Anda di halaman 1dari 11

JUDUL RINGKASAN : EPIDEMIOLOGI KUTU KEMALUAN (Phtirus

pubis)
NAMA : ISLAMIYAH AMALIYATI

MAHASISWA : DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

NIM : AK816031

SEMESTER : IV

KELAS : A

MATA KULIAH : PARASITOLOGI

DOSEN : PUTRI KARTIKA SARI, M.Si

i
1

1.1 Kutu Pubis (kutu kelamin)


Phthirus pubis adalah serangga parasit penghisap darah yang hidup di
kulit sekitar kelamin manusia. Kutu kelamin biasanya menular melalui
hubungan seksual. Penularan dari orang tua kepada anak lebih mungkin terjadi
melalui rute pemakaian handuk, pakaian, tempat tidur atau closets yang sama
secara bergantian. Kutu Pubic menyebar melalui keringat saat kontak tubuh
atau seksual. Pasangan seks si pasien dalam waktu 30 hari sebelumnya harus
dievaluasi dan diobati, dan kontak seksual harus dihindari sampai perawatan
berakhir dengan kesembuhan (Nuttal, 2009).

Gambar 1. Kutu kemaluan (Phthirus pubis)


1.2 Morfologi
Kepala :
- Terdapat sepasang antenna
- Sepasang mata facet
- Haustellum alat mulut
Thorax :
- Terdiri atas ( protothorax, mesothorax, metathorax) terdapat :
- Kaki yang kuat (3 pasang) berakhir :
- Pada protothorax antara coxa kaki 1 dan 2 terdapat 1 pasang spirakel

TELUR (NITS)
•Putih jernih, < 1 mm, mempunyai corona (operkulum)
2

NYMPHA
•Ukuran 1-2 mm
•Antena hanya bersegmen 3 buah
•Bentuk hampir sama dengan imago hanya alat kelaminbelum sempurna
•Telur berkembang menjadi nympha pada hari ke-5

1.3 Klasifikasi
Kindom : animalia
Pilum : arthtropoda
Class : insecta
Order : phthiraptera
Suborder : anoplura
Family : pthiridae
Genus : pthirus
Species : p. pubis

1.4 Epidemiologi
Angka prevalensi dan kejadian pubis pediculosis sebagian besar
perkiraan. Satu studi rinci (Simms et al., 2006) menemukan kejadian sekitar
33 kasus pubis pediculosis tahunan per 100.000 orang, dengan dua kali lebih
banyak laki-laki sebagai perempuan memiliki infestasi kutu kemaluan.
Seperti dengan PMS lain, pubis pediculosis paling sering terjadi pada dewasa
muda. Di Inggris, insidensi tahunan adalah 74 kasus per 100.000 orang dalam
15 – untuk kelompok usia 24 tahun (. Simms et al, 2006), yang merupakan
dua kali tingkat kutu yang ditemukan dalam populasi secara keseluruhan.
Pubis Phthirus adalah spesies kutu yang lebih memilih hidup di antara
rambut manusia kasar, seperti rambut kemaluan. Sebuah infestasi kutu
kemaluan menghasilkan pubis STD pediculosis disebut, kondisi kulit lokal
yang ditandai dengan rasa gatal. kutu kemaluan juga disebut kutu kepiting,
dan kasus pubis pediculosis telah informal disebut kepiting. Mereka adalah
exoparasites, atau makhluk hidup di permukaan tubuh manusia, mereka dapat
ditularkan dari orang ke orang melalui kontak seksual.
3

Kutu kemaluan berwarna abu-abu, oval, Arthropoda berkaki enam.


Setiap 1 sampai 2 mm, membuat kutu kemaluan kecil dari kutu kepala, yang
merupakan spesies yang berbeda. kutu kemaluan bertelur (nits disebut) pada
kasar rambut-rambut tubuh yaitu, kemaluan, rambut perianal, rambut paha,
rambut perut, rambut ketiak, jenggot, dan bulu mata. Kutu dewasa hidup
dengan menghisap darah dan tidak bergerak jauh dari telur mereka (Frenkl &
Potts, 2007; Leone, 2007; Link, 2007).

