Anda di halaman 1dari 4

SKENARIO II

Badan terasa dingin

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke IGD dengan keluhan sejak 1 minggu badan terasa dingin, yang dirasakan setiap
hari, kadang disertai menggigil. Keluhan ini disertai buang air kecil berwarna keruh. Penderita baru pulang dari KKN di Jepara
selama 1 bulan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan suhu tubuh 39,2 derajat celcius, denyut nadi 110x/menit, tekanan darah
130/80 mmHg, pernapasan 20x/menit, ada petechiae di lengan atas, hepatosplenomegali. Kemudian dokter merencanakan
pemeriksaan rutin, Dengue Blot, Lepto Tek Dri Dot, Tubex, serta pemeriksaan darah hapus tebal dan tipis. Pasien dan keluarga
diberikan edukasi tentang diagnosis banding pasien saat itu, kemungkinan penyebabnya, kemungkinan hasil laboratorium,
tindakan yang akan dilakukan dan tatalaksana awal.

JUMP 1

 Petechiae : tiny, circular, non-raised patches that appear on the skin or in a mucous or serous membrane, often look
like a rash
 Dengue Blot : test to confirm dengue virus infection
 Lepto Tek Dri Dot : new card agglutination test for the rapid diagnosis of leptospirosis
 Tubex : tes darah untuk mengecek tipes
 Pemeriksaan darah hapus tebal dan tipis :
o Sediaan darah apus tipis : bisa mengamati parasit sampai tingkat spesies namun parasite yang teramati
jumlahnya hanya sedikit dan memerlukan waktu lebih lama untuk terdiagnosa.
o Sediaan darah tetes tebal : dapat mendeteksi secara cepat dan dalam jumlah banyak namun tidak bisa
mendeteksi parasite sampai ke tingkat spesies

JUMP 2

1. Patofisiologi terjadinya demam


2. Kemungkinan agen penyebab infeksi pada scenario
3. Respon tubuh terhadap masuknya agen infeksi
4. Perjalanan penyakit demam berdarah dengue, demam thyfoid, leptospirosis, dan malaria
5. Manifestasi klinis penyakit infeksi pada scenario
6. Diagnosis banding demam pada scenario
7. Prinsip terapi infeksi demam berdarah dengue dengan infeksi sekunder demam thyfoid

JUMP 3

1. Patofisiologi demam
a. [Guyton, p.898] Demam adalah kondisi dimana temperature tubuh di atas range normal, demam dapat
disebabkan karena abnormalitas otak atau substansi beracun yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu.
Banyak substansi (PIROGEN) yang dapat menaikkan setpoint dari thermostat hipotalamus. Pirogen
dilepaskan dari bakteria yang beracun atau dari degenerasi jaringan tubuh, pirogen inilah yang
menyebabkan demam.
i. Mekanisme pirogen dapat menyebabkan demam : Bakteri atau breakdown products dari bacteria
difagosit oleh leukosit, makrofag atau large granular killer lymphocyte. Semua sel itu mencerna
bacterial products dan melepaskan substansi berupa IL-1 (leukocyte pyrogen/endogenous
pyrogen). Kemudian IL-1 menimbulkan demam dengan cara membentuk prostalglandin E2 atau
substansi yang serupa. Prostalglandin E2 ini berfungsi untuk memberi sinyal pada hipotalamus
yang menginduksi reaksi demam. Ketika seseorang diberikan antipiretik, pembentukan
prostalglandin dari asam arakhidonat dihalangi sehingga manifestasi demam hilang atau
berkurang.
ii. Mekanisme lesi otak dapat menyebabkan demam : prosedur operasi atau lesi otaknya sendiri
merusak hipotalamus sehingga pengaturan suhunya kacau
2. Kemungkinan agen infeksi pada scenario [Kapita Selekta, p. 716]
a. Virus dengue (anggota genus Flavivirus) yang merupakan anggota genus Flavivirus yang terdiri dari 4
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. DEN-3 merupakan serotipe terbanyak di Indonesia yang
ditularkan melalui gigitan vector nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ke tubuh manusia dengan
masa inkubasi 4-10 hari.
b. Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi, pada daerah endemic penularannya melalui air yang tercemar
sedangkan pada daerah non endemic melalui makanan yang tercemar
c. Leptospira interrogan dari genus Leptospira dan famili treponemataceae. L. interrogans dibagi menjadi
beberapa serogrup dan serovarian yang menyerang manusia adalah L. icterohaemorrhagica dengan
reservoir tikus, L. canicola dengan reservoir anjing dan L.pomona dengan reservoir babi dan sapi.
d. Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Fase seksual
eksogen (sporogoni) plasmodium hidup dalam badan nyamuk Anopheles betina sebagai hospes definitive
sedangkan fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh manusia. Plasmodium knowlesi di Kalimantan dan dapat
ditularkan oleh nyamuk dari kera ke manusia.
3. Respon tubuh terhadap masuknya agen infeksi [Pathophysiology of Disease p. 66]

