Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KEPERAWATAN MENJELANG AJAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KANKER PAYUDARA


STADIUM LANJUT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KeperawatanMenjelang Ajal


Pengampu Mata Kuliah : Ns.Indri Wahyuningsih,S.Kep., M.Kep.

OLEH:
KELOMPOK 1
SHOLIKHATUL MASFUFAH 201610420311101
MUH. FAJAR 201610420311102
LARAS SETYOWATI 201610420311103
VINDA PURNAMAWATI 201610420311104
AULIA SAGITA A. 201610420311105
NIA DWI FEBRIANTI 201610420311106
ALFIANI RAHMI PUTRI 201610420311107
VIDYA ANANDA EKOWATI J. 201610420311108

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019

1
2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker payudara menjadi perhatian utama masalah kesehatan global saat ini dan
merupakan kanker yang paling umum terjadi dan juga penyebab utama kematian
perempuan di seluruh dunia. Prevelensi kasus kanker terjadi sekitar 1,38 juta kasus
terjadi di seluruh dunia, kanker payudara baru didiagnosis pada tahun 2008 dengan lebih
dari setengah kasus kanker payudara sebanyak 60% berujung kepada prognosis yang
sangat buruk sampai terjadinya kematian khususnya di negara berkembang (Shah,
Rosso, & David Nathanson, 2014).
Kanker payudara atau ca mammae adalah kanker yang terbentuk di jaringan
payudara, biasanya terjadi di saluran semacam tabung yang membawa air susu ke
putting. Selain itu kanker payudara juga terbentuk pada lobulus yaitu kelenjar yang
memprouksi air susu. Kanker payudara banyak terjadi pada wanita sedangkan pada pria
sangat jarang di temukan (ESMO, 2018).
Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data Histopatologik Badan
Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan
Kanker Indonesia (YKI)).Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah
12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan
mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang dijumpai
pada wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1
%.Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut,
dimana upaya pengobatan sulit dilakukan(kementrian kesehatan indonesia, 2015).
Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis dini,
pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baikagar pelayanan
pada penderita dapat dilakukan secara optimal dan menghasilkan prognosis yang baik
pada pasien dengan kanker payudara. Intervensi yang paling banyak dilakukan untuk
penanganan kasus kanker payudara biasanya melalui operasi pembedahan untuk
mengangkat sel kanker, terapi radiologi dan kemoterapi. Namun pada stadium lanjut
kanker payudara lebih memerlukan paliative care untuk menunjang kualitas kehidupan

3
pasien dalam menghadapi stadium lanjutan dan meminimalisir nyeri yang di rasakan
(kementrian kesehatan indonesia, 2015).
Berangkat dari latar belakang tersebut kami ingin fokus pada intervensi kanker
payudara pada tahapan palliative care khususnya pada pasien dengan kemotrapi. Banyak
efek yang dapat di timbulkan dalam proses kemoterapi yang dapat mempengaruhi status
kesehatan pasien baik secara fisik maupun mental, dengan memberikan intervensi
aromaterapi jahe yang dihirup pada saat pasien mengalami mual dan muntah selama
kemoterapi dan memberikan kualitas hidup yang baik pada wanita penderita kanker
paydara (Lua, Salihah, & Mazlan, 2015).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah intervensi keperawatan untuk menyelesaikan masalah pasien stadium lanjut
kanker payudara?
1.3 Tujuan Makalah
Makalah ini bertjuan untuk ;
a. Tujuan Umum
Mengetahui jenis intervensi keperawatan untuk menyelesaikan masalah pasien
stadium lanjut kanker payudara
b. Tujuan Khusus
 Sebagai critical thinking dalam terapi komlamenter pada pasien kanker
payudara dalam perawatan kemoterapi.
 Menganalisis efek intervensi keperawatan pada pasien dengan kanker
payudara dalam menyelesaikan masalah mual dan muntah selama
kemoterapi.
 Sebagai refrensi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
palliative care khususnya pada pasien dengan kanker payudara.

4
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Kanker Payudara

2.1.1 Pengertian

Kanker payudara (ca mammae) adalah keganasan pada payudara (mammae)


yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara
(Anita & Sukamti P, 2016). Keganasan pada payudara berasal dari epitel ductus dan
lobulusnya. Ductus (saluran) merupakan tabung yang membawa air susu ke puting,
sedangkan lobulus merupakan kelenjar penghasil air susu (Jezdic, 2018). Kanker
payudara merupakan suatu penyakit neoplasma ganas akibat dari pertumbuhan
abnormal sel pada jaringan payudara. Sel kanker tersebut membelah secara pesat dan
tak terkontrol, kemudian berinfiltrasi di jaringan sekitarnya dan bermetastasis.

