Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS EC.


BRONKOPNEUMONIA DAN ISPA

Disusun oleh :

Chairunnisa Kurnia Permata


110.2010.055

Pembimbing :
Fadillah ,dr, SpA, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DR. DRADJAT PRAWIRANEGARA SERANG
2016
BAB I
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Anak KHP Agama : Islam
Tanggal Lahir : 09 Mei 2010 No. RM : 23.57.64
Usia : 6 tahun 1 bulan Masuk RS : 07 Juni 2016
Jenis Kelamin : Laki-laki Keluar RS : 12 Juni 2016
Alamat : Kampung Tengkurak, Tirtayasa

Ayah Ibu
Nama Tn. M Ny. S
Usia 39 tahun 34 tahun
Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Agama Islam Islam
Pendidikan Tamat SMK Tamat SMA
Gaji/bulan Sekitar Rp.2.400.000,- -
Address Kampung Tengkurak, Tirtayasa

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui alloanamnesis terhadap orang tua pasien pada
tanggal 07 Juni 2016, di bagian IGD RSUD Serang.

A. Keluhan Utama
Kejang sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS dibawa orang tuanya dengan keluhan kejang
sejak 1 hari smrs. Kejang sebanyak 1 kali, terjadi tiba-tiba saat pasien sedang
tertidur, saat kejang tangan dan kaki kelojotan, gigi nampak seperti menggigit-
gigit dan mata tertutup, kejadian ini berlangsung selama sekitar 30 menit
sebelum akhirnya tiba di puskesmas. Saat di puskesmas, suhu pasien mencapai

1
40°C dan diberi obat kejang melalui anus sebanyak 2 kali lalu kejang berhenti
dan pasien tertidur.

Ibu pasien mengatakan sejak 3 hari ini pasien mengeluh batuk pilek,
panas dan sakit tenggorokan. Pasien sempat dibawa ke bidan dan diberi obat
oleh bidan (orang tua pasien tidak tahu nama obatnya), namun keluhan tidak
membaik sampai akhirnya terjadi kejang. Keluhan lain seperti muntah, diare,
mimisan, gusi berdarah, BAB hitam, keluar cairan dari telinga disangkal. Pasien
belum BAB sejak 2 hari smrs. BAK tidak ada keluhan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang bila demam (+)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang karena panas pada keluarga : (+) ayah
Riwayat epilepsi : (-)

E. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ayah : sehat
Ibu : sehat

F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal


Ibu pasien tidak pernah memeriksakan kehamilan ke fasilitas kesehatan.
Keluhan selama kehamilan: tidak ada.
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : tidak ada.

G. Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir di rumah, spontan per vaginam ditolong oleh paraji, saat lahir
langsung menangis dan tidak ditimbang, usia kehamilan 9 bulan.

2
H. Riwayat Postnatal
Ibu pasien ke puskesmas untuk menimbang berat badan pasien dan
mendapat imunisasi, namun tidak rutin.
I. Imunisasi
Jenis I II III IV
1. BCG 1 bulan - - -
2. DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
3. Polio 2 hari 2 bulan 3 bulan 4 bulan
4. Campak 9 bulan - - -
5. Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan -

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes, tidak sesuai IDAI 2010

J. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan


Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Berdiri sendiri : 11 bulan
Berjalan : 13 bulan
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 3 bulan
Berkata (tidak spesifik) : 8 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 3 bulan
Personal sosial
Tersenyum : 2 bulan
Mulai makan : 6 bulan
Tepuk tangan : 9 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

3
K. Riwayat Makan Minum Anak
1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan ASB, frekuensi minum ASI dan
ASB tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih
dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.
2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan
diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu
potong (siang hari).
3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur
hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi
masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.
4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan
sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali
sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk
jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

L. Riwayat Keluarga Berencana :


Ibu pasien mengikuti program KB pil hormonal.

M. Pohon Keluarga

II

III An. KHP, ♂, 6th 1 bln,


BB 19 kg, TB 76 cm

Pasien adalah anak ketiga. Ayah dan ibu menikah satu kali saat masing-masing berusia
26 tahun dan 21 tahun. Riwayat keluarga dengan riwayat kejang demam (+) pada ayah
pasien.

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : sedang
Derajat kesadaran : kompos mentis
Tanda vital
Nadi : 108 x/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 40.5°C (per axila)
Status Antropometri
BB : 19 kg
TB : 108 cm
LK : 49 cm
Status Gizi : kesan gizi baik (WHO, 2010)
BMI / U : 19 / (1.08)² = 16.3 (0 SD sampai dengan 1 SD)

Kepala : Bentuk normocephal, UUB sudah menutup


Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (+/+) warna kehijauan
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga : Bentuk normal, sekret(-/-).
Tenggorok : Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T1-T1 , faring hiperemis (+)
Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Toraks : simetris kanan kiri, retraksi (-)
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah: SIC IV LPSD
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

5
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan =kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kembali cepat.
Urogenital : dalam batas normal
Ekstremitas :
Akral dingin - - Sianosis
- -
- - - -
Oedem Wasting
- - - -
- - - -

ADP teraba kuat


CRT <2”

Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan
Sensorik : Belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)
R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)

6
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky :(-/-)
R. Chaddock :(-/-)
R. Oppeinheim : ( - / - )
Meningeal Sign : Kaku kuduk :(-)
Brudzinsky I :(-)
Brudzinsky II :(-)
Kernig sign :(-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Lab Hematologi Rutin (06 Juni 2016)

Parameter Hasil Nilai Normal


Haemoglobin 11,8 g/dL 10.8 - 15.6 g/dL
Leukosit 11.100/µL 4.400 – 11.000/µL
Hematokrit 36.9 % 33.0 – 45.0 %
Trombosit 281.000/ µL 150.000 – 440.000/µL
GDS 118 mg/dL 60 - 100 mg/dL
Kesan : Leukositosis

 Pemeriksaan CT SCAN Kepala Non-kontras (06 Juni 2016)


Perifer cortical sulci dan giri baik Tak tampak midline shift

Sistem ventrikel dan sisterna tidak Infra tentorial, tak tampak lesi pada
melebar pons cerebellum dan daerah CPA
Tidak tampak lesi hipodens/hiperdens Tak tampak kelainan pada sella dan
pada parenkim serebri parasella
Sinus etmoid, frontal dan sfenoid Tulang-tulang kalvaria baik
cerah
Kesan : Tidak tampak pendarahan, infark maupun sol intrakranial

 Pemeriksaan Foto Toraks PA (07 Juni 2016)


Cor : CTR < 50%, aorta normal

7
Pulmo : tampak infiltrat di perihiler dan parakardial bilateral
Hilus tak menebal
Kedua sinus dan diafragma normal
Tulang dan jaringan lunak baik
Kesan : Bronkopneumonia

V. RESUME

Sekitar 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien demam tinggi disertai
batuk dan pilek, sudah sempat berobat ke bidan namun tidak membaik.
Kemudian 1 hari sebelum masuk RS pasien kejang kelojotan seluruh tubuh
selama 30 menit hingga tiba di puskesmas, pasien diberikan obat melalui anus
kemudian kejang berhenti dan pasien tertidur. Pasien dirujuk ke RSUD Serang.

Pasien punya riwayat kejang bila demam, di keluarga pasien ada yang
memiliki riwayat serupa yaitu ayah pasien. Riwayat imunisasi dasar lengkap dan
sesuai Depkes. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan baik sesuai usia.
Riwayat pemeliharaan prenatal kurang baik. Riwayat kelahiran, lahir spontan
dengan usia kehamilan 9 bulan, pemeliharaan postnatal baik.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, komposmentis dan


gizi kesan baik, nadi 108 x/menit, RR 30x/menit, suhu 40.5°C (per axila),
Pemeriksaan tenggorok didapat faring hiperemis, terdapat ronkhi pada kedua
lapang paru. Pemeriksaan laboratorium tanggal 06 Juni 2016 didapatkan kesan
leukositosis, pemeriksaan CT Scan Kepala Non kontras tanggal 06 Juni 2016
didapatkan kesan normal, pemeriksaan rontgen toraks PA tanggal 07 Juni 2016
didapatkan infiltrat di perihiler dan parakardial bilateral.