4. Perjalanan penyakit [Kapita Selekta, p. 717]


a. Demam berdarah
i. Terdapat 3 sistem organ yang diperkirakan berperan penting dalam pathogenesis DD/DBD yakni
system imun, hati dan sel endotel pembuluh darah.
ii. Virus dengue diinjeksikan oleh nyamuk Aedes ke aliran darah -> Mengenai sel epidermis dan
dermis sehingga menyebabkan Sel Langerhaans dan keratinosit terinfeksi -> Sel yang terinfeksi
bermigrasi ke nodus limfe -> Makrofag dan monosit direkrut dan menjadi target infeksi berikutnya
-> Amplifikasi infeksi dan virus yang tersebar melalui darah (viremia primer) -> Viremia primer
menginfeksi makrofag jaringan beberapa organ seperti limpa, sel hati, sel stromal, sel endotel dan
sumsum tulang (Infeksi makrofag, hepatosit, dan sel endotel mempengaruhi hemostasis dan
respon imun pejamu/inang terhadap virus dengue) -> Sel-sel yang terinfeksi kebanyakan mati
melalui apoptosis dan hanya sedikit yang melalui nekrosis -> Nekrosis mengakibatkan pelepasan
produk toksik yang mengaktivasi system fibrinolitik dan koagulasi -> Luasnya infeksi di sumsum
tulang dan kadar IL-6, IL-8, IL-10 dan IL-18 menyebabkan penurunan tromogenisitas darah, produk
toksik juga menyebabkan koagulasi dan konsumsi trombosit sehingga terjadi trombositopenia
 Intinya : tingginya kadar virus dengue dalam darah, trombositopenia, disfungsi
trombosit dan tropisme sel endotel terhadap virus dengue menyebabkan munculnya
manifestasi petekie, memar dan pendarahan mukosa saluran cerna.
b. Demam Tifoid
i. S. typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar-> sebagian
kuman dihancurkan oleh asam lambung dan sebagian masuk ke usus halus mencapai Peyer’s
patch -> S. typhi memiliki fimbria khusus yang dapat menempel pada lapisan epitel dari Peyer’s
patch sehingga bakteri dapat difagositosis -> Setelah menempel, bakteri memproduksi protein
yang dapat mengganggu lapisan brush border usus dan memaksa sel usus untuk membentuk
kerutan membrane yang akan melapisi bakteri dalam vesikel -> Bakteri dalam vesikel akan
menyebrang melewati sitoplasma sel usus dan dipresentasikan ke makrofag (Kuman memiliki
berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari serangan system imun seperti polisakarida
kapsul Vi, penggunaan makrofag sebagai kendaraan dan gen Salmonella pathogenicity island-2
(SPI-2) -> setelah sampai di kelenjar getah bening mesenterika, kuman kemudian masuk ke aliran
darah melalui ductus toraksikus sehingga terjadi bacteremia (kondisi dimana bakteri berada di
aliran darah) pertama yang asimtomatik.
 S.typhi juga bersarang dalam system retikuloendotelial terutama hati dan limpa dimana
kuman meninggalkan sel fagosit, berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi
sehingga terjadi bacteremia kedua dengan gejala sistemik
 S.typhi juga menghasilkan endotoksin yang berperan dalam inflamasi lokal, merangsang
pelepasan zat pirogen (bikin demam), dan leukosit jaringan yang menyebabkan
kemunculan demam dan gejala sistemik lain.
 Pendarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar Peyer’s
patch.
c. Leptospirosis
i. Infeksi dimulai ketika terjadi kontak kulit atau selaput lendir manusia yang luka dengan air, tanah