2.1.2 Tipe-tipe Ca Mammae

Menurut European Society for Medical Encology (2018), tipe ca mammae


berdasarkan cara invasi dibagi menjadi berikut.

a. Non-invasif (in situ)


Ca mammae non-invasif merupakan lesi pra malignan atau belum menjadi
kanker, tetapi dapat berkembang menjadi bentuk ca mammae yang invasif. Lesi
yang terjadi di duktus disebut Ductus Carsinoma In Situ (DCIS), yaitu sel-sel
kanker berada pada saluran payudara (duktus) tetapi belum menyebar ke jaringan
payudara yang sehat. Sedangkan Lobular Carsinoma In Situ (LCIS) merupakan
keabnormalan atau perubahan pada sel-sel yang melapisi lobulus yang
mengindikasikan adanya risiko kanker payudara.
b. Invasif
Ca mammae invasif merupakan kanker payudara yang telah menyebar di luar
saluran (ca mammae duktal invasif) atau lobulus (ca mammae lobular invasif).

5
2.1.3 Penyebab Ca Mammae

Ca mammae terjadi ketika beberapa sel payudara mulai tumbuh secara tidak
normal. Sel-sel tidak normal ini membelah lebih cepat daripada sel-sel sehat dan
terus menumpuk, membentuk benjolan atau massa. Sel-sel dapat menyebar
(bermetastasis) melalui payudara ke kelenjar getah bening atau ke bagian lain dari
tubuh. Keganasan paling sering dimulai dari sel-sel di saluran penghasil air susu
(invasive ductal carcinoma). Ca mammae juga dapat bermula pada jaringan kelenjar
yang disebut lobulus (invasive lobular carcinoma) (Jezdic, 2018).

2.1.4 Faktor Risiko Ca Mammae

Faktor risiko ca mammae ialah jenis kelamin perempuan, usia yang lebih tua,
genetika, kurangnya childbearing (melahirkan), kurang menyusui, tingkat estrogen
yang tinggi, pola makan, paparan radiasi, riwayat keluarga dengan positif kanker
payudara dan obesitas (Falco, 2019). Merokok tembakau juga meningkatkan risiko
ca mammae. Pada mereka yang merupakan perokok jangka panjang, risikonya
meningkat 35% hingga 50% (Kabel & Baali, 2015). Selain itu, kontrasepsi oral dapat
menjadi salah satu faktor predisposisi untuk perkembangan kanker payudara
premenopause. Ada hubungan juga antara pola makan dan ca mammae, yaitu seperti
diet tinggi lemak, konsumsi alkohol, obesitas, konsumsi kolesterol tinggi dan
defisiensi yodium.

2.1.5 Patofisiologi Ca Mammae

Kanker payudara biasanya terjadi karena adanya interaksi antara faktor


lingkungan dan genetik. Jalur PI3K/AKT dan jalur RAS/MEK/ERK merupakan jalur
yang memproteksi sel normal dari bunuh diri sel (Kabel & Baali, 2015). Ketika gen
yang mengkode jalur perlindungan ini bermutasi, sel-sel menjadi tidak mampu
melakukan bunuh diri ketika mereka tidak lagi diperlukan, yang kemudian dapat
mengarah pada perkembangan kanker.Mutasi ini terbukti secara eksperimental terkait
dengan adanya paparan estrogen. Hal itu menunjukkan bahwa kelainan dalam sinyal
faktor pertumbuhan dapat memfasilitasi pertumbuhan sel ganas. Ekspresi berlebihan
jaringan adiposa payudara leptinin menyebabkan peningkatan proliferasi sel dan
kanker.

6
Kecenderungan keluarga untuk mengembangkan kanker payudara disebut
sindrom kanker payudara-ovarium herediter. Beberapa mutasi yang terkait dengan
kanker, seperti p53, BRCA1 dan BRCA2, terjadi dalam mekanisme untuk
memperbaiki kesalahan dalam DNA (errors in DNA) yang menyebabkan
pembelahan yang tidak terkontrol, kurangnya perlekatan, dan metastasis ke organ
yang jauh. Mutasi yang diwariskan pada gen BRCA1 atau BRCA2 dapat
mengganggu perbaikan ikatan silang DNA dan pemutusan untai ganda DNA. GATA-
3 secara langsung mengontrol ekspresi reseptor estrogen (ER) dan gen lain yang
terkait dengan diferensiasi epitel. Hilangnya GATA-3 menyebabkan penghambatan
diferensiasi dan prognosis yang buruk karena peningkatan invasi sel kanker dan
metastasis jauh (Kabel & Baali, 2015).

2.1.6 Manifestasi Klinis Ca Mammae

Manifestasi awal berupa munculnya benjolan pada jaringan payudara.,


penebalan yang berbeda dari jaringan payudara lainnya, ukuran satu payudara
menjadi lebih besar atau lebih rendah dari payudara lainnya, perubahan posisi atau
bentuk puting susu, lekukan pada kulit payudara, perubahan pada putting (seperti
adanya retraksi, sekresi cairan yang tidak biasa, ruam di sekitar area putting), rasa
sakit yang konstan di bagian payudara atau ketiak, dan pembengkakan di bawah
ketiak (Jemal, 2017).

Terkadang kanker payudara dapat muncul sebagai penyakit metastasis. Tipe


ca mammae metastasis memiliki gejala yang berbeda-beda, tergantung pada organ
yang terkena metastasis tersebut. Organ-organ yang umumnya terkena metastasisca
mammaeialah tulang, hati, paru-paru dan otak. Gejalanya tergantung pada lokasi
metastasis, selain itu disertai dengan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan, demam, menggigil, nyeri tulang, sakit kuning atau gejala neurologis.

2.1.7 Penanganan Ca Mammae

Penanganan ca mammae bergantung pada faktor-faktor seperti stadium ca


mammae dan usia pasien.Penanganan ca mammae biasanya berupa operasi, dan
dilanjutkan dengan kemoterapi atau terapi radiasi, atau keduanya (Jezdic, 2018). Ca
mammae ER+ seringkali ditangani dengan pemberian terapi hormone-blocking

7
selama beberapa tahun. Antibodi monoklonal atau imunomodulator lainnya dapat
diberikan pada stadium lanjut dengan metastasis jauh.

Berikut beberapa tindakan penanganan ca mammae (Kabel & Baali, 2015).

a. Operasi Pengangkatan
Pengangkatan bergantung pada stadium dan jenis tumor, dapat berupa
lumpektomi, atau pengangkatan jaringan payudara tanpa perlu mengangkat
payudara secara keseluruhan.
b. Terapi Radiasi
Terapi radiasi melibatkan penggunaan sinar X berenergi tinggi atau sinar gamma
yang menargetkan pada lokasi tumor. Radiasi ini sangat efektif dalam membunuh
sel-sel kanker yang mungkin tersisa setelah operasi.
c. Terapi Sistemik
Terapi sistemik menggunakan obat-obatan yang dimasukkan kedalam tubuh.
Terapi sistemik berupa kemoterapi, terapi target, terapi imun, dan terapi
hormone.
1) Kemoterapi
Kemoterapi dapat digunakan sebelum operasi, setelah operasi, atau untuk
kasus yang tidak dapat dioperasi
2) Terapi Target
Terapi target menggunakan obat yang menghalangi pertumbuhan sel ca
mammae dengan cara tertentu. Misalnya,trastuzumab digunakan untuk
memblokir aktivitas protein HER2 dalam sel ca mammae pada pasien dengan
kanker yang overexpress atau terlalu banyak membuat salinan protein HER2
3) Imunoterapi
Penggunaan oncofetal antigen (OFA) untuk merekrut sistem kekebalan
pasien untuk menargetkan dan menyerang sel kanker

8
BAB III

CASE REPORT

Seorang pria berusia 59 tahun datang ke klinik bedah dengan terdapat massa di
payudara kiri. Ukuran massa telah berkembang semakin besar selama lebih dari satu tahun.
Pasien telah diupayakan beberapa percobaan kauterisasi payudara kiri, namun tidak ada hasil.
Pasien tidak mencari pertolongan medis hingga ia merasakan nyeri dan mengeluarkan cairan
berbau busuk dari massa di payudara kirinya. Pasien memiliki riwayat medis diabetes
mellitus yang tidak terkontrol. Pendidikan terakhir pasien ialah sekolah dasar. Pasien
membantah memiliki riwayat penyakit kejiwaan, penggunaan steroid anabolik,
penyalahgunaan obat, atau konsumsi alkohol. Dia mengatakan merokok sekitar dua bungkus
rokok setiap hari selama 30 tahun. Tidak ada riwayat paparan radiasi atau trauma. Pasien
tidak memiliki riwayat keganasan dalam keluarga.

