Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam proses belajar mengajar kita perlu suasana yang mendukung agar
siswa terlihat sangat aktif dalam aktivitas pembelajaran di kelas, kemudian
guru dan siswa dapat melakukan proses belajar mengajar dengan efisien dan
efektif proses pembelajaran siswa selama pengajaran berlangsung.
Tetapi pada zaman sekarang pada proses kegiatan belajar mengajar sering
terjadi hambatan-hambatan yang terjadi, misalkan saja seperti guru yang
kurang mahir membuat suasana kelas dalam kegitan belajar mengajar agar
terasa menyenagkan ataupun tidak meneganggakan. Lalu, fasilitas dalam
kegiatan belajar mengajar kurang memadai yang mengakibatkan kegiatan
berjalan kurang efesien dan efektif.
Dalam hal ini perlu adanya kemahiran dan pemahaman mengenai
pengelolaan kelas yang baik agar proses belajar mengajar di dalam kelas
terjalin nyaman, efisien dan efektif. Maka dari itu, untuk mengatasi masalah-
masalah tadi, dalam makalah ini kami akan membahas sedikit mengenai
prosedur pengelolaan kelas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Prosedur Pengelolaan Kelas?

C. Tujuan Makalah
1. Memahami Pengertian Prosedur Pengelolaan Kelas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PROSEDUR PENGELOLAAN KELAS


Prosedur ialah cara untuk mengerjakan suatu pekerjaan menurut tingkat-
tingkatnya. Prosedur merupakan suatu susunan yang teratur dari kegiatan yang
berhubungan satu sama lainnya dan prosedur-prosedur yang berkaitan
memudahkan kegiatan utama dari suatu organisasi. (Majid, Abdul, 2006:
110)1
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas.
Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola”, ditambah awal “pe” dan
akhiran “an”.2 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pengelolaan adalah
proses, perbuatan, cara mengelola.3 Istilah lain dari kata pengelolaan adalah
“manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu
management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pemimpin, pengelolaan.
Manajemen atau pengelolaan dalam pengertian umum menurut Suharsimi
Arikunto (1990:2) adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu
kegiatan.
Sedangkan kelas menurut Oemar Hamalik (1987; 311), adalah suatu
kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat
pengajaran dari guru.4
Syaiful Bahri dan Aswan Zain mengatakan bahwa pengelolaan kelas
adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar
yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses
belajar mengajar. Dengan kata lain, ialah kegiatan-kegiatan untuk
menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya

1
Afriza, Manajemen Kelas (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014), h. 73.
2
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), h. 196.
3
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 674.
4
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), h. 196.
proses belajar mengajar.5 Sedangkan menurut Sudirman N, dkk. (1991; 310),
pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunakan potensi kelas.6
Menurut definisi operasional, pengelolaan kelas merupakan penyediaan
fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa yang berlangsung pada
lingkungan sosio, emosional, dan intelektual anak dalam kelas menjadi sebuah
lingkungan belajar yang membelajarkan. Fasilitas yang disediakan itu
memungkinkan siswa belajar dan bekerja, tercapainya suasana kelas yang
memberikan kepuasan, suasana disiplin, nyaman dan penuh semangat
sehingga terjadi perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi
pada siswa. (Sudirman N., 1991)7
Menurut Afriza, penulis buku Manajemen Kelas menuturkan bahwa
prosedur manajemen kelas merupakan suatu rangkaian langkah kegiatan
manajemen kelas yang dilakukan agar terciptanya kondisi kelas yang optimal
supaya proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Kegiatan-kegiatan manajemen kelas mengacu pada tindakan pencegahan
(preventif) dan tindakan penyembuhan (kuratif).8
Tindakan pengelolaan kelas adalah tindakan yang dilakukan oleh guru
dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar
berlangsung efektif. Tindakan guru tersebut dapat berupa tindakan
pencegahan, yaitu dengan jalan menyediakan kondisi baik fisik maupun
kondisi sosio-emosional sehingga terasa benar oleh peserta didik rasa
kenyamanan dan keamanan untuk belajar. Tindakan lain dapat berupa
tindakan koretif terhadap tingkah laku peserta didik yang menyimpang dan
merusak kondisi optimal bagi proses belajar mengajar yang sedang
berlangsung.9
1. Prosedur Dimensi Pencegahan

