Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

SKIZOFRENIA PARANOID

Oleh:
Reval Zakyal Govind
712018073

Pembimbing:
dr. Abdul Sahab, Sp.KJ. M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT DR. ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus berjudul

SKIZOFRENIA PARANOID

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Reval Zakyal Govind
712018073

Pembimbing:
dr.Abdul Sahab, Sp.KJ. M.Kes

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit
DR. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, November 2019


Dosen Pembimbing

dr.Abdul Sahab, Sp.KJ. M.Kes

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Skizofrenia Paranoid” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit DR. Ernaldi Bahar
Provinsi Sumatera Selatan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasullullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir
zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan
dan arahan, maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. dr.Abdul Sahab, Sp.KJ. M.Kes, selaku dosen pembimbing.
2. Orang tua yang telah banyak membantu dengan doa yang tulus dan
memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan Tim sejawat seperjuangan dan semua pihak yang turut membantu
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin.

Palembang, November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................
HALAM PENGESAHAN ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I Laporan Kasus................................................................................. 1
BAB II Diskusi ............................................................................................. 13
Lembar Follow Up ........................................................................................ 18
Daftar Pustaka ............................................................................................... 19

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PENDERITA
Nama : Nn. T
Usia : 18 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum menikah
Suku / Bangsa : Palembang / Indonesia
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Datang ke RS : Kamis, 7 November 2019
Cara ke RS : Diantar keluarga
Tempat Pemeriksaan : Instalasi Gawat Darurat RS. Dr. Ernaldi Bahar Palembang.

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Riwayat psikiatri diperoleh dari:
1. Autoanamnesis dengan penderita pada Jumat, 8 November 2019 pukul 10.00
WIB
2. Alloanamnesis dengan ibu kandung penderita pada Kamis, 7 November 2019
pukul 13.00 WIB

A. Sebab Utama
Pasien mengamuk dan membanting barang di rumah.

B. Keluhan Utama
Pasien tidak merasa ada keluhan

1
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Ernaldi Bahar
dibawa oleh keluarganya karena pasien mengamuk dan membanting barang
dirumahnya. Pasien mengatakan jika penyebab ia membanting barang dan
mengamuk karena kesal dengan seorang lelaki yang ditunggu tidak datang
menjemput ke rumahnya. Lelaki tersebut adalah pacar pasien. Pasien telah
berpacaran ± 5 tahun dan telah dijanjikan akan dinikahi. Selain itu pasien
mengatakan kesulitan untuk tidur karena mendengar suara – suara berupa
perintah. Perintah suara yang didengar oleh pasien menyuruh pasien untuk
bangun dan mencuci serta membersihkan rumah. Pasien mengatakan bahwa
memiliki dua orang ayah. Pasien mengatakan bahwa ayahnya telah meninggal
pada tahun 2012. Pasien merasa bahwa dirinya merupakan seorang
penyanyi yang terkenal sehingga sering bernyanyi sendiri dan pasien telah
berkeliling dunia terutama luar negeri. Pasien tampak gelisah dan ketakutan
ketika ditanya mengenai riwayat.
Menurut ibu pasien, pasien sering mengurung diri di kamar. Kurang lebih
5 bulan yang lalu pasien pernah berobat ke Rumah Sakit Ernaldi Bahar dan di
rawat dikarenakan pasien mengamuk. Saat itu ibu pasien mulai merasakan
pasien tampak diam dan mulai menarik diri dari lingkungan.
Pasien sebelumnya rutin kontrol dan minum obat, namun 3 hari yang lalu
pasien tidak mau minum obat karena merasa sehat.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA


A. Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya
Pasien memiliki riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya, sudah
menderita gangguan sejak 2 bulan yang lalu.

B. Riwayat Kondisi Medis Umum


1. Riwayat trauma kapitis (-)
2. Riwayat asma (-)
3. Riwayat alergi(-)
4. Riwayat DM (-)

2
5. Riwayat hipertensi (-)
6. Riwayat kejang (-)
7. Riwayatalkohol (-)
8. Riwayat NAPZA (-)
9. Riwayat merokok (-)

C. Penggunaan Zat Psikoaktif


Pasien tidak merokok, tidak pernah memakai zat psikoaktif apapun, dan
tidak pernah mengonsumsi alkohol

D. Timeline Perjalanan Penyakit Pasien

5 bulan yang 1 hari yang lalu Kamis, 7 November


lalu 2019

Pasien putus obat - gelisah


- mengamuk
karena merasa
- membanting - mengamuk
sudah sembuh dengan
barang – barang
namun timbul gejala membanting
di rumah barang
- Sering ngamuk
- waham kejar
- Mudah marah
- mudah marah

IV. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


A. Riwayat Premorbid
1. Bayi :Menurut keluarga pasien lahir normal, cukup bulan, ditolong
oleh dokter.

3
2. Anak :Menurut keluarga, pasien tidak pernah mengalami demam
tinggi dan kejang, pasien mudah bergaul
3. Remaja :Menurut keluarga, pasien pendiam dan sering di menarik diri

B. Situasi Hidup Sekarang


Pasien saat ini tidak bekerja, pasien tinggal bersama kedua orang tuanya.

C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama disangkal.

Keterangan:
: Pasien bernama Nn. T usia 18 Tahun

D. Riwayat Pendidikan
Pasien tamat sekolah hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)
E. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja
F. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.
G. Agama
Pasien beragama Islam
H. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama dengan orang tua.
I. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien belum pernah berurusan dengan pihak berwajib.

4
V. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien berjenis kelamin perempuan, berusia 18 tahun, tampak sesuai
usia pasien, pada saat wawancara pasien menggunakan baju lengan
panjang berwarna kuning dan biru, celana training kuning. Perawatan diri
cukup, penampilan rapi.

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor


Pasien tampak gelisah saat dibawa ke IGD RS Ernaldi Bahar.

3. Sikap terhadap pemeriksa


Kontak mata dengan pemeriksa inadekuat, pasien kurang kooperatif
terhadap pemeriksa.

B. Mood dan Afek


1. Mood : Labil
2. Afek : Terbatas

C. Pembicaraan
1. Spontanitas : Spontan
2. Kualitas : tidak baik
3. Kuantitas : kurang

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi dan ilusi : halusinasi auditorik.
2. Depersonalisasi dan derealisasi tidak ada.

E. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran :
a) Kontinuitas : kontinu

5
b) Hendaya berbahasa : tidak ada

2. Isi Pikiran
Gangguan isi pikiran : waham rujukan

F. Kesadaran dan Kognisi


1. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
2. Orientasi :
a) Waktu : baik
b) Tempat : baik
c) Orang : baik
3. Daya Ingat : Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian : Terganggu
5. Kemampuan membaca dan menulis : Pasien dapat membaca
6. Kemampuan visuospasial : Pasien kurang dapat
menjelaskan
perjalanan dari rumah ke RS.
Ernaldi Bahar.
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik, pasien makan, minum dan
mandi bisa sendiri.

G. Pengendalian Impuls
Pasien tampak gelisah pada proses tanya jawab yang dilakukan namun
tidak terdapat gerakan involunter.

H. Daya Nilai
1. Penilaian realita : RTA terganggu
2. Tilikan : Derajat 2, ambivalensi terhadap penyakitnya

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan dilakukan pada hari Jumat, 8 November 2019
A. Status Internus

6
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Tanda Vital : TD: 120/90mmHg, N: 90 x/menit, RR: 20 x/menit,
T: 36,7oC
3. Kepala : Normocephali, Konjungtiva palpebra anemis (-),
Sklera ikterik (-), mulut kering (-), mata cekung (-).
4. Thorax : BJ I dan II Normal, Gallop (-), Murmur (-), Vesikuler
normal (+), Wheezing (-), Ronkhi (-).
5. Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), BU (+) normal
Pembesaran hepar dan lien (-).
6. Ekstremitas : hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik.

B. Status Neurologikus
1. GCS : 15
E : membuka mata spontan (4)
V : bicara spontan (5)
M : gerakan sesuai perintah (6)
2. Fungsi sensorik terganggu tidak terganggu.
3. Fungsi Motorik tidak terganggu