Temuan Klinis

Pasien tampak baik secara umum dengan distribusi rambut tubuh laki-laki normal, tidak ada
ginekomastia (-), indeks massa tubuh (BMI) 36,9 kg/m2. Pemeriksaan fisik payudara kiri dan
aksila menunjukkan adanya massa keras (+), eritematosa (+), ulserasi (+), massa berukuran
sekitar 9 × 5 cm di daerah
subareolar (+). Puting kirinya
terdistorsi oleh massa (+) tanpa
adanya discharge (-) (gambar 1).
Suhu tubuh normal. Pemeriksaan
aksila ipsilateral menunjukkan
adanya pembesaran kelenjar
getah bening seluler (+).
Payudara kanan dan aksila
normal pada pemeriksaan (-).

9
Hasil Pemeriksaan Lab

Tes fungsi hati menunjukkan hasil berikut: albumin, 28 g / L; protein total, 48 g / L; alanine
aminotransferase (ALT), 38 unit / L; aspartate transaminase (AST), 42 unit / L; alkaline
phosphatase (ALP), 87 IU; bilirubin total, 5,9 μmol / L; bilirubin terkonjugasi, 2,3 μmol / L;
amilase, 56 unit / L; dan lipase, 37 unit / L. Semua hasil berada dalam kisaran normal
masing-masing. Penanda tumor juga dalam kisaran normal: antigen kanker 19-9, 7 IU / mL;
antigen kanker 15-3, 14,7 U / mL; prostate-specific antigen (PSA), 1,9 ng / mL; dan antigen
carcinoembryonic (CEA), 2,2 ng / mL. Hasil laboratorium lain juga normal.

Pasien menolak pemeriksan histologi dengan biopsi jarum inti atau aspirasi jarum halus
meskipun konseling mengenai pentingnya diagnosis histopatologis dan dampaknya pada
pilihan pengobatannya sangat penting, karena merasa takut prosedur akan menyakitkan.

Gambaran

Pemeriksaan ultrasonografi pada payudara dan mamografi tidak memungkinkan karena nyeri
dan ketidaknyamanan pada payudara kiri. Pasien menolak pemeriksaan ini meskipun
telah diberi resep obat penghilang rasa sakit yang kuat. Pasien tidak mematuhi rekomendasi
untuk pemeriksaan diagnostik untuk metastasis dalam bentuk computed tomography (CT)
pada dada, perut, dan panggul, dan pemindaian tulang. Konsultasi psikiatrik dilakukan dan
pasien didiagnosis dengan gangguan kecemasan. Perhatian utamanya berasal dari
keyakinannya bahwa biopsi atau kontak dengan massa payudara selama mamografi atau
pemeriksaan USG dapat mengakibatkan penyebaran penyakit dan memperburuk kondisinya.
Pasien dirawat dengan alprazolam oral 0,5 mg setiap enam jam untuk menghilangkan
gangguan kecemasan. Juga, konseling dan psikoterapi disediakan. Akhirnya, pasien hanya
setuju untuk menjalani pemeriksaan tanpa kontak antara peralatan dan lesi payudaranya.
Computed tomography (CT) dada, perut, dan panggul menunjukkan massa eksofit nekrotik
heterogen di payudara kiri yang terkait dengan penebalan kulit. CT juga menunjukkan
peningkatan kelenjar getah bening pada aksila ipsilateral dengan penebalan kortikal (Gambar
2A-2D) dan tidak ada metastasis jauh yang diidentifikasi. Pemindaian tulang tidak
mengidentifikasi metastasis tulang.

10
Pengobatan

Meskipun tidak ada histopatologi diagnostik pra operasi, presentasi klinis dan temuan pada
CT scan dianggap diagnostik untuk kanker payudara stadium lanjut secara lokal dengan
metastasis ke kelenjar getah bening aksila ipsilateral. Namun, kurangnya jenis histologis,
tingkat, dan status reseptor, menghalangi kemoterapi neo-adjuvant sebagai pilihan
pengobatan dan pasien disarankan mastektomi. Diseksi aksila disarankan sebagai
pengobatan untuk metastasis aksila. Pasien menjalani mastektomi radikal yang dimodifikasi.
Secara intraoperatif, massa tidak ditemukan melekat pada otot pektoralis mayor. Diseksi
aksila level I dan II dilakukan, luka ditutup tanpa membutuhkan cangkok kulit.

