Anda di halaman 1dari 14

5.

1 Skenario I

Sesak Napas semakin memberat

- Keluhan utama :
o sesak napas sejak 2 hari (di perberat oleh aktivitas, tidak dipengaruhi oleh cuaca dan
debu, nyaman pada posisi duduk).
o Sesak dari 1 th lalu(kronis eksaserbasi)
- Keluhan tambahan :
o Batuk + dahak kental kuning dan bertambah banyak dalam 2 hari ini. Batuk sudah
dirasakan 1 tahun yang lalu, kadang berdahak warna putih
o Nyeri dada (-),
o demam (-). Mual (-), muntah (-),
o buang air kecil dan air besar tidak ada keluhan
- Riwayat :
o Perokok berhenti 1 tahun lalu, 12 batang/hari 25 th
o Tukang parkir di jalan
o Mondok RS 1x setahun terakhir krn sesak
- Px fisik :
o Sadar
o tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 112 x/menit, frekuensi napas 28
x/menit, suhu 37,2 °C, saturasi oksigen 86% oksigen ruang
o inspeksi dada statis bentuk dada cerobong, tampak sela iga melebar, inspeksi
dinamis kanan dan kiri sama, retraksi dinding dada (+).
o palpasi didapatkan nyeri tekan dinding dada (-), krepitasi (-), fremitus raba dada
kanan dan kiri sama
o Perkusi didapatkan suara sonor pada kedua lapang paru
o Auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler pada kedua lapang paru, wheezing
ekspirasi pada kedua lapang paru
- Px penunjang
o Hb 13.5 g/dl, leukosit 12.400, hematokrit 35%, dan trombosit 251.000
o Radiologi
o Rencana spirometri bila kondisi sudah stabil dan edukasi lingkungan

A. JUMP I
o Saturasi O2 : presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri,
saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 100 %
o Dada cerobong : nama lain barrel chest. peningkatan diameter anteroposterior dinding
dadatampak seperti tabung. terjadi krn terjadi overinflasi udara di paru2 yg terjadi
secara kronis tulang rusuk melebar all the timetampak sprti kondisi inspirasi.
o Retraksi : penarikan dinding dada ke dalam/keadaan tertarik ke dalam
o Krepitasi : suara yg dihasilkan oleh gesekan dari segmen2 tulang
o Fremitus : terjadi karena getaran suara yang berasal dari laring menjalar ke bronkus
dan mengakibatkan paru dan dinding dada ikut bergetar.
o Wheezing ekspirasi : suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di
akhir ekspirasi
o Pemeriksaan spirometri : suatu pemeriksaan yang menilai fungsi terintegrasi mekanik
paru, dinding dada dan otot-otot pernapasan dengan mengukur jumlah volume udara
yang dihembuskan dari kapasitas paru total (TLC) ke volume residu.
B. JUMP II
o Mengapa sesak disertai bunyi ngik-ngik?
o Bagaimana mekanisme sesak napas diperberat dengan aktivitas?
o Bagaimana jika sesak dipengaruhi cuaca dan debu?
o Apa arti klinis adanya dahak? Apakah arti perbedaan warna dahak?
o Bagaimana hubungan keluhan pasien dengan riwayat merokok?
o Bagaimana hubungan keluhan pasien dengan pekerjaan tukang parkir?
o Interpretasi px fisik?
o Interpretasi px lab?
o Interpretasi px radiologi?
o Bagaimana prosedur spirometri?
o Kemungkinan DD?
o Bagaimana edukasi lingkungan?
C. JUMP III
PPOK
o Definisi : Menurut GOLD 2018, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit
umum, dapat dicegah dan diobati yang ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan
keterbatasan aliran udara yang disebabkan karena kelainan saluran napas dan/atau
alveolus. PPOK biasanya disebabkan oleh paparan signifikan terhadap partikel atau gas
berbahaya. Hambatan jalan napas pada PPOK disebabkan oleh obstruksi saluran napas
kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim paru (emfisema)
o COPD is an umbrella term that covers: Emphysema (loss of alveolar structure); Chronic
bronchitis (long-term inflammation of the airways and mucus hyper-secretion).
o Epidem : Data di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 (RISKESDAS),
prevalensi PPOK adalah sebesar 3,7%. Angka kejadian penyakit ini meningkat dengan
bertambahnya usia dan lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding perempuan(3,3%)
o Etiopatogenesis
 PPOK terjadi sekunder terhadap respons inflamasi abnormal pada paru yang
disebabkan terutama oleh rokok, tetapi bisa juga karena faktor genetik, polusi
udara, atau paparan terhadap gas-gas berbahaya lainnya
 Kronik iritan : rokok/partikel polutan  peningkatan makrofag, neutrophil dan
limfosit (Th1, th17) di saluran napas release mediator inflamasi inflamasi
dan remodelling jalan napas (penyakit jalan napas kecil), kerusakan alveoli, dan
penurunan elastisitas paru (destruksi parenkim), yang menyebabkan kolaps
jalan napas terutama selama ekspirasi(wheezing) Limitasi aliran udara
kronik
 Inflamasi paru lebih lanjut dieksaserbasi oleh stres oksidatif dan kelebihan
proteinase dalam paru, krn peningkatan sel inflamasi kronis di berbagai bagian
paru  proteinase  memediasi destruksi elastin(komponen jaringan ikat di
parenkim paru emfisema) kerusakan dan perubahan struktural akibat
cedera dan perbaikan berulang  kerusakan ttp berlangsung sesuai dengan
beratnya penyakit walaupun sudah berhenti merokok  perubahan patologis
terkait PPOK

