PENDAHULUAN
Kearifan lokal dalam suatu lingkup tertentu memiliki peran penting dalam keberadaan
suatu golongan. Menurut Rupanna (2016) kearifan lokal merupakan kecerdasan-kecerdasan
lokal yang ditransformasilan ke dalam cipta, karya dan karsa sehingga masyarakat dapat
mandiri dalam berbagai iklim sosial yang terus berubah-ubah. Cipta, karya dan karsa itu
disebut juga budaya. Kebudayaan yang dimaksud adalah semua pikiran, perilaku, tindakan
dan sikap hidup yang selalu dilakukan orang setiap harinya. Kearifan lokal terbentuk sebagai
keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan
lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus menerus dipertahankan
eksistensinya, untuk memperkaya kebudayaan di Indonesia.
Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki kebudayaan yang plural tentunya
memiliki kearifan lokal masing-masing di setiap daerah. Dengan adanya kearifan lokal akan
menjaga kelestarian sumberdaya alam, berfungsi untuk mengembangkan sumber daya
manusia, dan kearifan lokal juga merupakan sebuah bentuk penyelesaian suatu persoalan atau
kesulitan yang dihadapi masyarakat. Dalam hal ini dengan adanya peristiwa atau persoalan
disuatu lingkungan maka akan memunculkan usaha manusia dengan menggunakan akal
budinya untuk tetap bertahan didalam lingkungan tersebut.
Malang sebagai salah satu kota besar di Jawa Timur, pada masa Agresi Militer
Belanda tidak terlepas dari incaran prajurit Belanda dan mata-mata yang berusaha membasmi
para gerilyawan yang ada di Kota Malang. Dengan adanya kesulitan atau persoalan tersebut,
masyarakat Malang khususnya para gerilyawan rakyat kota dengan menggunakan akal
budinya dan kekreativitasan mereka, menciptakan suatu karya dalam penggunaan bahasa
yang disebut Bahasa Walikan Malang. Bahasa ini muncul digunakan sebagai sandi dan alat
komunikasi antar pejuang gerilyawan untuk merahasiakan percakapan meraka dari penyusup
dan mata-mata.
Bahasa Walikan Malang ini menarik untuk dikaji sebagai bentuk kearifan lokal
masyarakat kota Malang dalam usahanya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Keeksistensian bahasa tersebut juga masih terjaga hingga dasawarsa ini, sebagai sebuah
bentuk jati diri arek Malang. Selain itu dengan adanya bahasa tersebut juga semakin
mengakrabkan masyarakat Malang itu sendiri dan menjadi ciri khas yang ada di wilayah
Malang. Dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat topik makalah
dengan judul Bahasa Walikan Malang sebagai Bentuk Kearifan Lokal Gerilyawan Rakyat
Kota Malang dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dari Agresi Militer Belanda
pada tahun 1949.
1.3 Tujuan
Tujuan ditulisnya makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Bahasa Walikan Malang.
2. Untuk mengetahui Bahasa Walikan Malang sebagai salah satu bentuk kearifan lokal.
3. Untuk mengetahui penggunaan Bahasa Walikan Malang dalam upaya
mempertahankan kemerdekaan RI pada tahun 1949.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Bahasa Walikan Malang Sebagai Salah Satu Bentuk Kearifan Lokal
Kearifan Lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom sama dengan
kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-
gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat
(Rupanna, 2016: 4). Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat
setempat dalam menyikapi kehidupan.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-
menerus dijadikan pegangan hidup. Kearifan lokal lahir dari pemikiran dan nilai yang
diyakini suatu masyarakat terhadap alam dan lingkungannya. Didalam kearifan lokal
terkandung nilai-nilai, norma-norma, sistem kepercayaan, dan ide-ide masyarakat
setempat. Dengan demikian, kearifan lokal di setiap daerah berbeda-beda bentuknya.
Menurut Ridwan (dalam Rupanna, 2016: 8) kearifan lokal dapat dipahami
sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak
dan bersikap terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.