VI. DIAGNOSIS BANDING


 Kejang Demam Kompleks
 Epilepsi
 Infeksi Intrakranial
 Gangguan Elektrolit

8
 Bronkopneumonia
 ISPA

VII. DIAGNOSIS KERJA


1.) Kejang Demam Kompleks
2.) Bronkhopneumonia
3.) ISPA

VIII. PENATALAKSANAAN

NON – FARMAKOLOGIS FARMAKOLOGIS


Oksigen 3 LPM via nasal canule Ampisilin 4x 650 mg, iv
Pasien dipuasakan, dipasang NGT Cefotaxime 3x 850 mg, iv
IVFD di tangan kanan DS ½ NS 13 tpm Ranitidine 2x 20 mg, iv
Monitoring : Keadaan umum pasien, Fenitoin dosis inisial 350 mg
tanda-tanda vital, balance cairan tiap 8 jam bolus pelan, rumatan 2x 40 mg,
dan awasi timbulnya kejang berulang iv
Edukasi orang tua untuk memberi kompres Jika kejang = Diazepam 2x 7mg,
hangat jika panas dan menerangkan kondisi iv
pasien. Dexametason 3x ½ ampul
Paracetamol 200 mg / 6-8 jam, iv
Ambroxol 3x ½ cth p.o

IX. PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad malam

9
FOLLOW UP

08/06/2016 Demam (-), kejang (-), batuk pilek (+), BAB cair (-), pasien belum
S
Ranap hari BAB sejak 3 hari SMRS, tidak nafsu makan (+)
ke -1 Kesadaran = Compos mentis
(sakit hari Frekuensi Nadi = 102 x/mnt
ke-5) Frekuensi Nafas = 24 x/mnt
Suhu (aksial) = 37.6˚C
O
THT : faring hiperemis, sekret nasal +/+ warna kehijauan
Toraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1/S2, reguler
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
ISPA dengan Bronkopneumonia
A
Pasca Kejang Demam Kompleks
FARMAKOTERAPI NON-FARMAKOTERAPI
Cefotaxime 3x 850 mg, iv KN2A 11 tetes mikro/menit
Ampisilin 4x 650 mg, iv Pemberian susu 6x50 cc via NGT
Ranitidine 2x 20 mg, iv
P
Dexametason 3x ½ ampul
Fenitoin dosis rumatan 2x 40 mg, iv
Paracetamol 200 mg / 6-8 jam, iv
Ambroxol 3x ½ cth p.o
09/06/2016 Demam (+), kejang (-), batuk pilek (+), BAB cair (-), pasien belum
S
Ranap hari BAB sejak 4 hari SMRS, tidak nafsu makan (+), lemah (+)
ke-2 Kesadaran = Compos mentis
(sakit hari Frekuensi Nadi = 110 x/mnt
ke-6) Frekuensi Nafas = 24 x/mnt
Suhu (aksial) = 38.8˚C
O
THT : faring hiperemis, sekret nasal +/+ warna kehijauan
Toraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1/S2, reguler
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
ISPA dengan Bronkopneumonia
A
Pasca Kejang Demam Kompleks
FARMAKOTERAPI NON-FARMAKOTERAPI
Cefotaxime 3x 850 mg, iv KN2A 11 tetes mikro/menit
Ampisilin 4x 650 mg, iv Pemberian susu 6x50 cc via NGT
Ranitidine 2x 20 mg, iv
P
Dexametason 3x ½ ampul
Fenitoin dosis rumatan 2x 40 mg, iv
Paracetamol 200 mg / 6-8 jam, iv
Ambroxol 3x ½ cth p.o
10/06/2016 Demam (+), kejang (-), batuk pilek (+), BAB cair (-), pasien belum
S
Ranap hari BAB sejak 5 hari SMRS, tidak nafsu makan (+), lemah (+)