atau lumpur yang tercemar air kemih binatang yang terinfeksi leptospira, dapat pula tercemar
dengan leptospira jika meminum air yang tercemar dengan leptospira -> Leptospira yang masuk
menyebar ke organ dan jaringan melalui darah, leptospira dapat melakukan multiplikasi sehingga
leptospira dapat terdeteksi dalam darah maupun cairan serebrospinal -> Leptospira dapat
mencederai pembuluh darah kecil yang dapat menyebabkan ekstravasasi (rembesan fluida dari
tempat penampungnya) sel dan pendarahan, vasculitis (peradangan pembuluh darah yang
menyebabkan perubahan pada dinding pembuluh darah seperti penebalan, penyempitan,
pelemahan dan munculnya bekas luka) merupakan manifestasi klinis leptospirosis -> system imun
humoral dan seluler akan bekerja sehingga leptospira dieliminasi dari tubuh kecuali pada ginjal,
mata dan otak dimana pada ketiga organ ini leptospira dapat bertahan selama beberapa minggu
atau bulan.
d. Malaria
i. Trias malaria : keadaan menggigil, demam, keluar keringat yang banyak
 Demam : demam periodic berkaitan dengan pecahnya skizon matang (sporulasi) yang
mengeluarkan berbagai antigen -> Antigen merangsang sel makrofag, monosit dan
limfosit yang memproduksi sitokin seperti TNF (Tumor Necrosis Factor) -> TNF akan
dibawa ke pusat pengaturan suhu tubuh yaitu hipotalamus. Demam pada P. falciparum
dapat terjadi setiap hari, P. vivax/ovale dapat terjadi setiap 3 hari (tertiana) dan P.
malariae dapat terjadi setiap 4 hari (kuartana).
 Splenomegali : gejala malaria kronik dimana limpa mengalami kongesti, menghitam
dan mengeras karena timbul penghancuran parasite, pigmen, sel radang dan jaringan
ikat.
 Anemia : pecahnya eritrosit, pada P. falciparum yang menginfeksi semua jenis eritrosit,
menyebabkan penurunan masa hidup eritrosit dan gangguan pembentukan eritrosit
akibat depresi eritropoesis dalam sumsum tulang, P. vivax/ovale yang menginfeksi
eritrosit muda.
ii. Patogenesis malaria berat
 Eritrosit terinfeksi -> mengalami sekuestrasi (menjadi tempat lepasnya bagian yang
mati), sitoaderensi (perlekatan antara eritrosit matur dengan permukaan endotel
vaskuler yang menyebabkan eritrosit matur tidak lagi beredar dalam sirkulasi), rosetting
(mengelompoknya eritrosit matur), hal ini menyebabkan obstruksi sirkulasi.
5. Manifestasi klinis [Kapita Selekta, p. 718]
a. Demam berdarah
i. Demam bifasik yang muncul tiba-tiba
ii. Mual muntah
iii. Ruam kulit
iv. Nyeri kepala serta nyeri otot dan tulang. Nyeri kepala dapat menyeluruh atau terpusat pada
supraorbital dan retroorbita. Nyeri otot terutama pada tendon dan otot perut apabila ditekan
v. Gangguan pada mata : pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi dan fotofobia
vi. Tanda bahaya : nyeri perut, muntah persisten, akumulasi cairan yang dapat terlihat pada
pemeriksaan fisis, pendarahan mukosa, letargi, pembesaran hepar >2 cm dan peningkatan
hematocrit bersmaan dengan penurunan jumlah trombosit
b. Demam tifoid
i. Pada minggu pertama, muncul tanda infeksi akut seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi, atau diare, perasaan tidak nyaman di perut, batuk dan
