Anda di halaman 1dari 5

Industri agro merupakan industri andalan masa depan karena didukung oleh sumber daya

alam yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan,
perkebunan dan kehutanan. Prioritas Pengembangan Industri Agro terbagi ke dalam empat
kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Prioritas pengembangan yang kuat: pengembangan yang didukung oleh sumber
daya alam yang cukup potensial dan berdaya saing kuat. Prioritas tersebut terdiri dari
Industri Berbasis Minyak Sawit, Industri Berbasis Karet, Industri Berbasis Rumput
Laut, dan Industri Berbasis Pulp & Kertas
b. Prioritas pengembangan yang sedang (moderat): merupakan pengembangan yang
berdaya saing moderat meliputi industri pengolahan kayu dan rotan, kopi, the, kakao
dan ikan
c. Prioritas pengembangan yang perlu dukungan: merupakan pengembangan yang
memerlukan dukungan baik dari pemerintah maupun sumber daya manusia yang
mampu mengembangkan teknologi proses, biasanya industri penunjang pangan yang
masih dilakukannya impor meliputi industri gula berbasis tebu, tepung terigu, pakan
ternak, pengolahan susu, dan pengolahan buah
d. Prioritas pengembangan yang perlu dikendalikan dan diawasi: merupakan
pengembangan yang perlu dilakukan controlling dan monitoring meliputi industri
hasil tembakau dan industri minuman beralkohol.
Penetapan program Prioritas Pengembangan Industri diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor
14 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) 2015 – 2035,
menjadi panduan Pemerintah RI dalam menyusun kebijakan teknis dan operasional pembinaan
sector industry nasional
Kinerja Pengembangan industry agro di Indonesia terbukti mampu menyumbang
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6.3% pada tahun 2018. Kinerja ekspor industry agro
menduduki posisi kedua sebesar 25% yang terdiri dari indsutri makanan dan minuman sebesar
15%, industry kertas sebesar 4%, industry kayu dan furniture sebesar 3%, industry karet sebesar
2%, dan industry tembakau sebesar 1% . Di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada
tahun 1997-1998, Industry agro ternyata menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang mampu
berkontribusi secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dibandingkan dengan sektor
lain yang mengalami kemunduran atau pertumbuhan negatif, industry agro mampu bertahan
dalam jumlah unit usaha yang beroperasi. Kelompok industry agro yang tetap mengalami
pertumbuhan antara lain yang berbasis kelapa sawit, pengolahan ubi kayu dan industri
pengolahan ikan. Kelompok industry agro ini dapat berkembang dalam keadaan krisis karena
tidak bergantung pada bahan baku dan bahan tambahan impor serta peluang pasar ekspor yang
besar. Terdapat produk yang diproduksi di indonesia dan unggul dalam produksi subsektor
industri tertentu tetapi masih harus impor produk sejenis/serupa yang digunakan untuk bahan
penolong produk industri, dimana produk impor tersebut tidak dapat diproduksi di dalam negeri;
yaitu :
1. Bungkil dan residu kedelai untuk pakan ternak
2. Bubur kertas pulp serat panjang (pulp indonesia umumnya serat pendek)
3. Tembakau olahan ( umumnya untuk bahan pencampur tembakau lokal), dsb
Indonesia sebagai negara yang sedang tumbuh mempunyai prospek cukup besar untuk
pengembangan industri agro di dalam negeri karena didukung dengan potensi sumber daya alam
yang melimpah dan beragam, ketersediaan SDM industri karena jumlah penduduk yang besar
dan terus bertambah, serta peningkatan daya beli masyarakat yang semakin tinggi dengan
semakin bertambahnya masyarakat kelas menengah di Indonesia. Hingga saat ini Indonesia
merupakan produsen produk pertanian utama dengan komoditas unggulan seperti kelapa sawit,
kakao, karet, dan rotan. Indonesia sebagai produsen sawit terbesar dunia dengan produksi
minyak sawit (CPO dan CPKO) tahun 2014 mencapai 31 juta ton, kakao sekitar 450 ribu ton dan
karet sekitar 3,23 juta ton. Indonesia juga merupakan produsen rotan yang sangat potensial,
lebih dari 85% populasi rotan dunia berasal dari Indonesia dengan produksi sebesar 143 ribu ton.
Pergerakan Harga Internasional CPO selama ±20 Tahun terakhir ini mengalami fluktuasi
terutama Sejak tahun 2017 s.d. Saat ini, turunnya harga CPO Internasional disebabkan oleh
Oversupply CPO Dunia. Strategi mengatasi fluktuasi Pergerakan Harga Internasional CPO
adalah dengan melakukan Supply management dan demand management. Market share dari
minyak sawit untuk minyak nabati & lemak dunia meningkat dari 19 % di tahun 2008 ke 23
% di tahun 2018. Hal inilah yang mendorong Eropa untuk melakukan embargo dan berusaha
mematikan sawit dengan tujuan untuk melindungi industry minyak nabati & lemak eropa. Selisih
harga minyak sawit dan soft oils ( rape-seed oil) selalu berada pada kisaran USD 165 – USD
205 /ton dengan harga rapeseed oil yang lebih mahal. Sedangkan kebutuhan areal kebun baru.
Annual growth akan minyak nabati & lemak ber-kisar 8,36 juta ton/thn rata-rata. Jika
dibandingkan basis soft oils , out-put 610 kg/ha/thn, diperlukan areal baru ( “hutan”) 13,7 juta
Ha/thn sedangkan basis minyak sawit , out-put 3,8 ton minyak sawit/ha, diperlukan areal baru
(“hutan”) 2,2 juta Ha/thn. Dengan demikian, minyak sawit hanya diperlukan lahan sedikit untuk
menghasilkan ouput yang banyak.

Pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit dengan strategi peningkatan daya saing
industri hilir kelapa sawit. Dua langkah utama yang dilakukan adalah pertama, mendorong
pengolahan CPO hingga turunan produk ketiga (antara lain fatty acid, fatty alcohol, biodiesel) di
dalam negeri paling sedikit 50% dari total produksi CPO nasional sebelum diekspor dalam
bentuk produk hilir agar bernilai tambah tinggi. Kedua, menumbuhkan kawasan klaster industri
hilir kelapa sawit di provinsi utama penghasil CPO, yaitu Sumatera Utara (Sei Mangkei), Riau
(Dumai dan Kuala Enok), dan Kalimantan Timur (Maloy).

Arah Jalur Hilirisasi terbagi ke dalam tiga jalur, yakni jalur hilirisasi Oleofood Complex,
jalur Hilirisasi Produk Oleokimia Dan Biomaterial, serta Jalur Hilirisasi Biofuel (Untuk Subsitusi
Impor dan Promosi Ekspor). Jalur hilirisasi Oleofood Complex kelapa sawit memiliki tujuan
mencukupi nutrisi masyarakat, memperkenalkan produk barupangan modern turunan minyak
sawit, menjamin keamanan pangan nasional, dan memperkuat basis industry makanan minuman
berbahanbaku/penolong turunan minyak sawit. Sedangkan jalur Hilirisasi Produk Oleokimia Dan
Biomaterial memiliki tujuan untuk memperkenalan produk baru material yang mensubstitusi
material dari sumber tak terbarukan (petrochemical), mendorong produksi biomaterial baru
untuk substitusi impor, dan memperkuat basis industry pengguna biomaterial basis sawit. Dan
yang terakhir Jalur Hilirisasi Biofuel (Untuk Subsitusi Impor dan Promosi Ekspor) yang
memiliki tujuan untuk memperkenalkan sekaligus melakukan riset mengenai produk baru
material yang mensubstitusi material dari sumber tak terbarukan (fossil fuels). JENIS
BIOFUEL DARI SAWIT terdiri dari empat kategori yakni sebagai berikut:
a. BIODIESEL FAME
• Minyak sawit + methanol  FAME+ Glycerol
• Sebagai pencampur BBM Solar 20% (B20) dan tahun 2020 menjadi 30% (B30)
b. GREENFUEL (drop in biofuel)
• Bisa digunakan 100% pengganti BBM (Diesel, Bensin, Avtur)
• Kualitas lebih tinggi, bias diproduksi co-processing dengan kilang pertamina dan stand
alone
• Diproduksi dengan Katalis Khusus dan bahan baku tidak perlu CPO kualitas (CPO rusak
disukai/ IVO/Industrial vegetable oil)
C. Biomass (Direct firing Cangkang, Tandan Kosong untuk Bioethanol,dsb)
D. POME (POME to Electricity)
Keberhasilan program biofuels B-20 dan B-30 tentunya tidak lepas dari sinergi
stakeholder yang terkait terdiri dari Pemerintah Indonesia sebagai inisiator program BBN,
Pemerintah Indonesia (Kementerian Pertanian, Energi, Industri, Keuangan, Perdagangan)
