Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

I. MASALAH UTAMA
Perilaku kekerasan

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Definisi
Perilaku kekerasaan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran
perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasarkan keadaan emosi yang
mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang
dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri atau dekstruktif (Yoseph,2010).
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart & Sudden, 2007).

B. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Sumber : Keliat (2009)

Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatif.
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkontrol.
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor Psikologis
a. Psikonalisa Theori : teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan
akibat dari instructual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting, pertama insting hidup yang diekspresikan dengan
seksualitas, dan kedua insting kematian yang diekspresikan dengan agresifitas.
Teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang
dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya.
b. Teori Pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-
anak tanpa faktor predisposisi biologic
2. Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain.
Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Kultur dapat pula mempengaruhi
perilaku kekerasan, adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi
agresif mana yang diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif. Kontrol
masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai
cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasan.
3. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis, penelitian neurobiologis mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (yang berada ditengah sistem limbik).
Berdasarkan teori biologis, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang
melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut.
a. Pengaruh Neurofisiologik, beragam komponen neurologis mempunyai
implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
sengat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon
agresif.
b. Pengaruh Biokimia, menurut Goldsten dalam Townsend menyatakan bahwa
berbagai neurotransmiter (epinefrin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan
serotinin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang dapat menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada
seseorang.
c. Pengaruh Genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya
dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki
oleh penghuni penjara pelaku tindak kriminal (narapidana).
d. Gangguan Otak, sindrom otak organik berhubungan dengan bernagai gangguan
serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal), trauma otak,
penyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

D. FAKTOR PRESIPITASI
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injuri secara psikis, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang, ketika sesorang merasa
terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber
kemarahannya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal, contoh stressor
eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna dan
adanya kritikan dari orang lain, sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal
dalam bekerja, merasa kehilangan seseoranga yang dicintai, dan ketakutan terhadap
penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut pandang perawat- pasien, maka faktor
yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua yaitu :
a. Pasien (internal) : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang
percaya diri, hilang kontrol, rasa takut sakit.
b. Lingkungan (eksternal) : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik
interaksi sosial. Hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau
penganiayaan antara lain sebagai berikut:
 Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
 Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
 Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya danketidakmampuannya
dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.
 Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat
dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menhadapi rasa
frustasi.
 Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan perubahan
tahap perkembangan keluarga.

E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang dapat dijumpai pada klien dengan perilaku kekerasan menurut
Nita Fitria (2012) antara lain :
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata – kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar, dan ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata – kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu – raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

F. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasikan mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekpresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti sublimasi, proyeksi, represif, denial, reaksi
formasi, dan deplacement, Antara lain :
1. Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temanya tersebut mencoba merayu, mencumbunya
3. Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
4. Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebih - lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya
sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
5. Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya.
Dia mulai bermain perang - perangan dengan temannya.

G. Sumber Koping
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan,
teknik defensif, dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping
lainnya termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual, keyakinan positif,
keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material, dan
kesejahteraan fisik. Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi
sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang
paling buruk. Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencari
informasi, mengidentifikasi masalah, menimbang alternatif, dan melaksanakan
rencana tindakan.
Keterampilan sosial memfasilitasi penyelesaian maslah yang melibatkan orang
lain, meningkatkan kemungkinan untuk mendapatkan kerja sama dan dukungan dari
otang lain, dan memberikan control sosial individu yang lebih besar. Akhinya, aset
materi berupa barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang. Sumber koping sangat
meningkatkan pilihan sesorang mengatasi dihampir semua situasi stress. Pengetahuan
dan kecerdasan yang lain dalam menghadapi sumber daya yang memungkinkan orang
untuk melihat cara yang berbeda dalam menghadapi stress. Akhirnya, sumber koping
juga termasuk kekuatan ego untuk mengidentifikasi jaringan sosial, stabilitas budaya,
orientasi pencegahan, kesehatan dan konstitusional.

H. Penatalaksanaan
1. Tindakan Keperawatan
Stuart (2009) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan dalam mengatasi
marah klien yaitu :
a. Penampilan tenang, berbicara pelan
b. Berbicara tidak dengan cara provokatif dan tidak menghakimi
c. Berbicaralah dengan netral dan kongkret
d. Jaga jarak antara perawat dengan pasien
e. Tunjukkan rasa hormat pada pasien
f. Hindari kontak mata yang lansung secara intens
g. Menunjukkan control atas situasi tanpa asumsi dan mengambil sikap terlalu
otoriter
h. Fasilitasi pasien berbicara
i. Mendengarkan pasien bicara
j. Hindari interpretasi awal
k. Jangan membuat janji yang tidak mungkin ditepati.
2. Therapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi
atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes (2000), jenis obat
psikofarmaka adalah :
a. Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi :
Untuk mensupresi gejala - gejala psikosa seperti: agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala-gejala lain yang
biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, maniac depresif, gangguan
personalitas, psikosa involution, psikosa massa kecil.
Kontra indikasi :
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan
alkohol, barbiturat, atau narkotika dan penderita yang hipersensitif terhadap
derivat fenothiazine.
Efek samping :
Efek samping yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenorrhea pada
wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya
untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala
penurunan kesadaran karena depresi susunan saraf pusat, hipotensi,
ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada
penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasi :
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gillesde la
Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang
berat pada anak -anak.
Kontra Indikasi :
Kontra indikasinya depresi sistem saraf pusat atau keadaan koma, penyakit
parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek samping yang sering adalah
mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau
pseudo parkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea diare, konstipasi,
hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik.
Efek Samping :
Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis.
Intoksikasinya adalah bila klien memakai obat tersebut dalam dosis melebihi
dosis terapeutik maka dapat menyebabkan kelemasan otot atau kekakuan,
tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernafasan.
c. Trihexiphenidyl (THP,Artane,Tremin)
Indikasi :
Indikasinya untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Kontra Indikasi :
Kontra indikasinya pada depresi susunan saraf pusat yang hebat, hipersensitif
terhadap fluphenazine atau pada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala-gejala sesuai dengan efek samping yang
hebat. Pengobatan over dosis; hentikan obat berikan terapi simptomatis dan
suportif, atasi hipotensi dengan levarterenol hindari menggunakan ephineprine.

III. POHON MASALAH

Resiko Tinggi Menciderai Diri , Orang Lain Dan Lingkungan (Effect)

Perilaku kekerasan (Coor Problem)

Harga Diri rendah Kronis (Causa)

Berduka Disfungsional

Sumber : Nita Fitria (2012)

IV. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


A. Masalah Keperawatan
1. Perilaku Kekerasan
2. Resiko tinggi menciderai diri, orang lain dan lingkungan.
3. Harga diri rendah kronis
4. Berduka disfungsional
B. Data Yang Perlu Dikaji
1. Perilaku kekerasan
a. Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. Riwayat
perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
3) memukul diri sendiri/orang lain.
4) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
5) Merusak dan melempar barang-barang.
2. Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marh. Riwayat
perilaku kekerasan tau gangguan jiwa linnya.
b. Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
3) memukul diri sendiri/orang lain.
4) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
5) Merusak dan melempar barang-barang.
3. Harga diri rendah
a. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku Kekerasan.
VI. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Perencanaan
No.
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1 Perilaku SP 1:
Kekerasan - Klien dapat Setelah 1 kali interaksi, Identifikasi penyebab Menentukan mekanisme koping
mengidentifik klien dapat perilaku kekerasan klien. yang dimiliki oleh klien dalam
asi penyebab mengidentifikasi menghadapi masalah dan langkah
perilaku penyebab perilaku awal dalam menyusun strategi
kekerasan. kekerasan. berikutnya..

- Klien dapat Setelah 1 kali interaksi, Identifikasi isi tanda dan Deteksi dini dapat mencegah
mengidentifik Klien dapat gejala perilaku kekerasan. tindakan yang dapat
asi isi tanda mengidentifikasi isi membahayakan klien dan
dan gejala tanda dan gejala lingkungan sekitar.
perilaku perilaku kekerasan.
kekerasan.

- Klien dapat Setelah 1 kali interaksi, Identifikasi perilaku Melihat mekanisme koping klien
mengidentifik klien dapat kekerasan yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah
asi perilaku mengidentifikasi klien . yang dihadapi.
kekerasan perilaku kekerasan yang
yang dilakukan .
dilakukan.

- Klien dapat Setelah 1 kali interaksi, Identifikasi akibat perilaku Membantu melihat dampak yang
mengidentifik klien dapat kekerasan klien. ditimbulkan akibat perilaku
asi akibat mengidentifikasi akibat kekerasan yang dilakukan klien.
perilaku perilaku kekerasan.
kekerasan.

- Klien dapat Setelah 1 kali interaksi, Dorong klien untuk Menurunkan perilaku destruktif
menyebutkan klien dapat menyebutkan cara yang akan menciderai klien dan
cara menyebutkan cara mengontrol perilaku lingkungan sekitar.
mengontrol mengontrol perilaku kekerasan.
perilaku kekerasan.
kekerasan.

- Klien dapat Setelah 1 kali interaksi, Dorong klien untuk Tarik nafas dalam dapat
mempraktikan klien dapat mempraktikan cara mengurangi keinginan klien untuk
cara mempraktikan cara mengontrol perilaku melakukan perilaku kekerasan.
mengontrol mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik I
perilaku kekerasa dengan cara (tarik nafas dalam).
kekerasa fisik I (tarik nafas
dengan cara dalam).
fisik I (tarik
nafas dalam).

- Klien dapat Setelah 1 kali interaksi, Anjurkan klien untuk Untuk mengontrol perilaku
memasukkan klien dapat memasukan memasukan latihan cara fisik kekerasan ke dalam jadwal
latihan cara latihan cara fisik I ke I ke dalam jadwal kegiatan kegiatan dan untuk membiasakan
fisik I ke dalam jadwal kegiatan harian. diri melatih dan mengaplikasikan
dalam jadwal harian. latihan cara fisik I kepada klien
kegiatan
harian.
SP 2 :
- Mengevaluasi Setelah 2 kali interaksi, Evaluasi jadwal kegiatan Evaluasi akan membantu untuk
jadwal klien dapat harian klien. merencanakan selanjutnya.
kegiatan harin memasukkan latihan
klien cara fisik I kedalam
jadwal kegiatan harian

- Klien dapat Setelah 2 kali interaksi, Latih klien untuk mengontrol Memukul benda yang empuk
mengontrol klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan berupa bntal atau guling dapat
perilaku perilaku kekerasan car fisik II (memukul mengurangi keinginan klien untuk
kekerasan dengan car fisik II bntal/benda lain yang melakukan perilaku kekerasan.
dengan car (memukul bntal/benda empuk).
fisik II lain yang empuk).
(memukul
bntal/benda
lain yang
empuk).

- Klien dapat Setelah 2 kali interaksi, Dorong klien untuk Memasukkan kegiatan
memasukkan klien dapat memasukkan latihan perilaku mengontrol perilaku kekerasan ke
latihan memasukkan latihan kekerasan cara fisik II dalam dalam jadwal merupakan upaya
perilaku perilaku kekerasan cara jadwal kegiatan harian. untuk membiasakan diri dan
kekerasan cara fisik II dalam jadwal mengaplikasikan cara fisik II saat
fisik II dalam kegiatan harian. klien marah.
jadwal
kegiatan
harian.
SP 3 :
- Klien dapat Setelah 3 kali interaksi, Latih klien untuk mengontrol Evaluasi akan membantu untuk
mengevaluasi klien dapat perilaku kekerasan dengan merencanakan selanjutnya
latihan mengevaluasi latihan cara verbal.
mengontrol mengontrol perilaku
perilaku kekerasan cara fisik II
kekerasan cara dalam jadwal kegiatan
fisik II dalam hariannya.
jadwal
kegiatan
harian.

- Klien dapat Setelah 3 kali interaksi, Dorong klien untuk Cara verbal (mengungkapkan
mengontrol klien dapat mengontrol memasukkan latihan /menolak dengan cara yang baik)
perilaku perilaku kekerasan mengontrol perilaku dapat mengurangi keinginan klien
kekerasan dengan cara verbal. kekerasan dengan cara verbal untuk melakukan perilaku
dengan cara dalam jadwal kegiatan harian. kekerasan.
verbal.

- Klien Setelah 3 kali interaksi, Dorong klien untuk Memasukkan kegiatan


memasukkan klien dapat mengevaluasi latihan mengontrol perilaku kekerasan ke
latihan memasukkan latihan mengontrol perilaku dalam jadwal merupakan upaya
mengontrol mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal untuk membiasakan diri dan
perilaku kekerasan dengan cara dalam jadwal kegiatan harian. mengaplikasikan cara verbal saat
kekerasan verbal dalam jadwal klien marah.
dengan cara kegiatan harian.
verbal dalam
jadwal
kegiatan
harian.
SP 4 :
- Klien dapat Setelah 4 kali interaksi, Dorong klien untuk Evaluasi akan membantu untuk
mengevaluasi klien dapat mengevaluasi latihan merencanakan selanjutnya
latihan mengevaluasi latihan mengontrol perilaku
mengontrol mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
perilaku kekerasan dengan cara spiritual kedalam jadwal
kekerasan verbal dalam jadwal kegiatan harian.
dengan cara kegiatan harian.
verbal dalam
jadwal
kegiatan
hariannya.

- Klien dapat Setelah 4 kali interaksi, Latih klien untuk mengontrol Memasukkan kegiatan
mengontrol klien dapat perilaku kekerasa dengan car mengontrol perilaku kekerasan ke
perilaku mengevaluasi latihan minum obat. dalam jadwal merupakan upaya
kekerasan mengontrol perilaku untuk membiasakan diri dan
dengan cara kekerasan dengan cara mengaplikasikan cara spiritual
spiritual. spiritual kedalam saat klien marah.
jadwal kegiatan harian.

.
SP 5 :
- Klien dapat Setelah 4 kali interaksi, Dorong klien untuk Minum obat dapat mengurangi
memasukkan klien dapat memasukkan latihan keinginan klien untuk melakukan
latihan memasukkan latihan mengontrol perilaku kekerasa perilaku kekerasan.
mengontrol mengontrol perilaku dengan cara minum obat
perilaku kekerasa dengan cara
kekerasa minum obat
dengan cara
minum obat
-
Klien dapat Setelah 4 kali interaksi, Dorong klien untuk Memasukkan kegiatan
memasukkan klien dapat memasukkan latihan mengontrol perilaku kekerasan ke
latihan memasukkan latihan mengontrol perilaku kekerasa dalam jadwal merupakan upaya
mengontrol mengontrol perilaku dengan cara minum obat untuk membiasakan diri dan
perilaku kekerasa dengan cara dalam jadwal kegiatan harian mengaplikasikan cara minum obat
kekerasa minum obat dalam saat klien marah.
dengan cara jadwal kegiatan harian
minum obat
dalam jadwal
kegiatan
harian.

Anda mungkin juga menyukai