o Patofisiologi :
 obstruksi jalan napas perifer  udara terperangkap dan mengakibatkan
hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas
residual fungsional, khususnya selama latihan dyspnea/sesak pada aktivitas
 Obstruksi jalan napas perifer juga menghasilkan ketidakseimbangan
VA/Q(ventilasi perfusi)
 Paparan rokok kronis dan polutan lain iritasi sal napas kronis  peningkatan
jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa  Hipersekresi mukus
 Hipersekresi mucus akibat dari batuk kronis (ciri bronchitis kronis) dan tdk
berhub dgn limitasi aliran udara.
 Patofisio terdiri dari inflamasi sal napas perifer dan penyempitan sal
napapenurunan aliran udaradestruksi dari alveoulus, bronkiolus terminal
dan pembuluh darah kapiler sekitar serta jaringan menambah penurunan
aliran udara+ penurunan kapasitas transfer udara. Derajat airflow limitation is
determined by the severity of inflammation, development of fibrosis within the
airway and presence of secretions or exudates. Penurunan aliran ekspirasi air
trapping, penurunan inspiratory capacity,  cause breathlessness (also
known as dyspnoea) on exertion and reduced exercise capacity.
 Abnormalities in gas transfer occur due to kerusakan of alveolar structure and
pulmonary vascular bed  reduced /ventilation Low blood oxygen levels
(hypoxaemia) and raised blood carbon dioxide levels (hypercapnia)
o Faktor risiko :
 perokok, Presence of smoke particles in the lungs leads to an inflammatory
response with increased macrophage and neutrophil infiltration into the
lungs. These immune cells release cytokines, chemokines and elastases,
which damages the lung parenchyma over time.
 Genetik  defisiensi alpha-1 antitrypsin, protein yang berperan menjaga
elastistisitas paru.
 Polusi udara/paparan terhadap partikel berbahaya,
 Tumbuh kembang paru yang kurang optimal, Status sosioekonomi yang
rendah , Riwayat penyakit respirasi (terutama asma) , Riwayat PPOK atau
penyakit respirasi lain di keluarga , Riwayat eksaserbasi atau pernah dirawat
di RS untuk penyakit respirasi

 So2 : dari pembakaran bahan bakar fosil; minyak bumi, batubara dan industry
bertahan di sal napas atas krn bereaksi dgn air di mukosa
 No2 : pembakaran minyak tdk sempurna  kerusakan silia, gangguan sekresi
mucus dan fungsi makrofag alveolar,gang imunitas humoral
 Ozon : reaksi NO dan bahan organic (ada pd gas buangan kendaraan bermotor)
 perubahan morfologi sal napas, hiperplasi sel epitel alveolar, gang bronkus
terminal
 3 zat itu + partikulat (debu dll)penurunan faal paru

o Dx :

 Anamnesis : sesak napas, peningkatan usaha bernapas, rasa berat saat


bernapas, atau gasping, batuk - biasanya kronik (dengan atau tanpa disertai
dahak), mudah lelah, dan terganggunya aktivitas fisik
 Px fisik : awal tdk ada kelainan, tp pada PPOK berat  mengi/wheezing dan
ekspirasi memanjang. Tanda hiperinflasi : barrel chest, sianosis, kontraksi otot-
otot aksesori pernapasan.
 Bronkitris kronis adalah suatu kondisi peradangan jangka panjang saluran napas
bawah, umumnya dipicu oleh pajanan berulang asap rokok, polutan udara,
atau alergen. Sebagai respon terhadap iritasi pada bronkitis kronis terjadi
pembentukan mokus berlebih yang menyebabkan saluran napas menyempit.
Sedangkan pada emfisema, terjadi kolapsnya saluran napas halus dan
kerusakan pada dinding alveolus yang menyebabkan paru-paru kehilangan
keelastisitasnya (Sherwood, 2016). Luas permukaan paru-paru juga berkurang
sehingga area permukaan yang kontak dengan kapiler paru secara kontinu
berkurang. Hal ini yang mengakibatkan penurunan difusi oksigen, yaitu CO2
tidak bisa dikeluarkan dan O2 tidak bisa masuk. CO2 yang tidak dapat
dikeluarkan akan mengakibatkan PCO2 meningkat yang menyebabkan
terjadinya afinitas terhadap hemoglobin (Hb) dan O2 yang tidak bisa masuk
akan mengakibatkan penurunan PO2 yang menyebabkan terjadinya penurunan
difusi oksigen, sehingga akan terjadi penurunan pada saturasi oksigen
o Px penunjang
 Spirometri, merupakan pemeriksaan definitif untuk diagnosis PPOK, yaitu
dengan mengetahui nilai FEV1 (forced expiration volume in 1 second) dan FVC
(forced vital capacity).
FVC : ekspirasi yang dilakukan secepat dan sekuat mungkin. FEV1 : Jumlah udara
yang dikeluarkan sebanyak banyaknya dalam 1 detik pertama pada waktu
ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal. tentukan nilai referensi normal
FEV1 dan FVC pasien berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan
(beberapa tipe spirometri dapat menghitung nilai normal dengan memasukkan
data pasien).
Hasil spirometri normal menunjukkan FEV1 >80% dan FVC >80%. Obstruksi :
penurunan rasio FEV1 :FVC <70%. Restriksi : FEV1 : FVC >70%
 Analisis gas darah, dapat mengukur pH darah, kadar O2 , dan CO2 darah.
 Radiografi : Emphysema : Hiperinflasi  Hiperlusen  Ruang retrosternal melebar
 Diafragma mendatar. Bronchitis kronik : normal, bronkovaskuler bertambah
pd 21% kasus
 CT scan untuk melihat emfisema alveoli
 Kadar α-1 antitripsin (menurun pd PPOK/asma)
o Eksaserbasi : perburukan gejala pernapasan akut yang memerlukan terapi tambahan
 dapat dipicu oleh beberapa faktor, yang paling sering infeksi saluran
pernapasan. Penyebab lainnya adalah polusi udara, kelelahan, dll 
peningkatan inflamasi sal napas peningkatan hiperinflasi dan gas trapping,
penurunan aliran ekspirasimeningkatkan dyspnea(sesak bertambah)
 Gejala eksaserbasi akut PPOK: 1. Sesak napas bertambah 2. Produksi sputum
meningkat 3. Perubahan warna sputum(sputum purulentkrn peningkatan
mediator inflamasi, menunjukan adanya bacterial eksaserbasi) kuning
disebabkan oleh penimbunan purulent (cairan berisi sel darah putih,
bakteri/neutrofil, sisa luka dan peradangan sel
 Eksaserbasi akut dibagi menjadi: Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di
atas. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas . Tipe III (eksaserbasi
ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5
hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau
peningkatan frekuensi pernapasan lebih dari 20% basal, atau frekuensi nadi
lebih dari 20% basal
 Ciri eksaserbasi :
 More troublesome or severe breathlessness
 Increased sputum and purulence or a darkening of sputum colour
 Worsening cough
 Increased wheeziness
 Raised heart rate
 Respiratory rate of 20% or more above normal
 Upper respiratory tract infection in the last five days
 Raised temperature with no other obvious cause (NICE, 2018).
o DD :
o Kompli
 Gagal napas= 1. Gagal napas kronik (Hasil analisis gas darah PO2 60 mmHg,
dengan pH darah normal) 2. Gagal napas akut pada gagal napas kronik, dengan
gejala: sesak napas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen,
demam dan kesadaran menurun
 Infeksi berulang Imunitas rendah disertai produksi sputum berlebihan dapat
mempermudah koloni kuman dan menyebabkan infeksi berulang
 Kor pulmonal Ditandai dengan P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dan
dapat disertai gagal jantung kanan

o Tx :
 Bronkodilator : dilatasi pada otot polos jalan napas memperbaiki aliran
udara ekspirasi
 1. Agonis B2 : merelaksasi otot polos jalan napas dengan menstimulasi reseptor
adrenergik beta-2, yang meningkatkan cAMP dan menghasilkan antagonisme
fungsional terhadap bronkokonstriksi. ESO : sinus takikardia saat istirahat dan
gangguan irama jantung, dan tremor somatic. SABA (efek 4-6 jam : salbutamol,
fenoterol). LAMA (12 jam : formoterol, salmeterol)
 2. Antikolinergik/antagonis muskarinik : memblokade efek bronkokonstriktor
asetilkolin pada reseptor muskarinik M3 yang diekspresikan pada otot polos
jalan napas. ESO : mulur kering. SAMA (efek bronkodilator SAMA> SABA :
ipratropium, oxitropium). LAMA(tiotropium, aclidinium)
 3. Derivat xhantine
 Antiinflamasi
 1. Corticosteroid inhalasi : fluticasone, budesonide
 2. Glukokorticoid oral
 3. Phosphodiesterase-4 inhibitor : Kerja utama PDE4 inhibitor adalah
mengurangi inflamasi dengan menghambat pemecahan C-AMP intraseluler. Ex :
Roflumilast
 Edukasi
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat penyakit adalah inti dari
edukasi atau tujuan pengobatan dari asma

Source :
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (2018) Global Strategy for
the diagnosis, management and prevention of chronic obstructive pulmonary
disease: 2018 Report. GOLD.
(2018) Chronic Obstructive Pulmonary Disease (Acute Exacerbation)
Antimicrobial Prescribing. NICE.
- Etiologi Patogenesis :
o COPD : karena penyempitan saluran napas, peningkatan resistensi jalan napas dan
penurunan recoil paru. Hipersekresi mucus dan ketidakmampuan utk membersihkan
mucusmenekan sal napas Peningkatan resistensi jalan napas
o Diffuse lung disease, missal fibrosis paru, edema pulmo: karena penurunan elastisitas
paru
o Chronic lung disease peningkatan dead space
- Proses yang terjadi dalam respirasi
o Sistem saraf pusat/pengendali : mengatur frekuensi dan dalam nya pernapasan
o Ventilatory pump: fasilitasi perpindahan gas masuk dan keluar alveoli (ventilasi)
o Pertukaran gas: meliputi vaskularisasi paru dan alveolus (difusi)
o Gangguan salah satu fungsi respirasi di atas= dyspnea

Adanya stimulus misalnya : (saat olahraga, hipoksia/menahan napas), kondisi medis(peningkatan


resistensi saluran napas, penurunan compliance), ada physical discomfort, perubahan
metabolic(asidosis), depression mempengaruhi reseptor (kemoreseptor, propioreseptor, emosi) 
peningkatan saraf eferen ke musculus respiratory. Stimuli tambahan yang berpengaruh (bronkospasm,
inflamasi, edema paru) diteruskan ke korteks serebri

1. Dyspnea adalah : sensasi sesak napas atau bernapas pendek baik pada subjek sehat maupun
sakit yang mempengaruhi sistem respirasi karena ventilasi tidak memadai/inadequate.
2. pengalaman subjektif atas ketidaknyamanan dalam bernapas.
3.

- Pola napas tidak efektif : keadaan dimana inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat. Gejala dan tanda pada masalah pola napas tidak efektif antara
lain (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b).
o a. Dispnea
o b. Penggunaan otot bantu pernapasan
o c. Fase ekspirasi memanjang
o d. Pola napas abnormal (mis. takipnea, brapdipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne
stokes)
 Pola napas abnormal Adalah keadaan diamana terjadinya perubahan frekuensi
napas, perubahan dalamnya inspirasi, perubahan irama napas, perubahan rasio
antara durasi inspirasi dengan durasi ekspirasi.
1. Takipnea adalah bernapas dengan cepat dimana frekuensi napas meningkat dan kedalaman
pernapasan menurun. Contoh : terengah-engah
2. Bradipnea adalah penurunan frekuensi napas atau pernapasan yang melambat. Keadaan ini
ditemukan pada depresi pusat pernapasan.
3. Hiperventilasi merupakan peningkatan frekuensi dan/ volume pernapasan tanpa
peningkatan metabolism. Misalnya pengaruh emosi, anxiety/kecemasan
4. Kussmaul merupakan pernapasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama, sehingga
pernapasan menjadi lambat dan dalam. Pada asidosis metabolik
5. Cheyne-stokes merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian berangsur – angsur
dangkal dan diikuti periode apneu yang berulang secara teratur. Abnormal breathing during
sleep.
Menurut PPNI (2016), data minor untuk masalah pola napas tidak efektif yaitu : pernapasan
pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior–posterior meningkat,
ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan
inspirasi menurun dan ekskursi dada berubah.
The experience of dyspnea likely results from a complex interaction between receptor
stimulation, mechanical abnormalities in breathing, and the perception of those
abnormalities by the central nervous system
 Kemoreseptor : Di perifer(carotid bodies) dan sentral(medulla oblongata) akan diaktivasi
oleh keadaan hipoksemia, hipercapnia dan acidemia meningkatkan ventilasi yang
menimbulkan sensasi hungry of air.
 Mechanoreceptors : Tersebar di saluran pernapasan dan memberikan respon terhadap
perubahan mekanik. Misalnya stimulasi karena bronkospasm  rasa berat di dada
 Metaboreceptors : Tipe kemoreseptor yang tersebar di otot skelet. Berespon terhadap
peningkatan produk metabolit selama exercise teraktivasi menyebabkan breathing
discomfort
 J-receptors di dinding alveolar dekat dengan kapiler paru yang sensitive terhadap
pembengkakan kapiler paru, edema pulmo atau emboli paru.
 Chest wall and Lung receptors berespon terhadap perubahan mekanik dinding dada dan
perubahan pada paru (misalnya pulmonary stretch)

Stimulus yang dideteksi reseptor tersebut dikirim ke respiratory complexmotor


korteksmempengaruhi otot ventilasi, dan juga apabila terjadi fatigue pada otot
pernapasanoutput dari motor korteks akan meningkat melalui corollary discharge sensory
korteks dipersepsikan sebagai sesak napas/dyspnea.
Sehingga dyspnea terjadi jika terdapat mismatch antara sinyal afferent dan efferent yang
terintegrasi di system syaraf pusat. Dalam hal ini kebutuhan untuk ventilasi (sinyal afferent)
meningkat tetapi tidak terkompensasi dengan physical breathing (sinyal efferent).

Source : Ali, Juzar et al. Pulmonary Pathophysiology Mc Graw Hill. 2010.

 Asap rokok, Presence of smoke particles in the lungs leads to an


inflammatory response with increased macrophage and neutrophil
infiltration into the lungs. These immune cells release cytokines,
chemokines and elastases, which damages the lung parenchyma over time.
 Genetik  defisiensi alpha-1 antitrypsin, protein yang berperan menjaga
elastistisitas paru.
 Polusi udara/paparan terhadap partikel berbahaya,
 Tumbuh kembang paru yang kurang optimal,
 Status sosioekonomi yang rendah , Riwayat penyakit respirasi (terutama
asma) , Riwayat PPOK atau penyakit respirasi lain di keluarga , Riwayat
eksaserbasi atau pernah dirawat di RS untuk penyakit respirasi
o

Anda mungkin juga menyukai