Anda di halaman 1dari 56

MODUL DIKLAT KUASA HUKUM

PERMASALAHAN HAK ATAS TANAH


DAN PENDAFTARAN TANAH

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
i
DIKLAT KUASA HUKUM

Hak Cipta © Pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/


Badan Pertanahan Nasional
Edisi Tahun 2018

Pusdiklat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/


Badan Pertanahan Nasional

Jl. Akses Tol Cimanggis, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat


Telp. (021) 8674586

Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


Modul Diklat Kuasa Hukum

Tim Pengarah Substansi:


1. Ir. Virgo Eresta Jaya, M.Eng.Sc.
2. Setyowantini,S.H.,M.Kn.

Tim Penulis Modul:


Dr. Ir. Tjahjo Arianto, S.H., M.Hum.

Editor:
Toto Hernawo, S.Pd.

JAKARTA - KEMENTERIAN ATR/BPN - 2018


DIKLAT KUASA HUKUM

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya


modul yang menjadi pegangan bagi peserta Diklat Kuasa Hukum ini.
Modul ini dapat terselesaikan karena kerjasama Tim Penyusun yang
sudah dirangkum melalui beberapa kali workshop dan dukungan dari
berbagai pihak di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional.
Untuk itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional;
2. Direktorat Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan
Ruang dan tanah Kementerian ATR/BPN;
3. Ketua Sekolah Tinggi Pertanahan;
4. Tim Penyusun Modul;
5. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya
penyusunan modul ini.
Akhir kata, semoga modul ini dapat memberikan manfaat bagi
peserta Diklat Kuasa Hukum. Kritik dan saran dengan senang hati akan
diterima untuk perbaikan modul ini.
Jakarta, Desember 2018

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan


Kementerian ATR/ BPN

i
DIKLAT KUASA HUKUM

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... I

DAFTAR ISI .................................................................................................................. II

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ...................................................................... III

BAB I PERBEDAAN KEPEMILIKAN TANAH DAN HAK ATAS TANAH ...............1

A. HAK ATAS TANAH YANG LAHIR DARI HAK KEPEMILIKAN ......................................... 1


B. HAK ATAS TANAH YANG LAHIR DARI PINJAM PAKAI ............................................... 9
C. HAK PENGELOLAAN ............................................................................................... 14
D. TANAH TIMBUL ..................................................................................................... 23
E. TANAH HASIL REKLAMASI...................................................................................... 26

BAB II PERMASALAHAN PENDAFTARAN TANAH ............................................. 36

A. INFORMASI BUKU TANAH ..................................................................................... 36


B. PENCATATAN PELEPASAN HAK.............................................................................. 41
C. PENCATATAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA ............................. 42
D. PENCATATAN PUTUSAN PENGADILAN PERDATA .................................................. 43
E. PENCATATAN PUTUSAN PENGADILAN PIDANA ..................................................... 44
F. PENCATATAN SITA JAMINAN ATAU BLOKIR .......................................................... 45

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 46

A. KESIMPULAN ......................................................................................................... 46
B. SARAN ................................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 47

BIODATA PENULIS ................................................................................................... 49

ii
DIKLAT KUASA HUKUM

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Anda dapat mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara


yang berurutan. Jangan memaksakan diri sebelum benar-benar
menguasai bagian demi bagian dalam modul ini, karena masing-
masing saling berkaitan.
Di setiap akhir bagian kegiatan belajar terdapat evaluasi yang
disediakan guna menguji tingkat pemahaman Anda setelah
memperoleh pengajaran. Jawablah setiap pertanyaan dalam tes
tersebut, dan nilai yang anda peroleh agar dijadikan sebagai umpan
balik untuk menilai lagi apakah materi dalam kegiatan belajar sudah
Anda kuasai dengan baik atau belum. Jika anda belum menguasai
75% dari setiap kegiatan, maka anda dapat mengulangi untuk
mempelajari materi yang tersedia dalam modul ini.
Guna memudahkan Anda dalam memahami materi dalam
modul ini, Pengajar nantinya akan banyak melakukan simulasi atau
latihan selama proses pembelajaran berlangsung.
Apabila anda masih mengalami kesulitan memahami materi
yang ada dalam modul ini, silahkan diskusikan dengan teman atau
guru anda.

iii
DIKLAT KUASA HUKUM

BAB I
PERBEDAAN KEPEMILIKAN TANAH
DAN HAK ATAS TANAH

A. HAK ATAS TANAH YANG LAHIR DARI HAK


KEPEMILIKAN
Tanah mungkin dimiliki oleh seseorang, dimiliki oleh
pihak lain dan ditempati pihak ketiga. Pemilikan berarti hak untuk
menikmati penggunaan sesuatu, kemampuan untuk
penggunaannya, menjualnya dan mengambil manfaat dari hak
yang berhubungan dengannya. Pemilikan menyiratkan
kekuasaan fisik untuk menguasai suatu benda berkaitan erat
dengan masalah hak keperdataan, sedangkan pemilikan dan
penguasaan merupakan masalah fakta atau praktis pada suatu
saat.
Didudukinya dan digunakannya tanah mungkin
memberikan bukti pemilikan, tapi ini bukan bukti apabila tidak
ada bukti hak atas tanah. Di beberapa negara pendudukan
tanah dikenal dengan istilah adverse tapi tidak menimbulkan
keributan, setelah beberapa waktu menimbulkan akuisisi atau
acquisition sepenuhnya dari hak atas tanah tersebut. Akuisisi
sering diuraikan secara keliru oleh sebagian pihak sebagai
pencurian tanah, ketentuan mengenai hak melalui cara
pemilikan demikian merupakan proses sah untuk menciptakan
rasa aman bagi mereka yang tidak mampu membuktikan

1
DIKLAT KUASA HUKUM

pemilikan semula1. Hak menurut filosofi hukum adat merupakan


kewenangan, kekuasaan dan kemampuan orang untuk
bertindak atas benda2. Pemilikan tanah oleh seseorang atau
kelompok orang berarti hak untuk menikmati penggunaan dan
kemampuan memanfaatkannya. Pemilikan suatu benda dalam
hal ini tanah tidak terlepas dari kekuatan fisik menguasai benda
berkaitan erat dengan hak keperdataan. Pemilikan dan
penguasaan atas tanah merupakan masalah fakta lapangan.
Hak menurut filosofi hukum adat merupakan kewenangan,
kekuasaan dan kemampuan orang untuk bertindak atas benda.
Hak Kepemilikan atas tanah dalam teori hukum Romawi
lahir berdasarkan suatu proses pertumbuhan yang dimulai dari
pendudukan dan penguasaan nyata untuk sampai pengakuan
Negara melalui keputusan pemerintah. Seseorang yang
awalnya menguasai fisik bidang tanah secara nyata atau defacto
orang tersebut diakui memiliki hak kepunyaan atau disebut jus
possessionis. Selanjutnya dalam perjalanan waktu yang cukup
lama tanpa sengketa maka hak kepunyaan tersebut
mendapatkan pengakuan hukum lebih kuat yang disebut jus
possidendi.
Bila Pemerintah memberi pengakuan sah terhadap hak
kepunyaan jus possessionis berubah memiliki kekuatan hukum
de jure sehingga dari de facto yang diikuti dengan de jure
menjadi disebut hak kepemilikan sebagai hak pribadi yang

1United Nations Economic Commission for Europe, op. cit.

2Herman Soesangobeng, Penjelasan Serta Tafsiran Tentang Kedudukan Hukum


Adat dan Hak Menguasai Adat dan Hak Menguasai dari Negara bagi Pembentukan
Hukum Pertanahan Indonesia, Tidak diterbitkan, Jakarta 2005, hlm. 3.

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 2


DIKLAT KUASA HUKUM

tertinggi.3 Mereka yang mempunyai hak kepunyaan atau


kepemilikan tanah ini atau jus possessionis seperti uraian di
atas yang diakui sah oleh Pemerintah, di Indonesia sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 lahirnya
kepemilikan tanah melalui proses pertumbuhan berdasarkan
interaksi 3 (tiga) unsur utama yaitu:
1. Pertama, penguasaan nyata untuk didiami dan dikelola;
2. Kedua, pengaruh lamanya waktu;
3. Ketiga, pewarisan4.
Penguasaan nyata didapat antara lain melalui cara
individualisasi hak ulayat, membuka hutan dan hadiah dari raja.
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA)
mengatur lahirnya hak atas tanah Hak Milik sebagai berikut:
1. Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan
Peraturan Pemerintah. (sampai saat ini Peraturan
Pemerintahnya belum terwujud);
2. Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat 1
pasal ini hak milik terjadi karena:
a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
b. Ketentuan Undang-Undang.