VII. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Berdasarkan wawancara psikiatri didapatkan informasi bahwa penderita
seorang perempuan bernama putri usia 15 tahun, asal Palembang, pendidikan
terakhir tamat SMA, saat ini penderita tidak bekerja. Penderita dibawa ke RS.dr.
Ernaldi Bahar Palembang pada Kamis, 7 November 2019 dengan keluhan pasien
mengamuk serta membanting barang di rumah.
Pada pemeriksaan status mental, didapatkan pasien perawatan diri cukup dan
berpenampilan rapi. Pasien tidak memiliki masalah pada kesadaran, daya ingat,
fungsi kognitif. Selama pemeriksaan penderita dalam keadaan gelisah dan kurang
kooperatif. Suasana mood penderita hipotimik dan afek sesuai.
Selama anamnesis didapatkan gangguan isi pikir pasien adalah waham
rujukan. Waham rujukan adalah waham di mana orang yang mengalaminya

7
percaya bahwa dia adalah objek dari perhatian yang istimewa, biasanya dalam
makna yang negatif atau yang konten dari perhatiannya itu cenderung menyiksa
orang tersebut. Pasien merasa bahwa kakak pasien membencinya dan tetang
pasien berbicara buruk tentang dirinya. Didapatkan gangguan persepsi berupa
halusinasi auditorik . Pasien tidak pernah mengkonsumsi NAPZA, tidak
mengonsumsi alkohol dan tidak merokok.
Pasien tinggal bersama ayah dan ibu kandungnya di rumah.

VIII. FORMULASI DIAGNOSTIK


Aksis I:

 Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis, pada pasien terdapat gejala


klinis yang bermakna yaitu pasien mudah tersinggung dan marah-marah,
mendengar bisikan dari seseorang berkomentar tentang dirinya. Hal ini
menimbulkan penderitaan dan hendaya bagi pasien dan orang lain (hendaya
sosial sehingga dapat dikatakan pasien mengalami gangguan jiwa).
 Pada pemeriksaan status mental, ditemukan adanya hendaya dalam menilai
realita yaitu adanya halusinasi auditorik. Pada pemeriksaan status internus
dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan organobiologik sehingga
kemungkinan gangguan mental organik dapat disingkirkan dan pasien pada
kasus ini dapat dikatakan mengalami gangguan jiwa psikotik non organik.
 Pada pasien, ditemukan adanya halusinasi auditorik dan waham yang
merupakan beberapa gejala khas dari skizofrenia. Berdasarkan PPDGJ-III
dapat dinilai dengan kriteria diagnosis berikut

8
Gejala Pasien Keterangan
Thought
Thought echo Tidak ada
Thought insertion or with drawal Tidak ada
Thought broadcasting Tidak ada
Delusion
Delusion of control Tidak ada
Delusion of influence Tidak ada
Delusion of passivity Tidak ada
Delusion of perception Tidak ada
Halusinasi Auditorik Ada Pasien merasa mendengar
bisikan dari seseorang yang
memberikan perintah

Waham menetap Ada Waham kejar dimana pasien


merasa bahwa telah ditipu oleh
pasangannya.
Waham kebesaran dimana
pasien merasa dirinya
merupakan seorang penyanyi
yang terkenal dan telah
berkeliling ke seluruh dunia.
Gejala-gejala negatif Ada Respons emosional wajar

Gejala khas tersebut berlangsung Ada Sejak 5 bulan yang lalu


> 1 bulan

 Berdasarkan tabel diatas terdapat beberapa gejala yang amat jelas pada pasien
seperti halusinasi auditorik dan waham menetap sehingga dapat memenuhi
kriteria Skizofrenia (F.20). Pada kasus ini terdapat dua diagnosis banding
yang mendekati yaitu skizofrenia paranoid dan gangguan waham menetap.

9
Pada Skizofrenia Paranoid berdasarkan PPDGJ III. Diagnosis banding lain
yakni gangguan waham menetap dapat disingkirkan dengan adanya halusinasi
auditorik yang menetap.
Aksis II
Belum ada diagnosis
Aksis III
Tidak ada diagnosis
Aksis IV
Pada aksis 4 didapatkan diagnosis yakni masalah lingkungan sosial.
Aksis IV merupakan berbagai keadaan yang dapat menjadi faktor penyebab
seseorang mengalami gangguan kejiwaan. Keadaan-keadaan tersebut
misalnya masalah pada keluarga, lingkungan sosial, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, interaksi dengan
hukum/kriminal, dan psikososial atau lingkungan lain. Pada kasus ini, yang
menjadi faktor pencetus gangguan kejiwaan adalah lingkungan sosial dimana
konflik teman sekolah.
Aksis V
Pasien mengalami gejala berat, disabilitas berat dalam fungsi sosial, GAF
Scale 60-51.