1.6 Penyakit Oleh Kutu Kemaluan (Phthirus pubis)


1.6.1 Epidemiologi Dari Infestasi Crabs
Angka prevalensi dan kejadian pubis pediculosis sebagian besar
perkiraan. Satu studi rinci (Simms et al., 2006) menemukan kejadian
sekitar 33 kasus pubis pediculosis tahunan per 100.000 orang, dengan
dua kali lebih banyak laki-laki sebagai perempuan memiliki infestasi
kutu kemaluan. Seperti dengan PMS lain, pubis pediculosis paling
sering terjadi pada dewasa muda. Di Inggris, insidensi tahunan adalah
74 kasus per 100.000 orang dalam 15 - untuk kelompok usia 24 tahun (.
Simms et al, 2006), yang merupakan dua kali tingkat kutu yang
ditemukan dalam populasi secara keseluruhan (Sutanto, Inge dkk.
2008).

Gambar 2. Kutu kemaluan (Phthirus pubis) yang menempel pada


rambut kemaluan
1.6.2 Diagnosis Infestasi Crabs
Kemaluan kutu dapat diperoleh melalui kontak fisik dekat dengan
orang yang memiliki kutu atau oleh kontak dengan handuk baru kutu-
4

penuh atau tempat tidur. Kutu yang tidak bersentuhan dengan orang
biasanya akan mati dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam.
pubis Pediculosis cukup menular, dan orang yang berhubungan seks
dengan pasangan yang terinfeksi akan memperoleh kutu kemaluan lebih
besar dari 90% dari waktu.Kondom tidak akan mencegah penularan
kutu kemaluan (Eckert & Lentz, 2007a; Frenkl & Potts, 2007; Leone,
2007; Shoemaker et al, 2007.).
Telur kutu (nits) yang mengkilat dan tembus dan disekresikan ke
poros rambut manusia. kutu dewasa hidup dan pakan di dasar
rambut. Ketika kutu memakan darah mereka menyuntikkan air liur, dan
air liur terus menerus menyebabkan gatal yang sangat merepotkan pada
malam hari. Pasien menggaruk terbakar lebih lanjut daerah penuh. Kulit
di daerah yang penuh akan memiliki bintik-bintik biru muda dari
perdarahan yang mendasari kecil.
Gatal dari pubis pediculosis dihasilkan oleh sensitisasi alergi
terhadap antigen kutu, dan ini reaksi alergi membutuhkan waktu untuk
berkembang. Dari pertama kali seseorang menjadi terinfeksi dengan
kutu kemaluan, gatal parah mungkin memerlukan lima sampai lima
belas hari untuk memulai, tetapi reinfestations akan mulai gatal dalam
waktu dua puluh empat jam.
Kutu kemaluan cenderung untuk tetap tinggal di tempat dan tidak
bepergian jauh.Sebuah serangan dari kontak seksual biasanya terbatas
pada rambut kemaluan. Pada orang berbulu, kutu kadang-kadang
menyebar melalui patch bersebelahan rambut ke paha, perut, dada,
aksila, dan bahkan jenggot. Ketika kutu kemaluan ditemukan pada
anak-anak, terutama pada kepala atau kelopak mata, hal ini bisa
menjadi indikasi pelecehan seksual.
1.6.3 Tanda-Tanda Klinis
Pasien dengan pubis pediculosis hadir dengan tak henti-hentinya
gatal. Pemeriksaan dekat daerah yang terinfeksi akan menemukan telur
tembus pada bagian bawah poros rambut; telur dapat menjadi yang
terbaik dilihat dengan menggunakan lensa pembesar. Kutu sendiri abu-
5

