PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
1
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation
(CPR) adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk
mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung (kematian klinis) ke
fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis. Kematian klinis ditandai
dengan hilangnya nadi arteri carotis dan arteri femoralis, terhentinya denyut
jantung dan pembuluh darah atau pernafasan dan terjadinya penurunan atau
kehilangan kesadaran. Kematian biologis dimana kerusakan otak tak dapat
diperbaiki lagi, dapat terjadi dalam 4 menit setelah kematian klinis. Oleh
Karena itu, berhasil atau tidaknya tindakan RJP tergantung cepatnya dilakukan
tindakan dan tepatnya teknik yang dilakukan.3
2.2 Indikasi
A. Henti Napas
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak
hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi
asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik,
tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglotis, tercekik
(suffocation), trauma dan lain-lainnya.4
Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,
pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa
menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera maka pasien akan
teselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti
jantung.3,4
B. Henti Jantung
Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidak sanggupan curah
jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya
secara mendadak dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang
tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung
terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti
jantung.3,4
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau
takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol
(+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti
jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan
2
pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas
jantung menghilang. 3,4
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan
berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap
rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.3,4
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar
hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi
melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri
rusak menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut
kembali.3,4
3
H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf
dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat
dicegah terjadinya kelainan neurologic yang permanen.
H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan
saraf pusat yaitu pada suhu antara 30° — 32°C.
H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah
manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya
berdasarkan perikemanusiaan.
I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :
trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung,
pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi,
mengendalikan kejang.3
4
compression merupakan tindakan yang terpenting jika terdapat korban yang
mempunyai SCA.2
Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan
hidup (chain of survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi
koordinasi rantai kelangsungan hidup. Urutan rantai kelangsungan hidup pada
pasien dengan henti jantung (cardiac arrest) dapat berubah tergantung lokasi
kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan rumah sakit
(HCA) atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA). Gambar 1 menunjukkan
“chain of survival” pada kondisi HCA maupun OHCA. 2
5
Gambar 2. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Dewasa2
6
Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat
Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsif maka petugas
kesehatan harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon
korban. Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari melihat
apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah korban
merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Penolong harus
memanggil bantuan terdekat setelah korban tidak menunjukkan reaksi.
Akan lebih baik bila penolong juga memeriksa pernapasan dan denyut nadi
korban seiring pemeriksaan respon pasien agar tidak menunda waktu
dilakukannya RJP.
7
Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi pada Pasien
Dewasa2
8
Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian
setiap 2 menit.
9
Pada pasien pediatri, algoritma RJP bergantung apakah ada satu
orang penolong atau dua (atau lebih) orang penolong (gambar 3 dan 4).
Bila ada satu orang penolong, rasio kompresi dada dan ventilasi seperti
pasien dewasa yaitu 30 : 2; tetapi bila ada dua orang penolong maka rasio
kompresi dada dan ventilasi menjadi 15 : 2. Jika anak/bayi mempunyai
10
denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan
dengan kecepatan 3-5 detik/nafas atau sekitar 12-20 nafas/menit dan
memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus
perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2 untuk satu orang
penolong dan 15 : 2 untuk dua orang atau lebih penolong.2
Gambar 3. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan Satu
Orang Penolong2
11
Gambar 4. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan Dua
Orang Penolong2
Posisi mantap
Lebih dikenal dengan recovery posisition, dipergunakan pada korban
tidak responsif yang memiliki pernafasan dan sirkulasi yang baik. Tidak ada
posisi baku yang menjadi standar, namun posisi yang stabil dan lateral
menjadi prinsip ditambah menaruh tangan yang berada lebih bawah ke kepala
sembari mengarahkan kepala menuju tangan dan menekuk kedua kaki
menunjukan banyak manfaat.
12
2.5 Bantuan Hidup Lanjut
Terdiri atas Bantuan hidup dasar ditambah langkah-langkah:
D (Drugs): Pemberian obat-obatan.
Obat-obat tersebut dibagi menjadi 2 golongan:
1. Obat-obatan Penting:
a. Adrenalin : Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis
yang diberikan 0,5 – 1 mg IV diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan
dan yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2
myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.4
b. Natrium Bicarbonat: Penting untuk melawan metabolik asidosis,
diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus
ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga
diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai,
pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis,
takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang
efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.3
c. Sulfat Atropin: Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi
atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus
bradikardi. Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan
sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada
hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus
dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi >
60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok
atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.3
d. Lidokain: Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek
antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari
ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada
perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri
sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif
menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel
setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut
ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel.
Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa
diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3
13
mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500
ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).3
2. Obat-obatan Berguna:
a. Isoproterenol: Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera
(bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam
infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg
dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut
jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus
bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.3
b. Propanolol: Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya
terbukti berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang
atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat
diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat
diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.3
c. Kortikosteroid: Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5
mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB
dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock
lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti
jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam
akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia
post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.3
E (EKG): Diagnosis elektrokardigrafis untuk mengetahui adanya fibrilasi
ventrikel dan monitoring.
F: (Fibrilation Treatment)
Gambaran EKG pada Ventrikel Fibrilasi ini menunjukan gelombang listrik
tidak teratur baik amplitudo maupun frekuensinya.
Terapi definitifnya adalah syok electric (DC-Shock) dan belum ada satu
obatpun yang dapat menghilangkan fibrilasi.
14
Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang
sebelah kiri puting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.
15
H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan
saraf pusat yaitu pada suhu antara 30°-32°C.
H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah
manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya
berdasarkan perikemanusiaan.
I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :
trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung,
pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi,
mengendalikan kejang.
BAB III
KESIMPULAN
16
untuk melakukan resusitasi tidak selalu berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang
akibat tidak dilakukannya resusitasi. Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh
orang awam dan juga orang yang terlatih dalam bidang kesihatan. Ini bermaksud
bahwa RJP boleh dilakukan dan dipelajari dokter, perawat, para medis dan juga
orang awam.
Oleh karena itu sangatlah penting untuk mengetahui dan memahami serta
mampu melaksanakan bantuan hidup dasar ini. Pedoman pelaksanaan RJP yang
dipakai adalah pedoman yang dikeluarkan oleh Amerikan Heart Assosiation.
Amerikan Heart Assosiation merevisi pedoman RJP setiap lima tahun, dengan
revisi terbaru pada tahun 2015. AHA merevisi dari A-B-C ke C-A-B, dan
memberikan 2 algoritma bantuan hidup dasar untuk masyarakat awam dalam
bentuk sederhana agar mudah dipahami dan algoritma khusus untuk petugas
kesehatan.
17
DAFTAR PUSTAKA
18