Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN ANTARA ISLAM, NKRI DAN PANCASILA

Sejarah panjang berdirinya sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak bisa dipisahkan
dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BUPPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) serta Dekrit Presiden
5 Juli 1959.
Hubungan Islam dengan Sumpah Pemuda 1928.
Umat Islam memaknai Sumpah Pemuda 1928 mengacu pada Al Qur’an Surat Ar Rum 22 dan Al
Hujurat 13 sebagai Panduan dalam membina hubungan antar Manusia sebagai makhluq Individu
dalam kaitannya menjadi bagian dari makhluq social. Untuk saling mengenal dan hidup bersama
sebagai Khalifah di bumi.
QS AR RUM:22
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan
bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi orang-orang yang mengetahui.
QS AL HUJURAT:13
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Kesadaran hidup BERBANGSA-BANGSA inilah yang menjiwai munculnya rasa Persatuan dari
berbagai suku yang terjajah untuk menyatu dalam satu Rasa Kebaangsaan agar bisa keluar dari
dunia Penjajahan. Umat Islam sadar bahwa Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal siapa
diantara yang menyatu dalam satu rasa Kebangsaan itu yang paling Taqwa diantara mereka.
Rasa Kesadaran inilah yang mendasari umat Islam untuk membangun sebuah Kekuasaan Negara
dalam satu penyatuan Rasa Berbangsa yang satu. Menyadari sepenuhnya bahwa HIDUP
BERBANGSA-BANGSA adalah merupakan SUNATULLAH yang tidak bisa dihindari.
Hubungan Islam dengan BPUPKI.
Kesadaran akan RASA KEBANGSAAN yang satu dan adanya keinginan yang sangat besar
untuk membangun sebuah Negara Yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat adil dan Makmur yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, umat
Islam INDONESIA menempatkan hasil kesepakatan yang dicapai oleh BPUPKI bersama seluruh
komponen Bangsa Indonesia sebagai “ PERJANJIAN LUHUR BANGSA INDONESIA “
Para Pendiri Negara yang beragama Islam menempatkan “PERJANJIAN LUHUR BANGSA
INDONESIA” sebagai implementasi dari shahifatul madinah (Piagam Madinah) setelah dengan
besar hati rela untuk tidak menjadikan NKRI sebagai NEGARA ISLAM.
Piagam Jakarta (Jakarta Charter) adalah sebuah jalan keluar bagi umat Islam untuk bisa
menerima NKRI bukan menjadi Negara Islam akan tetapi menempatkan Syariat Islam berlaku
khusus bagi Umat Islam, tanpa harus menjadikan yang diluar Islam harus menerima Syari’at
Islam.
Para Pendiri Negara sadar sekali bahwa Umat Islam Haram berhukum diluar Hukum Allah
(Syariat Islam) berdasarkan Al Qur’an Surat Al Maidah (44) :
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya
(yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi
yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka,
disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi
terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan
janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
kafir.
Kewajiban berhukum Allah (Syariah Islam) adalah MUTLAK bagi umat Islam. Akan tetapi Para
Pendiri Negara juga sangat menyadari bahwa Negara Indonesia juga harus melindungi Warga
Negaranya yang tidak beragama Islam untuk sebebas-bebasnya mengikuti Agamanya itu.
Maka Kesepakatan Jakarta, atau Piagam Jakarta yang merupakan perwujudan dari sebuah
“PRJANJIAN LUHUR BANGSA INDONESIA” adalah “RUH” yang menjadikan dan
menghidupkan NKRI sebagai sebuah Negara Yang Merdeka. Piagam Jakarta adalah RUH dari
KONSTITUSI NKRI. yang dijabarkan kedalam pengertian “Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia
yang mengkristal dalam PANCASILA sebagai LANDASAN FUNDAMENTAL IDEOLOGI
BANGSA YANG MENYATU DAN MENJIWAI YANG TIDAK BISA DIUBAH DITAMBAH
ATAU DIKURANGI maknanya, yang dituangkan dalam PEMBUKAAN UUD. Yang kemudian
dijabarkan lagi kedalam BATANG TUBUH UUD. Yang merupakan Landasan Konstitusional
yang merupakan Landasan Hukum Tertinggi sebagai acuan semua perundangan dan aturan yang
ada dibawahnya. Yang secara keseluruhan Batang Tubuh UUD maupun Peraturan yang ada
dibawahnya TIDAK BOLEH KELUAR dan BERTENTANGAN dengan Pembukaan UUD.
