Anda di halaman 1dari 14

NAMA : RASNAWATI

NIM : NH0118062

KELAS : A2 S1 KEPERWATAN

ANGKATAN : 2018

SOP Pemberian Obat Subkutan

A. Pengertian
Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat dengan
memasukkan obat ke dalam jaringan subcutan dibawah kulit dengan
menggunakan spoit. Injeksi subkutan diberikan dengan menusuk area
dibawah kulit yaitu jaringan konektif atau lemak dibawah dermis.
B. Tujuan
Agar obat dapat menyebar dan diserap secara perlahan-lahan. Di
lakukan dalam program pemberian insulin yang di gunakan untuk
mengontrol kadar gula darah.
C. Indikasi
1. Pasien tidak sadar
2. Tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan
obat secara oral.
3. Tidak alergi.
D. Kontraindikasi
1. Luka
2. Area yang berbulu
3. Alergi
4. Infeksi kulit
E. Alat dan bahan
1. Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
8. Perlak dan pengalas
9. Sarung tangan
10. Kassa steril jika perlu
11. Plester
F. Prosedur
1. Cuci tangan
2. Jelaskan Prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan dilakukan suntikan atau bebaskan suntikan
dari pakaian. Apabila menggunakan baju maka buka atau ke ataskan
4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan
diberikan setelah itu tempatkan pada bak injeksi
5. Gunakan sarung tangan
6. Desinfeksi dengan kapas alcohol dengan gerakan sirkuler tunggu
sampai kering
7. Tegangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan
subcutan)
8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut
450 dengan permukaan kulit
9. Lakukan aspirasi bila tidak ada darah, semprotkan obat perlahan-lahan
hingga habis
10. Setelah itu tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang
telah dipakai masukkan kedalam bengkok
11. Buka sarung tangan
12. Cuci tangan
13. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis / dosis
obat
SOP Pemberian Obat Supositoria
A. Pengertian
Pemberian obat supositoria adalah pemberian obat dengan cara
memasukkan obat lewat rektum ataupun vagina dalam bentuk
suppositoria.
B. Tujuan
a. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistematik.
b. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan.
C. Indikasi
1. Mengobati gejala-gejala rematoid, spondistis ankiloksa, gout dan
osteoritis.
2. Pengobatan konstipasi, wasir.
3. Efek sistematik seperti mual dan muntah.
D. Kontraindikasi
1. Hipersensitip terhadap ketoprofen, asetosal.
2. Pasien yang menderita ulkus pentrikum atau peradangan aktif
(inflamasi akut) pada saluran cerna.
3. Bionkospasme berat atau pasien dengan riwayat asma bronchial atau
alergi.
4. Gangguan ginjal dan hati.
5. Pembedahan rektal.
E. Alat dan bahan
1. Supositoria rektal atau tube dan aplikator salep
2. Catatan pasien dan daftar obat pasien
3. Bantalan kasa ukuran 10cm x 10 cm
4. Handscoon
5. Jell atau pelumas
6. Masker
7. Selimut mandi
8. Tisu
9. Pispot
F. Prosedur
1. Periksa kembali order pengobatan mengenai jenis pengobatan,
waktu, jumlah, dan dosis obat
2. Siapkan pasien
3. Berikan penjelasan pada pasien dan jaga privasi pasien
4. Atur posisi pasien dalam posisi sim dengan tungkai bagian atas
fleksi ke depan .
5. Tutup dengan selimut mandi, panjangkan area parineal saja.
6. Cuci tangan
7. Pasang masker
8. Pasang handscoon
9. Buka supositoria dari kemasannya dan beri pelumas pada ujung
balutan dengan jeli, beri pelumas handscoon pada jari telunjuk dan
tangan dominan
10. Minta pasien untuk menrik nafas dalam melalui mulut dan untuk
merileksasikan sfingterani. Mendorong supositoria melalui spinter
yang kontriksi menyebabkan timbulnya nyeri
11. Regangkan bokong pasien dengan tangan domina, dengan jari
telunjuk, masukan supositoria ke dalam anus melalui sfingterani dan
mengenai dinding rektal 10 cm pada orang dewasa dan 5 cm pada
bayi dan anak-anak
12. Anal supositoria harus di tetapkan pada mukosa rectum supaya pada
pasiennya di serap dan memberikan efek terapeutik
13. Tarik jari dan bersihkan areal anal pasien dcngan tisu
14. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama
5 menit untuk mencegah keluarnya suppositoria
15. Jika supositoria mengandung laktosit atau pelunak feses, letakkan
tombol pemanggil dalam jangkauan pasien agar pasien dapat
mencari bantuan untuk mengambil pispot atau ke kamar mandi
16. Buang sarung tangan pada tempatnya dengan benar
17. Cuci tangan d
18. Kaji respon pasien
19. Dokumentasikan seluruh tindakan.an
Persiapan Pasien untuk Pemeriksaan Diagnostik

A. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur
tindakan dan pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel
dari penderita dapat berupa urine (air kencing), darah, sputum (dahak ),
atau sampel dari hasil biopsi.
B. Tujuan pemeriksaan Diagnostik
1. Mendeteksi penyakit
2. Menentukan risiko
3. Skrining/uji saring adanya penyakit subklinis
4. Konfirmasi pasti diagnosis
5. Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala
klinis
6. Membantu pemantauan pengobatan
7. Menyediakan informasi prognostik/perjalanan penyakit
8. Memantau perkembangan penyakit
9. Mengetahui ada tidaknya kelainan/penyakit yang banyak dijumpai dan
potensial membahayakan
10. Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak
didapati penyakit

C. Persiapan pasien
1. Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira-kira 800 kalori akan
mengakibatkan peningkatan volume plasma, sebaliknya setelah
berolahraga volume plasma akan berkurang. Perubahan volume plasma
akan mengakibatkan perubahan susunan kandungan bahan dalam
plasma dan jumlah sel darah.
2. Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi
misalnya : asam folat, Fe, vitamin B12 dll. Pada pemberian
kortikosteroid akan menurunkan jumlah eosinofil, sedang adrenalin
akan meningkatkan jumlah leukosit dan trombosit. Pemberian transfusi
darah akan mempengaruhi komposisi darah sehingga menyulitkan
pembacaan morfologi sediaan apus darah tepi maupun penilaian
hemostasis. Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil
pemeriksaan hemostasis.
c. Waktu Pengambilan
Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari
terutama pada pasien rawat inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam
urin akan menjadi lebih pekat pada pagi hari sehingga lebih mudah
diperiksa bila kadarnya rendah. Kecuali ada instruksi dan indikasi
khusus atas perintah dokter. Selain itu juga ada pemeriksaan yang
tidak melihat waktu berhubung dengan tingkat kegawatan pasien dan
memerlukan penanganan segera disebut pemeriksaan sito. Beberapa
parameter hematologi seperti jumlah eosinofil dan kadar besi serum
menunjukkan variasi diurnal, hasil yang dapat dipengaruhi oleh waktu
pengambilan. Kadar besi serum lebih tinggi pada pagi hari dan lebih
rendah pada sore hari dengan selisih 40-100 µg/dl. Jumlah eosinofil
akan lebih tinggi antara jam 10 pagi sampai malam hari dan lebih
rendah dari tengah malam sampai pagi.
d. Posisi pengambilan
Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma 10 %
demikian pula sebaliknya. Hal lain yang penting pada persiapan
penderita adalah menenangkan dan memberitahu apa yang akan
dikerjakan sebagai sopan santun atau etika sehingga membuat
penderita atau keluarganya tidak merasa asing atau menjadi obyek.
Tekhnik Pengambilan Sampel Darah, Sputum, Urine, dan feses
untuk Pemeriksaan Diagnostik
A. Pengambilan Sampel Darah
a. Pengertian
Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy
yang berarti proses mengeluarkan darah. Dalam praktek laboratorium
klinik, ada 3 macam cara memperoleh darah,yaitu : melalui tusukan vena
(venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi.
Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu
istilah phlebotomysering dikaitkan dengan venipuncture.

