Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan saling membutuhkan antara pelaku usaha
dengan konsumen, baik berupa pelaku usaha dan konsumen barang maupun jasa.
Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dari
transaksi dengan konsumen, sedangkan di sisi lain, konsumen berkepentingan untuk
memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Dengan
kata lain, konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan.

Dalam hubungan demikian, seringkali terdapat ketidaksetaraan antara keduanya di mana


secara umum konsumen berada pada posisi tawar menawar yang lemah, akibatnya menjadi
sasaran eksploitasi dari pelaku usaha atau produsen yang secara sosial dan ekonomi
memiliki posisi yang kuat. Untuk melindungi atau memberdayakan konsumen sangat
diperlukan adanya campur tangan pemerintah dan/atau negara melalui penetapan sistem
perlindungan hukum terhadap konsumen.

Dalam hal konsumen dirugikan oleh pelaku usaha, maka konsumen dapat menggunakan
haknya untuk mendapatkan ganti kerugian, apabila keadaan barang atau jasa yang dibelinya
tidak sebagaimana mestinya. Apabila pelaku usaha tidak mau bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan, maka hal ini akan terjadi sengketa
konsumen, yaitu sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang
dan/atau memanfaatkan jasa. Untuk penyelesaian sengketa konsumen, UUPK sendiri
membagi penyelesaian konsumen manjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa di luar
pengadilan yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, penyelesaian sengketa secara damai
oleh para pihak sendiri dan penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang, yaitu
sebagaimana diatur dalam pasal 49, yakni Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau BPSK
dengan menggunakan mekanisme melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase dan penyelesaian
sengketa melalui pengadilan

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan


mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan / atau mengenai tindakan tertentu untuk
menjamin tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Pola-
pola penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dikehendaki UUPK merupakan
pilihan yang tepat, karena jalan keluar yang dirumuskan berisikan penyelesaian yang
memuaskan kedua belah pihak yang sedang bersengketa

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah merupakan penyelesaian sengketa yang


efektif, hal inilah yang menjadi alasan mengapa konsumen membutuhkan
mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, dikarenakan upaya non litigasi prosesnya
sederhana, cepat dan biaya murah. Penyelesaian sengketa yang efektif diperlukan juga
dikarenakan konsumen umumnya, banyak yang enggan dan tidak mau memperjuangkan hak-
hak nya, karena terstigma oleh pengadilan prosesnya yang lama, biaya mahal serta belum tentu
menang, karena hasil dari pengadilan adalah menang-kalah. Pilihan penyelesaian sengketa di
luar pengadilan menjadi efektif karena ditinjau dari kasus yang ada adalah kasus yang
sederhana dan berskala kecil. Sedangkan pilihan penyelesaian sengketa melalui pengadilan
dapat menjadi efektif, bila kasus yang diajukan adalah kasus yang rumit dan berskala besa

Berkaitan dengan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaiman diatur dalam


UUPK pasal 45 melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen, di
Indonesia sendiri ada beberapa lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen
yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau BPSK, Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia atau YLKI

Indonesia memiliki Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang didirikan


tingkat Kabupaten untuk menyelesaikan sengketa konsumen. Dalam Pasal 23 UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”) mengatur bahwa konsumen dapat
mengajukan gugatan pada pelaku usaha melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau
ke badan peradilan. Jadi sebagai bentuk perlindungan dari negara, konsumen diberi kebebasan
sesuai dengan kemampuan untuk menyelesaikan sengketanya dengan pelaku usaha melalui
jalur pengadilan maupun diluar pengadilan seperti quasi peradilan yang bernama BPSK

Dibentuknya BPSK sangat membantu konsumen terutama dalam hal prosedur beracara
yang mudah, cepat, tanpa biaya karena segala biaya yang timbul sudah dibebankan kepada
APBD masing-masing Kabupaten/Kota sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Prosedur penyelesaiannya pun tidak rumit harus
menggunakan dalil-dalil hukum yang kaku. Konsumen / pengadu dapat mengajukan gugatan
tertulis maupun tidak tertulis tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
Jadi, penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK tidak perlu persetujuan kedua belah
pihak untuk memilih BPSK sebagai forum penyelesaian sengketa.
UPAYA HUKUM BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN

DI SUSUN OLEH:

MUH. FATUR FARDIAN B11116521


RIESWANDO DWI WIRANTO B11116526
A. AMIEN KASHOGI B11116565
IRANDA AISYIAH IDRUS B11116576
MUH. ASKIN ALI B11116582
MUH. AZHARI MUSTAQIM B11116590
A. NANDA JEIHAN FATIHAH M B11116592
PUTRI SAKIAH KHAERUNNISA B11116598

FAKULTAS HUKUM
UNVIERSITAS HASANUDDIN
2019

Anda mungkin juga menyukai