Di Indonesia pengakuan pemerintah terhadap hak


kepunyaan atau hak kepemilikan tanah ini dalam
pelaksanaannya dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama,
Pemerintah mengakui sebagai tanah adat, bila Pemerintah

3 Herman Soesangobeng, Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan


Agraria, STPN Press, Yogyakarta 2012, halaman 17,
4Ibid., hlm. 31.

3 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

mengakuinya sebagai tanah adat maka pada hak kepemilikan


tersebut sudah lahir atau melekat Hak Milik yaitu hak atas tanah
menurut UUPA, maka pemilikan tanah tersebut untuk menjamin
kepastian hukumnya tinggal di daftar ke Kantor Pertanahan.
Kedua, bila Pemerintah tidak mengakui kepemilikan tanah
tersebut sebagai tanah adat maka Pemerintah mengakuinya
sebagai tanah yang dikuasai negara atau lebih dikenal dengan
istilah tanah Negara.
Bila demikian maka pemilik tanah harus mengajukan
permohonan untuk memperoleh hak atas tanah. Hak atas tanah
tidak akan diberikan kepada pemilik tanah bila tata ruang tidak
menghendaki, misalnya menururt tata ruang tanah itu diperlukan
oleh Pemerintah untuk fasiltas umum, daerah konservasi,
daerah terbuka hijau atau hutan kota, maka permohonan hak
atas tanah akan ditolak. Pemerintah berkewajiban memberi
ganti rugi kepada pemilik tanah karena pemilik tanah kehilangan
hak untuk menggunaan dan memanfaatan tanah tersebut. Bila
permohonan hak atas tanah dikabulkan karena tata ruang
menghendaki maka hak atas tanah akan lahir setelah dicatat
pada Buku Tanah di Kantor Pertanahan.
Saat ini yang berlangsung adalah terjadinya hak atas
tanah hak milik yang diatur Pasal 22 ayat (2) huruf a dan huruf
b. Sampai sekarang Peraturan Pemerintah yang mengatur
terjadinya hak atas tanah Hak Milik menurut hukum adat belum
ada, terjadinya hak milik tidak cukup diatur dengan Peraturan
Peraturan Pemerintah, hal-hal menyangkut keperdataan orang
atau badan hukum seharusnya diatur dengan undang-undang.
Sangat disayangkan Undang-Undang yang mengatur terjadinya

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 4


DIKLAT KUASA HUKUM

hak atas tanah Hak Milik sampai saat ini juga masih berupa
Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat RI.
Akibatnya banyak Kantor Pertanahan kesulitan untuk
menyatakan bahwa pemilikan tanah seseorang itu sebagai
tanah adat, di luar Jawa masyarakat yang membuka hutan dan
sudah turun temurun menguasai tanah jarang tanah tersebut
diakui oleh Pemerintah sebagai tanah adat.

1. Hapusnya Hak Atas Tanah Karena Subjek Hukum Tidak


Berwenang
Prinsip Tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran
seluruh rakyat. Hal ini sesuai dengan amanat Pembukaan
dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Sehingga pasal 6 UUPA
menyatakan tanah itu berfungsi sosial. Tetapi kenyataannya
saat ini tanah sebagai alat sumber investasi, menjadi
barang spekulan dan dagangan. Hal ini jelas tidak sesuai
dengan amanat tersebut. Menghindari tanah sebagai alat
investasi yang jelas mengarah ke faham kapitalis, untuk itu
maka pemilikan tanah pertanian hanya diprioritaskan untuk
penduduk Kecamatan setempat atau penduduk Kecamatan
berbatasan dengan lokasi tanah, hal ini diatur dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang
Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti
Kerugian jo PP No.41/1964 tentang Perubahan dan
Penambahan PP No. 224 Tahun 1961.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun
1961 mengatur sebagai berikut:
a. Pemilik tanah yang bertempat tinggal di luar Kecamatan
tempat letak tanahnya, dalam jangka waktu 6 (enam)

5 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada


orang lain di Kecamatan tempat letak tanah itu atau
pindah ke Kecamatan letak tanah tersebut;
b. Kewajiban tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak berlaku
bagi pemilik tanah yang bertempat tinggal di Kecamatan
yang berbatasan dengan Kecamatan tempat letak
tanah, jika jarak antara tempat tinggal pemilik dan
tanahnya masih memungkinkan mengerjakan tanah itu
secara efisien menurut pertimbangan Panitia
Landreform Daerah Tingkat II;
c. Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada ayat
(2) pasal ini, maka jika pemilik tanah berpindah tempat
atau meninggalkan tempat kediamannya keluar
Kecamatan;
d. Tempat letak tanah itu selama 2 (dua) tahun berturut-
turut, ia wajib memindahkan hak milik atas tanahnya
kepada orang lain yang bertempat tinggal di Kecamatan
itu.
Pasal 3 namun secara tegas menjelaskan bahwa
pemilikan tanah pertanian dengan hak atas tanah hanya
diprioritaskan pada penduduk Kecamatan atau Kecamatan
berbatasan dari lokasi tanah. Bahkan bila terjadi tanah
pertanian dijual melalui akta PPAT kepada subjek hukum
bukan penduduk Kecamatan atau Kecamatan lokasi tanah5,

5 Pasal 3d Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 mengatur sebagai berikut:


Dilarang untuk melakukan semua bentuk memindahkan hak baru atas tanah
pertanian yang mengakibatkan pemilik tanah yang bersangkutan memiliki bidang
tanah di luar Kecamatan dimana ia bertempat tinggal.

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 6


DIKLAT KUASA HUKUM

maka sejak tanggal akta itu ditandatangani maka demi


hukum hak atas tanah bidang tanah tersebut hapus dan
status tanahnya menjadi tanah yang dikuasai Negara 6
namun hak kepemilikan masih melekat, dengan demikian
hak prioritas dapat menghapus hak atas tanah dalam hal ini
hak atas tanah dengan status hak milik, karena pembelinya
tidak berwenang mempunyai/memiliki tanah tersebut,7
Hapusnya hak mempunyai bidang tanah pertanian
dengan hak atas tanah Hak Milik ini juga berlaku terhadap
ahli waris yang memperoleh warisan tanah pertanian,
sedangkan ahli waris itu sendiri tidak tinggal di Kecamatan
lokasi tanah itu. Namun hapusnya hak mempunyai tanah
pertanian ini tidak langsung sejak ia memperoleh warisan,
sebagaimana halnya terjadi pembelian tanah pertanian
abseente dengan akta jual beli PPAT yang saat akta jual beli
ditanda tangani, sejak itu pula tanahnya menjadi tanah yang
dikuasai oleh Negara. Hak atas tanah dengan demikian
hanya hak untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah
saja bukan hak kepemilikan tanah, oleh karena hak atas
tanah dapat hapus karena seseorang tidak memungkinkan
menggunakan dan memanfaatkan tanah tersebut8.

6 Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No. Sk.35/Ka/1962 tentang


Pelaksanaan Penguasaan Tanah Pertanian Absentee tanah tersebut menjadi tanah
yang dikuasai langsung oleh negara.
7 Surat teguran Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Jember Nomor 200.353.4-
xxx tanggal 4 Maret 2002 kepada PPAT yang telah membuat akta tersebut, surat
tersebut di tembuskan ke Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi Jawa Timur.
8 Tanah absente

7 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

2. Hapusnya Hak Atas Tanah Hak Milik Non Pribumi Di


Yogyakarta.
Analogi hukum terhadap pemilikan tanah pertanian
ini terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah
melarang warga Negara Non Pribumi mempunyai tanah
dengan hak atas tanah Hak Milik. Instruksi Kepala Daerah
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K.898/I/A/1975 tentang
Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah Kepada
Seorang WNI Non Pribumi telah membatasi hak prioritas
Warga Negara Indonesia Non Pribumi untuk memiliki tanah
di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan status Hak Milik.
WNI Non Pribumi hanya dapat memiliki tanah dengan status
Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Kesulitan
pelaksanaan instruksi ini terletak dalam menentukan
seseorang yang termasuk kategori Non Pribumi.
WNI Non Pribumi di Yogyakarta bila ingin membeli
tanah di Yogyakarta yang statusnya Hak Milik, penjual harus
pembuat pelepasan hak di depan Kepala Kantor
Pertanahan atau Notaris atau Camat sehingga tanah Hak
Milik tersebut menjadi berstatus tanah Negara untuk
kepentingan si pembeli dalam hal ini WNI Non Pribumi.
Selanjutnya pembeli yang telah mempunyai hak kepunyaan
secara otomatis mempunyai hak untuk mengajukan
pemohonan hak atas tanah yang sifatnya terbatas hanya
diperkenankan HGB atau HP, artinya hak prioritasnya
dibatasi. Alternatif lainnya penjual merubah status Hak
Miliknya menjadi HGB atau Hak Pakai baru kemudian WNI

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 8


DIKLAT KUASA HUKUM

Non Pribumi tersebut melakukan jual beli di hadapan


Pejabat Pembuat Akta Tanah. Diskriminasi ini dikategorikan
diskriminasi positif seperti halnya atau analogi diskriminasi
terhadap pemilikan tanah pertanian bagi warga Negara
Indonesia pribumi.

B. HAK ATAS TANAH YANG LAHIR DARI PINJAM


PAKAI
Hak Atas Tanah di samping melekat pada hak
kepemilikan dapat melekat pada hak pinjam pakai atau hak
penggunaan dan pemanfaatan tanah dari tanah yang bukan
miliknya. Hak atas tanah ini lahir melalui perjanjian dengan
pemilik tanah. Hak atas tanah tersebut adalah:
1. Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai (HP) di atas
Hak Milik, lahir melalui perjanjian pembebanan hak di
hadapan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. HGB atau Hak
Pakai di atas Hak Milik banyak terjadi di Pulau Bali dan
Pulau Lombok. Penduduk Bali tidak mau menjual tanah Hak
Miliknya kepada investor. Investor akhirnya terpaksa
menyewa 30 (tiga puluh) tahun atau lebih dan selanjutnya
diberikan HGB di atas Hak Milik masyarakat. Beberapa hotel
di Bali banyak dengan sertipikat HGB di atas Hak Milik.
Sudah saatnya penduduk di luar Bali kompak tidak
menjual tanahnya ke investor, dengan demikian investor
terpaksa harus menyewa tanah untuk usahanya, karena
yang dibutuhkan investor adalah menggunakan dan
memanfaatkan tanah bukan untuk memiliki tanah. Kepada
investor ini dapat diberikan hak atas tanah dalam hal ini

9 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

HGB di atas Hak Milik, dengan demikian tanah rakyat tidak


tergusur. HGB di atas Hak Milik ini dapat menjadi agunan di
Bank dengan persetujuan pemilik tanah dalam hal ini
pemegang HAK MILIK. Beberapa hotel di Bali mempunyai
sertipikat HGB di atas Hak Milik antara lain: Hotel Alila
Seminyak, Hotel Double Six Luxury dan Hotel Bulgari (*5).
2. HGB atau Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan, lahir diawali
dengan melalui perjanjian penggunaan tanah di hadapan
Notaris yang selanjutnya diajukan permohonan hak atas
tanah ke Kantor Pertanahan.

Dari uraian di atas maka dapat diambil pengertian bahwa :


a. Orang yang menguasai, menggunakan dan
memanfaatkan tanah dapat melahirkan hak
kepemilikan;
b. Hak atas tanah dapat diberikan atau melekat pada hak
kepemilikan atau bahasa hukumnya hak keperdataan
dan hak atas tanah dapat juga melekat pada hak
pinjam pakai (perjanjian pemberian hak/perjanjian
penggunaan tanah);
c. Hak atas tanah hanya merupakan hak untuk
menggunakan dan memanfaatkan tanah bukan hak
kepemilikan tanah.

1. Alternatif Investor untuk Usaha Pertanian atau Perkebunan.


Bila investor akan berusaha di bidang pertanian atau
perkebunan, pada saat ini ada 3 (tiga) alternatif peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya, yaitu dengan
memperoleh:

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 10


DIKLAT KUASA HUKUM

a. Hak Pakai di atas gabungan Hak Milik sekian banyak


bidang (100 atau 1000 bidang) tanah milik petani hal ini
diatur oleh Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah;
b. Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan diatur oleh Pasal 41
huruf b 44 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai Atas Tanah;
c. Hak Guna Usaha yang diatur oleh Pasal 28 sampai
dengan Pasal 34 UUPA jo Pasal 2 sampai dengan
Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai Atas Tanah.
Prioritas alternatif 1) dan alternatif 2) belum pernah
ada pelaksanaannya, prioritas alternatif 3) yang marak
dipilih oleh investor. Pasal-pasal tentang Hak Guna Usaha
apabila dikaji bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD
RI Tahun 1945 karena kebijakan pertanahan kita
seharusnya tidak ke arah Kapitalis, akan lebih adil bila
usaha perkebunan oleh investor prioritasnya dibatasi
dengan alternatif 1) atau alternatif 2), dengan demikian
pasal-pasal tentang HGU seharusnya dihapus dari UUPA.
Pemegang HGU menjadi pemilik tanah. Bila HGU
beserta hak prioritas untuk mengajukan permohonan hak
dicabut dari pemegang haknya (misalnya karena
diterlantarkan), hal ini tidak menghapus prioritas hak
kepunyaan atau sering disebut hak keperdataan atas bidang

11 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

tanah tersebut. Fakta di lapangan investor diberikan HGU


bukan mendatangkan investasi justru sebaliknya dengan
diberikan HGU mereka justru menjadikannya HGU itu
sebagai jaminan memperoleh kredit. Sudah saatnya hanya
prioritas alternatif 1) dan 2) yang diberikan untuk usaha
pertanian atau perkebunan. Investor untuk berusaha di
bidang pertanian maupun perkebunan maupun
pembangunan perumahan, apartemen tidak harus dengan
memiliki tanah, cukup kerja sama dengan pemilik tanah
atau pemegang Hak Pengelolaan.

2. Warga Negara Asing Dapat Memiliki Tanah di Indonesia.


Pasal 42 UUPA memberi peluang warga negara
Asing memiliki atau mempunyai tanah dengan diberikan hak
atas tanah hak pakai di atas Tanah Negara. Pasal 42 UUPA
mengatur sebagai berikut:
Yang dapat mempunyai hak pakai ialah:
a. Warga Negara Indonesia;
b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
Warga Negara Asing dalam hal ini memperoleh
prioritas mempunyai tanah hak pakai dengan syarat
berkedudukan di Indonesia dan pembatasan waktu dari hak
pakai itu sendiri. Selanjutnya diatur dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan
Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing
Yang berkedudukan di Indonesia.
Warga negara Asing dan warga negara Indonesia
yang beralih menjadi warga negara Asing, dengan demikian

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 12


DIKLAT KUASA HUKUM

menurut UUPA tidak mempunyai prioritas mempunyai tanah


dengan status Hak Milik. Bahkan apabila terlanjur terjadi jual
beli bidang tanah dengan status Hak Milik kepada orang
asing maka bidang tanah dengan status hak milik langsung
saat itu jual belinya batal karena hukum dan tanahnya jatuh
kepada Negara.9
Menurut pendapat peneliti, Pasal 42 UUPA dan
Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang
pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang
asing yang berkedudukan di Indonesia perlu ditinjau
kembali. Seharusnya Warga Negara Asing prioritasnya
dibatasi hanya dapat mempunyai bangunan saja karena
yang dibutuhkan mereka adalah rumah tempat tinggal
bukan tanah, mempunyai rumah atau bangunan tidak harus
dengan mempunyai tanah, Pasal 42 UUPA tersebut
mengatur Warga Negara Asing dapat memiliki tanah.
Peraturan Perundangaan yang ada sekarang telah
mengatur Warga Negara Asing dapat mempunyai rumah
apartemen tanpa memiliki tanah yaitu dengan status Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun dengan tanah bersamanya
Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan10 atau memiliki
apartemen dengan Sertipikat Kepemilikan Bangunan
Gedung dengan tanah bersamanya barang milik
Pemerintah Daerah11, Warga Negara Asing juga masih

9 Pasal 26 ayat (2) UUPA jo. Pasal 7 huruf c Undang – Undang Nomor 20 Tahun
2011
10 Pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996.

11 Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah


Susun

13 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

dapat membangun rumah dengan status Hak Pakai di atas


Hak Milik. Memberi kesempatan Warga Negara Asing
memiliki tanah dengan status Hak Pakai di atas Tanah
Negara artinya memberi kesempatan atau memberi prioritas
Warga Negara Asing mempunyai hak kepemilikan/hak
kepunyaan atas tanah, prioritas semacam ini akan dapat
menjadikan Warga Negara Asing menjadi spekulan tanah.

C. HAK PENGELOLAAN
Hak Pengelolaan (HPL) menurut A.P Parlindungan sudah
ada sebelum UUPA, bila dikaji dari Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 1953 maka HPL sebenarnya merupakan Hak
Penguasaan atas tanah negara yang memberikan kewajiban
pemegangnya mempergunakan tanah sesuai peruntukannya
dan pemegang hak dapat memberi ijin kepada pihak lain untuk
mempergunakan dan memanfaatkan tanah yang setiap waktu
dapat dicabut.
Istilah HPL pertama kali disebut dalam Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1965 yang mengatur tentang
pelaksanaan konversi hak penguasaan atas tanah negara dan
tanah-tanah pemerintah yang dikuasai oleh instansi Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah yaitu menjadi hak pakai bila
tanah tersebut digunakan sendiri instansi tersebut dan menjadi
hak pengelolaan bila selain dipergunakan sendiri oleh instansi
tersebut dapat diberikan dengan sesuatu hak tertentu kepada
pihak ketiga dengan persyaratan tertentu melalui perjanjian
Hak Pengelolaan yang semula dimaksudkan sebagai
fungsi/wewenang yang beaspek publik, dalam perjalanan waktu

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 14


DIKLAT KUASA HUKUM

karena berbagai faktor, antara lain kebutuhan praktis untuk


memberikan landasan pemberian hak atas tanah kepada pihak
ketiga melalui perjanjian dengan pemegang Hak Pengelolaan,
maka aspek publik menjadi kurang menonjol dibandingkan
aspek perdatanya.12
Menurut pengamatan penulis HPL dalam
pelaksanaannya sampai saat ini dapat dibagi dalam 2 (dua)
kriteria:
1. HPL yang sifatnya sementara artinya setelah di atas HPL
diberikan sesuatu hak kepada pihak ketiga maka
selanjutnya pemegang HPL melepaskan hak
keperdataannya sepenuhnya kepada pihak ketiga tersebut,
contohnya HPL untuk mengelola daerah transmigrasi dan
HPL PERUMNAS yang tujuannya memang untuk
penyediaan pemukiman.
2. HPL yang sifatnya merupakan usaha untuk memperoleh
keuntungan dengan adanya perjanjian penggunaan tanah
dengan pihak ketiga, contohnya HPL nya badan usaha milik
pemerintah yaitu PT. JIEP (Jakarta Industrial Estate
Pulogadung) dan PT. SIER (Surabaya Industrial Estate
Rungkut) dan beberapa pertokoan susun ( strata title) dalam
hal ini tanah bersamanya di atas HPL Pemerintah Daerah
atau Badan Usaha Milik Negara.
Dua kriteria tersebut jelas dan nyata sekali
perbedaannya, kriteria kedua sering kurang dipahami pembeli

12
Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2008, halaman 197

15 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

toko susun atau dikenal dengan Hak Milik Satuan Rumah Susun
(HMSRS), karena Kantor Pertanahan kurang mempertegas
informasi pada buku tanah dan sertipikatnya bahwa tanah
bersamanya Hak Guna Bangunan berada di atas tanah milik
Pemerintah DKI Jakarta dengan Hak Pengelolaan Nomor
123XX dst.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun meneguhkan kedudukan HPL sebagai hak atas tanah13.
Hal ini diatur pada Pasal 7 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan
bahwa:
1. Rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik,
hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak
pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Penyelenggara pembangunan yang membangun rumah
susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan,
wajib menyelesaikan status hak guna banguna di atas hak
pengelolaan tersebut dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku sebelum menjual satuan rumah
susun yang bersangkutan.
HPL diakui oleh peraturan perundang-undangan sebagai
hak atas tanah, karena terdapat unsur keperdataan atau
kepemilikan apalagi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor
1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Analogi Hak Pakai di atas Hak Milik untuk usaha
pertanian dapat dikembangkan Hak Pakai di atas Hak

13 Ibid, halaman 205

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 16


DIKLAT KUASA HUKUM

Pengelolaan (HPL). Hak Pengelolaan (HPL) yang sering


diperdebatkan justru harus dipertegas menjadi hak atas tanah
dengan undang-undang, demikian juga dengan bank tanah,
HPL dapat diberikan kepada lembaga bank tanah milik
Pemerintah. Pemerintah melalui bank tanah dengan HPLnya
akan dapat mengendalikan harga tanah dan mencegah
spekulan-spekulan tanah. Permasalahan yang sering timbul
pada HGB di atas HPL karena HPL oleh beberapa pihak tidak
diakui sebagai hak atas tanah. Usaha pertanian dengan
lembaga Hak Pakai di atas HPL akan mempunyai beberapa
keuntungan antara lain: Meringankan biaya investasi;
mencegah investor menjadi spekulan tanah; memudahkan
pengendalian penggunaan tanah dan mencegah tanah
diterlantarkan.
Hapusnya Hak Guna Usaha dari UUPA merupakan solusi
untuk mencapai keadilan di bidang penggunaan, pemanfatan
dan pemilikan tanah. Fenomena yang terjadi tanah pertanian
yang di redistribusikan ke petani dengan hak milik banyak yang
dijual, akhirnya tanah tersebut dibeli investor dan kembali
menjadi perkebunan dengan Hak Guna Usaha, apakah kita
akan tetap tidak mau merubah UUPA?. Apakah kita tetap
membiarkan petani sebagai buruh perkebunan bukan sebagai
pemilik tanah perkebunan?.
Tanah pertanian yang diredistribusikan ke petani
seyogyanya dikembalikan menjadi tanah komunal atau
pemilikan bersama yang hanya dapat dimanfaatkan oleh petani
setempat dan tidak dapat dijual atau hanya dapat dilakukan
pola kemitraan dengan investor.

17 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

Investasi di bidang pertanian diatur dalam UUPA dengan


Hak Pakai di atas Hak Milik dan Hak Guna Usaha. Hak Pakai di
atas Hak Milik untuk usaha pertanian atau perkebunan
merupakan alternatif keadilan di bidang penguasaan,
pemanfaatan dan pemilikan tanah, selama ini Hak Pakai di atas
Hak Milik tidak pernah dilaksanakan karena adanya Hak Guna
Usaha.
Beberapa pakar hukum agraria, praktisi pejabat Badan
Pertanahan Nasional, advokat ada yang menyatakan bahwa
Hak Pengelolaan bukan hak atas tanah, kajian terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku justru
menyatakan sebaliknya. Penegasan HPL merupakan hak atas
tanah antara lain terurai di peraturan perundang-undangan
sebagai berilkut:
Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun
1987 dalam Bab IV tentang PEMBERIAN HAK ATAS TANAH.
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5
Tahun 1973 lebih mempertegas lagi tentang Hak Pengelolaan
sebagai berikut: Yang dimaksud dalam Peraturan ini dengan hak
atas tanah adalah HAK MILIK, HAK GUNA USAHA, HAK GUNA
BANGUNAN, HAK PAKAI DAN HAK PENGELOLAAN seperti
yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6
Tahun 1972, tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak
Atas Tanah.
Subjek hukum yang dapat memiliki tanah dengan hak
pengelolaan adalah:

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 18


DIKLAT KUASA HUKUM

Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria /Ka BPN No.


9/1999, Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada pihak-pihak
sebagai berikut:
1. Instansi pemerintah termasuk Pemerintah Daerah;
2. Badan Usaha Milik Negara;
3. Badan Usaha Milik Daerah;
4. PT. Persero;
5. Badan Otorita;
6. Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk
Pemerintah.
Contoh Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan (HPL)
1. Hotel Hilton Senayan di atas HPL Sekneg;
2. Hotel Horison Ancol di atas HPL Pemda DKI;
3. Beberapa HGB Perusahaan industri di atas HPL PT. JIEP
(Jakarta Industrial Estate Pulau Gadung);
4. Beberapa HGB Perusahaan industri di atas HPL PT. SIER
(Surabaya Industrial Estate Rungkut).
Hak Pengelolaan ini merupakan hak atas tanah yang dapat
disetarakan dengan Hak Milik karena tidak ada jangka
waktunya.
Dari uraian di atas yang perlu dicermati adalah bahwa
investor untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah tidak
perlu memiliki tanah, cukup dengan hak pinjam pakai dari
pemilik tanah, investor dapat diberikan hak atas tanah. Hal ini
akan mencegah investor menjadi spekulan tanah. Tata ruang
wilayah lebih mudah diatur bila banyak tanah-tanah dimiliki
Pemerintah dengan Hak Pengelolaan. Hal ini sekaligus sebagai
bank tanah sekaligus menghindari tanah diterlantarkan.

19 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

Usaha yang dilakukan pihak-pihak yang ingin


menghapuskan Hak Pengelolaan bertentangan dengan visi
Reforma Agraria dan akan membawa Indonesia sebagai Negara
Kapitalis.
1. Tanah Hilang/Tanah Musnah, Tanah Timbul dan Reklamasi
Tanah dapat hilang/musnah dapat terjadi karena
peristiwa alam, peristiwa alam yang murni maupun peristiwa
alam akibat ulah manusia seperti penebangan hutan yang
mengakibatkan banjir bandang hingga memusnahkan
bidang-bidang tanah. Hak atas tanah hapus kalau tanahnya
musnah, diatur secara jelas di Pasal 27 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 sebagai berikut:
Hak milik hapus bila:
a. Tanahnya jatuh kepada negara;
b. Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;
c. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
d. Karena diterlantarkan;
e. Karena ketentuan-pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).
2. Tanahnya Musnah.
Pasal 34.
Hak guna-usaha hapus karena:
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena
sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 20


DIKLAT KUASA HUKUM

f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam pasal 30 ayat (2).

Pasal 40.
Hak guna-bangunan hapus karena:
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena
sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam pasal 36 ayat (2).
Bidang tanah yang semakin lama semakin langka,
seharusnya benar-benar digunakan dan dimanfaatkan
seefisien mungkin untuk kesejahteraan masyarakat, namun
fakta di lapangan banyak ditemui tanah diterlantarkan tidak
dipelihara apalagi dimanfaatkan. Memelihara tanah
merupakan kewajiban pemilik tanah yang diatur dalam
Pasal 15 Undang-Undang Nomor Tahun 1960 sebagai
berikut:
Memelihara tanah, termasuk menambah
kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah
kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang
mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan
memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.

21 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

Apabila pemilik tanah sesudah peristiwa musnahnya


tanah yang berakibat kehilangan hak atas tanahnya
melakukan melakukan pengurukkan atau reklamasi,
sehingga batas-batas bidang tanahnya kembali semula
seperti dalam Surat Ukur, tidak serta merta hak atas
tanahnya yang telah hapus kembali seperti semula, hal ini
merupakan resiko dari pemilik tanah yang tidak atau lalai
memelihara batas tanahnya.
Tanah hasil reklamasi tersebut statusnya menjadi
tanah yang dikuasai oleh Negara, negara akan mengatur
peruntukkan dan pemanfaatannya. Pemilik tanah semula
dapat mengajukan kembali melalui permohonan hak,
namun tergantung dari Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) apakah tanah tersebut masih dapat diberikan
dengan sesuatu haka tau tidak. Tanah yang cenderung
mengalami abrasi atau erosi untuk kelestarian lingkungan
dan situasi alam, tanah tersebut seyogyanya oleh
Pemerintah Daerah ditetapkan sebagai ruang terbuka
hijau14, dengan demikian pemegang hak semula tidak dapat
lagi memperoleh hak atas tanah tersebut.
Menyikapi hal tersebut Badan Pertanahan Nasional
membuat Surat Edaran bahwa terhadap tanah-tanah yang
hilang secara alami, akibat abrasi pantai, tenggelam atau
hilang karena longsor, tertimbun atau gempa bumi, atau
pindah ke tempat lain karena pergeseran tempat (land slide)

14 Pasal 1 angka 31 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007


tentang Penataan Ruang dan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2004 Tentang Penatagunaan Tanah

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 22


DIKLAT KUASA HUKUM

maka tanah-tanah tersebut dinyatakan hilang dan haknya


hapus dengan sendirinya. Selanjutnya pemegang haknya
tidak dapat minta ganti rugi kepada siapapun dan tidak
berhak menuntut apabila di kemudian hari di atas bekas
tanah tersebut dilakukan reklamasi/penimbunan dan/atau
pengeringan. 15

D. TANAH TIMBUL
Tanah timbul terbentuk karena peristiwa alam yang
terjadi secara perlahan dan bertahap ataupun secara cepat.
Tanah timbul dapat terbentuk di tepi sungai atau di pantai tepi
laut. Di tepi sungai tanah timbul terbentuk dari tanah hasil erosi
tepi sungai dan mengendap di tepi lainnya. Terjadinya tanah
longsor yang menutup bagian dari sungai akan membelokkan
arah sungai yang berakibat bidang tanah musnah di salah satu
sisi dan timbul bidang tanah baru di sisi lainnya, atau karena
erosi selama puluhan sampai ratusan tahun bentuk aliran
sungai yang meliuk-liuk seperti huruf S yang di sambung
sambung (meander) menjadi lurus sehingga terbentuk sungai
baru sedang bekas sungai lama menjadi tanah kering menjadi
daratan baru .
Tanah timbul di tepi laut atau pantai terbentuk karena
sungai membawa lumpur dari tanah hasil erosi dari hulu yang
dalam hal ini sering akibat ulah manusia yang melakukan
penebangan pohon-pohon secara membabi buta. Lumpur yang

15Surat Edaran Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional


tanggal 9 Mei 1996 Kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kepala
Kantor Pertanahan seluruh Indonesia perihal Penertiban Status Tanah Timbul dan
Tanah Reklamasi.

23 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

di bawa aliran sungai ke laut sesampainya muara oleh ombak


air laut di dorong dan dihempaskan kembali ke pantai dan
terjadilah endapan yang terus menerus sehingga terbentuk
daratan baru. Manusia yang memperhatikan proses terjadinya
tanah timbul sering ikut membantu mempercepat proses
terbentuknya dengan berbagai cara antara lain membuat
penghalang lumpur hanyut ke lautan lepas dengan menanami
tanaman tertentu, di kemudian hari masyarakat yang menanami
tanaman tersebut atau upaya lain yang mempercepat
terbentuknya daratan baru menjadi merasa paling berhak atas
penggunaan dan pemanfaatan tanah tersebut.
Pada saat berlangsung proses terbentuknya daratan
tanah timbul, sudah banyak masyarakat setempat
memperebutkan, biasanya aparat desa setempat ikut mengatur
penggarapan tanah timbul tersebut. Jarang terjadi tanah timbul
tidak segera dimanfaatkan hal ini karena lahan pertanian
memang semakin sempit dan langka akibat banyaknya alih
fungsi lahan dari pertanian ke pemukiman.
Tanah timbul dengan demikian terbentuk oleh fenomena
alam, oleh karena itu tanah yang sebelumnya tidak pernah ada
menjadi ada tidak pernah mempunyai bukti-bukti pemilikan
berakibat sering terjadi sengketa. Surat Keterangan Kepala
Desa lazim dijadikan sebagai bukti penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah timbul. Tanah timbul dapat
dimanfaatkan dan diusahakan untuk tambak atau lahan
pertanian. Status tanah timbul menjadi tanah yang dikuasai oleh
negara diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah sebagai berikut:

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 24


DIKLAT KUASA HUKUM

Tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi


di wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau, dan
bekas sungai dikuasai langsung oleh Negara.
Dikuasai oleh Negara tertuang dalam Pasal 33 ayat 3
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut; Bumi, air dan
ruang angkasa dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya ditegaskan
kembali dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
(UUPA) sebagai berikut:
1. Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-
undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam
pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan
alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
2. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal
ini memberi wewenang untuk:
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air
dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang
angkasa,
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum
yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
3. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari
Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk

25 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti


kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka
berdaulat, adil dan makmur.
4. Hak menguasai dari Negara tersebut di atas
pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah
Swatantra dan masyarakatmasyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah.
Dikuasai oleh Negara dalam pelaksanaannya
Pemerintah yang melaksanakan mengatur peruntukan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah tersebut. Masyarakat yang
memanfaatkan tanah timbul dapat mengajukan permohonan
hak atas tanah sepanjang tanah tersebut tidak diperlukan untuk
kepentingan umum atau instansi pemerintah dan Sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Apabila tanah tersebut
dikehendaki untuk kepentingan umum atau instansi pemerintah,
kepada masyarakat yang sudah terlanjur menggarap biasanya
diberi ganti rugi yang sering dikenal dengan istilah ganti rugi hak
garap.

E. TANAH HASIL REKLAMASI


Manusia memang tidak pernah puas, walaupun peristiwa
alam telah memberi tanah timbul bahkan tanah timbul yang
berlangsung ratusan tahun luasnya sampai ribuan hektar seperti
terjadi di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Upaya manusia
untuk menambah daratan atau bidang tanah masih dilakukan
dengan berbagai cara menguruk laut atau bahkan membendung

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 26


DIKLAT KUASA HUKUM

laut supaya memperoleh daratan baru.


Di Indonesia menambah daratan baru dikenal dengan
istilah reklamasi pantai mulai dilakukan pada masa rezim orde
baru di pantai utara Jakarta dengan Keputusan Presiden Nomor
52 Tahun 1995 yang dikenal dengan reklamasi pantai Indah
Kapuk. Reklamasi pantai indah Kapuk yang diperuntukkan
lokasi permukiman sempat mendapat banyak protes dari
masyarakat sampai sekarang karena kurang memperhatikan
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Peraturan perundang-undangan yang harus diperhatikan
sebelum merencanakan reklamasi pantai adalah Pasal 27
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah yaitu:
1. Daerah Provinsi diberi kewenangan untuk mengelola
sumber daya alam di laut yang ada di wilayahnya.
2. Kewenangan Daerah Provinsi untuk mengelola sumber
daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan
kekayaan laut di luar minyak dan gas bumi;
b. Pengaturan administratif;
c. Pengaturan tata ruang;
d. Ikut serta dalam memelihara keamanan di laut; dan
e. Ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan Negara.
3. Kewenangan Daerah Provinsi untuk mengelola sumber
daya alam di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling jauh12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke
arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

27 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007


tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
mengatur lebih lanjut tentang reklamasi sebagai berikut:
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh
orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya
lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi
dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau
drainase.16
a. Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat
dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial
ekonomi.
b. Pelaksanaan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib menjaga dan memperhatikan:
1) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan
Masyarakat;
2) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan
dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta
3) Persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan
penimbunan material.
c. Perencanaan dan pelaksanaan Reklamasi diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Presiden.

Ditinjau dari letaknya reklamasi dapat dibentuk

16Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 23, Undang-Undang Nomor 27


Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 28


DIKLAT KUASA HUKUM

menjadi satu dengan daratan lama atau terpisah dengan


daratan. Memperhatikan Pasal 18 UU Nomor 27 tahun 2007
maka reklamasi yang menjadi satu dengan daratan harus
menghindari kawasan permukiman nelayan, kawasan hutan
bakau dan hutan pantai, kawasan penangkapan ikan,
kawasan terumbu karang, taman laut dan biota laut yang
dilindungi serta kawasan rawan bencana. Terhadap
reklamasi yang terpisah dengan daratan harus
memperhatikan keseimbangan tata air yang ada, menjaga
kelestarian kawasan lindung (hutan bakau, pantai, hutan
pantai); mencegah terjadinya dampak/konflik sosial;
menjaga dan menjauhkan kerusakan kawasan potensial
(biota laut,perikanan, minyak); menghindari kawasan rawan
bencana.17
Pelaksanaan reklamasi harus mendapat persetujuan
dari Menteri Dalam Negeri yang diajukan melalui Gubernur
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1
Tahun 2008 sebagai berikut:
Pasal 24
Rencana reklamasi pantai termuat dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Pasal 25
Rencana reklamasi pantai sebelum dituangkan kedalam
RTRW Kabupaten/Kota terlebih dahulu meminta
persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.

17
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No, 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai

29 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

Pasal 26
Gubernur mengajukan usulan rencana reklamasi pantai
kepada Menteri Dalam Negeri berdasarkan permohonan
Bupati/Walikota dengan melampirkan:
a. Hasil studi kelayakan;
b. Kajian Lingkungan Strategis (KLS);
c. Rencana pemanfaatan;
d. Rekomendasi Gubernur dan DPRD Provinsi; dan
e. Persetujuan Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/
Kota.
Pasal 27
a. Penyelenggaraan reklamasi pantai wajib
memperhatikan kepentingan lingkungan, pelabuhan,
kawasan pantai berhutan bakau, nelayan, dan fungsi-
fungsi lain yang ada dikawasan pantai serta
keberlangsungan ekosistem pantai sekitarnya.
b. Bahan material untuk reklamasi pantai, diambil dari
lokasi yang memenuhi persyaratan teknis dan
lingkungan.
Pasal 28
a. Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam pelaksanaan
reklamasi pantai.
b. Gubernur bertanggungjawab dalam pelaksanaan
reklamasi pantai untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
c. Gubernur melaksanakan pembinaan, pengawasan dan
mengkoordinasikan penyelenggaraan reklamasi pantai
di wilayahnya.

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 30


DIKLAT KUASA HUKUM

d. Menteri mengkoordinasikan dan memfasilitasi


pengendalian umum pelaksanaan reklamasi pantai di
tingkat Nasional.
e. Menteri teknis terkait bertanggungjawab untuk
memberikan fasilitasi, supervisi dan pengendalian
teknis di tingkat Nasional.
Pelaksanaan reklamasi harus memperhatikan
lingkungan hidup, mengacu pada Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Mengingat Pasal 27 ayat (2) huruf c
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, tanah hasil reklamasi pantai terlebih
dahulu harus diajukan permohonan Hak Pengelolaan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota. Di atas Hak Pengelolaan
tersebut selanjutnya dapat diajukan permohonan Hak
Bangunan oleh pihak investor, dengan terlebih dahulu
membuat perjanjian penggunaan tanah dengan pemegang
Hak Pengelolaan. Hak Pengelolaan memang adalah hak
atas tanah karena terdapat unsur kepemilikan atau
keperdataan atas bidang tanah tersebut, unsur kepemilikan
atau hak keperdataan pemegang Hak Pengelolaan ini yang
sering dilupakan.
Selain reklamasi pantai, reklamasi harus dilakukan
juga pada lahan bekas kegiatan penambangan, kegiatan
penambangan akan selalu menimbulkan kerusakan dan
pencemaran. Areal lahan yang dibuka untuk operasi
pertambangan, maka daerah tersebut akan berpotensi
menjadi rusak selamanya. Alam tidak boleh rusak, dalam

31 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

rangka mengembalikan kondisi tanah sedemikian rupa


sehingga dapat berfungsi dan berdaya guna, maka terhadap
lahan bekas pertambangan, selain dilakukan penutupan
tambang, juga harus dilakukan pemulihan kawasan bekas
pertambangan melalui reklamasi.
Kewajiban perusahaan pertambangan untuk
melakukan pemulihan kawasan bekas pertambangan
antara lain diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan,
yang berbunyi sebagai berikut:
Apabila selesai melakukan penambangan bahan
galian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang Kuasa
Pertambangan diwajibkan mengembalikan tanah
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi
masyarakat sekitarnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai reklamasi lahan
pasca penambangan diatur dalam Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Reklamasi dan Penutupan Tambang. Sering menjadi
permasalahan dan menimbulkan sengketa, khususnya,
tentang status hukum tanah reklamasi pasca
penambangan.
Tanah timbul maupun tanah hasil reklamasi
sebagaimana diatur Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria merupakan Tanah Negara atau tanah yang
langsung dikuasai Negara.

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 32


DIKLAT KUASA HUKUM

Permohonan hak atas tanah terhadap tanah timbul


maupun hasil reklamasi diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah sebagai berikut:
Pasal 21
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan
adalah:
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak Pengelolaan; dan
c. Tanah Hak Milik.
Pasal 22
a. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan
dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk;
b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasar-kan usul
pemegang Hak Pengelolaan;
c. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan
dan pemberian diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Presiden.
Pasal 23
a. Pemberian Hak Guna Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 didaftar dalam buku tanah
pada Kantor Pertanahan;
b. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara atau atas tanah
Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh Kantor
Pertanahan;

33 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

c. Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Guna


Bangunan diberikan sertipikat hak atas tanah.
Pasal 42
a. Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan
keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk;
b. Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan
keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak
Pengelolaan;
c. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan
dan pemberian Hak Pakai atas tanah Negara dan tanah
Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Presiden.
Pasal 43
a. Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
wajib didaftar dalam buku tanah pada Kantor
Pertanahan;
b. Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak
Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh Kantor
Pertanahan dalam buku tanah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai
diberikan sertipikat hak atas tanah.

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 34


DIKLAT KUASA HUKUM

Pasal 44
a. Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan
pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan akta
yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah;
b. Pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan;
c. Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga
sejak saat pendaf-tarannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2);
d. Ketentuan lain mengenai tata cara pemberian dan
pendaftaran Hak Pakai atas tanah Hak Milik diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden.
Dari pasal-pasal tersebut diatur bahwa Hak Pakai
atau Hak Guna Bangunan di atas tanah Negara atau di atas
Hak Pengelolaan diberikan dengan Keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional atau pejabat yang ditunjuk.

35 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

BAB II
PERMASALAHAN PENDAFTARAN TANAH

A. INFORMASI BUKU TANAH


Informasi yang tersaji pada buku tanah atau daftar umum
lainnya harus sesuai dengan kenyataan atau fakta hukum dan
selalu mutakhir. Oleh karena itu setiap fakta hukum yang terjadi
pada suatu bidang tanah harus segera atau langsung dicatat
pada buku tanah sedapat mungkin dicatat pada sertipikatnya
untuk memenuhi asas publisitas pendaftaran tanah. Informasi
mutakhir yang harus tersaji antara lain peralihan hak, pelepasan
hak, hapusnya hak, hapusnya pendaftaran hak, pembebanan
hak, roya, blokir, dan sita jaminan.
Pengertian tentang pencatatan hapusnya hak atas tanah
berbeda dengan hapusnya pendaftaran hak atas tanah, oleh
karena itu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak serta
merta menghapus hak atas tanah atau kepemilikan suatu bidang
tanah. Pencatatan sita atau blokir tidak hanya memperhatikan
hak atas tanah saja tetapi harus memperhatikan juga hak
kepemilikan atau hak keperdataan atas suatu bidang tanah.
Ketentuan Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur sebagai
berikut:
1. Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala
Kantor Pertanahan mengenai isi semua putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan
penetapan Ketua Pengadilan yang mengakibatkan

36
DIKLAT KUASA HUKUM

terjadinya perubahan data mengenai bidang tanah yang


sudah didaftar atau satuan rumah susun untuk dicatat pada
buku tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada
sertipikatnya dan daftar-daftar lainnya.
2. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan juga atas permintaan pihak yang berkepentingan,
berdasarkan salinan resmi putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap atau salinan penetapan
Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang diserahkan
olehnya kepada Kepala Kantor Pertanahan.
3. Pencatatan hapusnya hak tanah, hak pengelolaan dan hal
milik atas satuan rumah susun berdasarkan putusan
Pengadilan dilakukan setelah diperoleh surat keputusan
mengenai hapusnya hak yang bersangkutan dari Menteri
atau Pejabat yang ditunjuk dimaksud dalam Pasal 52 ayat
(1).
Penerapan ketentuan pasal tersebut di atas berbeda
untuk Putusan Pengadilan Perdata dan Putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara.
Ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur sebagai
berikut:
1. Atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) hak atas
bidang tanah:
a. Yang data fisik dan data yuridis sudah lengkap dan tidak
ada yang disengketakan, dilakukan pembukuannya
dalam buku tanah menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1);

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 37


DIKLAT KUASA HUKUM

b. Yang data fisik atau data yuridisnya belum lengkap


dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan
catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap;
c. Yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan
tetapi tidak diajukan gugatan ke Pengadilan dilakukan
pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan
mengenai adanya sengketa tersebut dan kepada pihak
yang berkeberatan diberitahukan oleh Ketua Ajudikasi
untuk pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala
Kantor Pertanahan untuk pendaftaran tanah secara
sporadik untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan
mengenai data yang disengketakan dalam waktu 60
(enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara
sistematik dan 90 (sembilan puluh) hari dalam
pendaftaran tanah secara sporadik dihitung sejak
disampaikannya pemberitahuan tersebut;
d. Yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan
dan diajukan gugatan ke Pengadilan tetapi tidak ada
perintah dari Pengadilan untuk status qou dan tidak ada
putusan penyitaan dari Pengadilan, dilakukan
pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan
mengenai adanya sengketa tersebut serta hal-hal yang
disengketakan;
e. Yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan
dan diajukan gugatan ke Pengadilan serta ada perintah
untuk status qou atau putusan penyitaan dari
Pengadilan, dibukukan dalam buku tanah dengan
mengosongkan nama pemegang haknya dan hal-hal

38 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

lain yang disengketakan serta mencatat di dalamnya


adanya sita atau perintah status qou tersebut.
2. Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dihapus apabila :
a. Telah diserahkan tambahan alat pembuktian yang
diperlukan; atau
b. Telah lewat waktu 5 (lima) tahun tanpa ada yang
mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai data
yang dibukukan.
3. Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dihapus apabila:
a. telah diperoleh penyelesaian secara damai antara
pihak-pihak yang bersengketa; atau
b. diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang
bersangkutan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap; atau
c. setelah dalam waktu 60 (enam puluh) hari dalam
pendaftaran secara sistematik dan 90 (sembilan puluh)
hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik sejak
disampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak diajukan gugatan
mengenai sengketa tersebut ke Pengadilan.
4. Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dihapus apabila:
a. telah dicapai penyelesaian secara damai antara pihak-
pihak yang bersengketa; atau

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 39


DIKLAT KUASA HUKUM

b. diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang


bersangkutan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
5. Penyelesaian pengisian buku tanah dan penghapusan
catatan adanya sita atau perintah status qou sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan apabila :
a. Setelah diperoleh penyelesaian secara damai antara
pihak-pihak yang bersengketa; atau
b. Diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang
bersangkutan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dan pencabutan sita atau status qou dari
Pengadilan.

Ketentuan pasal tersebut merupakan salah satu


penyempurnaan dari ketentuan yang diatur Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah,
penerapannya harus memperhatikan pihak-pihak yang
bersengketa.
Ketentuan Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
mengatur sebagai berikut:
1. Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku
tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun akan dijadikan obyek gugatan di
Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan
yang bersangkutan;
2. Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30
(tiga puluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau

40 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut


permintaannya sebelum waktu tersebut berakhir.
3. Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memerintahkan status quo atas hak
atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
bersangkutan, maka perintah tersebut dicatat dalam buku
tanah.
4. Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat
(3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang
salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan
kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Penerapan ketentuan pasal ini harus dicermati, agar
prinsip kepastian hukum pendaftaran tanah tidak mengabaikan
keadilan yang menjadi tujuan utama.

B. PENCATATAN PELEPASAN HAK


Pencatatan peralihan hak, pembebanan hak maupun
roya tidak terlalu banyak problematiknya, walaupun masih
ditemukan pemahaman yang salah terhadap pendaftaran
karena waris.18 Pendaftaran peralihan hak karena waris
harusnya tetap berpedoman ketentuan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan
peraturan pelaksanaannya Peraturan Menteri Negara Agraria/
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
bahwa pembagian waris dilaksanakan dengan akta notaris atau

18 yang justru didukung dengan surat Kepala Kantor Wilayah BPN.

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 41


DIKLAT KUASA HUKUM

akta di bawah tangan, bukan dengan akta Pejabat Pembuat


Akta Tanah yang dalam hal ini Akta Pembagian Hak Bersama.
Pencatatan hapusnya hak kepemilikan dan hak atas tanah
karena pelepasan hak masih kurang dipahami bahkan oleh
pejabat BPN sendiri.
Ditemukan surat Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional yang meinstruksikan kepada Kepala
Kantor Pertanahan bahwa terhadap pelepasan hak dicatat
setelah terbitnya Surat Keputusan Pemberian Haknya. Perintah
pencatatan pelepasan hak ini masih ditemukan tercantum dalam
Surat Keputusan Pembarian Hak yang berbunyi : “ …..
memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan mencatat pelepasan
hak ini ke daftar umum yang ada di Kantor Pertanahan … “.
Seharusnya pelepasan hak ini segera dicatat pada buku
tanah tanpa menunggu terbitnya Surat Keputusan Pemberian
Haknya, sehingga pada waktu berkas permohonan hak ini
dikirim ke Kanwil BPN informasi pada buku tanah sesuai fakta
hukum dan mutakhir (up to date). Apabila pelepasan hak ini tidak
segera dicatat informasi pada buku tanah tidak sesuai dengan
fakta hukum bahwa status tanah tersebut sudah menjadi tanah
Negara dan kepemilikan tanah sudah beralih.

C. PENCATATAN PUTUSAN PENGADILAN TATA


USAHA NEGARA
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap pencatatannya harus
langsung dicatat pada buku tanah tanpa harus dengan atau
menunggu Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional,

42 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

masih ditemukan Kantor Pertanahan yang untuk mencatat


hapusnya pendaftaran hak ini masih harus melalui Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional.19 Pemahaman yang keliru
ini disebabkan karena salah menafsirkan Pasal 55 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah yang ketentuan pasal tersebut untuk
hapusnya hak atas tanah, bukan untuk hapusnya pendaftaran
hak.
Apabila Kepala Kantor Pertanahan menerima Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara, langkah yang diambil tidak
harus selalu banding. Kepala Kantor Pertanahan dapat
menerima Putusan untuk membatalkan pendaftaran hak dengan
mencoret catatan pada buku tanah, selanjutnya bila diperlukan
mengulang proses pendaftaran hak tersebut dengan
membetulkan kesalahan sebagaimana amar putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut.

D. PENCATATAN PUTUSAN PENGADILAN PERDATA


Putusan Pengadilan Perdata yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap pencatatannya hapusnya hak atas tanah
atau hak keperdataan harus langsung segera dicatat pada buku
tanah. Apabila sertipikat tidak diserahkan, baru diperlukan
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional atau yang
ditunjuk untuk membatalkan keberadaan sertipikat yang tidak
diserahkan tersebut. Keputusan pembatalan ini harus juga

19Kantor Pertanahan Kota Semarang terhadap Putusan Pengadilan Tata


Usaha Negara yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap masih tidak mau
langsung mencatat pada Buku Tanah.

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 43


DIKLAT KUASA HUKUM

memperhatikan pedaftaran haknya orginair atau derivatife,


artinya apakah pembatalan hanya sertipikatnya atau sertipikat
dengan buku tanahnya.
Proses pencatatan Putusan Pengadilan Perdata terurai di
atas berlaku juga terhadap bidang tanah yang statusnya tanah
Negara, misalnya terhadap Hak Guna Bangunan yang jangka
waktunya habis.

E. PENCATATAN PUTUSAN PENGADILAN PIDANA


Harus diperhatikan terhadap putusan Pengadilan Pidana
yang menyatakan bahwa surat alas hak terbukti dipalsukan.
Dalam beberapa kasus-kasus alas hak yang terbukti palsu
belum tentu hak keperdataan orang atau badan hukum yang
terdaftar serta merta hapus. Setiap putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap harus segera dicatat pada
buku tanah.
Setelah dipastikan bahwa sertipikat tidak diserahkan,
langkah selanjutnya adalah meneliti apakah karena putusan itu
berakibat membatalkan kepemilikan tanah dan hak atas tanah
atau membatalkan pendaftaran hak. Bila sertipikat tidak
diserahkan harus diperhatikan juga apakah diperlukan
pembatalan sertipikat atau pembatalan sertipikat dan buku
tanah.

44 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

F. PENCATATAN SITA JAMINAN ATAU BLOKIR


Masih ditemukan pemahaman yang keliru bahwa
terhadap tanah Negara tidak dapat dilakukan Sita Jaminan. Sita
jaminan terhadap Hak Guna Bangunan yang telah habis masa
berlakunya tetap harus dicatat karena yang disita adalah hak
keperdataan atau hak kepemilikan. Sita jaminan terhadap
bidang tanah yang dibebani Hak Tanggungan tetap juga dicatat
pada buku tanahnya, sita ini selanjutnya dikenal dengan sita
persamaan.
Terhadap pemblokiran yang diatur ketentuan Pasal 126
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 harus memperhatikan siapa yang
melakukan blokir. Bila pemblokir ini mempunyai hubungan
hukum yang jelas maka pemblokiran ini tidak mempunyai batas
waktu artinya catatan itu hapus bila permasalahan telah tuntas.
Contoh pemblokiran pemegang Hak Pengelolaan terhadap Hak
Guna Bangunan di atasnya. Pemblokiran istri terhadap bidang
tanah harta gono gini yang terdaftar atas nama suami tidak ada
batas waktunya. Pemblokiran ini dikarenakan setelah terjadi
perceraian belum terjadi kesepakatan pembagian harta gono
gini.

Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya 45


DIKLAT KUASA HUKUM

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Menghadapi penyelesaian perkara perdata, pidana dan
tata usaha negara diperlukan pemahaman yang cermat tentang:
1. Perbedaan antara kepemilikan tanah dan hak atas tanah;
2. Perbedaan hapusnya kepemilikan tanah dan hapusnya hak
atas tanah;
3. Perbedaan hapusnya kepemilikan tanah dan hapusnya
pendaftaran kepemilikan tanah;
4. Perbedaan hapusnya hak atas tanah dan hapusnya
pendaftaran hak atas tanah;
5. Perbedaan Pembatalan Buku Tanah, pembatalan
pencatatan pada Buku Tanah dan pembatalan sertipikat;
6. Informasi Buku Tanah yang selalu mutakhir sesuai fakta
hukum yang sebenarnya.

B. SARAN
Penyelenggararaan Diklat khusus tentang pemahaman
sebagaimana kesimpulan di atas.

46
DIKLAT KUASA HUKUM

DAFTAR PUSTAKA

Harmanses, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Direktorat Jenderal


Agraria, 1981
Herman Soesangobeng, Penjelasan Serta Tafsiran Tentang
Kedudukan Hukum Adat dan Hak Menguasai Negara Bagi
Pembentukan Hukum Pertanahan Indonesia, Tidak diterbitkan,
Jakarta, 2005
Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi
Sosial dan Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2008,
Rowton Simpson,S., Land Law and Registration, Surveyor
Publications, London, 1984
Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta 1979.
Sri Hajati dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Bidang
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya
yang berjudul : Restrukturisasi Hak Atas Tanah Dalam Rangka
Pembaharuan Hukum Agraria Nasional, pada hari Sabtu
tanggal 5 Maret 2005
Tjahjo Arianto, Prinsip-prinsip Pendaftaran Tanah, Pusat Pendidikan
dan Latihan Badan Pertanahan Nasional, Jakarta 2002

Tjahjo Arianto, Problematika Batas Wilayah Daratan Negara


Kesatuan Republik Indonesia, Simposium Nasional
“Problematika Batas-batas Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari Aspek Teknis dan Hukum” HIMAGE – ITS ,
Surabaya 18 Maret 2010

47
DIKLAT KUASA HUKUM

United Nations Economic Commission for Europe, Land


Administration Guideline, New York & Genevs, 1996

48 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya


DIKLAT KUASA HUKUM

BIODATA PENULIS
Nama : Dr. Ir. Tjahjo Arianto, SH., M.Hum
NIP/NIK : 19540823 1981 03 1 003
Nomor Induk Dosen Nasional : 1296000109249
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat dan Tanggal Lahir : -
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Golongan / Pangkat : Penata Tingkat I (IVb)
Perguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Alamat : Jl. Tata Bumi No.5 Sleman, Yogyakarta
Telp./Faks. : (0274) 587239 / (0274) 587381
Alamat Rumah : Jl. Kaliurang km. 5,5 Gang Kelapa
Gading No.101 Sleman, Yogyakarta
Telp./Faks. : (0274) 554328
Alamat E-mail : tjahjoarianto@gmail.com
Pendidikan : - Sarjana Teknik Geodesi Tahun 1981
- Sarjana Hukum 1994
- Magister Ilmu Hukum 2000
- Doktor Ilmu Hukum 2010
Pendidikan Profesional : - Peradilan Tata Usaha Negara Tahun
antara lain 1991
- Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pusdik
Reskrim Polri Tahun 2007

Riwayat Pekerjaan : 1. Kepala Seksi Pengukuran dan


Pendaftaran Tanah: Kabupaten
Jember, Kabupaten Sidoarjo, Kota
Jakarta Timur Tahun 1989 – 1999
2. Kepala Seksi Tata Pendaftaran Hak
Atas Tanah BPN 1999 – 2001
3. Kepala Kantor Pertanahan:
Kabupaten Jember, Kabupaten
Gresik dan Kota Surabaya Timur
Tahun 2001 – 2009
4. Kepala Bidang Survei Pengukuran
dan Pemetaan Kanwil BPN Jawa
Timur Tahun 2008-2010

49
DIKLAT KUASA HUKUM

5. Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan


Nasional, Dosen Program studi
Magister Ilmu Hukum Universitas
Atma Jaya Yogyakarta Tahun 2010,
Dosen Program Doktor dan Magister
Teknik Geomatika UGM sampai
sekarang.

50 Modul Mata Diklat Hak Atas Tanah dan Permasalahannya

Anda mungkin juga menyukai