epistaksis. Demam yang terjadi berpola seperti anak tangga dengan suhu makin tinggi dari hari ke
hari, lebih rendah pada pagi hari dan lebih tinggi pada sore hari
ii. Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia relative, lidah tifoid
(kotor di tengah, tepi dan ujung berwarna merah disertai tremor), hepatomegali, splenomegaly,
meteorismus, gangguan kesadaran, dan yang lebih jarang berupa roseolae
c. Leptospirosis
i. Fase leptospiremia (4-9 hari)
 Leptospira ditemukan dalam darah dengan gejala demam mendadak, menggigil, nyeri
kepala terutama region frontal, myalgia, nyeri tekan otot (terutama m. gastrocnemius),
hiperestesia kulit, mual, muntah, diare, penurunan kesadaran
ii. Fase imun
 Setelah demam 7 hari akan diikuti keadaan bebas demam 1-3 hari sebelum kemudian
demam kembali. Ditandai dengan peningkatan titer antibody, demam hingga 40 derajat
celcius, menggigil, kelemahan umum, nyeri leher, perut, otot kaki, kerusakan ginjal, hati,
uremia, icterus, pendarahan (epistaksis, injeksi konjungtiva, pendarahan gusi). Pada fase
ini dapat terjadi meningitis.
d. Malaria
i. SSP : delirium, disorientasi, stupor, koma, kejang, gangguan neurologis local
ii. GIT : muntah, diare hebat, pendarahan, malabsorpsi
iii. Ginjal : nekrosis tubular akut, hemoglobinuria
iv. Hati : icterus, billous remittent fever dengan muntah hijau empedu
v. Paru : edema paru
vi. Lain-lain : anemia, malaria hiperpireksia, hipoglikemia, black water fever.
6. Diagnosis banding demam pada scenario
DBD Demam Tifoid Leptospirosis Malaria
 Uji Widal :  Riwayat  Pada anamnesis
 Nyeri kepala, deteksi titer pekerjaan : di didapat trias
malaise, myalgia, antibody hutan, rawa, malaria (demam,
artralgia, dll terhadap S. sungai atau menggigil,
ditunjang dengan typhi dan S. petani keringat dingin),
pemeriksaan lab, paratyphi  Demam tiba- sakit kepala, mual,
paling tidak darah  Uji TUBEX : uji tiba, nyeri muntah, nyeri
perifer lengkap semikuantitatif kepala otot
(leukopenia kolometrik terutama  Riwayat
dengan atau untuk deteksi frontal, mata bepergian/tinggal
tanpa antibody anti S. merah, dll di daerah endemis
trombositopenia) typhi, hasil  Kultur : malaria
dan/atau tes positif specimen  Pemeriksaan
antigen dengue menunjukkan darah atau penunjang :
NS1 atau tes infeksi LCS pada fase sediaan darah
antibody dengue Salmonella leptospiremia tebal dan tipis
IgM (opsional) serogroup D untuk
 Diagnosis pasti : dan tidak menentukan ada
isolasi kultur virus spesifik untuk tidaknya
dan PCR S.typhi Plasmodium.
7. Prinsip terapi infeksi demam berdarah dengue dengan infeksi sekunder demam thyfoid [Kapita Selekta, p. 721]
a. Tata laksana DBD : secara umum adalah tirah baring/bed rest, pemberian cairan, medikametosa
simptomatik dan antibiotic hanya apabila terdapat infeksi sekunder
b. Tata laksana Tifus :
i. Istirahat dan perawatan untuk mencegah komplikasi
ii. Diet lunak dan terapi suportif (antipiretik, antiemetic, cairan yang adekuat)
iii. Antibiotik Kloramfenikol, Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Ampisilin, Amoxicillin, Seftriakson

Anda mungkin juga menyukai