KONSISTEN mendukung program BBN, Pusat riset yang meliputi LEMIGAS, BPPT, Badan
LitBang ESDM, BSN, ITB dan PT lain nya berusaha bahu membahu mengembangkan dan
menguji BBN, Industri terkait yang meliputi Industri Biodiesel, Pertamina dan BU BBM,
Industri Otomotif, Asosiasi Industri dan pengguna alat berat, Kereta Api dll mendukung dengan
berpartisipasi dalam Uji Coba dan menggunakan BBN, dan BPDPKS (Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit) yang mendukung riset dan uji kinerja serta uji jalan Biodiesel
Selain itu, diperlukan juga Sinkronisasi kebijakan peningkatan penggunaan bahan bakar
nabati, khususnya berbasis kelapa sawit, harus dilakukan secara terintegrasi dari hulu s.d. hilir,
melibatkan stakeholder industri perkebunan, industri pengolahan, hingga industri
otomotif/permesinan sebagai pengguna akhir bahan baku. Pada akhirnya, penerima manfaat dari
sinkronisasi kebijakan ini adalah seluruh stakeholder industri perkelapasawitan dan pada
umumnya seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah RI telah berkomitmen untuk meningkatkan
penggunaan bahan bakar nabati, dari B20 existing, menjadi B30 pada 1 Januari 2020 (bisa jadi
lebih cepat), hingga nantinya B50 pada akhir tahun 2020. Seluruh komponen bangsa wajib
berperan serta mendukung kebijakan tersebut, dengan mendayagunakan kemampuan nasional
untuk mencapai tujuan kemandirian energi nasional.
Kendala dalam pengembangan agro industri di Indonesia antara lain adalah produktivitas
on farm masih rendah, hal ini ditunjukkan masih impornya bahan baku antara lain kedelai, susu,
daging sapi, maupun tepung terigu serta keterbatasan bahan baku yang memiliki kualitas yang
sesuai dengan kebutuhan kegiatan agroindustry. Kemampuan mengolah produk yang masih
rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar komoditas pertanian yang diekspor
merupakan bahan mentah sekitar 40-60%. Data tersebut menunjukkan bahwa kondisi tersebut
memperkecil nilai tambah yang diperoleh dari ekspor produk pertanian sehingga pengolahan
lebih lanjut menjadi tuntutan bagi perkembangan agroindustri di era global ini. Teknologi yang
digolongkan sebagai teknologi agroindustri produk pertanian begitu beragam dan sangat luas
mencakup teknologi pascapanen dan teknologi proses. Sedangkan ketersediaan sarana dan
prasarana yang mendukung belum maksimal berjalan sesuai harapan yang diinginkan industri
dan pengusaha. Hal tersebut berkaitan erat dengan biaya yang harus dikeluarkan pengusaha
untuk mendapatkan bahan baku industri dan mendistribusikan produk hasil pengolahannya

Anda mungkin juga menyukai