abu atau coklat, dan ketika penuh dengan darah, mereka menjadi
kemerahan. Dalam pembesaran, kutu dapat dilihat untuk memiliki
kepala kecil dan tiga pasang mencakar, kaki jointed (Eckert & Lentz,
2007a; Frenkl & Potts, 2007; Leone, 2007; Link, 2007; Shoemaker et
al,2007).
Kulit di daerah yang terinfeksi mungkin memiliki ruam makular
atau makulopapular merah. Akan ada bintik-bintik perdarahan pucat
biru ke kiri di titik di mana kutu telah makan, dan ekskresi dari kutu
biasanya titik daerah seperti butir merica kecil. Pasien menggaruk dapat
menyebabkan tanda sekunder dan infeksi. infestasi serius dapat
menyebabkan kulit bersisik. Sebuah kasus pubis pediculosis. Kutu
hidup di dasar rambut kemaluan, dan telur tembus (nits) menempel
pada poros rambut, tampak seperti tetesan air kecil. (CDC, 2008d.)
1.7 Gejala klinik
Telur kutu (nits) yang mengkilat dan tembus pandang disekresikan oleh
kutu ke poros rambut manusia. Kutu dewasa hidup dan mencari makan di
dasar rambut. Ketika kutu mengisap darah mereka menyuntikkan air liur, dan
air liur yang terus menerus keluar inilah yang menyebabkan gatal yang sangat
merepotkan terutama pada malam hari. Pasien mulai menggaruk hingga
daerah garukan tampak seperti terbakar. Rasa gatal dari Penyakit Kutu
Kelamin dihasilkan oleh sensitisasi alergi terhadap antigen kutu, dan reaksi
alergi ini membutuhkan waktu untuk berkembang. Dari pertama kali
seseorang terinfeksi dengan kutu kemaluan hingga gatal parah mungkin
memerlukan lima sampai lima belas hari, tetapi reinfestasi akan memulai rasa
gatal dalam waktu dua puluh empat jam.
1.8 Diagnosis
Penyakit Kutu Kelamin dapat diperoleh melalui kontak fisik dekat
dengan orang yang memiliki kutu atau oleh kontak dengan handuk baru kutu-
penuh atau tempat tidur. Kutu yang tidak bersentuhan dengan orang biasanya
akan mati dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam. Penyakit ini cukup
menular, dan orang yang berhubungan seks dengan pasangan yang terinfeksi
akan memperoleh resiko penularan kutu kemaluan lebih besar dari 90%.
6

Kondom tidak akan mencegah penularan kutu kemaluan (Eckert & Lentz,
2007a; Frenkl & Potts, 2007; Leone, 2007; Shoemaker et al, 2007.).
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan specimen kutu atau telur kutu pada
penampakan mikroskopis. Diagnosis juga ditegakkan dengan melihat gejala-
gejala klinis yang timbul.
1.9 Pengendalian Vektor Epidemiologi Kutu Kemaluan (Phthirus pubis)
1.9.1 Jenis Kutu
Kutu termasuk dari ordo phithiraptera, yang ditandai dengan
tubuh yang pipih dorsoventral, tidak bersayap dan bagian tubuh terdiri
dari kepala, toraks dan abdomen. Ordo Phithiraptera mempunyai empat
sub ordo yaitu subordo Amblycera dan subordo ischnocera yang
merupakan kelompok kutu penggigit (tidak menghisap darah) dan
umumnya ditemui pada hewan. Selain itu subordo Rhynchophthirina
dan subordo Anoplura merupakan kutu penggigit sekaligus penghisap
darah. Dari keempat subordo itu Anoplura merupakan subordo yang
mempunyai peranan yang penting dan berpengaruh bagi kesehatan
dengan spesiesnya antara lain Pediculus humanus capitis (kutu kepala),
pediculus humanus humanus (kutu badan), phthirus pubis (kutu
kemaluan).
1.9.2 Biologi dan Perilaku Kutu
Ketiga jenis spesies dari subordo Anoplura bersifat kosmopolitan,
artinya ditemui diseluruh dunia. Ketiganya hanya menjadi parasit pada
manusia dan tidak pada hewan, karena memang pada umumnya kutu
mempunyai kekhasan inang (host spesificity) yang tinggi dibandingkan
dengan ektoparasit yang lainnya. Sehingga penularan kutu dari manusia
ke hewan tidak terjadi, bahkan juga antara hewan yang berbeda spesies.
Pada inangnya, penyebaran P. humanus capitis hanya terbatas pada
daerah kulit atau rambut kepala terutama dibelakang kepala dan dekat
telinga pada anak-anak. Telurnya dilekatkan pada pangkal rambut yang
sangat dekat kulit kepala. Karena pertumbuhan rambut diperkirakan
satu cm perbulan, maka jarak antara letak telur terjauh dengan kulit
kepala dapat menunjukan sudah berapa lama infestasi kutu terjadi.
7

