Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 L

Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang
menginfeksi manusia melalui vektor nyamuk (Murray dkk, 2013). Demam berdarah
dengue sejauh ini merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan
internasional. Selain menjadi salah satu penyebab kematian, demam berdarah baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan beban ekonomi dan sosial yang
mempengaruhi kehidupan penderita dan keluarganya bahkan dapat menyebabkan beberapa
komplikasi yang menyebabkan bertambahberatnya beban tersebut (Gubler, 2002).
Penyebaran kasus dengue meningkat selama 30 tahun terakhir, setiap tahunnya terjadi
sekitar 500.000 kasus demam berdarah dan lebih dari 20.000 kematian. Daerah paling
tinggi kasus ini adalah di daerah yang beriklim subtropis dan tropis. Sekitar 100 negara di
daerah tersebut diketahui sebagai area endemis, dan Indonesia adalah salah satunya (WHO,
2011).
Indonesia merupakan Negara di Asia Tenggara yang paling banyak
ditemukan kasus dengue pada tahun 2009 yaitu sebanyak 156.052 kasus
(WHO, 2011). Sejak pertama kali ditemukan tahun 1968 di Surabaya,
kasus DBD terus meningkat dan menyebar di Indonesia, dan sekarang
seluruh provinsi di Indonesia dilaporkan memiliki kasus DBD. Penderita
DBD yang mengalami kematian di Indonesia tidak sedikit, bahkan pada
tahun 1968 CFR DBD di Indonesia mencapai 41,30 (Pangribowo dan
Tryadi, 2010). Meskipun tahun 2013 telah dilaporkan penurunan CFR
menjadi 0,77, namun angka kejadiannya masih cukup tinggi yaitu 45,85
per 100.000 penduduk, bahkan ini sangat jauh di atas target angka
kesakitan DBD tahun 2007, 2008 dan 2009 yaitu kurang dari 20 per
100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2015).
Tahun 2009, Bali merupakan salah satu dari lima provinsi dengan
insiden DBD tertinggi di Indonesia yaitu 184,59 per 100.000 penduduk
(Pangribowo dan Tryadi, 2010). Bahkan rekapitulasi kasus DBD tahun
2010 sampai bulan agustus 2011, Bali menempati posisi sebagai peringkat
pertama dengan angka kesakitan tertinggi yaitu 56,16 per 100.000
penduduk. Dalam laporan tersebut hanya provinsi Bali yang telah
melampaui target angka kesakitan DBD nasional tahun 2011 yaitu 55 per
100.000 kasus. Namun meskipun demikian, CFR kasus DBD di provinsi
Bali hanya 0,26 yaitu angka CFR DBD terendah di Indonesia (Kemenkes
RI, 2011).
Puskesmas Bebandem merupakan salah satu puskesmas di
Bebandem dengan laporan angka kejadian Demam Berdarah yang tinggi
di Bali. Tahun 2015 dilaporkan 84 orang dari seluruh kecamatan
Bebandem terkena penyakit Demam Berdarah. Angka ini jauh melampaui
target nasional bahkan rerata pencapaian angka kejadian nasional. Selain
tinggi, angka kejadian Demam Berdarah di Puskesmas Bebandem selalu
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu 40 orang pada tahun
2013, 42 orang pada tahun 2014 sampai meningkat mencapai 84 orang
pada tahun 2015. Desa yang di laporkan paling banyak kasus setiap
tahunnya adalah Desa Bungaya Kangin. Dari desa tersebut disebutkan
bahwa banjar (dusun) Kecicang Islam merupakan dusun yang paling
banyak dan terus menerus dilaporkan terdapat kasus DBD.
Demam berdarah merupakan penyakit yang salah satunya
dipengaruhi oleh lingkungan, seperti misalnya suhu, curah hujan, iklim
dan lain sebagainya (WHO, 2011). Namun sayangnya, aspek lingkungan
sulit untuk diubah. Pengetahuan, sikap dan praktik merupakan faktor yang
banyak mempengaruhi Demam Berdarah selain lingkungan, namun paling
bisa untuk diubah (Supriyanto, 2011). Oleh karena pengetahuan, sikap dan
praktik adalah hal yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga pada dasarnya
masyarakatlah yang memiliki peranan yang paling besar untuk
mengurangi kasus Demam Berdarah. Kasus DBD di wilayah kerja
Puskesmas Bebandem yang terus meningkat terjadi karena belum
optimalnya peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan DBD. Hal ini di buktikan juga pada setiap kunjungan
kerumah-rumah penduduk, bahwa masih banyak ditemukan jentik nyamuk
Aedes Aegypti di tempat-temapat penampungan air, bekas tempat
minuman yang bisa menampung air dan tempat lainnya.
Pengetahuan, sikap, dan praktik pada masyarakat merupakan hal
yang saling berkaitan, sehingga ketika ada salah satu saja yang tidak baik
meskipun yang lainnya baik hal itu tidak memiliki makna (Notoatmodjo,
2003). Oleh sebab itu perlu diketahui sejauh mana pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat khususnya di wilayah kerja Puskesmas Bebandem
tentang pencegahan DBD sehingga kemudian dapat diketahui apa saja
yang kurang dari masyarakat tersebut tentang pencegahan DBD apakah
pengetahuannya, sikap, praktik ataukah ketiganya. Hal ini akan
bermanfaat sehingga pemegang kebijkan atau program di bidang
pencegahan penyakit khususnya DBD dapat melakukan intervensi ke
masyarakat yang tepat dalam pencegahan dan pemberantasan DBD.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan penjelasan dalam rumusan latar belakang di atas maka
masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana tingkat pengetahuan murid SDN 13 di wilayah
kerja Puskesmas Batu 10 tentang Pencegahan DBD
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan murid
SDN 13 tentang pencegahan DBD di wilayah kerja
Puskesmas Batu 10.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan murid SDN 13
di wilayah kerja Puskesmas Batu 10 tentang
Pencegahan DBD

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Manfaat penelitian ini terbagi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan
manfaat secara praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai sumber informasi dalam meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit DBD dan cara
pencegahannya.
.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan masukan dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan DBD di SDN 13
wilayah kerja Puskesmas Batu 10. Selain itu,
hasil Penelitian ini juga dapat digunakan peneliti
selanjutnya sebagai bahan perbandingan atau
referensi tambahan terkait tingkat pengetauan
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
DBD di SDN 13 wilayah kerja Puskesmas Batu
10.

Anda mungkin juga menyukai