IX. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

Aksis I : Skizofrenia Paranoid


Aksis II : Belum ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah dengan lingkungan sosial
Aksis V : GAF Scale 60-51

X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Tidak ditemukan faktor genetik gangguan kejiwaan.
B. Psikologik
Pasien mengalami halusinasi visual dan waham rujukan.

10
C. Lingkungan dan Sosial Ekonomi
Pasien tinggal dengan kedua orang tuanya.
XI. PROGNOSIS
A. Quo ad Vitam : dubia ad bonam
B. Quo ad Functionam : dubia ad malam
C. Quo ad Sanationam : dubia ad malam

XII. RENCANA PENATALAKSANAAN


A. Psikofarmaka
- Inj. Lodomer 1 x 5mg
- Risperidone tab. 2 x 2 mg/hari
- Clobazam 1 x 10 mg/ hari

B. Psikoterapi
1. Terhadap Penderita
a. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberi dukungan dan
perhatian kepada pasien dalam menghadapi penyakit.
b. Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dengan cara
menjelaskan pada pasien bahwa obatnya memang bisa menyebabkan
rasa kantuk namun bisa diatur waktu meminumnya, misalnya dengan
dosis obat 2 kali sehari dimana bisa diminum 1 pada pagi hari dan 1 pada
malam hari sebelum tidur agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Terhadap Keluarga
a. Memberikan pengertian kepada keluarga tentang penyakit pasien
disertai dorongan untuk merawat pasien setelah kembali dari rumah
sakit sehingga tercipta dukungan sosial dalam lingkungan yang
kondusif dan membantu penyembuhan pasien.
b. Dapat membantu mengurangi dan menghadapi stres.

11
c. Meminta keluarga untuk mendukung pasien, mengajak pasien
berinteraksi dan beraktivitas serta membantu hubungan sosial pasien
ketika pasien sudah kembali ke rumah.
BAB II
DISKUSI KASUS

Gangguan skizofrenik umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi


yang mendasar dan khas, dan oleh afek yang tidak wajar atau tumpul.. Kesadaran
yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap dipertahankan, walaupun
defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1
Walaupun tidak ada gejala-gejala yang patognomonik khusus, dalam praktek
ada manfaatnya untuk membagi gejala-gejaa tersebut ke dalam
kelompokkelompok yang penting untuk diagnosis dan yang sering terdapat secara
bersama-sama, misalnya :
a. "thought of echo", "thought of insertion atau withdrawal", "thought of
broadcasting".
b. Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, atau passivity.
c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku
pasien atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri.
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak
wajar serta sama sekali mustahil.
e. Halusinasi yang menetap, apabila disertai waham yang mengambang ataupun
ide-ide berlebihan yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus
f. Arus pikiran yang terputus-putus atau yang mengalami sisipan (interpolasi)
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau
neologisme
g. Perilaku katatonik seperti gaduh-gelisah, posturing, atau fleksibilitas sera,
negativisme, mutisme dan stupor
h. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodo (apatis), pembicaraan
yang terhenti dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, yang

12
mengakibatkan penarikan diri dari kehidupan sosial, tapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
i. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
tak bertuuan, sikap malas, sikap berdiam diri dan penarikan diri secara sosial.

Pedoman Diagnostik
Persyaratan yang normal untuk diagnosis skiofrenia ialah harus ada
sedikitnya gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) dari gejaa yang
termasuk salah satu dari kelompok gejala a sampai d diatas, atau paling sedikit
dua gejala dari kelompok e sampai h yang harus selalu ada secara jelas selama
kurun waktu satu bulan atau lebih. Bila kondisi memenuhi persyaratan gejala
tetapi lamanya kurang dari satu bulan maka harus didiagnosis pertama kali
sebagai gangguan psikotik skizofrenia akut (F23.2) dan diklasifikasi ulang bila
gejala-gejala tersebut menetap selama kurun waktu yang lebih lama.
Bila dilihat dari anamnesis, pasien mengalami halusinasi auditorik disertai
waham kebesaran (memenuhi kriteria a sampai e) selama lebih dari satu bulan
yang berarti memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia. Dari anamnesis juga
telah disingkirkan untuk diagnosis gangguan mental organik dan gangguan mental
akibat penggunaan zat psikoaktif, sehingga diagnosis pasien masuk ke dalam blok
F20.
Pola Perjalanan Penyakit
F20.x0 Berkelanjutan
F20.x1 Episodik dengan kemunduran progresif
F20.x2 Episodik dengan kemunduran stabil
F20.x3 Episodik berulang
F20.x4 Remisi tak sempurna
F20.x5 Remisi sempurna
F20.x8 Lainnya
F20.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun

13
Bila dilihat dari pola perjalanan penyakit, pasien sudah mengalami 2 kali
gejala dari skizofrenia disertai periode normal (tanpa adanya waham dan
halusinasi), sehingga perjalanan penyakit dapat dikategorikan dalam episodik
berulang (F20.x3).

Salah satu klasifikasi dari skizofrenia adalah skizofrenia paranoid. Dalam


menegakan diagnosis skizofrenia paranoid berdasarkan PPDGJ III yaitu kriteria
umum diagnosis skizofrenia terpenuhi dan sebagai tambahan, halusinasi dan atau
waham harus menonjol, sedangkan gangguan afektif, dorongan kehendak dan
pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata.1 Beberapa gejala
skizofrenia paranoid yang paling umum.1

 Waham kejaran (persekutorik), rujukan (reference), exalted birth’(merasa


dirinya tinggi, istimewa), misi khusus, perubahan tubuh atau kecemburuan;
 Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.

Pada pasien terdapat gejala berupa waham paranoid serta halusinasi


auditorik yang memang khas pada skizofrenia paranoid. Oleh karena itu pada
pasien ini diagnosis adalah (F.20.0) Skizofrenia Paranoid. Bila digabungkan,
maka diagnosis pasien yaitu Skizofrenia Paranoid Episodik Berulang (F20.03).
Dua bulan SMRS :
 mengamuk (hiperaktivitas) : +
 melamun, menyendiri (anhedonia) : +
 berkata kasar dan menghina (koprolalia) : -
 susah tidur : +

Satu hari SMRS :

 mengamuk (hiperaktivitas) : +

14
 melamun, menyendiri (anhedonia) : +
 berkata kasar dan menghina (koprolalia) : -
 susah tidur : +
 ADL agak terganggu : +
 Stressor : +
 susah tidur : +
Saat di IGD :
 Memaksa dokter IGD memberikan obat (hiperaktivitas) : +
 Menghina dan berkata kasar dan jorok (koprolalia) : -
 Waham paaranoid : +
 Halusinasi auditorik : +

Penatalaksanaan psikofarmaka pasien skizofrenia adalah dengan


menggunakan antipsikotik. Klasifikasi obat antipsikotik adalah obat Dopamin
reseptor Antagonist (DA)/APG generasi I dan Serotonin Dopamin Antagonis
(SDA)/AGP generasi II. SDA memiliki efek samping yang jauh lebih ringan
contohnya : risperidon, clozapin, olanzapin, quetizapin, ziprazidon dan aripiprazol.
Efek samping dikelompokkan menjadi dua : neurologis dan nonneurologis.
Neurologis : distonia akut, parkinsonism, akatisia, dan sindroma neuroleptik
maligna (rigiditas, hiperkinetik, gangguan saraf otonom, delirium).2

Pada kasus ini, pasien diberikan terapi berupa Lodomer 1 ampul secara i.m.
Lodomer berisikan haloperidol, yang bila disuntikkan secara intramuskular dapat
digunakan dalam situasi gawat darurat bila pasien gaduh gelisah. Konsentrasi
plasma puncak dicapai 60 menit setelah pemberian parenteral.3

Setelah itu, pasien dapat diberikan terapi inisial untuk memperoleh dosis
optimal. Pasien dapat diberikan risperidon (first line) dengan dosis 2 x 2 mg per
hari (dosis terendah) dan dapat dinaikkan perlahan hingga 4 x 2 mg secara
bertahap dalam waktu 1-3 minggu hingga mencapai dosis optimal yang dapat
mengendalikan gejala. Kemudian dapat dilakukan observasi (pengawasan) dosis
selama 8-10 minggu.2

15
Pada pasien tidak dijumpai akatisia, distonia akut, parkinsonism, dan
sindromaneuroleptik maligna sehingga tidak diperlukan obat antikolinergik.

Selain terapi dengan psikofarmaka, pasien juga ditunjang dengan


psikoterapi. Dalam hal ini diberikan melalui edukasi terhadap pasien dan keluarga
seperti berikut.3,4

A. Psikoterapi
a. Terhadap pasien
Psikoterapi suportif, memberi dukungan berupa motivasi,
semangat, dan dorongan positif agar terjadi perbaikan fungsi sosial, dan
pencapaian kualitas hidup yang baik. Memberikan bimbingan dan terapi
kelompok kepada pasien agar pasien lebih terbuka dan tidak menyimpan
masalahnya sendiri.5,6
b. Terhadap keluarga
a. Menginformasikan kepada keluarga mengenai penyakit yang
dialami, penyebab, perjalanan penyakit, dan pengobatan yang dapat
dilakukan sehingga keluarga dapat memahami, menerima dan
membantu pasien. Edukasi keluarga agar mengawasi dan mengontrol
pasien saat minum obat serta agar keluarga memberikan dorongan
kepada pasien agar mau kontrol penyakitnya secara teratur.. Beri
tahu keluarga bahwa gangguan yang dialami pasien dapat dikontrol.
b. Memberikan pengertian kepada keluarga pasien bahwa dukungan
dari keluarga sangat penting.5,6
c. Menjelaskan serta meminta keluarga untuk membantu menghindari
stressor yang dapat menimbulkan kekambuhan gejala dari gangguan
jiwa yang dialami pasien.5,6
Prognosis pasien ini adalah bonam untuk quo ad vitam dan quo ad
fungsionam karena keadaan fisik dan fungsi sehari-hari pasien masih baik.
Sedangkan untuk quo ad sanationam pada kasus ini adalah dubia ad malam
karena walaupun sebagian besar penderita gangguan psikotik akut dan sementara
dapat sembuh sempurna, kemungkinan untuk gangguan ini berkembang menjadi
keadaan menetap dan berhendaya tetap ada, apalagi mengingat adanya riwayat
keluarga dengan gangguan jiwa.berdasarkan riwayat penyakit pasien, pasien tidak

16
mau kontrol ke dokter, pasien tidak minum obat secara teratur, suami pasien tidak
menganggap bahwa istrinya sakit, sehingga cukup sulit untuk memperkirakan
prognosis quo ad sanationam. Namun dengan tatalaksana yang adekuat
diharapkan gejala dapat dikendalikan, terutama jika pasien rutin mengkonsumsi
obat dan kontrol ulang ke dokter.

17
TABEL FOLLOW UP

Jumat, 8 November KU :compos mentis


2019
S :Pasien masih tampak gelisah, berbicara sendiri, susah
Pukul 10.00 WIB
tidur
Bangsal Kenanga
O:kontak (+), adekuat, labil, kurang kooperatif,
halusinasi visual (-),TD: 120/80 N: 84 x/menit RR:
20x/menit T: 36.5 ˚C

A: F20.03 Skizofrenia Paranoid Episodik Berulang


P: Risperidone tab. 2 x 2 mg/hari
Clobazam 1 x 10 mg/ hari

Sabtu, 9 November KU: compos mentis


2019
S : pasien masih tampak gelisah, berbicara sendiri, pasien
Pukul 10.00 WIB
masih sulit di ajak berbicara, sulit tidur sedikit
Bangsal Kenanga
berkurang.

O : kontak (+) adekuat, labil, kurang kooperatif,


halusinasi (-), TD: 130/80 N: 92 x/menit RR: 18 x/menit
T: 36.2 ˚C

A: F20.03 Skizofrenia Paranoid Episodik Berulang


P: Risperidone tab. 2 x 2 mg/hari
Clobazam 1 x 10 mg/ hari

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan B.J., SAdock. 2012. Kaplan & Sadock’s Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi ke 2. EGC.
2. Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya.
3. Maslim, R. 2010. Panduan Praktis Penggunaan Klinik Obat Psikotropik.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
4. Nevid, J.S., Rathus, S.A., dan Greene, B. 2015. Psikologi Abnormal (Jilid I)
Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta: PT
Gelora Aksara Pratama.
5. Rahmayani A, & Syisnawati. 2018. Mengontrol Pikiran Negatif Klien
Skizofrenia Dengan Terapi Kognitif. Journal of Islamic nurse Volume 3
Nomor 1.
6. Muhyi A, 2011. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala
Depresi di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

19
20

Anda mungkin juga menyukai