Hubungan Islam dengan PPKI.
BPUPKI sebagai Panitia Pengarah (steering commeette) dan PPKI sebagai Panitia Pelaksana
(Organizing commeette) adalah dua kepanitiaan yang tidak bisa dipisahkan. Apa yang dilakukan
PPKI adalah bagian dari apa yang telah dilakukan oleh BPUPKI. PPKI hanya melakukan apa
yang telah diputuskan oleh BPUPKI, perubahan Piagam Jakarta kedalam Pembukaan UUD 45
telah disepakati bukanlah berkaitan dengan masalah POKOK PIKIRAN akan tetapi hanya
berkaitan dengan masalah teknis.
Perdebatan yang terjadi dalam penggantian tujuh kata pada Piagam Jakarta, telah disepakati
bukanlah pada pokok pikiran melainkan dalam mewujudkan pokok Pikiran. Tujuh kata “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya” mengikuti kata KETUHANAN
dianggap diskriminatif terhadap pemeluk agama lain, karena bukan hanya umat Islam yang
mempunyai kewajiban untuk beribadat menurut ajaran agamannya. Kata Yang Maha Esa
disepakati sebagai pengganti yang mampu menampung kepentingan semua Agama untuk
beribadat sesuai agamanya.
Jadi bagi umat Islam Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tetap dijiwai oleh kewajiban bagi umat
Islam untuk menjalankan syariat Islam, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan Tauhid.
Sedangkan bagi Agama lain akan dijabarkan dengan kalimat sesuai dengan apa yang menjadi
harapan bagi Agamanya dalam koridor tidak melanggar ajaran agama lainnya.
Pengertian secara de facto telah terjadi dan dilaksanakan sejak 18 Agustus 1945 dan terpendam
kemudian tak tergali selama Konstitusi RIS dan UUDS yang menempatkan NKRI sebagai
Negara Republik Parlementer. Kegagalan Konstituante yang nyaris membubarkan NKRI,
mengantarkan babak baru NKRI melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Hubungan Islam dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Safari Jend. AH. Nasution untuk mendapat dukungan Para Kiyai/Ulama yang diakhiri pada dua
Tokoh Nahdlatul Ulama KH. Saifuddin Zuhri dan KH Idham Chalid, menghasilkan satu
kesepakatan. Dukungan kembalinya UUD 45 18 Agustus 1945 yang dijiwai oleh Piagam Jakarta
22 Juni 1945.
Dekrit Presiden 5 Juli 59 selain secara de Jure mengembalikan berlakunya UUD 45 juga
sekaligus secara de Jure menetapkan Piagam Jakarta sebagai menjiwai tak terpisahkan dengan
UUD 45, merupakan satu ketetapan resmi merealisasikan kesepakatan Ketuhanan Yang Mahe
Esa adalah ujud bagi Ketuhanan Tauhid yang menempatkan Kewajiban menjalankan syariat
Islam Bagi Pemeluk-pemeluknya sama dan setara Umat Agama lain dengan /dan terhadap
agamanya.
Hal ini menjelaskan bahwa NKRI bukanlah Negara yang memisahkan
kepentingan Politik dengan kepentingan Agama bagi para Pemeluk-pemeluknya. NKRI BUKAN
NEGARA SEKULER. Akan tetapi Negara yang menempatkan Agama sebagai Nafas hidup
dalam kehidupan bernegara.