5
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), h. 194.
6
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), h. 198.
7
Pupuh Fathurrohman dan M Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Refika
Aditama, 2010), h. 104.
8
Afriza, Manajemen Kelas (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014), h. 73.
9
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajarani (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 147.
Dimensi pencegahan dapat merupakan tindakan guru dalam mengatur
lingkungan belajar, mengatur peralatan, dan lingkungan sosio-emosional.10
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang dilakukan sebelum
munculnya tingkah laku yang menyimpang. Tindakan pencegahan
merupakan terapi yang tepat sebelum munculnya tingkah laku yang dapat
mengganggu kondisi belajar mengajar.11
Ada beberapa prosedur manajemen kelas dimensi pencegahan yang
dipaparkan oleh Afriza dalam bukunya Manajemen Kelas, yaitu sebagai
berikut:
a. Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Peningkatan kesadaran diri sebagai guru merupakan hal yang
paling strategis dan mendasar karena dengan adanya rasa kesadaran
diri sebagai guru akan mampu meningkatkan rasa tanggung jawab dan
rasa memiliki yang menjadi modal dasar dalam melaksanakan
tugasnya. Hal ini dapat menghilangkan sikap otoriter dan sikap
permisif yang dipandang kurang manusiawi dan kurang realistik.
Implikasinya di kelas, akan tampak pada sikap guru yang demokratis,
sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis, berwibawa.
Penampakan sikap ini akan menumbuhkan respon bagi siswa siswa.12
Relasi antara guru dan siswa merupakan relasi kewibawaan, artinya
suatu relasi yang dilandasi saling percaya-mempercayai, bahwa siswa
percaya bahwa guru akan mengarahkan siswa menjadi manusia yang
baik, dan guru juga percaya bahwa siswa juga dapat dan maun
diarahkan menjadi manusia yang baik.13
Selain itu, suara guru juga mempunyai pengaruh dalam belajar
meskipun bukan menjadi faktor yang besar. Ahmad Rohani
menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Pengelolaan Pengajaran,
bahwa suara yang melengking tinggi atau senantiasa tinggi atau

10
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajarani (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 148.
11
Afriza, Manajemen Kelas (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014), h. 73.
12
Afriza, Manajemen Kelas (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014), h. 74.
13
Marno, Strategi, Metode, dan Teknik Mengajar (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2017), h. 51.
demikian rendah sehingga tidak terdengar oleh peserta didik secara
jelas dari jarak yang agak jauh akan membosankan dan pelajaran tidak
akan diperhatikan. Suasana semacam ini mengandung tingkah laku
yang tidak diinginkan.
Suara yang relatif rendah tetapi cukup jelas dengan volume suara
yang penuh kedengarannya rileks akan mendorong peserta didik untuk
lebih berani mengajukan pertanyaan, mencoba sendiri, melakukan
percobaan terarah dan sebagainya. Tekanan suara hendaknya
bervariasi sehingga tidak membosankan peserta didik yang
mendengarnya.14
b. Peningkatan kesadaran pada siswa
Kurangnya kesadaran pada siswa akan menumbuhkan sikap suka
marah, mudah tersinggung, yang memungkinkan siswa melakukan
tindakan-tindakan tidak terpuji yang dapat mengganggu kondisi
optimal yang telah terbangun pada proses belajar mengajar.15 Setiap
peserta didik pada dasarnya mempunyai daya atau tenaga untuk
mengontrol dirinya. Peserta didik yang tidak diperhatikan orang tua
dan gurunya dan kurang dapat mengontrol dirinya sendiri biasanya
kurang menghargai otoritas dan mereka tidak menyukai dan
membencinya.16
Peningkatan kesadaran pada diri siswa dapat menanggulangi sikap
kemalasan, sikap menyerahkan tanggung jawab, kurang puas, mudah
kecewa, mudah tertekan oleh peraturan sekolah dan sebagainya. Untuk
meningkatkan kesadaran pada diri siswa, seorang pengajar perlu
memberitahukan hak dan kewajiban siswa, memperhatikan kebutuhan,
keinginan dan dorongan siswa, menciptakan suasana saling pengertian,
saling menghormati dan rasa keterbukaan antara guru dan siswa.17
c. Sikap polos dan tulus dari guru.

14
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajarani (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 152.
15
Afriza, Manajemen Kelas (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014), h. 74.
16
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajarani (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 159.
17
Afriza, Manajemen Kelas (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014), h. 74.
Sikap polos, tulus hati, jujur dan terbuka adalah modal penting
untuk menciptakan kondisi yang optimal untuk memberikan
pembelajaran pada siswa. Sikap ini mengandung makna bahwa guru
dalam segala tindakannya tidak boleh berpura-pura dalam bersikap
dan harus bertindak apa adanya. Guru dengan segala sikap dan
kepribadiannya sangat mempengaruhi lingkungan belajar, karena
tingkah laku, cara menyikapi dan tindakan guru merupakan stimulus
yang akan direspon oleh para siswa.18
Sikap guru dalam menghadapi peserta didik yang melanggar
peraturan sekolah hendaknya tetap sabar, dan tetap bersahabat dengan
suatu keyakinan bahwa tingkah laku peserta didik akan dapat
diperbaiki. Kalau guru terpaksa membenci, bencilah tingkah laku
peserta didik dan bukan membenci peserta didik.
Terimalah peserta didik dengan hangat kalau ia insaf akan
kesalahannya. Berlakulah adil dalam bertindak dan menciptakan satu
kondisi yang menyebabkan peserta didik sadar akan kesalahannya da
nada dorongan untuk memperbaiki kesalahannya.19
d. Mengenal dan menemukan alternatif manajemen kelas
Seorang guru harus mampu mengidentifikasi berbagai
penyimpangan tingkah laku siswa yang sifatnya individual maupun
kelompok, termasuk penyimpangan yang disengaja maupun tidak
disengaja. Guru juga harus mengenal berbagai pendekatan yang paling
tepat. Selain itu, sebagai guru juga perlu belajar dari pengalaman
guru-guru lainnya yang gagal atau berhasil, hal ini dimaksudkan agar
guru dapat mencari alternatif yang bervariasi dan tepat dalam
menangani berbagai masalah manajemen kelas.20
Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassel membedakan empat kelompok
masalah pengelolaan kelas individual yang didasarkan asumsi bahwa
semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan
18
Afriza, Manajemen Kelas (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014), h. 75.
19
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajarani (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 152.
20
Afriza, Manajemen Kelas (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014), h. 75.
pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk
mencapai harga diri. Bila kebutuhan-kebutuhan ini tidak lagi dapat
dipenuhi melalui cara-cara yang lumrah dapat diterima masyarakat,
dalam hal ini masyarakat kelas, maka individu yang bersangkutan akan
berusaha mencapainya dengan cara-cara lain. Dengan kata lain, dia
akan berbuat “tidak baik”.21
Lois V. Johnson dan Mary A. Bany mengemukakan 6 kategori
masalah kelompok dalam pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis kelamin, suku, dan
tingkatan sosio-ekonomi, dan sebagainya.
2) Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
Misalnya mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni
suara menyanyi dengan suara sumbang.
3) “Membesarkan” hati anggota kelas yang justru melanggat norma
kelompok, misalnya pemberian semangat kepada badut kelas.
4) Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas
yang tengah digarap.
5) Semangat kerja rendah. Misalnya semacam aksi protes kepada guru
karena menganggap tugas yang diberikan kurang adil.
6) Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
Misalnya gangguan jadwal atau guru kelas terpaksa diganti
sementara oleh guru lain, dan sebagainya.22
e. Menciptakan kontrak sosial
Pada dasarnya kontrak sosial diciptakan sangat berkaitan dengan
standar tingkah laku yang diharapkan seraya memberi gambaran
tentang fasilitas beserta keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan
siswa. Untuk mengelola kelas, norma berupa kontrak sosial atau daftar
aturan, tata tertib dengan sanksinya yang mengatur kehidupan di dalam

21
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajarani (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 145.
22
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajarani (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 146.
kelas, perumusannya harus dibicarakan atau disetujui bersama oleh
guru dan siswa.23
2. Prosedur dimensi penyembuhan
Pelanggaran yang sudah terlanjur dilakukan peserta didik atau
sejumlah peserta didik perlu ditanggulangi dengan tindakan penyembuhan
baik secara individual maupun secara kelompok.24
Afriza menuliskan beberapa langkah yang dilakukan pada dimensi
penyembuhan tersebut yang kami kutip dalam buku berjudul Manajemen
Kelas. Beliau memaparkan ada 4 langkah, yaitu:
a. Mengidentifikasi masalah
Pada tahapan ini seorang guru harus melakukan kegiatan untuk
mengenal dan mengetahui masalah-masalah manajemen kelas yang
timbul dalam suatu kelas. Kemudian mengidentifikasi jenis-jenis
penyimpangan, sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat
siswa melakukan penyimpangan perilaku.
b. Menganalisis masalah
Seorang guru harus menganalisis penyimpangan pada siswa dan
menyimpulkan latar belakang terjadinya penyimpangan tingkah laku
dan sumber-sumber dari penyimpangan itu. Setelah ditemukan
penyimpangan, guru menentukan alternatif-alternatif penanggulangan
atau penyembuhan dari penyimpangan tersebut.
c. Menilai alternatif-alternatif pemecahan
Pada tahapan ketiga ini guru menilai dan memilih alternatif
pemecahan berdasarkan sejumlah alternatif yang telah tersusun.
Sesudah terpilih alternatif pemecahan yang dianggap tepat, selanjutnya
guru mengaplikasikan alternatif pemecahan itu.
d. Mendapatkan balikan
Pada tahapan keempat ini guru melakukan kegiatan kilas balik.
Tujuannya untuk menilai keampuhan pelaksanaan dari alternatif

23
Afriza, Manajemen Kelas (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014), h. 75.
24
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajarani (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 162.
pemecahan yang dipilih untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan
yang direncanakan. Kegiatan kilas balik dilakukan oleh guru dalam
bentuk pertemuan dengan siswa, diusahakan dengan penuh ketulusan,
semata-mata untuk perbaikan dan kepentingan siswa dan sekolah.
Selain itu, perlu disikapi perilaku guru pada saat pertemuan tersebut.25
Menurut Ahmad Rohani dari buku Pengelolaan Pengajaran yang kami
kutip. Beliau menjelaskan ada beberapa langkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam tindakan penyembuhan, ialah:
a. Mengidentifikasi peserta didik yang mendapat kesulitan menerima
dan mengikuti tata tertib atau menerima konsekuensi dan
pelanggaran yang dibuatnya.
b. Membuat rencana yang diperkirakan paling tepat tentang langkah-
langkah yang akan ditempuh dalam mengadakan kontrak dengan
peserta didik.
c. Menetapkan waktu pertemuan dengan peserta didik tersebut yang
disetujui bersama oleh guru dan peserta didik yang bersangkutan,
d. Bila saatnya pertemua dengan peserta didik jelaskanlah maksud
pertemuan tersebut, dan jelaskan pula manfaat yang mungkin
diperoleh baik oleh peserta didik maupun oleh sekolah,
e. Tunjukkanlah kepada peserta didik bahwa guru pun bukan orang
yang sempurna dan tidak bebas dari kekurangan dan kelemahan
dalam berbagai hal. Akan tetapi yang penting antara guru dan
peserta didik harus ada kesadaran untuk sama-sama belajar saling
memperbaiki diri, saling mengingatkan bagi kepentingan bersama,
f. Guru berusaha untuk membawa peserta didik kepada masalahnya
yaitu pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku di sekolah,
g. Bila pertemuan yang diadakan dan ternyata peserta didik responsif
maka guru bisa mengajak peserta didik untuk melaksanakan
diskusi pada saat lain tentang masalah yang dihadapinya. Tentukan
waktu diskusi tersebut bersama antara guru dan peserta didik,

25
Afriza, Manajemen Kelas (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014), h. 76.
h. Pertemuan guru dan peserta didik harus sampai kepada pemecahan
masalah dan sampai kepada “kontak individual” yang diterima
peserta didik dalam rangka memperbaiki tingkah laku peserta didik
tentang pelanggaran yang dibuatnya,
i. Melakukan kegiatan tindak lanjut.26

26
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajarani (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 163.

Anda mungkin juga menyukai