10
ke-3 Kesadaran = Compos mentis
(sakit hari Frekuensi Nadi = 110 x/mnt
ke-7) Frekuensi Nafas = 24 x/mnt
Suhu (aksial) = 38.0˚C
O
THT : faring hiperemis, sekret nasal +/+ warna kehijauan
Toraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1/S2, reguler
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
ISPA dengan Bronkopneumonia
A
Pasca Kejang Demam Kompleks
FARMAKOTERAPI NON-FARMAKOTERAPI
Cefotaxime 3x 850 mg, iv KN2A 11 tetes mikro/menit
Ampisilin 4x 650 mg, iv Diit makanan lunak ½ porsi dewasa
Ranitidine 2x 20 mg, iv
P
Dexametason 3x ½ ampul
Fenitoin dosis rumatan 2x 40 mg, iv
Paracetamol 200 mg / 6-8 jam, iv
Ambroxol 3x ½ cth p.o
11/06/2016 Demam (+), kejang (-), batuk pilek (+), BAB cair (-), pasien belum
S
Ranap hari BAB sejak 6 hari SMRS, lemah (+)
ke-4 Kesadaran = Compos mentis
(sakit hari Frekuensi Nadi = 100 x/mnt
ke-8) Frekuensi Nafas = 22 x/mnt
Suhu (aksial) = 37.9˚C
O
THT : faring hiperemis, sekret nasal +/+ warna kehijauan
Toraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1/S2, reguler
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
ISPA dengan Bronkopneumonia
A
Pasca Kejang Demam Kompleks
FARMAKOTERAPI NON-FARMAKOTERAPI
Cefotaxime 3x 850 mg, iv KN2A 11 tetes mikro/menit
Ampisilin 4x 650 mg, iv Diit makanan lunak ½ porsi dewasa
Ranitidine 2x 20 mg, iv
P
Dexametason 3x ½ ampul
Fenitoin dosis rumatan 2x 40 mg, iv
Paracetamol 200 mg / 6-8 jam, iv
Ambroxol 3x ½ cth p.o
12/06/2016 Demam (-), kejang (-), batuk pilek (-), BAB cair (-), pasien belum
Ranap hari S BAB sejak 7 hari SMRS, lemah (+)
ke-5 PASIEN MEMINTA PULANG PAKSA

11
(sakit hari Kesadaran = Compos mentis
ke-9) Frekuensi Nadi = 98 x/mnt
Frekuensi Nafas = 22 x/mnt
Suhu (aksial) = 36.8˚C
O
THT : faring hiperemis
Toraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1/S2, reguler
Pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
ISPA dengan Bronkopneumonia
A
Pasca Kejang Demam Kompleks
FARMAKOTERAPI NON-FARMAKOTERAPI
Pyxime 2x 4 ml, p.o Diit makanan lunak ½ porsi dewasa
Fenitoin 2x 30 mg, p.o Edukasi orang tua agar segera
P
Paracetamol syr 3x II cth membawa anak ke faskes terdekat
bila kejang berulang

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM
1.) DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan
demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada
riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam


adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan
dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1
bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti


meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan
kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20%
kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul
pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih

13
sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6
bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia
6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10

3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.

b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain
itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,
kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-
kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6

Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan


neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam
keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang
demam kompleks. 5,6

14
5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik.

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase
yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :


a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.9

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium

15
maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada
kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang


demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya


kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi
yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9

6. MANIFESTASI KLINIS

16
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh
infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam
24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan
berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit,
gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih
atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.1,9,10

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak


memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian
anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam
yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4

7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya, seperti seperti meningitis,
ensefalitis, trauma kepala, ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab
kejang akut lainnya.

b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda


peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6

17
c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5
2.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan
dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak
rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal. 5
3.) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil
edema.5

8. DIAGNOSIS BANDING

18
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan
klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak
menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika
maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2

9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena
adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan–lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang
praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam
rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk
anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3
tahun.5

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,


dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih
tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan
Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus


dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5

19
b. Pemberian obat pada saat demam

1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat
dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan.2,3,5

2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-
39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumatan


1. Indikasi Pemberian obat Rumatan
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan
ciri sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal

20
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua
kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.5

2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumatan


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan
bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil
kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-
40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari
dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas
kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5

10. EDUKASI PADA ORANG TUA

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.4,5

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang


a. Tetap tenang dan tidak panik.