Histopatologi pasca operasi

Histopatologi dari spesimen reseksi bedah pada payudara menunjukkan karsinoma duktal
invasif dengan deposit kulit dan invasi limfovaskular. Kondisi tumor stadium 3, berukuran 8
× 8 × 6 cm. Semua margin reseksi bedah bebas dari tumor. Diseksi kelenjar getah bening
aksila menunjukkan deposit metastasis di salah satu dari 19 kelenjar getah bening (Gambar
3A, 3B). Analisis biomarker menggunakan imunohistokimia menunjukkan positifnya
reseptor estrogen (ER+) (70%), positifitas reseptor progesteron (PR) (50%), dan positifitas
HER2 (3+) (Gambar 4). Kanker payudara adalah stadium IIIB (pT4b, N1, M0).

11
Pengobatan tambahan

Pasien dirujuk ke ahli onkologi medis dan ahli onkologi radiasi untuk perawatan tambahan.
Perawatan pasca operasi dengan herceptin dan pertuzumab direncanakan diikuti oleh terapi
radiasi ajuvan untuk dinding dada dan aksila, dan tamoxifen ajuvan selama setidaknya lima
tahun. Pasien juga dirujuk ke konselor genetik untuk pengujian mutasi gen BRCA
(Aldossary, Alquraish, & Alazhri, 2019).

12
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian

I. Identitas
Nama :-
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 59 tahun
Pendidikan : SD
II. Keluhan Utama
1) Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke klinik bedah dengan keluhan terdapat massa di payudara kiri.
Ukuran massa telah berkembang semakin besar selama lebih dari satu tahun.
Pasien telah diupayakan beberapa percobaan kauterisasi payudara kiri, namun
tidak ada hasil. Pasien tidak mencari pertolongan medis hingga ia merasakan
nyeri dan mengeluarkan cairan berbau busuk dari massa di payudara kirinya.
2) Riwayat Penyakit Terdahulu:
Pasien memiliki riwayat medis diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Pasien
membantah memiliki riwayat penyakit kejiwaan, penggunaan steroid anabolik,
penyalahgunaan obat, atau konsumsi alkohol. Dia mengatakan merokok sekitar
dua bungkus rokok setiap hari selama 30 tahun. Tidak ada riwayat paparan
radiasi atau trauma.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga:
Pasien tidak memiliki riwayat keganasan dalam keluarga.
III. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum:
Pasien tampak baik secara umum dengan distribusi rambut tubuh laki-laki
normal, tidak ada ginekomastia (-), indeks massa tubuh (BMI) 36,9 kg/m2, suhu
tubuh normal
2) Pemeriksaan Fisik Payudara:

13
Payudara kiri dan aksila menunjukkan adanya massa keras (+), eritematosa (+),
ulserasi (+), massa berukuran sekitar 9 × 5 cm di daerah subareolar (+). Puting
kirinya terdistorsi oleh massa (+) tanpa adanya discharge (-).Payudara kanan dan
aksila normal pada pemeriksaan (-)
3) Pemeriksaan Endokrin:
Pembesaran kelenjar getah bening seluler (+) pada aksila ipsilateral
IV. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes Fungsi Hati

Jenis Pemeriksaan Hasil


Albumin 28 g/dl
Protein total 48 g/dl
Alanine Amino Transferase (ALT) 38 U/L
Aspartate Transaminase (AST) 42 U/L
Alkaline Phosphatase (ALP) 87 IU
Bilirubin total 5,9 μmol / L
Bilirubin terkonjugasi 2,3 μmol / L
Amilase 56 U/L
Lipase 37 U/L

2) Tes Penanda Tumor

Jenis Pemeriksaan Hasil


Antigen kanker 19-9 7 IU/ml
Antigen kanker 15-3 14,7 U/ml
Prostate-Specific Antigen (PSA) 1,9 ng/ml
Antigen Carcinoembryonic (CEA) 2,2 ng/ml

3) CT Scan
Computed tomography (CT) dada, perut, dan panggul menunjukkan massa
eksofit nekrotik heterogen (+) di payudara kiri yang terkait dengan penebalan
kulit. CT juga menunjukkan peningkatan kelenjar getah bening (+) pada aksila

14
ipsilateral dengan penebalan kortikal dan tidak ada metastasis jauh (-) yang
diidentifikasi. Pemindaian tulang tidak mengidentifikasi metastasis tulang (-).
V. Terapi dan Tindakan
1) Pemberian alprazolam oral 0,5 mg setiap enam jam untuk menghilangkan
gangguan kecemasan dan konseling dan psikoterapi
2) Mastektomi: diseksi aksila disarankan sebagai pengobatan untuk metastasis
aksila. Pasien menjalani mastektomi radikal yang dimodifikasi.
3) Pemberian herceptin dan pertuzumab dan diikuti dengan terapi radiasi ajuvan
untuk dinding dada dan aksila, dan tamoxifen ajuvan selama setidaknya lima
tahun
4) Pasien dirujuk ke konselor genetik untuk pengujian mutasi gen BRCA

4.2 Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


Ds: Agen cedera biologis Nyeri akut
- Pasien mengatakan (neoplasma)
nyeri di payudara kiri
Do:
- Terdapat massa 9 × 5
cm di daerah
subareolarpayudara kiri
dan cairan berbau busuk
- Payudara kiri
kemerahan
- Ulserasi (+)
- Puting kirinya terdistorsi
oleh massa (+)
Ds: Agen biologis (neoplasma) Kerusakan integritas kulit
- Pasien mengatakan
nyeri di payudara kiri
Do:
- Eritema (+)

15
- Ulserasi (+)
- Keluar cairan berbau
busuk dari permukaan
kulit payudara
Ds: Ancaman pada status terkini Ansietas
- Pasien mengatakan tidak (diagnose kanker stadium
bersedia untuk IIIB)
pemeriksan histologi
dengan biopsi jarum inti
karena merasa takut
prosedur akan
menyakitkan
- Pasien mengatakan tidak
mau di USG meskipun
telah diberi resep obat
penghilang nyeri
- Pasien mengatakan
pemeriksaan akan
memperburuk
kondisinya
- Pasien mengatakan mau
menjalani pemeriksaan
tanpa kontak antara
peralatan dan lesi
payudaranya
Do:
- Pasien didiagnosa
gangguan kecemasan
oleh psikiater
- Pasien diberi alprazolam
oral 0,5 mg setiap 6 jam
untuk mengatasi

16
gangguan kecemasan
- Pasien mendapat
konseling, psikoterapi
Ds: Kurang pengetahuan Ketidakefektifan
- Pasien mengatakan tidak manajemen kesehatan
mencari pertolongan
medis sampai ia baru
merasakan nyeri dan
mengeluarkan cairan
berbau busuk dari massa
di payudara kirinya
- Kegagalan melakukan
tindakan untuk
mengurangi risiko
(pasien mengatakan
merokok sebanyak 2 pak
sehari selama 30 tahun)
- Pasien menolak
dilakukan serangkaian
tes

.4.3 Rencana Keperawatan

Diagnose Keperawatan Intervensi Keperawatan Implementasi


1. Nyeri akut b.d. agen Manajemen nyeri: Manajemen nyeri:
biologis (neoplasma) 1. Kaji nyeri secara 1. Mengkaji nyeri secara
komprehensif komprehensif
2. Monitor skala nyeri 2. Melakukan monitor
3. Tingkatkan istirahat skala nyeri
4. Ajarkan teknik non 3. Meningkatkan istirahat
farmakologi 4. mangajarkan teknik non
5. Observasi reaksi non farmakologi

17
verbal dari ketidak 5. mengobservasi reaksi
nyamanan non verbal dari ketidak
6. Kontrol faktor nyamanan
lingkungan yang dapat 6. mengontrol faktor
mempengaruhi respon lingkungan yang dapat
pasien mempengaruhi respon
7. Kolaborasi dengan pasien
dokter untuk pemberian 7. berkolaborasi dengan
obat analgetik dokter untuk pemberian
obat analgetik
8. Kerusakan integritas Perawatan luka: Perawatan luka:
kulit b.d. agen biologis 1. Monitor karakteristik 1. Melakukan monitor
(neoplasma) luka karakteristik luka
2. Ganti balut pada luka 2. Mengganti balut pada
3. Berikan perawatan luka
ulkus pada kulit yang 3. Memberikan perawatan
diperlukan ulkus pada kulit yang
4. Oleskan salep yang diperlukan
sesuai dengan kulit atau 4. Mengoleskan salep
lesi yang sesuai dengan
5. Berikan balutan yang kulit atau lesi
sesuai dengan luka 5. Memberikan balutan
6. Anjurkan pasien atau yang sesuai dengan luka
anggota keluarga pada 6. Menganjurkan pasien
prosedur perawatan atau anggota keluarga
7. Ajarkan pasien dan pada prosedur
keluarga untuk perawatan
mengenal tanda dan 7. Mengajarkan pasien dan
gejala infeksi keluarga untuk
mengenal tanda dan
gejala infeksi
9. Ansietas b.d ancaman Teknik menenangkan: Teknik menenangkan:

18
status kesehatan terkini 1. Identifikasi orang 1. Mengidentifikasi orang
(kanker stadium IIIB) terdekat klien yang bisa terdekat klien yang bisa
membantu klien membantu klien
2. Berikan waktu dan 2. Memberikan waktu dan
tempat klien untuk tempat klien untuk
menyendiri jika menyendiri jika
diperlukan diperlukan
3. Instruksikan klien untuk 3. Menginstruksikan klien
menggunakan metode untuk menggunakan
mengurangi kecemasan metode mengurangi
(teknik nafas dalam, kecemasan (teknik
meditasi, relaksasi otot nafas dalam, meditasi,
progresif, dll) relaksasi otot progresif,
4. Berikan obat anti dll)
kecemasan jika 4. Memberikan obat anti
diperlukan kecemasan jika
diperlukan
10. Ketidakefektifan Fasilitasi pembelajaran: Fasilitasi pembelajaran:
manajemen kesehatan 1. Berikan informasi 1. Memberikan informasi
b.d. kurang pengetahuan dengan urutan yang dengan urutan yang
logis logis
2. Berikan informasi 2. Memberikan informasi
dengan cara yang tepat dengan cara yang tepat
3. Sesuaikan instruksi 3. Menyesuaikan instruksi
dengan tingkat dengan tingkat
pendidikan dan pendidikan dan
kemampuan memahami kemampuan memahami
pasien pasien
4. Hubungkan informasi 4. Menghubungkan
dengan kebutuhan dan informasi dengan
keinginan pasien kebutuhan dan
5. Gunakan Bahasa yang keinginan pasien

19
umum 5. Menggunakan Bahasa
6. Ulangi informasi yang yang umum
diberikan 6. Mengulangi informasi
yang diberikan

20
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Effects of inhaled ginger aromatherapy onchemotherapy-induced nausea andvomiting


and health-related quality of lifein women with breast cancer

Pemberian kalung aromaterapi kepada pasien untuk dipakai selama lima hari siang
dan malam. Kalung aromaterapi terbentuk seperti liontin botol kecil yang dibuat dari kaca
yang menggantung di leher, dan ditempatkan sekitar 20 cm dari hidung mereka. Pada setiap
hari, pasien diminta untuk memegang kalung tepat di bawah hidung mereka dan bernapas
dalam setidaknya 3 kali sehari selama setidaknya 3 periode durasi 2 menit, bahkan jika
mereka tidak memiliki gejala efek kemoterapi. Kalung aromaterapi ini diisi dengan dua tetes
minyak wangi jahe. Pasien diminta untuk melepas kalung setelah perawatan berakhir.
Sementara minyak atsiri jahe adalah zat yang ditemukan secara alami dalam rimpang
temulawak. Pemberian aromaterapi minyak jahe untuk mengatasi efek mual dan lemas
selama pasca kemoterapi (Lua et al., 2015).

5.2 Pengaruh Progressive Muscle Relaxation terhadap Kualitas Nyeri Pasien Kanker
Payudara dengan Kemoterapi di Rsud Arifin Achmad

Progressive muscle relaxation (PMR) merupakan suatu prosedur untuk mendapatkan


relaksasi pada otot. PMR merupakan satu bentuk terapi relaksasi dengan gerakan
mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada satu bagian tubuh pada satu waktu untuk
memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Latihan relaksasi ini bertujuan membedakan
perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot
dalam kondisi tegang.Progressive muscle relaxation dilakukan dengan posisi berbaring atau
duduk dikursi dengan kepala ditopang senyaman mungkin. Tindakan PMR ini terdapat 15
gerakan dengan membutuhkan waktu selama 10-15 menit (Kurniawan, Zulfitri, & Dewi,
2019).

21
5.3 Efektivitas Terapi Emotional Freedom Technique (EFT) Terhadap Kecemasan Pasien
Kanker Payudara Stadium II dan III

Teknik ini menggunakan kalimat penerimaan diri yang dipadukan dengan mengetuk ringan
(tapping) titik-titik meridian tubuh untuk mengirim sinyal yang bertujuan untuk
menenangkan otak.Mengetuk ringan dengan satu atau dua ujung jari pada titik akupuntur
selama 2 kali sehari (siang dan sore) dan setiap sesinya terdiri dari 15 menit. Titik meridian
merupakan titik pada jaringan tubuh yang padat jaringan dan ujung-ujung saraf, sel-sel mast
dan kapiler serta saluran limpatik. Titik meridian ternyata mempunyai potensial elektrik yang
tinggi dibanding dengan titik lain di tubuh. Dengan pengetukan dapat menimbulkan respon
melalui jaringan sensorik sampai melibatkan saraf sentral.Jaringan saraf berkomunikasi satu
dengan yang lain melalui neurotransmitter di sinapsis. Stimulasi terhadap jaringan saraf di
perifer akan berlanjut ke sentral melalui medula spinalis batang otak menuju hipotalamus,
dan hipofisis. Stimulasi dari perifer akandisampaikan ke otak hipotalamus berefek terhadap
sekresi neurotransmitter seperti β-endorfin, norepinefrin dan enkefalin, 5-HT yang berperan
sebagai inhibisi sensasi nyeri. Sekresi neurotransmiter ini juga berperan dalam sistem imun
sebagai imunomodulator serta perbaikan fungsi organ lainnya seperti pada penyakit psikiatrik
(Ningsih, Karim, & Sabrian, 2015).

22
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kanker payudara merupakan keabnormalan sel jaringan payudara yang menimbulkan


suatu keganasan. Kanker payudara dapat menurunkan kualitas hidup pasien terutama pasien
dengan stadium lanjut. Pasien terus-menerus merasa nyeri dan mengalami efek samping dari
tindakan medis yaitu mastektomi dan kemoterapi. Terapi komplementer seperti aromaterapi
dan terapi relaksasi otot progresif dapat mengurangi efek nyeri dan mual setelah kemoterapi
sehingga kualitas hidup pasien meningkat.

6.2 Saran

Urntuk penulis selanjutnya disarankan menganalisa lebih banyak referensi dan jurnal
mengenai terapi komplementer untuk pasien kanker payudara stadium lanjut.

23
DAFTAR PUSTAKA

Aldossary, M. Y., Alquraish, F., & Alazhri, J. (2019). A Case of Locally Advanced Breast
Cancer in a 59-Year-Old Man Requiring a Modified Approach to Management. The
American Journal of Case Reports, 20, 531–536.
https://doi.org/10.12659/AJCR.915377

Anita, A., & Sukamti P, T. (2016). Pengaruh Pemberian Booklet Kemoterapi terhadap
Kemampuan Perawatan Diri Penderita Kanker Payudara Pasca Kemoterapi di Ruang
Bedah Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan.
https://doi.org/10.26630/jk.v7i1.115

ESMO. (2018). What is Breast Cancer ? Let us answer some of your questions. European
Society for Medical Oncology, 1–55.

Falco, M. (2019). Breast Cancer Basics. American Cancer Society Inc.

Jemal, A. (2017). Breast Cancer Facts & Figures. American Cancer Society Inc.

Jezdic, S. (2018). Breast Cancer: An ESMO Guide for Patients. European Society for
Medical Oncology.

Kabel, A. M., & Baali, F. H. (2015). Breast Cancer: Insights into Risk Factors, Pathogenesis,
Diagnosis and Management. Journal of Cancer Research and Treatment, Vol. 3, 2015,
Pages 28-33. https://doi.org/10.12691/JCRT-3-2-3

kementrian kesehatan indonesia, H. M. O. (2015). Panduan Penatalaksanaan Kanker


Payudara. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Komite Penanggulangan
Kanker Nasional., 1, 12–14, 24–26, 45. https://doi.org/10.1111/evo.12990

Kurniawan, D., Zulfitri, R., & Dewi, A. P. (2019). PENGARUH PROGRESSIVE MUSCLE
RELAXATION TERHADAP KUALITAS NYERI PASIEN KANKER PAYUDARA
DENGAN. Jurnal Ners Indonesia, 10(1).

Lua, P. L., Salihah, N., & Mazlan, N. (2015). Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on
Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting and Health-related Quality of Life in
Women with Breast Cancer. Complementary Therapies in Medicine, 23(3), 396–404.
https://doi.org/10.1016/j.ctim.2015.03.009

24
Ningsih, S. F., Karim, D., & Sabrian, F. (2015). Efektivitas Terapi Emotional Freedom
Technique (EFT) terhadap Kecemasan Pasien Kanker Payudara Stadium II dan III.
Jurnal Online Mahasiswa (JOM), 2(37), 1–31. https://doi.org/10.12816/0013114

Shah, R., Rosso, K., & David Nathanson, S. (2014). Pathogenesis, prevention, diagnosis and
treatment of breast cancer. World Journal of Clinical Oncology, 5(3), 283–298.
https://doi.org/10.5306/wjco.v5.i3.283

World Health Organization. (2006). Guidelines for managements of breast cancer. World
Health Organization.

25

Anda mungkin juga menyukai