Infestasi bisa mencapai 10-20 kutu dewasa per orang.penularan kutu


rambut terutama terjadi akibatkontak antar inang seperti anak-anak
yang tidur bersama pada satu ranjangatau bergantian sisir yang
mengandung rambut berkutu. Berbeda dengan kutu rambut yang
memiliki penyebaran terbatas, kutu kemaluan dapat ditemui bukan
hanya pada kulit atau rambut kemaluan tetapi juga daerah bermbut
lainnya seperti rambut dada dan ketiak. Bahkan pada bulu mata dan
jenggot jika infestasinya sudah cukup tinggi. Penularan kutu ini
terutama terjadi akibat kontak seksualataupun hubungan intim yang
lainnya. Adapun kutu badan yang memiliki morfologi yang mirip
dengan kutu kepala tetapi lebih besar, umumnya ditemui pada pakaian
terutama bagian pakaian yang melekat pada badan, seperti pakaian
dalam, sellangkang celana panjang, lengan bagian ketiak, kerah ataupun
bagian pundak. Hal ini terjadi karena kontak dengan inangnya hanya
terjadi sewaktu menghisap darah dan setelah itu kembali ke pakaian.
Kutu badan lebih banyak menghabiskan waktunya pada pakaian
termasuk termasuk untuk bertelur. Peranan kutu dalam kesehatan
manusia terutama adalah akibat gigitan yang ditimbulkannya, apalagi
pada infestasi yang tinggi. Gigitan kutu menimbulkan kegatalan dan
iritasi yang berakhir dengan perlukaan kulit akibat garukan. Luka dapat
diperparah dengan adanya infeksi sekunder baik dari mikroba maupun
jamur dan akhirnya membentuk kerak berwarna gelap (hiperkeratinasi)
dan penebalan dipermukaan kulit kepala terutama pada tempat-tempat
predileksi kutu. Tanda khas permukaan kulit kepala ini dikenal sebagai
Vagabond’s disease. Kutu bisa menjadi vektor tranmisi dari beberapa
penyakit. Namun hal ini belum pernah dilaporkan terjadi di Indonesia.
penyakit-penyakit louse-borne epidemic typhus, relapsing fever, dan
trench fever merupakan penyakit yang ditransmisikan oleh kutu. Louse
born epidemica typhus dan relapsing fever termasuk dalam kategori
penyakit-penyakit karantina. Penyakit-penyakit ini biasanya terdapat di
mana banyak manusia hidup padat bersama tanpa banyak
memperhatikan kebersihan perorangan, misalnya tidak atau jarang
8

mandi, pakaian lama tidak dicuci, terutama pakaian-pakaian tebal.


Penyakit-penyakit ini banyak terdapat dalam kazorne tentra, penjara,
kamp konsentrasi dan sebagainya. Louse borne epidemic typhus dulu
pernah dikenal sebagai "demam penjara" ( "jail fever " ). Dimasa
perang penyakit ini banyak terdapat diantara prajurit-prajurit di front
depan.
1.9.3 Siklus Hidup
Dalam hidupnya kutu mengalami metamorfosis yang tidak
sempurna yang diawali dengan telur, nimfa, dan dewasa. Kutu betina
meletakkan 9-10 telur sehari dan total 270-300 telur selama hidupnya.
Telur kutu dilekatkan pada pada rambut inangnya dengan zat perkat
khusus (disebut cement). Telur-telur tidak bisa menetas pada suhu
dibawah 24oC dan diatas 37.5oC. Pada suhu diantara 24oC-37.5oC
telur-telur kutu menetas dalam waktu kurang dari 2 minggu. Telur-telur
menetas menjadi nimfa, nimfa sendiri merupakan bentuk miniatur dari
kutu dewasa tapi belim mempunyai organ reproduksi yang belum
senpurna. Pada stadium nimfa tumbuh dan bertukar kulit (molting) 3 x
dalam wlaktu 3-9 hari menjadi nimfa instar satu, dua, tiga dan berubah
menjadi kutu dewasa dengan ukuran maksimal 4,5 mm. Kutu jantan/
betina menghisap darah inang setiap saat sejak stadium nimfa hingga
dewasa.
1.9.4 Pengendalian Kutu
Penanganan kutu sangat tergantung dari kebersihan pribadi dan
menghindari pemakaian alat-alat yang memungkinkan terjadi penularan
kutu secara bersama, seperti sisir, topi, pakaian, dll. Tindakan
monitoring terhadapkutu kepala dapat dilakukan terutama apabila
terjadi kegatalan kulit kepala dan ditemui keberadaan telur kutu pada
rambut. Untuk itu dapat digunakan sisir khusus yang memiliki jari-jari
yang rapat (serit). Penggunaan serit efektif menghilangkan nimfa dan
kutu dewasa namun tidak dengan telurnya, sehingga pemakaian serit
harus dilakukan berulang dan bersamaan dengan itu hindari kontak
dengan orang atau barangyang dapat menjadi sumber penularan. Yang
9