21
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih .5

11. VAKSINASI

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena
vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki
kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada
umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan
berulang pada imunisasi berikutnya.

Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak
yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun
setelahnya.5,7 Sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko
meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan
diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT
atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat
vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5

12. PROGNOSIS

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah


dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif

22
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9

BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan
NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek samping aritmia dan hipotensi.6

23
BAB III
ANALISIS KASUS

Diagnosis yang ditegakkan pada pasien adalah kejang demam kompleks ec.
Bronkopneumonia dan ISPA.

1. Diagnosis Bronkopneumonia pada kasus ini ditegakkan berdasarkan :


a. Anamnesis
- Batuk berdahak yang sulit dikeluarkan
- Demam tinggi mendadak
- Sesak nafas (orang tua tidak menyadari pasien sesak ringan)
b. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan tenggorok nampak faring hiperemis
- Suhu per aksilar 40.5 oC
- Meskipun tidak nampak retraksi otot nafas dan pernafasan cuping hidung,
namun frekuensi nafas pasien 30x/menit
- Auskultasi paru terdengar suara ronkhi bilateral
c. Pemeriksaan Penunjang
- Hasil lab darah rutin menunjukkan leukositosis
- Hasil rontgen toraks PA menunjukkan infiltrat bilateral pada perihiler dan
parakardial bilateral paru

2. Diagnosis kejang demam kompleks pada kasus ini ditegakkan berdasarkan :


a. Anamnesis
- Panas yang mendadak tinggi
- Dalam 24 jam setelah panas, muncul kejang (1 kali, lama kejang 30 menit,
kejang berhenti setelah diberi obat dari anus, pasien tertidur setelah kejang)
- Riwayat dulunya pasien pernah kejang bila demam
- Riwayat ayah pasien kejang demam
b. Pemeriksaan fisik
Diperoleh suhu aksila 40.5oC, tidak didapatkan reflek patologis maupun tanda
rangsang meningeal.

24
c. Pemeriksaan Penunjang
- Hasil lab darah rutin menunjukkan leukositosis, kemungkinan penyebab
kejang demam adalah infeksi pada bronkus dan paru-paru.
- Hasil CT Scan Kepala Non-Kontras kesan tidak ada kelainan

3. Diagnosis ISPA pada kasus ini ditegakkan berdasarkan :


a. Anamnesis
- Batuk berdahak yang sulit dikeluarkan
- Sakit tenggorokan
- Pilek dengan ingus warna kehijauan
b. Pemeriksaan fisik
- Auskultasi paru terdengar ronkhi pada kedua lapang paru yang merupakan
slem / lendir mukus
- Pemeriksaan tenggorok didapatkan faring hiperemis
- Nampak sekret keluar dari kedua nares nasal, warna kehijauan
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil lab darah rutin menunjukkan leukositosis, kemungkinan infeksi pada
bronkus dan paru-paru merupakan penyebaran dari infeksi pada saluran nafas
atas.

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan parasetamol 200 mg parenteral


untuk mengatasi demam, selain itu diberikan juga antibiotik empiris berupa
kombinasi ampisilin 4x650 mg dengan cefotaxim 3x850 mg untuk mengeradikasi
kuman penyebab infeksinya. Kemudian untuk kejangnya diberikan fenitoin dosis
inisial 350 mg dilanjutkan dosis rumatan 2x 40 mg parenteral, selain itu
dipersiapkan diazepam parenteral 2x7 mg jika terjadi kejang. Pemberian diazepam
ini digunakan sebagai obat potong kejang.

Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa
kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien
harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas.
Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan

25
resiko berulangnya kejang. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 sampai 2 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai