Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sesungguhnya mengenal Asma-ul Husna (nama-nama Allah yang Indah) merupakan
hal yang sangat penting lagi mendesak bagi setiap muslim. Karena pengetahuan akan Allah,
nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya merupakan ilmu yang paling agung lagi
mulia. Seorang hamba yang menyibukkan diri dalam memahami ilmu ini dan menyelami
kandungan yang terdapat didalamnya, berarti telah menyibukkan diri dalam hal yang paling
luhur.
Dengan mengenal Allah, seorang hamba akan terpanggil untuk memberikan rasa cinta,
takut, harap dan keikhlasan dalam perbuatan yang dilakukannya kepada Allah semata. Itulah
kebahagiaan yang sesungguhnya. Dan tidak ada jalan lain untuk mengenal Allah kecuali
dengan mengenal dan memahami secara mendalam Asma-ul Husna. Dengan mengenal dan
memahami Asma-ul Husna iman seorang hamba akan bertambah dan menjadi semakin kuat.
Setiap kali pengetahuannya tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah bertambah, maka semakin
bertambah pula keimanannya dan semakin menguat keyakinannya.
Sehubungan dengan itu kami menyadari akan pentingnya tugas ini sebagai wawasan
serta sebagai nilai tugas kami, maka kami mengerjakan tugas ini dengan sebaik-baiknya dan
semoga dapat mendapat nilai yang memuaskan.

Rumusan Masalah

Bagaimana penjelasan lengkap Ad Dhar , An Nafi , dan An Nur ?

Tujuan

Dengan adanya makalah ini maka kami bertujuan untuk :

1. Untuk memenuhi salah satu tugas bapak Dr. Amir Mahrudin , M.Pd.I selaku guru mata
pelajaran pendidikan agama islam.

2. Untuk memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis maupun pembaca.

3. Makalah ini bertujuan untuk membahas tentang aplikasi perilaku siswa di SMAN 1
Pemangkat yang sesuai dengan 3 dari 99 Asmaul Husna yaitu Husna Ad Dhar, An Nafi dan
An Nur.

Manfaat Makalah
1. Semoga makalah ini bermanfaat sebagai referensi dalam berperilaku yang baik
2. Semoga Makalah ini dapat menjadi referensi tugas Pendidikan Agama Islam dengan Tema
yang sama bagi pembaca.

1
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam mencari atau mengumpulkan data ini menggunakan metode
kepustakaan dan pengamatan. Dimana metode ini pengumpulan data dengan medeskripsikan
pengamatan serta dengan cara mengkaji dan menelaah data dari buku dan internet.

BAB II

PEMBAHASAN
Pengertian Asmaul Husna
Kata (‫ )األسماء‬al-asma adalah bentuk jamak dari kata (‫ )اإلسم‬al-ism yang biasa
diterjemahkan dengan nama. Ia berakar dari kata (‫ )السمو‬as-sumuw yang berarti ketinggian,
atau (‫ )السمة‬as-simah yang berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi sesuatu,
sekaligus harus dijunjung tinggi.
Apakah nama sama dengan yang dinamai atau tidak, di sini diuraikan perbedaan
pendapat ulama yang berkepanjangan, melelahkan dan menyita energy itu. Namun yang jelas
bahwa Allah memiliki apa yang dinamai-Nya sendiri dengan al-asma dan bahwa al-asma itu
bersifat husna.
Kata (‫ )الحسن‬al-husna adalah bentuk muannast/feminim dari kata (‫ )احسن‬ahsan yang
berarti terbaik. Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlative ini,
menunjukkan bahwa nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlative ini,
menunjukkan bahwa nama-nama tersebut bukan saja, tetapi juga yang terbaik dibandingkan
dengan yang lainnya, yang dapat disandang-Nya atau baik hanya untuk selain-Nya saja, tapi
tidak baik untuk-Nya. Sifat Pengasih – misalnya – adalah baik. Ia dapat disandang oleh
makhluk/manusia, tetapi karena asma al-husna (nama-nama yang terbaik) hanya milik Allah,
maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih makhluk, baik dalam kapasitas kasih maupun
substansinya. Di sisi lain sifat pemberani, merupakan sifat yang baik disandang oleh manusia,
namun sifat ini tidak wajar disandang Allah, karena keberanian mengandung kaitan dalam
substansinya dengan jasmani dan mental, sehingga tidak mungkin disandangkan kepada-Nya.
Ini berbda dengan sifat kasih, pemurah, adil dan sebagainya.

1. Ad Dhar

Pengertian Ad Dhar :

Kata ad dhar memiliki akar kata dharara yang artinya kemudaratan atau tidak ada manfaat
nya . sedangkan kata an nafi berasal dari kata nafa a yang berarti bermanfaat. Kedua nama ini
tidak ditemukan di alquran , tetapi ada beberapa yang menunjukkan bahwa allah adalah yang
membuat bahaya atau memberi manfaat.

2
Allah ad dhar , allah yang maha kuasa menimpakan petaka dan mudarat kepada siapapun
yang dikehendaki nya . maka tidak ada satu pun orang yang mampu mencegah atau
menghalangi nya . semua terjadi sesuai dengan apa yang menjadi kehendaknya.

Allah dengan sifat-Nya Adh Dhaar, Yang Memudharatkan adalah sebuah keimanan melalui
asma wa sifat, nama-nama dan sifat Allah yang terkandung dalam asmaul husna. Yang
menggambarkan bahwa segala hal-hal yang mudharat yang dialami oleh makhluk berupa ujian
kehidupan dan azab yang dirasakan maka itu semua dari Allah;

Al-quran dan Al hadist yang menjelaskan tentang Ad Dhar :

“Katakanlah:"Akutidakberkuasamenarikkemanfaatanbagidirikudantidak (pula)
menolakkemudharatankecuali yang dikehendaki Allah. Dan Sekiranya aku mengetahui yang
ghaib,tentulah aku membuat kebajikan sebanyak banyaknya dan aku tidak akan ditimpa
kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira
bagi orang-orang yang beriman".[Al A’raf 7;188].

Manusia tidak mampu mendatangkan kemudharatan kepada orang lain tanpa izin dari
Allah artinya kalau Allah tidak berkenan maka kemudharatan itu tidak akan datang kepada
siapapun walaupun semua orang merancang kemudharatan itu. Kita sebagai hambahanya
menerima dan menjalankan proses kehidupan ini tanpa ada usaha dari kita untuk
menskenariokannya, semuanya berada di tangan Allah.

Allah yang mendatangkan susah dan senang, yang menyehatkan dan memberi
penyakit, yang menghidupkan danmematikan, yang memberikan manfaat dan yang
mendatangkan mudharat. Posisi Tuhan yang beginilah yang dipertanyakan oleh Ibrahim
kepada ummatnya, apakah berhala yang dijadikan sebaga itu hanitupunya kemampuan untuk
mendatangkan manfaat dan memberikan mudharat;
“Ketikaia [Ibrahim] berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang kamu
sembah?" mereka menjawab: "Kami menyembah berhala-berhaladan Kami Senantiasa tekun
menyembahnya". berkata Ibrahim: "Apakah berhala-berhala itu mendengar (doa)mu
sewaktu kamu berdoa (kepadanya)?, atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu
atau memberi mudharat?" mereka menjawab: "(Bukan karena itu) sebenarnya Kami
mendapati nenek moyang Kami berbuat demikian". Ibrahim berkata: "Maka Apakah kamu
telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah,kamu dan nenek moyang kamu yang
dahulu?,karena Sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan
semesta alam,” [AsySyu’ara 26;70-77]
Semua yang terjadi di alam ini telah ada ketetapannya. Tidak ada satu perkara pun yang
bergeser dan menyimpang dari apa yang telah ditetapkan Allah subhanahu wa ta’ala. Allah
telah menetapkan takdir seluruh makhluk, semenjak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan
langit dan bumi. Rasulullah shOllallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah telah menetapkan
takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. (HR.
Muslim)

3
Dalam kaitan ini, maka wajib bagi seluruh manusia untuk beriman kepada takdirAllah,
yang baik maupun yang buruk. Allahlah yang telah membagi rezeki, menciptakan kehidupan
dan kematian untuk menguji hamba-Nya, menentukan apakah seorang hamba tersebut
termasuk yang bahagia atau sengsara ketika di dunia. Allah juga telah menetapkan ajal
seseorang, dan memastikan pula tempat tinggalnya di akhirat kelak, surga ataukah neraka.
Semua yang terjadi adalah berdasarkan iradah-Nya, kehendak Allah.

Kemudian, sebagaimana yang kita rasakan, manusia hidup di dunia ini, tak pernah lepas dari
kesusahan, kesengsaraan dan kesedihan. Ini semua merupakan ujian yang selalu datang
silihberganti. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabaR.” (QS. Al Baqarah 2: 155)

Hikmah yang bisa diambil dengan adanya berbagai cobaan ini, ialah untuk membedakan antara
orang yang benar dan orang yang dusta dalam pengakuannya terhadap keimanan kepada Allah.
Allah berfirman:

”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang
yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”(QS. Al Ankabut 29:2-3).

Dengan adanya cobaan, maka seseorang akan mengetahui tentang dirinya dan hakikat
keimanannya. Seseorang tidak bisa mengaku telah benar-benar beriman kepada Allah,
sebelum datang ujian kepada diRinya dan ia pun mampu untuk bertahan dengan kesabaran.
Ibnul Jauzi berkata, “Barangsiapa yang menginginkan selalu mendapatkan kekekalan dan
kesejahteraan tanpa merasakan cobaan, maka dia belum memahami hakikat hidup dan
penghambaan diri kepada Allah.”

Begitu pula dengan seorang mukmin. Dia pun mendapatkan ujian, dan tidak lain kecuali
sebagai taRbiyah, bukan sebagai siksa. Allah Subhanahu wa Ta’ala membeRikan ujian, baik
dalam keadaan suka maupun duka.

”Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada
orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. dan Kami coba mereka
dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali
(kepada kebenaran).” (QS. Al A’Raf /7: 168).

Setelah memahami, bahwa dunia ini penuh ujian, maka marilah kita mempersiapkan diri
sebelum cobaan itu benar-benar datang. Yaitu dengan mempertebal keimanan kepada Allah.
Sehingga saat menghadapi cobaan, kita tidak berkeluh-kesah, dan semua akan terasa Ringan.
Kita harus yakin, ujian atau musibah itu pasti ada akhirnya. Jangan sampai musibah terebut
membuat kita menjadi gelap mata, sehingga mulut mengeluarkan perkataan yang dapat
membinasakan. Atau jangan sampai perbuatan kita membuat diri menjadi binasa.

4
Ringankanlah setiap beban dengan selalu mengingat pahala dan ridha yang dijanjikan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah orang-orang yang sabar dalam menghadapi musibah, ia
dijanjikan Oleh Allah dengan pahala yang besar, bahkan akan dilipatgandakan dengan yang
lebih besar lagi. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “MeReka itu dibeRi pahala dua kali
disebabkan kesabaRan meReka,” (QS. Al Qashash/28: 54).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang orang yang paling berat
cobaannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Para nabi, kemudian orang
yang terbaik lalu yang baik. Seseorang akan diberi cobaan sesuai dengan (kadar) dinnya
(agamanya). Jika agamanya kuat, maka cobaan aka berat. Namun bila agamanya lemah,
maka dia akan diuji sesuai dengan dinnya. Cobaan itu akan senantiasa ada pada diri
seseorang mukmin, sehingga dirinya dibiarkan berjalan di muka bumi dengan tidak memiliki
dosa.” (HR. at TiRmidzi: 8/417)

Cobaan itu memang berat dan menyesakkan sehingga tidak setiap orang mampu
menghadapinya. Lihatlah, bagaimana berat dan sedihnya Nabi Adam ketika dikeluarkan dari
surga untuk menempati dunia. Padahal beliau telah lama tinggal di surga dan sudah
merasakan berbagai kenikmatan. Begitu juga Nabi Ibrahim. Yaitu tatkala beliau dibakar api
oleh kaumnya, serta ketika disuruh menyembelih anak semata wayangnya yang paling beliau
kasihi. Lihatlah Nabi Ayyub, ketika mendapat cobaan sakit sampai sekian tahun. Ingatlah
ketika Nabi Yunus, ketika berada dalam perut ikan, ingatlah Nabi Yusuf, ketika difitnah dan
dimasukkan penjara sampai sekian tahun. Begitu pula yang dialami Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berdakwah di tengah-tengah kaum jahiliyah kafiR
Quraisy. Maka benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ُ‫صبْ ِم ْنه‬ ‫َم ْن يُ ِر ْد ه‬


ِ ُ‫َّللاُ ِب ِه َخي ًْرا ي‬

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan bagi diRinya, maka orang tersebut akan diberi
cobaan.” (HR. Bukhari).[Ustadz Abu ZiyadAgusSantosoKumpulan Artikel Khutbah Jum’at,
Al Sofwah]

Walaupun seorang nabi, ketika datang hal yang mudharat kepada dirinya berupa ujian
dan cobaan hidup, mereka tidak akan mampu untuk menolaknya karena semua itu dari Allah,
sebagaimana yang diungkapkan oleh nabi Ibrahim dalam firman Allah tentang eksistensi
Allah sebagaiTuhan yang berhak dan kuasa untuk memberikan manfaat dan mudharat kepada
siapapun;
“(YaituTuhan) yang telahmenciptakanAku, MakaDialah yang menunjukiAku,
danTuhanku, yang DiamemberiMakandanminumkepadaKu, danapabilaakusakit, Dialah yang
menyembuhkanAku, dan yang akanmematikanAku, kemudianakanmenghidupkanaku
(kembali), dan yang Amatkuinginkanakanmengampunikesalahankupadaharikiamat".
(Ibrahim berdoa): "YaTuhanku,
berikanlahkepadakuHikmahdanmasukkanlahakukedalamgolongan orang-orang yang
saleh,”[AsySyuara 26;78-83]

5
Sikap seorang mukmin dikala mendapat hal mudharat dari Allah ialah sabar dan
ikhlas menerimanya walaupun pedih, sakit dan mengeluarkan air mata serta darah sekalipun
agar mudharat itu bermanfaat bagi dirinya sehingga mendapat balasan pahala dari Allah,
dalam sebuah sabdanya Rasulullah bersabda,”Barangsiapa yang terselandung kakinya
kemudian dia sabar dan ikhlas maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu”, itu hanya
terselandung, bagaimana kalau kita mendapat mudharat yang lebih besardari itu, tentu lebih
besar lagi balasan dari Allah, dengan syarat sabar dan ikhlas.

Implikasi dalam bidang akuntansi :

Implikasi Ad Dhar dalam bidang akuntansi yaitu tidak berbuat sesuatu yang membahayakan
untuk diri sendiri ataupun orang lain dengan berbuat jujur dalam menyusun laporan keuangan
pada perusahaan agar kita dapat dipercaya oleh orang lain dan tidak merugikan suatu
perusahaan.

2. An Nafi. (Yang Maha Memberi Manfaat)


Pengertian :

Allah an nafi , allah yang maha kuasa menganugrahkan manfaat kepada siapapun yang
dikehendakinya . Maka tidak ada satu pun yang dapat mencegahnya.semua terjadi ya sesuai
dengan apa yang dikehendakinya .hanya dia yang memiliki kemanfaatan.

Allah adalah Pencipta Kebaikan. Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk-Nya
yang paling baik dan telah memberikan kepada kita karunia yang membuat kita unik dan
unggul di antara seluruh makhluk yang lain. Karunia tertinggi yang diberikan-Nya kepada
manusia adalah akal, hati nurani, dan iman. Itu semua adalah sarana yang diajarkan-Nya
kepada kita untuk membedakan dan memilih apa yang terbaik bagi diri kita sendiri. Manusia
juga unik karena memiliki kehendak satu-satunya di dalam alam semesta, selain Allah.
Kehendak kita yang kecil hanya dapat dikalahkan oleh kehendak Allah yang lebih besar.
Keterbatasan ini mengandung arti bahwa kita tidaklah bebas dan dibiarkan dengan kehendak
kita sendiri.

Allah telah memberikan kita kebebasan hanya agar kita dapat memutuskan apakah kita akan
tunduk kepada kehendak Allah, memerintah atas nama-Nya, menjadi makhluk terbaik, dan
memiliki yang terbaik diantara makhluk, ataukah kita akan durhaka, menyebabkan kejatuhan
diri kita sendiri, dan ditolak dari rahmat Allah, seperti halnya iblis. Kemampuan kita untuk
memilih antara kebaikan dan kejahatan bukanlah ujian bagi Allah untuk menyaksikan
bagaimana hamba-Nya akan bersikap. Allah telah menciptakan takdir kita sebelum Dia
menciptakan kita, oleh karena itu Dia sudah mengetahui apa yang akan kita kerjakan. Hanya
orang yang beriman kepada takdir yang akan dilindungi darinya.

Kasih sayang Allah terus-menerus diberikan kepada kita, seperti kebaikan yang telah
diciptakan-Nya. Kehendak kita tidak dapat membawa apa pun yang menjadi hak orang lain

6
kepada kita, atau mencegah apa pun nasib yang sampai kepada kita. Kita juga tidak dapat
memilih apa yang lebih kita sukai, karena seringkali apa yang kita pilih tergelincir dari
tangan kita, sedangkan apa yang tidak pernah kita inginkan malah mengejar-ngejar kita. Dan
sekalipun kita memiliki apa yang kita pilih, ia pasti akan datang kepada kita.

Jika kita melihat kepada alam semesta, apa yang kita saksikan adalah kehendak Allah, apa
yang tampaknya kita pilih adalah kehendak Allah. Kehendak kita yang kecil hanya berisi
kemampuan kita membuka mata kita untuk menerima semua kebaikan yang dikehendaki
Allah kepada kita, atau untuk menutup mata kita dan tidak menerima apa-apa. Seakan-akan
kekayaan Allah itu terus-menerus turun laksana air hujan. Kita haruslah ada untuk
menerimanya. Kalau kita tidak berada, maka ia akan hilang dengan percuma. Agar ada, kita
harus membuka mata, pikiran, hati, dan tangan kita. Kita harus sadar dan terjaga. Itulah cara
kita melihat dan menerima kebaikan yang telah diciptakan Allah.

Seorang hamba yang selalu meneladani nama annafi dan ad dhar , selalu menyakini segala
sesuatu yang ada di alam semesta ini , baik yang berupa kemudaratan atau kemanfaatan ,
sesungguhnya adalah dari allah swt . tidak ada satu pun yang mampu menolak atau
menghalangi apa yang menjadi kehendak allah swt .namun , sebagai hamba yang meneladani
allah swt . , tidak akan menisbatkan keburukan atau kemudaratan kepada allah swt
.sebagaimana kalam allah swt “ apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari allah dan apa
saja bencana yang menimpamu , maka dari kesalahan dirimu sendiri . kami mengutusmu
menjadi rasul kepada segenap manusia dan cukup lah allah menjadi saksi . “ ( QS an nisa 79 )

Bukti Kebenaran Sifat Allah An-Nafi’ :

Allah SWT adalah pencipta kebaikan dan pemberi manfaat yang utama bagi hamba- Nya.
Karunia Allah tertinggi kepada manusia adalah akal, hati nurani dan iman. Kasih sayang
Allah seperti kebaikan-kebaikan-Nya terus menerus diberikan kepada hamba hamba-Nya.
Jika kita menginginkan sesuatu maka kehendak tersebut tidak akan dapat menghantarkan
kepada kita apa yang kita inginkan atau menjadikan kita memiliki

kehidupan yang kita kehendaki. Seringkali apa yang kita sukai terlepas dari genggaman kita
dan apa ang ktia tidak inginkan malahan mengejar kita. Itulah kehendak Allah yang harus
kita syukuri. Allah menciptakan segala sesuatu untuk memenuhi kebutuhan kita. Hewan,
tumbuh-tumbuhan, bahkan seluruh ciptaan Allah di jagad raya ini. Diantara tumbuh-
tumbuhan banyak sekali kasiat yang bermanfaat, sehingga bisa dijadikan obat untuk
menyembuhkan penyakit yang kita derita, atas izin-Nya pula seseorang dapat menjadi dokter
yang bisa menyembuhkan pasien-pasiennya dan semua itu tidak akan terjadi kecuali dengan
kebesaran Allah SWT. Perhatikanlah matahari dijadikan Allah yang sangat bermanfa’at bagi
alam dunia ini,

bahkan cahayanya dapat menembus sampai ke dasar-dasar laut sekalipun. Matahari itu
banyak sekali manfa’atnya, apalagi di zaman kemajuan ini dimana ilmu tekhnologi telah
meningkat sangat maju, maka cahaya matahari itu dapat dipergunakan orang untuk berbagai
keperluan dan kepentingan. Demikian pula bulan dan bintang-bintang semuanya ada
manfa’at dan faedahnya. Alhasil semua yang dijadikan Allah ini tidaklah sia -sia, ada hikmah

7
dan kepentingannya. Demikianlah kemanfa’atan dari Allah itu, merata diberi-Nya kepada
yang maujud (yang ada) ini.

Al-Quran dan Al hadist yang menjelaskan tentang An Nafi :

Firmannya yang artinya:

“Sesunggushnya tentang kejadian langit dan bumi, dan pertukaran malam dengan siang, kapal
yang berlayar di lautan yang membawa barang-barang yang bermanfaat (berfaedah) bagi
manusia, hujan yang diturunkan Allah dari langit, maka dihidupkan -Nya bumi yang telah
mati dan berkeliaran di atasnya bermacam-macam binatang, angin yang bertiup dan mega
(awan) yang terbentang antara langit dan bumi. Sesungguhnya segala yang tersebut itu
menjadi bukti atas kekuasuan Allah, bagi kaum yang berakal” (Q.S. Al-Baqarah: 164).
Andai kita mau membuka mata hati, yang tampak di mata, yang terdengar oleh telinga, atau
yang teraba oleh kulit, semuanya adalah karunia Allah yang jauh dari kesia-siaan. Semuanya
memperlihatkan kemanfaatan yang besar. ”Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), ’Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’ .” (Q.S. ’Ali Imrân [3]: 190

-191). Bahkan, ketika Allah Swt. memberi kita satu kesusahan, pada saat yang bersamaan
kesusahan tersebut membawa dua kemudahan, dua kebaikan, dan dua jalan keluar. Ada

kehidupan yang kita kehendaki. Seringkali apa yang kita sukai terlepas dari genggaman kita
dan apa ang ktia tidak inginkan malahan mengejar kita. Itulah kehendak Allah yang harus
kita syukuri. Allah menciptakan segala sesuatu untuk memenuhi kebutuhan kita. Hewan,
tumbuh-tumbuhan, bahkan seluruh ciptaan Allah di jagad raya ini. Diantara tumbuh-
tumbuhan banyak sekali kasiat yang bermanfaat, sehingga bisa dijadikan obat untuk
menyembuhkan penyakit yang kita derita, atas izin-Nya pula seseorang dapat menjadi dokter
yang bisa menyembuhkan pasien-pasiennya dan semua itu tidak akan terjadi kecuali dengan
kebesaran Allah SWT. Per hatikanlah matahari dijadikan Allah yang sangat bermanfa’at bagi
alam dunia ini, bahkan cahayanya dapat menembus sampai ke dasar-dasar laut sekalipun.
Matahari itu banyak sekali manfa’atnya, apalagi di zaman kemajuan ini dimana ilmu
tekhnologi telah meningkat sangat maju, maka cahaya matahari itu dapat dipergunakan orang
untuk berbagai keperluan dan kepentingan. Demikian pula bulan dan bintang-bintang
semuanya ada manfa’at dan faedahnya. Alhasil semua yang dijadikan Allah ini tidaklah sia-
sia, ada hikmah dan kepentingannya.

Perilaku Orang yang Mengamalkan Asmaul Husna (An-

8
Nafi’) dalam kehidupan sehari-hari :

Seseorang yang mengamalkan sifat Allah SWT An-Naafi'u, maka dalam setiap langkah
kehidupannya akan mencerminkan selalu mensyukuri segala nikmat Allah, berbuat hal yang
dapat memberikan manfaat kepada sesamanya, serta menjauhkan segala bentuk mafsadat
yang dapat menyengsarakan kehidupan manusia. Seseorang yang meneladani asma’ Allah
An-Nâfi dituntut untuk meyakini bahwa hanya Allah-lah yang berkuasa menolak mudharat
sehingga tidak menimpa hamba-hamba- Nya yang taat, dan menciptakan sebab-sebab
sehingga yang melanggar ketentuan-Nya, baik yang terkait dengan hukum syariat maupun
hukum alam, akan ditimpa mudharat. Allah pulalah yang berkuasa menganugerahkan
manfaat, baik secara langsung melalui sebab-sebab yang diketahui, maupun tidak langsung
melalui hukum-hukum alam dan kemasyarakatan yang telah ditetapkan-Nya. Dari sini, akan
lahir sikap ridha ketika suatu mudharat menimpa diri kita, yaitu sikap hati untuk menerima
kemudharatan tersebut. Sebab, tidak ridha pun kejadian itu tetap dan telah terjadi. Sikap
ridha, sejatinya akan melahirkan ketabahan, ketenangan, dan kekuatan dalam menghadapi
segala cobaan, serta menjauhkan kita dari keputusasaan. An-Nâfi melahirkan pula spirit
kebermanfaatan diri.

Implikasi dalam bidang akuntansi :

Implikasi An nafi dalam bidang akuntansi adalah memberikan manfaat kepada orang lain
contoh nya kita bekerja dengan baik dan produktif kepada suatu perusahaan agar perusahaan
tersebut dapat menapatkan keuntungan yang maximal .

3. An Nur

Pengertian dan ayat Al Quran :

An Nuuru ( ‫ ) النور‬dibaca An Nur termasuk Al-Asma`ul Husna, firman Allah :

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpaan cahayaAllah, adalah seperti
sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalamnya
kaca(dan) kaca itu seakan –akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan
dengan minyak dari pohon yang berkah,(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah
timur (sesuatu)dan tidak pula disebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hamper-hampir
menerangi , walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya(berlapis-lapis), Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan AllahMaha Mengetahui segala sesuatu.(An-
Nuur[24]:35)

Makna Kata

Nama Allah, An Nuuru bermakna Sinar, Terang atau Cahaya

Di dalam Asma' Ullah-al- Husna ‫ الحسنى هللا اسماء‬terkandung nama Allah yang sangat indah
iaitu "An-Nuur". "An-Nuur" yang dimaksudkan dalam kandungan Asma' Ul-Husna ini ialah:

9
ْ ‫اج ِه َخ ِفي ِل ُك ِل ال ُم‬
‫ظ ِه ُر‬ ِ ‫الو ُجو ِد اِلَى ِبإ ِ ْخ َر‬ ِ ْ‫الو ُجو ِد اِلَى ال َعدَ ِم َمح‬
ُ ‫ض ِم ْن َم ْعد ُوم شَئ ِل ُك ِل ا َ ْو َجدَ الذِي َي ْعنِي‬ ُ ‫ُون‬ ْ َ ‫ِم ْن ا‬
ِ ‫صل ِبد‬
‫ ِشئ‬.

Yang bermaksud :

"Yang Menzahirkan bagi tiap-tiap yang tersembunyi dengan mengeluarkannya kepada ada.
Iaitu Yang Mengadakan bagi tiap-tiap suatu, daripada semata-mata tidak ada wujudnya sama-
sekali kepada ada dengan tidak berasal daripada sesuatu apa pun."

Kata satu qaul "An-Nuur" yang terkandung di dalam Asma' Ul Husna ini ialah cahaya yang
memperbezakan dengannya di antara yang benar dengan yang salah dan mengeluarkan
dengannya daripada segala perkara yang subahat,(“Perkara-perkara yang tidak jelas di antara
benar dan salahnya.” )

Demikianlah makna "Nuur" dengan makna ilmu yang memperbezakan di antara benar dan
salah. Oleh itu al-Quran dinamakan "Nuur" kerana al-Quran menerangkan yang mana benar
dan yang mana salah pada hukuman Allah sebagaimana Firman Allah dalam ‫ الحج سورة‬surah
Al-Haj ayat 8 :

َّ ‫ُمنِير ِكتَاب َوال ُهدًى َوال ِع ْلم بِغَي ِْر‬


ِ َّ‫ّللاِ فِي يُ َجا ِد ُل َم ْن الن‬
َ‫اس َو ِمن‬

Maksudnya :

"Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah dalam perkara-perkara yang
berhubung dengan "Allah" tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu
Allah) yang bercahaya."

Adapun kemuliaan dan keajaiban 'cahaya ibadat' seseorang mukmin itu dapat dinilai daripada
Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. yang intipatinya bermaksud bahawa setiap
ibadat yang dilakukan oleh seseorang mukmin yang mengikut hukum dan kaifiat berteraskan
hukum syarak diberi pahala dan pahala itu ditukar dalam bentuk cahaya. 'Cahaya ibadat' ini
amat dimuliakan oleh Malaikat Hafazah dan diarak ke tujuh lapisan langit, berbunyi seperti
guruh dan bercahaya seperti matahari.

'Cahaya ibadat' tersebut ditapis pula oleh tujuh [7] orang malaikat yang menjaga setiap
ketujuh-tujuh pintu langit yang diamanahkan Allah supaya menapis pahala amal ibadat setiap
hamba Allah yang mukmin daripada sifat-sifat mazmumah yang keji. Jika terdapat sifat-sifat
mazmumah pada cahaya ibadat tersebut malaikat-malaikat penjaga pahala amal ibadat
memerintahkan Malaikat-malaikat Hafazah yang membawa cahaya ibadat tersebut
dipukulkan (dilaknat) ke pundak tuannya dan tidak diterima Allah. Hadis ini memberi
pengertian bahawa kemuliaan seseorang manusia itu di sisi Allah adalah kerana
ketaqwaannya dan kebersihan ibadatnya daripada keburukan yang dicemari sifat-sifat
mazmumah.

Kalimah "An-Nuur" yang dimaksudkan kepada sifat Allah di dalam Asma'Ul-Husna ini
TIDAK BOLEH dan DITEGAH sama sekali diertikan sebagai cahaya yang berjuzuk,

10
mempunyai rupa, ukuran, sukatan, khasiat dan sebagainya seperti yang terdapat pada
makhluk 'cahaya'.

Ini bererti kalimah "An-Nuur" dalam Asma' Ul-Husna tidak boleh diertikan sebagai 'dhawu'
(‫ )الضوء‬iaitu seperti cahaya yang ada pada makhluk yang bercahaya dan mempunyai sifat-
sifat yang dimaksudkan sebagai makhluk yang mempunyai juzuk, ukuran dan rupa bercahaya
terang yang boleh dilihat dengan mata kepala dan diketahui melalui deria pancaindera yang
lima.