penting diperhatikan kebersihan serit itu sendirisetelah dipakai, hal ini


untuk menghindari penularan berulang. Secara sederhana penggunaan
sabun untuk pencuci rambut dan air hangat secara teratur dapat
menurunkan populasi nimfa dan kutu dewasa.
Aplikasi insektisida pada kulit kepala merupakan tindakan kontrol yang
paling efekif. Saat ini telah tersedia dalam bentuk shampo, lotion,
powder, dan emulsi. Dibandingkan yang lainnya bentuk powder atau
bubukmerupakan formulasi yang kurang disukai dan kurang efektif.
Emulsi merupakan bahan yang paling sering dijumpai bahkan di
indonesia, hingga saat ini hanya dikenal satu jenis insektisida emulsi
untuk kutu yang mengandung 1% lindan.
(Nurmaini, 2001)
1.10 Pengobatan
a. Mengeramasi rambut kemaluan dan wilayah sekitarnya
sedikitnya selama 5 menit
b. Bilas dengan baik
c. Menyisir rambut kemaluan dengan sisir bergigi halus
untuk menghilangkan telur
d. Beberapa dokter menyarankan menggunting rambut
kemaluan dengan pisau cukur listrik nonsharp untuk mengurangi
jumlah kutu dan telur. Namun ada juga yang tidak menyarankan
untuk mencukur habis bulu pubis. Cukup dengan
menggunakan 0.5% Malathion salap dioleskan pada kulit terinfeksi
yang sudah dikeringkan. Bisa dioleskan dari pusat kearah perineum,
perianal, hingga ke pangkal paha. Setelah itu dibilas setelah 12
jam.
e. Semua pakaian dalam, handuk, sprei, dan lain-lain harus dicuci dan
disetrika.
10

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H. W. 2001. Dasar Parasitologi Klinik Jakarta : PT. Gramedia


Endang, D.E. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan
dan Sekolah Tenaga Kesehatan Yang Sederajat. PT. CITRA ADITYA
BAKTI
Ganda Husada, 2002. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Garcia dan Bruener, 2006. Diagnosa Parasitologi Kedokteran. Cetakan 1 : Jakarta.
EGC
Natadisastra, D., Agoes, R.2009. Parasitologi Kedokteran : Ditinjau Dari Organ
Tubuh Yang Diserang. Jakarta : EGC
Nurmaini, 2001. Identifikasi vektor dan binatang pengganggu serta pengendalian
secra sederhana. Universitas Sumatera Utara. Medan
Nuttal, G., H. 2009. The Biology Of Phthirus pubis. Cambridge Journal. Vol 10
(3) : 383-405
Srisasi Gandahusada, Herry D, Wita Pribadi. Parasitologi Kedokteran. Edisi
ketiga : Jakarta. FKUI;2004
Sutanto, Inge dkk. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran : Edisi Keempat.
Jakarta
Widodo, H. 2013. Parasitologi Kedokteran. Yogyakarta : D-MEDIKA

Anda mungkin juga menyukai