Anda di halaman 1dari 19

HALAMAN JUDUL

FAKTOR PENDUKUNG MASING-MASING PIHAK DALAM MBS


(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah)

Oleh:
Kelompok 8
1. Irmadani Pratiwi (170210204155)
2. Zulfa Anggraini (170210204164)
3. Ananda Wahyu (170210204177)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah
ini yang berjudul Faktor Pendukung Masing-Masing Pihak Dalam MBS. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan tentu banyak kekurangan, akan tetapi berkat
dorongan dari banya pihak serta pertolongan Allah SWT akhirnya tulisan ini
mampu terselesaikan. Oleh karena itu, kami berterima kasih kepada seluruh pihak
yang telah terlibat dalam penyusunan ini. Semoga tulisan ini dapat menjadi
referensi bagi yang membutuhkan dan dapat bermanfaat untuk pembaca.

Bondowoso, 17 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB 1 Pendahuluan ................................................................................................ 1

1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

2.1 Strategi Sukses Implementasi MBS ...................................................... 3

2.2 Masalah dan Kegagalan dalam Implementasi Manajemen Berbasis


Sekolah .................................................................................................... 9

2.3 Srategi Membentuk Akuntabilitas Sekolah ....................................... 11

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 15

3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 15

3.2 Saran ...................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pencapaian kesuksesan dalam implementasi manajemen berbasis sekolah
diperlukannya adanya strategi-strategi yang tepat guna untuk dapat mencapai
kesuksesan tersebut. Keberhasilan dari perwujudan manajemen berbasis sekolah
ini tidaklah lepas dari cara yang tepat untuk digunakan, agar terciptanya suatu
manajemen berbasis sekolah yang tepat. Penerapan manajemen berbasis sekolah
ini berjalan dengan baik serta menghasilkan suatu tujuan yang berhasil bisa
digunakannya strategi-strategi yang tepat antara lain sebagai berikut : Sekolah
harus memiliki otonomi, peran aktif masyarakat sekitar, memiliki kepemimpinan
yang kuat untuk bergerak maju serta memanfaatkan sumber daya sekolah,
keputusan yang dibuat diambil secara demokratis, pihak yang terlibat dapat
memahami peran serta tanggung jawab yang akan mengarah pada sosialisasi
konsep MBS, terdapat kaitannya dengan guideliner dari Departemen Pendidikan
yang sanggup untuk membantu keberlangsungan pendidikan di sekolah secara
efisien dan efektif, adanya tranparansi serta akuntabilitas, bentuk ketercapaian
implementasi MBS dapat diarahkan kepada bentuk kinerja sekolah, pelaksanaan
MBS hendaknya diawali dengan pemberitahuan terhadap konsep MBS.
Dalam pengimplementasiannya pasti akan dihadapkan dengan masalah-
masalah yang dapat menghambat pelaksanaan MBS, contohnya seperti,
mengharuskan pihak-pihak yang terlibat untuk bekerja lebih banyak dibanding
sebelumnya, kurangnya efisiensi dalam pelaksanaannya jika ditinjau dari salah
satu tujuan MBS yaitu pendidikan yang efisien, distribusi kinerja pihak-pihak
sekolah kurang merata, kebutuhan pengembangan staf-staf sekolah yang
meningkat, adanya tanggung jawab dan peran baru yang mengakibatkan pihak
yang terkait menjadi bingung, permasalahan seperti masalah dalam hal
akuntabilitas dan pengkoordinasian yang terasa semakin sulit.

Yang menjadi hambatan lain yang sering muncul dari pengimplementasian MBS
yaitu minimnya pengetahuan dari berbagai pihak yang terkait tentang MBS, serta
minimnya kemampuan dalam hal pengambilan keputusan, kurangnya kemampuan
berkomunikasi, minimnya rasa saling percaya antar sesama pihak

1
pihak guru dan administrator yang merasa enggan memberikan
kepercayaan penuh terhadap pihak lain atau pihak baru dalam hal pengambilan
keputusan
Era desentralisasi, otonomi dan keterbukaan ini dimana pada era tersebut
semua pihak sepakat bahwa akuntabilitas publik ini sangat penting dikarenakan
adanya pemikiran dari intitusi pendidikan dan lembaga yang telah berkaitan
dengan pelayanan public yang juga dituntutu untuk mempunyai akuntabilitas.
Menurut deputi V Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Bidang
Akuntabilitas Aparatur dan Soemidihardjo mengemukakan bahwa di era otonomi
didaerah masing-masing mempunyai intusi yang harus membangun sebuah
akuntabilitas yang berfungsi untuk tanggung jawab pada masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi sukses implementasi MBS?
2. Bagaimana masalah dan kegagalan dalam implementasi MBS?
3. Bagaimana strategi membentuk akuntabilitas?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui bagaimana strategi sukses implementasi MBS
2. Dapat mengetahui bagaimana masalah dan kegagalan dalam implementasi
MBS
3. Dapat mengetahui bagaimana strategi membentuk akuntabilitas?

2
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Strategi Sukses Implementasi MBS


Keberhasilan dari perwujudan manajemen berbasis sekolah ini tidaklah
lepas dari cara yang tepat untuk digunakan, agar terciptanya suatu manajemen
berbasis sekolah yang tepat. Namun, penerapan dari penggunaan strategi ini
memiliki perbedaan antara negara satu dengan yang lainnya, bahkan perbedaan
tersebut dapat merambat sampai antar daerah hingga sekolah.
Dengan demikian, dari pernyataan tersebut bisa diambil kesimpulannya
bahwasannya penerapan manajemen berbasis sekolah ini berjalan dengan baik
serta menghasilkan suatu tujuan yang berhasil bisa digunakannya strategi-strategi
yang tepat antara lain sebagai berikut :
1. Sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal
a. Otonomi yang dimiliki sekolah bertindak dalam hal penguasaan serta
kewenangan yang ada.
b. Terdapat keterhubungan yang terjadi antara pengembangan terhadap
kognitif serta keterampilan yang dimiliki.
c. Adanya fasilitas yang diberikan untuk menjangkau segala informasi
penting serta pemberian penghargaan terhadap para pihak yang terlibat
didalamnya sehingga mewujudkan hasil yang maksimal.
2. Peran aktif masyarakat sekitar dalam hal pembiayaan yang dilakukan untuk
mengambil keputusan dalam penggunaan kurikulum dan instruksional
maupun non-instruksional. Sekolah juga menyediakan lingkungan yang luas
untuk menunjang keberhasilan pengelolaan sekolah yang mana merupakan
bagian dari masyarakat. Apabila terdapat penyempitan terhadap sumber biaya
dari pemerintah, maka tidak memungkinkan sekolah akan melibatkan
masyarakat untuk pendidikan.
3. Memiliki kepemimpinan yang kuat untuk bergerak maju serta memanfaatkan
sumber daya sekolah dan hal yang paling utama dilakukan oleh kepala
sekolah yang merupakan sebuah sumber inspirasi terhadap pembangunan
serta pengembangan sekolah. Melalui MBS ini, kepala sekolah memiliki
peran utama sebagai designer, motivator, faslitatos, dan liaison. Menjadi
kepala sekolah merupakan sebuah keinginan dari pihak pelaku pendidikan

3
akan tetapi, terdapat kriteria tersendiri untuk dapat diangkat menjadi kepala
sekolah yaitu pengangkatan kepala sekolah tidak lagi berdasar kepada tingkat
kepangkatan yang dimiliki namun yang dilihat jiwa kepemimpinannya serta
kemampuannya untuk memanajerial.
4. Keputusan yang dibuat diambil secara demokratis merupakan cara yang
dilakukan dewan sekolah yang berdasar pada pengembangan iklim serta
memperhatikan perubahan yang bertujuan agar lebih baik. Peserta didik
dengan wali murid, serta masyarakat serta guru merupakan subjek yang harus
dilayani oleh kepala sekolah.
5. Pihak yang terlibat dapat memahami peran serta tanggung jawab yang akan
mengarah pada sosialisasi konsep MBS.
6. Terdapat kaitannya dengan guideliner dari Departemen Pendidikan yang
sanggup untuk membantu keberlangsungan pendidikan di sekolah secara
efisien dan efektif. Pelaksanaan MBS di sekolah hendaknya memerlukan
perlengkapan yang menunjang terlaksananya MBS serta dapat membimbing
pihak pendidikan. Jika kemungkinan pembuatan guideliner ini menggunakan
peraturan, maka akan menyulitkan sekolah.
7. adanya tranparansi serta akuntabilitas yang dapat dijadikan bentuk laporan
pertanggung jawaban sekolah, dan akuntabiltas digunakan untuk
mempertanggung jawabkan sekolah kepada sekelompok dalam masyarakat.
Dengan demikian, sekolah hendaknya melakukan tindakan transparansi,
demokratis serta terbuka.
8. Bentuk ketercapaian implementasi MBS dapat diarahkan kepada bentuk
kinerja sekolah yang nantinya dapat meningkatkan keberhasilan pada hasil
belajar peserta didik. Akan tetapi, harus diperhatikan kembali untuk dapat
meningkatkan proses belajar peserta didik. Dengan begitu, upaya yang
dilakukan dalam MBS dapat memgokuskn terhadap tingkat keberhasilan
prestasi belajar peserta didik.
9. Pelaksanaan MBS hendaknya diawali dengan pemberitahuan terhadap konsep
MBS, identifikasi terhadap masing-masing peran, pembangunan
kelembagaan, diadakan peltihan pembelajaran, evaluasi serta pengayaan

4
Lalu, bagaimana implementasi manajemen berbasis sekolah ini dapat
langsung mencapai tujuan utama? Pernyataan ini dapat terjawab oleh beberapa
tokoh yang memprakarsai manajemen berbasis sekolah, yaitu :
a. Drury dan Levin (1994) mengatakan, bahwasannya manajemen berbasis
sekolah ini secara langsung belum bisa untuk dapat meningkatkan
ketercapaian terhadap prestasi belajar peserta didik. Akan tetapi, kemampuan
dapat menunjang prestasi belajar peserta didik. Manajemen berbasis sekolah
dapat memberikan keikutsertaannya dalam pendidikan, yaitu peningkatan
efisiensi penggunaan media yang didalamnya terdapat personel,
profesionalisme pendidik, penerapan perubahan kurikulum serta keikutsertaan
masyarakat.
b. Oswald (1995) berpendapat pengimplementasian manajemen berbasis
sekolah tidak menunjukkan pengaruh yang diberikan pada ketercapaian
akademik peserta didik. Akan tetapi, manajemen berbasis sekolah dapat
meminimalisir adanya drop out serta dapat menaikkan jumlah kehadiran
peserta didik dan kedisiplinan.
c. Paterson (1991) mengemukakan pendapatnya bahwa penerapan manajemen
berbasis sekolah belum berhasil untuk pencapaian hasil belajar peserta didik
yang dikarenakan kurang memfokuskan terhadap bentuk implementasi
manajemen berbasis sekolah pada aktivitas pembelajaran, serta kurikulum
yang digunakan dan beberapa hal yang bersifat tersier dan primer.
d. Slamet P.H (2001) melaksanakan manajemen berbasis sekolah harus
dilakukan secara berkala serta melibatkan seluruh pihak yang bertanggung
jawab atas terselenggarakannya proses pendidikan. Berikut merupakan
beberapa strategi yang tepat untuk digunakan, yaitu :
1. Mensosialisasikan manajemen berbasis sekolah ini kepada seluruh
masyarakat melalui berbagai media, salah satunya media massa. Perlunya
pencantuman sumber daya sekolah, sistem dan budaya pada sosialisasi
tersebut.
2. Menganalisis situasi di dalam maupun di luar sekolah yang dapat
dijadikan sebagai tanggapan yang dihadapi oleh sekolah guna untuk
merubah manajemen berbasis pusat ke sekolah.

5
3. Berdasarkan tantangan tersebut, perlunya pembuatan tujuan situasional
ketercapaian pada pelaksanaan manajemen berbasis sekolah. Kemudian,
kesanggupan antara fungsi dan faktor yang mana akan ditetapkan sebagai
kriteria yang digunakan unuk mengukur kesanggupan tersebut.
4. Mengidentifikasi keterlibatan fungsi pada pencapaian tujuan. Pencapaian
tujuan situasional tersebut menetapkan fungsi untuk diidentifikasi untuk
mencapai kesanggupan. Fungsi yang disebut merupakan pengembangan
terhadap kurikulum, tenaga pendidikan – non pendidikan, peserta didik,
iklim akademik sekolah, hubungan sekolah terhadap masyarakat, serta
fasilitas.
5. Penentuan kesanggupan terhadap fungsi dan faktor melalui analisis
SWOT.
6. Pemilihan langkah-langkah untuk memecahkan sebuah persoalan
merupakan tindakan yang dilakukan guna untuk merubah fungsi yang
belum siap menjadi siap.
7. Merancang pembuatan rencana jangka pendek, menengah dan panjang
beserta programnya untuk mewujudkan rencana tersebut.
8. Melaksanakan program jangka pendek pada manajemen berbasis
sekolah.
9. Memantau hasil manajemen berbasis sekolah melalui proses dan
evaluasi.
Menurut Studi Bank Dunia, terdapat beberapa isu yang mempengaruhi
kesuksesan implementasi manajemen berbasis sekolah yaitu:
a. Isu sumber daya manusia
Dalam isu sumber daya manusia ini, terdapat beberapa faktor yang terlibat
di dalamnya, yaitu :
1. Masalah partisipasi
Schaeffer dan Govinda (1998) penerapan perubahan membutuhkan
kesanggupan antara kedua belah pihak yang bersangkutan yitu, pelanggan
pendidikan dan stakeholder. Oleh sebab itu, pentingnya pembuatan kelompok
yang bekerjasama dengan dunia usaha, warga, pemimpin pendidikan dan
politik guna untuk pembangunan yang kuat dan terikat.

6
2. Pembangunan kelembagaan
Wohlstetter (1992) mengakatakan bahwa kepentingan dari pembangunan
ini berdasar pada beberapa faktor, yaitu :
a. Pegawai yang membutuhkan akan pelatihan guna untuk mengembangkan
keterampilan bekerja serta dapat memperluas pengetahuan akan
kemampuannya.
b. Dapat memecahkan sebuah masalah diperlukan adanya keterampilan
seseorang untuk dapat menyumbangkan kemampuannya lebih dalam,
serta kemampuannya dalam berkomunikasi dan pengambilan keputusan.
c. Kebutuhan akan pengetahuan dalam pengorganisasian yang melibatkan
adanya anggaran serta keterampilan personel guna untuk bisa memahami
akan situasi dan kondisi serta perubahan dari lingkungan, kemudian
dapat diketahui melalui respon dan strategi yang digunakan.
3. Kepemimpinan MBS
Diperlukannya kepemimpinan baru dalam menunjang manajemen
berbasis sekolah ini guna untuk dapat mengembangkan keterampilan
kerjasama dan kemandirian untuk mendorong meningkatkan pembelajaran
peserta didik di sekolah. Penerapan manajemen berbasis sekolah ini
memerlukan adanya perubahan dari budaya sekola hingga masyarakat
sehingga, munculah perubahan pada kepemimpinan.
b. Isu waktu
Hanson (2000) berpendapat bahwa penerapan desentralisasi yang
dilakukan dalam manajemen berbasis sekolah di Spanyol diperlukannya waktu
yang cukup lama untuk bisa mewujudkan keberhasilan dalam waktu yang telah
ditentukan. Di Spanyol pemerataan desentralisasi tidak dilakukan secara merata
ke semua daerah sampai mereka bisa berjalan sendiri dan menampilkan
kemampuan administratif yang telah didapatkan melalui dukungan politik lokal.
Wohlstetter dkk (1997) juga berbicara akan keberhasilan dari pemerintah
daerah yang sedikit demi sedikit bisa menunjukkan perubahan dalam bidang
informasi akuntabilitas serta sistem kontrol yang bisa digunakan sekolah untuk
meningkatkan kualitas diri dan pengelolaan secara lebh efektif. Tidak hanya itu,

7
sekolah juga melakukan perubahan terhadap perbaikan yang dilakukan oleh pihak
sekolah guna untuk meningkatkan mutu yang lebih baik lagi.
c. Isu keuangan
Selama penerapan manajemen berbasis sekolah yang dapat
memungkinkan sekolah unuk melakukan penambahan jumlah anggaran guna
untuk mewujudkan kinerja serta membantu sekolah untuk bersikap tanggung
jawab. Fleksibilitas serta keadilan merupakan sebuah solusi untuk
mempertimbangkan tahap-tahap perubahan reformasi.
d. Isu strategi
Perubahan desentralisasi dapat memberikan keuntungan akan hal strategi
yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang digarap dengan tepat.
Keberhasilan atas program komunikasi dapat memberikan informasi yang jelas
terhadap wali murid, pendidik, dan administator tentang tujuan, rancangan serta
penerapan dari perubahan.
e. Isu monitoring dan evaluasi
Penerapan manajemen berbasis sekolah agar lebih efektif diperlukannya
sistem akuntabilitas guna untuk memperlancar manajemen tersebut. Penyediaan
pemeriksaan terhadap sistem akuntabilitas kerja harus dilaksanakan secara jelas
dan seimbang serta dapat memberikan motivasi kepada masyarakat serta sekolah
yang diperuntukkan pada pengabdian terhadap perubahan. Byrk dkk. (1998)
menjelaskan apabila melakukan dukungan terhadap desentralisasi, maka akan
berakibat pada pembangunan kelembagaan serta pembentukkan akuntablitas
secara ekstrenal, dapat dilakukan juga melalui rangsangan yang diberikan guna
untuk dapat mencapai inovasi.

Terdapat sembilan faktor yang mempengaruhi kesuksesan dalam


pengimplementasian Site-Based Management di sekolah yang dikemukakan oleh
Reynolds (1997) yaitu : pengangkatan terhadap perspektif yang luas, pemahaman
terhadap konteks perubahan, pengembangan perspektif untuk menunjang
keterampilan kepemimpinan, mewujudkan visi secara bersamaan,
mengembangkan keterampilan perencanaan serta strategi yang digunakan untuk
mengartikan sebuah peran yang baru, memperbaiki lingkungan kerja, dapat

8
memahami terhadap dinamika kelompok serta sistem akuntabilitas dilakukan
secara jelas.
Penerapakan manajemen berbasis sekolah dipengaruhi oleh beberapa isu
yang berkembang serta tantangan dan program yang harus dijalankan. Akan
tetapi, kepemimpinanlah yang merupakan kunci kesuksesan dalam penerapan
manajemen berbasis sekolah. Tidak hanya sebagai kunci kesuksesan, namun bisa
dijadikan sebagai pengganti Site-Based Manajement terhadap Site-based
Leadership. Kemampuan kepemimpinan merupakan hal yang perlu dilakukan
untuk menerapkan manajemen berbasis sekolah guna untuk meningkatkan
perspetif terhadap tingkat pemerintah maupun sekolah.

2.2 Masalah dan Kegagalan dalam Implementasi Manajemen Berbasis


Sekolah
Dalam pengimplementasiannya pasti akan dihadapkan dengan masalah-
masalah yang dapat menghambat pelaksanaan MBS, contohnya seperti,
mengharuskan pihak-pihak yang terlibat untuk bekerja lebih banyak dibanding
sebelumnya, kurangnya efisiensi dalam pelaksanaannya jika ditinjau dari salah
satu tujuan MBS yaitu pendidikan yang efisien, distribusi kinerja pihak-pihak
sekolah kurang merata, kebutuhan pengembangan staf-staf sekolah yang
meningkat, adanya tanggung jawab dan peran baru yang mengakibatkan pihak
yang terkait menjadi bingung, permasalahan seperti masalah dalam hal
akuntabilitas dan pengkoordinasian yang terasa semakin sulit.
Adanya otoritas dalam hal pengambilan keputusan juga termasuk masalah
yang muncul dari penerapan MBS. Dari pihak sekolah yang menginginkan hak
otoritas dalam pengambilan keputusan, namun sering kali otoritas pengambilan
keputusan tersebut masih berada pada pihak pemerintah baik daerah ataupun
pusat.
Yang menjadi hambatan lain yang sering muncul dari pengimplementasian
MBS yaitu minimnya pengetahuan dari berbagai pihak yang terkait tentang MBS,
serta minimnya kemampuan dalam hal pengambilan keputusan, kurangnya
kemampuan berkomunikasi, minimnya rasa saling percaya antar sesama pihak,
pihak guru dan administrator yang merasa enggan memberikan kepercayaan
penuh terhadap pihak lain atau pihak baru dalam hal pengambilan keputusan.

9
Ada empat macam bentuk kegagalan dalam penerapan MBS menurut
Wholstetter dan Mohrman (1996) adalah sebagai berikut :
1. Dalam implementasi MBS hanya mengadopsi dari model yan apa adanya
tanpa usaha yang kreatif. Setiap sekolah harus menerapkan model MBS yang
sesuai dengan keaadaan dan kondisi sekolahnya, baik dari lingkungan sekolah
maupun dari sekolah itu sendiri. Karena MBS bukan merupakan model yang
mati dan tidak ada satu model yang baku yang dapat diterapkan di seluruh
sekolah.
2. Pekerjaan kepala sekolah yang sesuai pada agenda kerjanya sendiri tanpa
memperhatikan dan menghiraukan aspirasi atau pendapat dari semua anggota
dewan yang ada disekolah. Sekolah sendiri harusnya dapat mengajak anggota
dewan sekolah dan anggota masyarakat yang terlibat untuk merancang
agenda kegiatan di sekolah. Kemudian agenda kegiatan tersebut akan
disepakati bersama tanpa memberatkan satu pihak. Serta menjalankan agenda
kegiatan sebagai pedoman utama bagi kepala sekolah dalam pelaksanaan
penerapan MBS.
3. Berpusat pada satu pihak yang memiliki otoritas dalam pengambilan
keputusan dengan kepentingan pribadi. Dalam hal pengambilan keputusan
merupakan kewenangan dari semua pihak, semua pihak yang terkait berhak
memutuskan keputusan demi kepentingan bersama. Sehingga keputusan
yang diambil akan seimbang dan adil. Jadi tidak ada satu pihak yang
mempunyai kekuasaan lebih daripada pihak lain.
4. Beranggapan bahwa MBS merupakan suatu hal yang biasa saja tanpa upaya
yang sungguh-sungguh maka akan berhasil dengan sendirinya. Jika dilihat
dari penerapannya, MBS sendiri dapat memakan waktu, tenaga maupun
pikiran yang digunakan secara besar-besaran. Bahkan dapat dilihat hasilnya
di negara-negara lain dalam penerapan MBS setelah empat tahun berjalan.
Empat faktor pemicu pentingnya MBS untuk dilaksanakan di seluruh
sekolah menurut Taruna, adalah sbagai berikut :
1. Empat pilar tujuan pendidikan tidak terlaksana dengan tepat deisebabkan oleh
sistem yang diselenggarakan beupa sentralistik. Dimanapun kegiatan proses
pembelajaran berangsung, dalam proses pengambilan keputusan lokal hanya

10
dipegang oleh kaum elite saja maka kesejahteraan sekolah tidak akan pernah
terjadi. Akan lebih besar resiko dimasyarakat jika masih kurangnya
pengalaman dan pengetahuan dalam berpartisipasi demokrasi dalam ruang
lingkup lokal.
2. Permasalahan dalam keseimbangan keadilan. Perlunya kesadaran bagi
kementrian pendidikan bahwa masalah yang paling utama dalam penerapan
MBS yaitu penyeimbangan dan pningkatan diversifikasi. Kontrol lokal dan
fleksibilitas dengan tanggung jawabnya untuk meyakinkan bahwa:
a. Pendidikan yang tersdia dilakuka secara tepat diseluruh penjuru negeri
b. Kualitas pendidikan yang baik dan merata jika ditinjau dari segi sosial
ekonomi, geografis serta etnik dalam masyarakat.
3. Berkurangnya bukti-bukti. Meskipun penelitian yang terbaik dalam
penerapan MBS mengidentifikasi adanya faktor-faktor dan kondisi yang
berkaitan dengan keberhasilan, masalah ini tidak dapat menunjukkan pada
kita bagaimana cara penetapan kondisi-kondisi tersebut ketika kondisi-
kondisi itu tidak ada. Karena suatu penelitian sekedar memberikan kita
sedikit gambaran tentang bagaimana proses untuk mencapai keberhasilan.

2.3 Strategi Membentuk Akuntabilitas Sekolah


Era desentralisasi, otonomi dan keterbukaan ini dimana pada era tersebut
semua pihak sepakat bahwa akuntabilitas publik ini sangat penting dikarenakan
adanya pemikiran dari intitusi pendidikan dan lembaga yang telah berkaitan
dengan pelayanan public yang juga dituntutu untuk mempunyai akuntabilitas.
Menurut deputi V Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Bidang
Akuntabilitas Aparatur dan Soemidihardjo mengemukakan bahwa di era otonomi
didaerah masing-masing mempunyai intusi yang harus membangun sebuah
akuntabilitas yang berfungsi untuk tanggung jawab pada masyarakat.
Soemidiharjo menyatakan bahwa ada tiga pilar yang utama untuk
dijadikan syaratagar terbentuknya akuntabilitas yakni : transparasi, standar kinerja
dan partisipasi. Berikut penjelasan dari persyaratan dari pilar yang utama sebagai
berikut:
1. Transparasi

11
Dengan adanya transparasi untuk menetapkan dalam kebijakan
denganmenerima masukan dan bergabung dengan berbagai intitusi
2. Standar kinerja
Standar kinerja dapat diukur dengan cara melaksanakan tugas, dalam
melaksanakan fungsi dan wewenang.
3. Partisipasi
Partisipasi ini dapat menciptakan suasana yang kondusif dan dapat
melakukan pelaksanaan dengan pelayanan bersama masyarakat yang nantinya
agar terciptanya pelayanan prosedur yang mudah dan biaya yang sedikit dan
dapat pelayanan yang cukup cepat.
Dari ketiga pilar utama dari persyaratan utama akuntabilitas tersebut juga
penting bagi lembaga penyelenggaraan pendidikan agar pelayanan pendidikan
bisa dipertanggung jawabkan terhadap masyarakat luas. Menurut Darling-
hammod(1989) mengungkapkan bahwa aspek-aspek dari akuntabilitas pendidikan
ini akan lebih mengarah pada akuntabilitas kelebagaan dan infrastrukturnya. Ada
5 yaitu sebgai berikut:
1. Politik (political) dalam akuntabilitas pendidikan yang pertama ini
mempunyai sesuatu anggota dewan sekolah beserta staf dan diambil secara
kebijakan yang telah diangkat berdasarkan pemilihan yang secara demokratis.
2. Legal (legal) dalam akuntabilitas pendidikan yang kedua ini jika dalam
pendirinya yang telah memenuhi persyaratan hokum sehingga dapat
memenuhi tuntutan kebijakan dan mengeklaim dari beberapa pihak yang telah
terkait.
3. Birokratik (bureaucratic) dalam akuntabilitas pendidikan yang ke tiga ini jika
sudah memenuhi beberapa prosedur yang digariskan pemerintah sehingga
nantinya dapat menjamin pendidikan bahwa pendidikan itu sendiri telah
memenuhi standard an sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah ada.
4. Professional (professional) dalam akuntabilitas pendidikan yang ke empat ini
jika seorang guru dan semua staf pendidikan yang telah mempunyai
pengetahuan yang telah sesuai dengan spesifikasinya, lulus dalam ujian
sertifikasi dan sudah memegang standar praktik profesi.

12
5. Institusi (market) dalam akuntabilitas pendidikan yang ke lima ini, bila ada
orang tua dan peserta didik akan memilih pendidikan atau sebuah program
yang tertentu dan cocok dengan kebutuhan mereka.

Akuntabilitas pendidikan harus ditegaskan untuk menjamin bahwapeserta


didik nantinya akan memperoleh sebuah hasil yang cukup maksimal dalam proses
pendidikan. Istilah dari menjamin menurut Cohen dan Brawer pada tahun 1982
bahwa akuntabilitas pendidikan ini bisa digunakan sebagai bukti ke peserta didik
yang telah mencapai tingkat minimal dari seperangkat kecakapan yang telah
disyaratkan. Educational Resources Information Center (ERIC-1984) akan lebih
cendurung pada akuntabilitas muatan dan menilai proses dari akuntabilitas
pendidikan. Akuntabilitas yang khususnya terdaapa pada pembelajaran sedikitnya
mempunyai 4 macam model yaitu sebagai berikut:
1. Model yang pertama yakni program mastery learning program dimana
peserta didik diharuskan menguasai kemampuan dengan cara spesifik dalam
aspek-aspek pengetahuan(kognitif), keterampilan dari segi psikomotorik
(psychomotor) dan juga sikap (affective).
2. Model yang kedua ini berupa program competency-based education selain
peserta didik diharuskan untuk menguasai materi pembelajaran dengn cara
sekuensial diharuskan mendemostrasikan kemamapuan yang telah dimikili
peserta didik, keterampilan, atau juga bisa dari tingkah lakunya dalam
menjalankan tugas atau aktivitad dan pekerjaan khusus.(Polk, 1982).
3. Moedel yang ketiga ini tentang program curriculum tracking yang sudah
dilakukan diketahui dengan cara melihat struktur kurikulum dan alur peserta
didik yang telah menguasai materi pembelajaran. Dengan adanya model
keterampilan peserta sisik bisa diukur dengan cara melihat pada saat peserta
didik memasuki tingkat kelas yang tertentu. Selama adanya proses pendidikan
peserta didik akan diberikan bimbingan akademik untuk mengarahkan peserta
didik mengambil program selanjutnya. Dengan ini bisa diketahui kesulitan
akademik dan peserta didik akan selalu mengetahui tingkatan kemajuaanya.
4. Model yang ke empat ini merupakan program minimum competencies adalah
sebuah program yan kebanyakan dapat digunakan sebagai alat ukur
akuntabilitas pendidikan. Karena pada saat peserta didik akan memasuki

13
tingkat pendidikan yang tertentu, peserta didik harus mendemostrasikan
kemampuan akademiknya dan pada saat kelulusan. Program ini semacan
yang biasanya akan diterapkan dalam mata pembelajran membaca, menulis,
aritmatika, aljabar dan geometri.

Pada akhirnya suatu lembaga pendidikan yang akuntabel akan didukung


oleh personel, proses dan mempunyai isi yang akuntabel aka mendapatkan hasil
peserta didika yan akuntabel juga dan sehingga tercapai tujuan dari pendidikan
yang telah dicita-citakan. Jika institusi pendidikan telah mempunyai akuntabilitas
tidak perlu dirumitkan akan terjadinya jual beli gelar. Dan pemerintah sendiri juga
tidak pelu menerbitkan lembaga pendidikan yang jadi-jadian dan tidak jelas
penggung jawabnya. Maka dari itu diperlukannya lembaga independen yang
benar-benar akuntabel yang guna memantau dan menilai dari akuntabilitas dari
lembaga pendidikan. Dari penilaian akuntabilitas pendidikan tidak hanya
berdasarkan pada persyaratan administrative yang seperti akan dilakukan oleh
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi akan tetapi, pada isi dan muatan
akan mengarah pada pendidikan proses belajarnya. Dengan ini masyarakat akan
mudah mengetahu posisi lembaga-lembaga pendidikan yang telah dimiliki oleh
akuntabilitas tinggi.

14
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Strategi implementasi manajemen berbasis sekolah merupakan dari
pernyataan tersebut bisa diambil kesimpulannya bahwasannya penerapan
manajemen berbasis sekolah ini berjalan dengan baik serta menghasilkan
suatu tujuan yang berhasil bisa digunakannya strategi-strategi yang tepat,
Namun penerapan dari penggunaan strategi ini memiliki perbedaan antara
negara satu dengan yang lainnya, bahkan perbedaan tersebut dapat
merambat sampai antar daerah hingga sekolah.
2. Masalah dan kegagalan dalam implementasi manajemen berbasis sekolah.
Dalam pengimplementasiannya pasti akan dihadapkan dengan masalah-
masalah yang dapat menghambat pelaksanaan MBS. Yang menjadi
hambatan lain yang sering muncul dari pengimplementasian MBS yaitu
minimnya pengetahuan dari berbagai pihak yang terkait tentang MBS,
serta minimnya kemampuan dalam hal pengambilan keputusan,
3. Strategi dalam membentuk akuntabilitas di era desentralisasi, otonomi dan
keterbukaan ini dimana pada era tersebut semua pihak sepakat bahwa
akuntabilitas publik ini sangat penting dikarenakan adanya pemikiran dari
intitusi pendidikan dan lembaga yang telah berkaitan dengan pelayanan
publik yang juga dituntutu untuk mempunyai akuntabilitas. Adapun tiga
pilar yang utama untuk dijadikan syarat agar terbentuknya akuntabilitas
yakni : transparasi, standar kinerja dan partisipasi.

3.2 Saran
Kunci dalam keberhasilan MBS merupakan tanggung jawab dari semua
pihak sekolah dan diharapkan semua pihak sekolah seluruhnya dapat
mengembangkan tanggung jawabnya masing-masing sesuai dengan
perananya, sehingga dapat mewujudkan tercapainya keberhasilan dalam MBS.

15
DAFTAR PUSTAKA
Nurkolis, M.M. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah : Teori, Model dan Aplikasi.
Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sudarya, Yahya. 2010. Prinsip-prinsip Akuntabilitas Sekolah: Pengembangan
Sistem Akuntabilitas di Dinas Pendidikan.
http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_DASAR

16

Anda mungkin juga menyukai