b. Tujuan
1. Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat
untukdilakukan pemeriksaan.
2. Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi, needle
stick injury) akibatvena punctie bagi petugas maupun penderita.
3. Untuk petunjuk bagi setiap petugas yang melakukan pengambilan darah
(phlebotomy).
c. Alat dan bahan
1. Spuite atau jaurm suntik 3 ml atau 5ml
2. Torniquet
3. Kapas alkohol
4. Plesterin
5. Anti koagulan/ EDTA
6. Vacuum tube
7. Bak injeksi
8. handscoon
d. Prosedur
1. Salam pada pasien
2. Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah, usahakan pasien
senyamanmungkin.
3. Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan
4. Pasang handscoon
5. Minta pasien meluruskan lenganya, pilih tangan yng banyak melakukan
aktivitas.
6. Minta pasien untuk mengepalkan tangannya.
7. Pasangkan torniquet kira-kira 10 cm diatas lipatan siku.
8. Pilih bagian vena mediana cubiti atau cephalica. Lakukan perabaan
(palpasi) untukmemastikan posisi vena. Vena teraba seperti sebuah pipa
kecil, elastic dan memilikidinding tebal.
9. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke
siku, atau kompreshangat selama 5 menit pada daerah lengan.
10. Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alkohol
70% dan biarkankering, dengan catatan kulit yang sudah dibersihkan
jang dipegang lagi.
11. Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika
jarum telahmasuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk kedalam
semprit ( flash). Usahakan sekali tusuk vena, lalu torniquet dilepas.
12. Setelah volume darah dianggap cukup, minta pasien membuka kepalan
tangannya.
13. Letakan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan / tarik jarum.
Tekan kapas beberapa saat lalu plester selama ± 15 menit
14. Dokumentasi
B. Pengambilan Sampel Sputum
a. Pengertian
Pengambilan sampel sputum pada saluran pernapasan pasien yang
dicurigai mengandung kuman Mycobacterium Tuberculosa dengan cara
dibatukkan.
b. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah didalam sputum pasien terdapat kuman
Mycobacterium Tuberculosa.
2. Untuk menegakkan diagnosis TB Paru dan pemberian OAT.
c. Alat dan bahan
1. Tempat pot sputum sebanyak tiga buah yg telah diberikan etiket pada
sisi luarnya (jangan pada tutupnya)
2. Blanko permintaan pemeriksaan sputum BTA disertai dengan blanko
TB 05
3. Tissue
4. Tempat khusus penempatan pot sputum yang sudah diambil
5. Blanko permintaan pemeriksaan sputum BTA
6. Air minum.
d. Prosedur
1. Cuci tangan
2. Menjaga privasi pasien
3. Sebelum mengeluarkan sputum, pasien disuruh berkumur-kumur
dengan air, lepaskan gigi palsu jika ada
4. Klien dipersilakan ke tempat khusus pengambilan sputum. Sputum
diambil dari batukkan yang pertama
5. Ajarkan cara batuk efektif.
6. Cara membatukkan sputum dengan menarik napas dalam dan kuat
(pernapasan dada) àkemudian batukkan sputum dari
bronchus àtrakea à mulut à pot penampung
7. Bila sudah, periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang
dibatukkan adalah air liur (saliva), maka pasien harus mengulang
membatukkan sputum
8. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi dari
otot
9. Sebaiknya pilih sputum yang mengandung unsur-unsur khusus seperti
butir keju, darah dan unsur-unsur lain
10. Bila sputum susah keluar, dapat diberikan obat glyseril gulaykolat
(ekspektoran) 200 mg atau dengan minum ait teh manis saat malam
sebelum pengambilan sputum
11. Pot penampung sputum diletakkan ditempat khusus yang telah
ditentukan, dilengkapi data-datanya dan siap dikirim ke laboratorium
untuk dilakukan pemeriksa
12. Merapikan pasien
13. Dokumentasi
C. Pengambilan Sampel Urine
a. Pengertian
Suatu tindakan mengambil sejumlah urine sebagai sampel untuk
pmemeriksaan labolatorium.
b. Tujuan
1. Mengambil sempel urine yang tidak terkontaminasi untuk menganalisa
urine rutin atau atau diagnostik yang meliputi test kultur dan sensivitas.
2. Mengetahui adanya mikrooganisme dalam urine.
3. Untuk mengetahui unsur-unsur yang ada dalam urine secara lengkap
sehingga dapat membantu menegaskan diagnose dokter pemeriksa.
c. Alat dan bahan
1. Tabung reaksi.
2. Botol urine.
3. Objek glass.
4. Mikroskop.
5. Centrifuge.
6. Alat uriscan plus dan reagen stripnya.
d. Prosedur
 Tes Makroskopis (secara mata telanjang):
 Perhatikan warna atau kejernihan dan bau.
 Tes kimia:
 Celupkan 1 lembar reagen strip kedalam urine sampai urine
mengenai seluruh.
 Letakan pada alat uriscan, jalankan sesuai prosedur.
 Hasil keluar dalam bentuk print out, berupa : berat jenis (BJ), pH,
lekosit, nitrit, protein, fglukosa, keton, urobilin nogen, bilirubin.
 Tes Mikroskopis :
 Masukkan 10-15 mlurine kedalam tabung reaksi, sentrifuge selama 5
menit pada 1500-2000 rpm.
 Buang cairan dibagian atas tabung, sehingga volume cairandan
sediaan tinggal 0,5 ml.
 Kocok tabung untuk merensuspensikan sediment letakkan satu tetes
suspensi di atas objek glass.
 Periksa sediaan di bawah mikroskop dengan lensa objektif 10 X
(LPK) untuk melaporkan jumlah rata-rata sediaan, lensa objektif 40
X (LPB) untuk melaporkan jumlah rata-rata eritrosit dan leukosit.
 Tulis hasil yang diperoleh berupa :
Elemen organik yaitu jumlah sel eritrosit, leukosit, sel epitel,
selinder, bakteri dan elemen an organic berupa kristal, zat lemak.
 Nilai Rujukan
Test sedimen :
 Eritrosit : (5/LPB)
 Leukosit : 5/LPB)
 Bakteri : (2/ LPB atau 1000/ml)
 Sel : epitel pipih
 Kristal : kalsium oksalat, asam urat (dalam uri asam)
 Catat hasil pemeriksaan dan ditandatangani oleh dokter penanggung
jawab labolatorium.
D. Pengambilan Sampel Feses
a. Penegertian
Pemeriksaan Feses merupakan cara yang dilakukan untuk
mengambil feces sebagai bahan pemeriksaan , yaitu pemeriksan lengkap
dan pemeriksaan kultur : jenis makanan serta gerak peristaltik
mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya.
b. Tujuan
Mendapatkan spesimen tinja/feses yang memenuhi persyaratan untuk
pemeriksaan feses rutin Pemeriksaan dengan menggunakan spesimen feses
bertujuan untuk mendeteksi adanya kuman, seperti kelompok salmonela,
sigela, sherichia coil, stafilokokus, dan lain-lain.
c. Indikasi Pemeriksaan
a. Adanya diare dan konstipasi
b. Adanya ikterus
c. Adanya gangguan pencernaan
d. Adanya lendir dalam tinja
e. Kecurigaan penyakit gastrointestinal
f. Adanya darah dalam tinja
d. Alat dan bahan
1. Sarung tangan
2. Spatel steril
3. Hand scoon bersih
4. Vasseline
5. Lidi kapas steril
6. Pot tinja
7. Bengkok
8. Perlak pengalas
9. Tissue
10. Tempat bahan pemeriksaan
11. Sampiran
e. Prosedur
1. Jelaskan prosedur pada ibu dan meminta persetujuan tindakan
2. Menyiapkan alat yang diperlukan
3. Meminta ibu untuk defekasi di pispot, hindari kontak dengan urine
4. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
5. Dengan alat pengambil feses, ambil dan ambil feses ke dalam wadah
specimen kemudian tutup dan bungkus
6. Observasi warna, konsistensi, lendir, darah, telur cacing dan adanya
parasit pada sampel
7. Buang alat dengan benar
8. Cuci tangan
9. Beri label pada wadah specimen dan kirimkan ke labolatorium
10. Lakukan pendokumentasian dan tindakan yang sesuai

terapeut

Anda mungkin juga menyukai