Adalah satu PENGKHIANATAN BESAR atau satu kebodohan yang tidak terukur bila sampai
ada yang berpendapat dalam bentuk pernyataan bahwa : “ Diatas Kitab Suci ada
Konstitusi.” Konstitusi NKRI adalah LAHIR dari sebuah “KESEPAKATAN LUHUR
BANGSA INDONESIA” yang dijiwai oleh ajaran KITAB SUCI.
Hubungan Islam dengan Pancasila.
Hubungan Islam dengan Pancasila menyangkut hubungan historis dan filosofis adalah hubungan
yang tidak bisa dipisahkan. Pancasila Lahir dari keinginan umat Islam untuk berislam secara
kaffah sekaligus menjalin hubungan baik dengan saudaranya sebangsa dan setanah air dalam satu
kehidupan Bernegara yang harmonis. Mewujudkan cita-cita Negara Madinah dalam kontek
Negara yang Modern. Umat Islam Indonesia yang walaupun MAYORITAS, akan tetapi dengan
penuh kesadaran tidak memaksakan NKRI sebagai Negara Islam. Umat Islam Indonesia hanya
menginginkan adanya perlindungan dari Negara untuk berlakunya sariat Islam KHUSUS bagi
para pemeluknya.
Bila kemudian secara de Jure umat Islam telah secara tegas memberikan dukungan berdirinya
NKRI bukan sebagai Negara Islam, dan telah menjadi Kesepakatan Luhur Bangsa Indonesia
akan tetapi secara de Facto tidak bisa dipungkiri bahwa 87 % dari penduduk Indonesia adalah
umat Islam.
Tidak bisa dipungkiri pula bahwa Mayoritas Islam yang taat pada ajaran Agamanya akan
membentuk sebuah masyarakat Islam yang sangat dominan. Hal inilah yang ditakutkan oleh
kalangan minoritas. Hal ini pula yang kemudian mendorong adanya upaya untuk membenturkan
Islam dengan Pancasila oleh kalangan yang ketakutan terhadap eksistensi umat Islam di
Indonesia. ( Kalangan Islamophobia )
Berbagai Upaya membenturkan Islam dengan Pancasila.
Selama 350 tahun Indonesia hidup dalam dunia penjahan, selama itu pula Umat Islam selalu
menjadi ancaman bagi Penjajah, akan tetapi tercatat dalam sejarah perjuangan umat Islam untuk
merdeka, selalu berbenturan dengan kepentingan oportunis yang lebih peduli dengan
kepentingan dirinya sendiri yang rela terjajah dan menjadi antek penjajah asal menguntungkan
dirinya.
Upaya untuk mengubah Pancasila agar berbenturan dengan keberadaan syariat Islam, selalu
dilakukan sejalan dengan de Islamisasi yang secara langsung ditusukkan kepada umat Islam.
Liberalisasi Islam yang juga disasarkan kedalam Liberalisasi Pancasila, Sinkretisasi Islam seiring
dengan degradasi Nilai Persatuan dan kesatuan kedalam tata nilai Kebhinnekaan.
Menempatkan Islam Kaffah kedalam pengertian Islam Radikal dalam berbagai rekayasa politik
dan kemudian membenturkannya dengan Islam Toleran hasil garapan sinkretisasi Islam dalam de
Islamisasi menempatkan Pancasila sebagai kontradiksi dengan Islam.
Amputasi terhadap Pancasila dan Transplantasi nilai-nilai asing liberal individualistic sekuler
kedalam Pancasila melalui sebuah amandemen yang dibiayai kepentingan asing, menjadikan
Pancasila kehilangan bentuknya. Dalam kondisi Pancasila yang telah kehilangan bentuknya
itulah secara otomatis Pancasila akan berbenturan dengan Islam.
Komunitas Penyelamat Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia.
Adalah kewajiban umat Islam Indonesia untuk mengembalikan Pancasila seperti saat Pancasila
ditetapkan sebagai Landasan Fundamental Ideologi Bangsa melalui sebuah kesepakatan para
Pendiri Negara dalam “PERJANJIAN LUHUR BANGSA INDONESI“ untuk membangun
sebuah Negara yang mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. dalam suatu Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan / Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai