V (Putera Abd. Majid I) 1909-1918
f. Muhammad IV (Putera Abd. Majid I) 1918-1922
g. Abdul Majid II (1922-1924), hanya bergelar khalifah, tanpa sultan yang
akhirnya diturunkan pula dari jabatan khalifah. Turki Usmtani di hapus
oleh Kemal Attaturk dan Turki menjadi negara nasiona Republik
Turki.[25]
Pada periode ini muncul gerakan pembaharuan yang kurang lebih merupak
aplikasi dari Tanzimat. Namun demikian tantangan Barat terus berlanjut sehingga
secara bertahap wilayah Usmani semakin berkurang. Pada tahun 1865 Turki
kehilangan Serbia, dan dua kerajaan kecil di Danube. Pada tahun 1878 Serbia,
24
. Ibid., h. 64-65
25
. Ibid., h. 66.
15
Montonegro dan Rumania lepas dari Usmani, sedang Bulgaria menjadi
semiindependen. Di kawasa Caucasia Turki kehilangan Qars dan Batum. Inggris
mencaplok Cyprus dan Mesir. Burgaria merdeka dan Bosnia dan Herzegovina
diambil oleh Austria. Kemudian Tripoli jatuh ketangan Italia.
Selama abad ke-19 hubungan Turki dengan Persia berjalan baik. Namun,
karena keterlibatan Turki dalam perang Dunia menyebabkan kehilangan beberapa
wilayah di Asia. Konstantinopel sendiri diduduki oleh pasukan sekutu.
Kemunduran politik ini pada akhirnya mengentarkan turunnya sultan Muhammad
VI pada tahun 1922 dan kemudian hilangnya kerajaan Usmani.[26]
26
. Ibid., h.67.
27
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
200.
16
menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh
Orkhan dengan jalan megadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh
militer.
Perbaharuan dalam tubuh orginisasi militer oleh Orkhan tidak hanya dalam
bentuk mutassi personil-personil pemimpin, tetapi juga diadakan
perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan
sebagai anggota dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan
prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok
militer baru yang disebut pasukan Jenissari dan Inkisyariah. Pasukan inilah
yang dapat mengubah negara Ustmani menjadi mesin perang yang paling
kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan
negara-negara non-muslim.[28]
Di samping Jenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang
dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau militer
Thaujjah. Angkatan lautpun dibenahi, karena ia memiliki peranan yang
besar dalam perjalanan ekspansi Turki Ustmani. Pada abad ke-16 angkatan
laut Turki Ustmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki
Ustmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang
sangat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan
pemerintah yang teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-
sultan Turki Ustmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur
pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-
A’zham (perdana mentri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-
Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan
negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitan undang-undang
(qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang menjadi
pegangan hukum bagi kerajaan Turki Ustmani sampai datangnya reformasi
28
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 134.
17
pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di
ujung namannya ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Kemajuan
dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa Dinasti Turki
Usmani menjadi sebuah negara yang cukup disegani pada masa
kejayaannya.[29]
29
.Samsul Munir Amin, Op. Cit.,h. 201.
30
. Ibid., h. 202.
31
. Badri Yatim, op. Cit., h. 136.
18
Di antara penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana
Usmani adalah Yusuf Nabi (1642-1721 M), ia muncul sebagai juru
tulis bagi Musahif Mstafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu-ilmu
agama. Dalam bidang sastra prosa Kerajaan Ustmani melahirkan dua
tokoh terkemuka yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar
dari smeua penulis adalah Mustafa bin Abdullah, yang dikenal dengan
Katip Celebi dan Haji Halife (1609-1657 M). Ia menulis buku
bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf Az-Zunun fi Asmai Al-
Kutub wa Al-Funun. Selain itu terdapat salah seorang penyair yang
paling terkenal adalah Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan
Galip Dede atau Syah Galip (1757-1799 M).adapun di bidang seni
arsitektur Islam pengaruh Turki sangat dominan, misalnya bangunan-
bangunan mesjid yang indah, seperti mesjid Al-Muhammadi atau
Majid Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman,
dan masjid Aya Sophia yang berasal dari sebuah gereja.[32]
Pada masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak
dibangun mesjid, sekolah, rumah sakit, gedung maka, jembatan,
saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah
bangunan di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal
Anatolia.[33]
4. Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar
dalam lapangan sosial dan politk. Masyarakat digolong-golongkan
berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat
sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu ulama
mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan
masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang
memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi
32
. Samsul Munir Amin, Op. Cit.,h. 202.
33
. Badri Yatim, Op. Cit., h. 136.
19
masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan bisa
tidak berjalan.
Pada masa Turki Ustmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat
yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi.
Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer.
Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat dominan di
kalangan tentara Jenissari, sehingga mereka sering disebut tentara
Bektasyi. Sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan dari para
penguasa dalam mengimbangi Jenissari Bektasyi.[34]
Kajian mengenai ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam,
tafsir dan hadis boleh dikatakan tiak mengalami perkembangan yang
berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham
(mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abdul
Hamid misalnya, begitu fanatik terhadap aliran Al-Asy’ariyah. Ia
merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritikan aliran lain.
Sultan memerintah kepada Syaikh Husein Al-Jisr Ath-Tharablusi
menulis kitab Al-Hunus Al-Hamidiyah, yang mengupas tentang
masalah ilmu kalam, untuk melestarikan lairan yang dianutnya. Akibat
kelesuan di bidang ilmu agama dan fanatik yang berlebihan maka
ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya menulis buku dalam bentuk
syarah dan hasyiyah terhadap karya-karya klasik.[35]
Bagaimanapun kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama
dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi
kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujuka ke Eropa
Timur yang belum masuk ke dalam wilayah kekuasaan dan agama
islam. Akan tetapi karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan
kecuali dalam hal-hal yang bersifat fisik pekembangannya jauh di
bawah kemajuan politik, maka bukan saja negeri-negeri yang sudah
34
. Ibid., h. 136.
35
. Samsul Munir Amin, Op. Cit., h. 204.
20
ditaklukan itu, akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi
juga masyarakatnya tidak banyak yang memeluk agama Islam.[36]
36
. Badri Yatim, Op. Cit., h. 137-138.
37
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
205.
21
menyerahkan benteng-benteng yang berada di laut Hitam kepada Rusia dan
memberi izin kepada armada Rusia untuk melintas selat yang menghubungkan
Laut Hitam dan laut puith, dan kerajaan Ustmani mengakui kemerdekaan
Kirman.[38]
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di kerajaan Ustmani selama dua
abad lebih setelah ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Tidak ada tanda-tanda
membaik sampai abad ke 19 M. Oleh karena itu satu persatu negeri-negeri di
Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-
negeri Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak
terhadap kekuasaan kerajaan Ustmani, tetapi juga beberapa daerah di Timur
Tengah mencoba bangkit memberontak.[39]
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami
kemunduran, diantaranya adalah:
1. Wilayah kekuasaan yang sangat luas, administrasi pemerintahan bagi suatu
negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara
administari pemerintahan kerajaan Ustmani tidak beres. Di pihak lain para
penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga
mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa, hal ni tentu
menyedot potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun
Negara.
2. Heterogenitas penduduk, sebagai kerajaan besar, Turki Ustmani menguasai
wilayah yang amat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz,
dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika, dan
Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi
agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang
beragam dan tersebar di wilayah yang luas itu, diperlukan suatu organisasi
pemerintahan yang teratur.
38
. Ibid., h. 206.
39
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 166.
22
3. Kelemahan para penguasa, sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan
Ustmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadian
terutama dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi
kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan
semakin lama menjadi semakin perah.
4. Budaya Pungli (korupsi), pungli merupakan perbuatan yang sudah umum
terjadi dalam kerajaan Ustmani, setiap jabata yang hendak diraih oleh
seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak
memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya budaya Pungli ini
mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat
semakin rapuh.
5. Pemberontakan tentara Jenissari, kemajuan ekspansi kerajaan Ustmani
banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari, dengan demikian dapat
dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan
tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali.
6. Merosotnya ekonomi, akibat perang yang tak pernah berhenti
pereekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang sementara belanja
negara sangat besar untuk biaya perang.
7. Terjadinya Stagnasi dalam lapanagan Ilmu dan Teknologi, kerajaan
Ustmani kurang berhasil dalam mengembangkan ilmu dan teknologi,
karena hanya mengutamakan penegmbangan kekuatan militer. Kemajuan
militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi
menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh
dari Eropa yang lebih maju.[40] Pada periode selanjutnya di masa modern,
kelemahan kerajaan Ustmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa
segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya
berada di bawah kekuasaan Kerajaan Ustmani, terutama di Timur Tengah
dan Afrika Utara.[41]
40
. Ibid., h. 167.
41
. Samsul Munir Amin, op.cit., h. 209.
23
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25