Jika diertikan, difahami dan dituduhkan bahawa pengertian "An-Nuur" di dalam Asma' Ul-
Husna ini seperti cahaya makhluk maka rosak binasalah segala makna kalimah-kalimah yang
lain yang terkandung dalam Asma' Ul-Husna itu dan rosaklah iktiqad keimanannya kepada
Allah kerana menyamakan atau mensyrikkan Allah dengan makhluk-Nya.

Kalimah "An-Nuur" dalam Asma'Ul-Husna juga TIDAK BOLEH diertikan atau dikaitkan
sama sekali dengan ayat yang terkandung di dalam al-Quran surah An-Nuur: 35. Maksud
sebenar kandungan ayat tersebut adalah untuk memperjelaskan hal keadaan keelokan dan
keindahan hati orang-orang mukmin salih (Nabi-nabi dan Rasul-rasul ) yang sangat luar
biasa. Ia bermaksud sebagaimana Allah menerangkan tujuh lapis langit dan bumi dengan
cahaya matahari begitulah juga Allah mencerahkan hati hamba-hamba-Nya yang mukmin
dengan ilmu yang terkandung di dalam kitabullah al-Quran.

Hati-hati mereka itu diibaratkan seperti cahaya yang terdapat di dalam rumah yang
mempunyai pelita di dalamnya. Pelita itu mempunyai minyak yang sangat bersih (minyak
zaitun) dan disebabkan kebersihan minyak itu ia hampir-hampir bercahaya walaupun tidak
disentuh atau diterangi cahaya api. Demikian jugalah hati orang mukmin salih [ Nabi-nabi
dan Rasul-rasul] yang mempunyai adab perangai mahmudah yang amat mulia, terpuji dan
sangat bersih.

Sekiranya Allah tidak mengutuskan Malaikat Jibrael AS menurunkan wahyu sekalipun hati
mereka tetap bercahaya menerima kebenaran. Apabila diturunkan wahyu al-Quran hatinya
mudah menerima segala kebaikan yang didatangkan melalui al-Quran. Ini adalah yang
diibaratkan: 'Cahaya Atas Cahaya' ( ‫)نُور َعلى نُور‬.

Penjelasan ini memberi erti bahawa kalimah "An-Nuur" di dalam Asma' Ul-Husna hanya
dikhaskan kepada Sifat Allah sahaja dan tidak ada kaitan langsung dengan ayat al-Quran ‫سورة‬
‫ النور‬surah An-Nuur ayat 35. Firman Allah di dalam al-Quran ‫ النور سورة‬surah An-Nuur ayat
35 memperjelaskan :

11
َّ ‫ور‬
ُ‫ّللا‬ ُ ُ‫ت ن‬
ِ ‫س َم َاوا‬
َّ ‫ض ال‬ ْ ‫ور ِه َمث َ ُل َو‬
ِ ‫األر‬ ِ ُ‫ص َباح فِي َها ك َِم ْشكَاة ن‬ ْ ‫ص َبا ُح ِم‬ْ ‫الز َجا َجةُ ُز َجا َجة فِي ْال ِم‬
ُّ ‫ِم ْن يُوقَد ُ د ُِري ك َْوكَب َكأَنَّ َها‬
‫ش َج َرة‬ َ َ‫ُضي ُء زَ ْيتُ َها يَكَاد ُ غ َْر ِبيَّة َوال ش َْرقِيَّة ال زَ ْيتُونَة ُمب‬
َ ‫اركَة‬ ِ ‫س ْسهُ َل ْم َولَ ْو ي‬
َ ‫ّللاُ َي ْهدِي نُور َعلَى نُور نَار ت َْم‬ ِ ُ‫يَشَا ُء َم ْن ِلن‬
َّ ‫ور ِه‬
َّ ‫األمثَا َل‬
ُ‫ّللاُ َويَض ِْرب‬ ْ ‫اس‬ َّ ‫ش ْيء ِب ُك ِل َو‬
ِ َّ‫ّللاُ ِللن‬ َ ‫َع ِليم‬

Maksudnya :

"Allah pemberi cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaannya adalah sebuah masykat
yang berisi sebuah lampu, lampu itu di dalam gluk (kendil) kaca, geluk kaca itu pula (jernih
terang berseri-seri) laksana bintang yang bersinar cemerlang, lampu itu dinyalakan dengan
minyak dari pokok yang banyak manfaatnya (pokok zaitun) yang bukan sahaja disinari
matahari ketika naiknya dan bukan sahaja semasa turunnya (ia sentiasa terdedah kepada
matahari), hampir-hampir minyaknya itu dengan sendirinya memancarkan cahaya bersinar
(kerana kejernihannya ) walaupun ia tidak disentuh api, (sinaran Nuur Hidayah petunjuk yang
demikian bandingannya adalah sinaran yang berganda-ganda ) : cahaya berlapis cahaya ! ( ‫نُور‬
‫)نُور َعلى‬. Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada Nuur Hidayah-Nya itu, dan
Allah mengemukakan berbagai-bagai misal perbandingan untuk umat manusia, dan Allah
Amat Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu."

Intipati maksud ayat ini adalah sebagai suatu kiasan atau perumpamaan daripada Allah untuk
memperjelaskan kepada manusia betapa keindahan hati hamba-hamba Allah yang mukmin
(dari kalangan para Nabi dan Rasul ) yang terpelihara (maksum) daripada melakukan
sebarang dosa kesalahan dan amat menggemari menerima kebenaran wahyu Allah.
Sebagaimana juga deria pancaindera yang lima iaitu telinga, mata, lidah, hidung dan kulit itu
sangat bersesuaian dan mejadikan kelazatan baginya sekiranya dapat mendengar bunyi-
bunyian yang elok, mencium bau-bauan yang harum, melihat segala rupa yang cantik,
mengecapi barang makanan yang lazat dan menyentuh barang yang lembut, maka demikian
juga Mata Hati, Qalbu atau Al Basirah yang wujud pada Roh Hammalul Amanah (badan
batin) orang mukmin salih dari kalangan semua Nabi dan Rasul itu sangat suka menerima
kebenaran kerana hati mereka adalah seperti cahaya dan segala ilmu yang didatangkan
melalui al-Quran dan kitabullah itu juga adalah sebagai cahaya.An-Nur

telah memenuhi dunia ini dengan cahaya dan menjelmakannya. Yang menerangi Alam ruh
melalui Rasulullah, pemimpin generasi pertama dan terakhir, dan Dia telah menerangi hati-
hati melalui cahaya kitab suciNya. Dia menerangi orang-orang, yang dilimpahi dengan
pengetahuan, dengan cahaya keilmuannya. Nur memiliki banyak makna. Salah satu darinya
adalah cahaya pengetahuan dan keilmuan, yakni fajar kebenaran sebagaimana terlihat oleh
mukmin yang berilmu. Sifat An-Nur telah disebutkan dalam teks Al-Qur‟an dalam
(QS.24:35). Ibn „Abbas mengatakan bahwa arti ayat ini adalah bahwasanya Allah adalah
pembimbing para penduduk langit dan bumi; perumpamaan bimbinganNya dalam hati
seorang mukmin laksana minyak murni yang bersinar bahkan sebelum api menyentunya.

Sifat An_Nur

adalah isyarat akan fakta bahwa Allah merupakan cahaya langit dan bumi. Banyak ayat lain
yang merujuk pada cahaya Allah di dalamnya diantarannya: (QS. 9:32), (QS. 39:22), (QS.
39:22)., (QS.39:69). Teladan Akhlak Rasulullah Saw biasa memohon kepada Tuhannya di

12
pagi hari dengan doa berikut, “Ya Allah, Aku memohon kepadaMu untuk menjadikan cahaya
dalam hatiku, cahaya diseluruh tubuhku, cahaya pada pendengaranku, cahaya pada
penghliatanku, cahaya pada rambutku, cahaya pada kulitku, cahaya pada dagingku, cahaya
pada darahku, cahaya pada tulangku, cahaya didepanku, cahaya dibelakangku, cahaya pada
sisi kananku, cahaya pada sisi kiriku, cahaya diatasku, cahaya dibawahku! Ya Allah, aku
memohon kepadaMu untuk menambah cahayaku, memberiku cahaya, dan menjadikan
cahaya bagiku.”

Implikasi dalam bidang akuntansi :

Impikasi An nur dalam bidang akuntansi adalah sebagai cahaya atau memberi cahaya apabila
ada suatu perusahaan yang sedang drop kita membantu nya dengan meneliti kesalahan apa
saja yang telah perusahaan tersebut lakukan .

BAB III

KESIMPULAN
Kesimpulan

Allah memiliki 99 nama yang indah atau lebih terkenal dengan sebutan Al-Asma-ul-Husna.
Nama-nama tersebut merupakan cerminan dari perilaku Allah terhadap Hambanya. Karena
itu, jika nama-nama tersebut kita sebut sebagai suatu permohonan, niscaya akan mempunyai
pengaruh yang sangat besar.

Anjuran untuk berdoa menggunakan Asmaul Husna telah tercermin dalam firman Allah:
“Hanya milik Allah Asma-Ul Husna, maka berdoalah kepadaNya dengan menyebut Asma-Ul
Husna, dan tinggalkan orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapatkan balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan.” (Surat Al-A’rof Ayat 180).

Dalam Sifat Asmaul Husna-Nya Ia telah menujukan kebesaran-kebesaran yang masuk akal
hingga yang tidak masuk akal, semuanya dapat di kehendaki oleh-Nya karena Allah Maha
Kuasa di atas segala-galanya di jagat raya ini, begitu banyak kemurahan dan nikmat yang di
berikan kepada hamba-Nya tanpa pandang bulu, Semua Ia berikan, karena Allah adalah Dzat
yang Maha Pengasih, Maha Pemurah lagi maha Memelihara.

Oleh karena itu sebagai hamba Allah yang taat dan patuh senantiasa akan mengamalkan sifat-
sifat tersebut dalam kehidupan sehari-hari, serta meneladaninya sebagai wujud kecintaan kita
terhadap Allah SWT.

13
Daftar Pustaka
1. Buku bersama Allah
2. The Miracle of 99 Asmaul Husna
3. http://mukhli.blogspot.com/2015/06/61-adh-dhaar-yang.
4. https://lathifatshof.wordpreess.com/20/11/05/10/asmaul-husna.
5. http://muhammmad anggara.blogspot.com.

14

Anda mungkin juga menyukai