Pengertian tersebut disusun secara etimologi, dimana wisdom/kearifan dipahami
sebagai kemampuan seseorang dengan menggunakan akal pikirannya dalam bertindak
atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu. Sementara local secara spesifik
menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula.
Berdasarkan pengertian kearifan lokal pada paragraf diatas, maka dapat
dikatakan bahwa Bahasa Walikan Malang merupakan bentuk kearifan lokal yang
terbentuk atas usaha manusia dengan menggunakan akal budinya untuk bertindak dan
bersikap terhadap suatu peristiwa. Dalam hal ini, bahasa walikan Malang terbentuk
karena usaha masyarakat Malang khususnya Gerilyawan Rakyat Kota dalam
menghadapi ancaman dari banyaknya mata-mata Belanda yang menjadi penyusup dan
memahami bahasa Jawa. Oleh karena itu terbentuklah bahasa walikan sebagai bahasa
komunikasi antar pejuang. Dengan tujuan sebagai bahasa sandi untuk membedakan
mana pejuang dan pendukungnya dan mana musuh serta mata-mata.
`Bahasa walikan Malang sebagai bentuk kearifan lokal juga dapat diperkuat
melalui pengertian kearifan lokal menurut Ahimsa-Putra (dalam Rupanna, 2016) yang
menyatakan bahwa kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai perangkat pengetahuan
dan praktek-praktek baik yang berasal dari generasi-generasi sebelumnya maupun
dari pengalaman berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat lainnya milik suatu
komunitas di suatu tempat, yang digunakan untuk menyelesaikan secara baik dan
benar berbagai persoalan dan kesulitan yang dihadapi.
Surat kabar harian Malang Post digunakan untuk menciptakan suatu kesadaran
kelompok dengan para pembacanya dan yang terpenting disini adalah para pembaca
merasa bahwa koran yang mereka baca tersebut sesuai dengan pandangan mereka dan
melaporkan berbagai hal yang menarik perhatian para warga Malang sebagaimana hal
tersebut sesuai dengan identitas mereka dan hanya ditulis untuk orang - orang seperti
mereka. Dengan adanya otonomi daerah, harian Malang Post mewakili wilayah
Malang melakukan pemberitaannya. Dengan mengatasnamakan identitas dan budaya,
harian ini terbit sebagai koran milik warga Malang. Sebagai Koran lokal di daerah
Malang dan sekitarnya, Malang Pos hadir dengan berita berita yang aktual dan satu-
satunya Koran yang memuat berita dengan menggunakan bahasa walikan dalam salah
satu rubriknya.
Bahasa walikan yang digunakan oleh harian Malang Pos ini sesuai dengan
logo dari harian surat kabar ini sendiri yaitu Malang Pos Koran e Arek Malang.
Rubrik yang memuat berita dengan menggunakan bahasa walikan ini posisi berada
pada bagian kiri bawah bernama Ebes Ngalam atau Bapak Malang dalam istilah
bahasa Indonesianya ini memuat berita-berita tentang seputar warga Malang dan
sekitarnya yang sedang hangat untuk dibicarakan. Setiap topik yang diusung untuk
diberitakan tiap harinya selalu menampilkan adanya situasi yang sedang dihadapi saat
surat kabar ini akan diterbitkan sehingga topik yang diangkat selalu hangat untuk
menjadi bahan pembicaraan (Andryani, 2015).
Bahasa Walikan ini diperkirakan muncul pertama kali pada tahun 1949 yaitu
pasca kemerdekaan. Munculnya bahasa ini digunakan untuk mengahalau strategi Belanda
yang banyak menyusupkan mata-mata ke kalangan pejuang untuk memburu pejuang
Mayor Hamid Roesdi yang telah gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran Dukuh
Sekarputih yang saat ini daerahnya dikenal sebagai desa Wonokoyo. Akibatnya
banyaknya sisa-sisa dari laskar Mayor Hamid Roesdi yang tertangkap padahal sudah
bersembunyi atau disembunyikan oleh penduduk sedemikian rupa.
Bahasa Walikan Malang merupakan bentuk kearifan lokal yang terbentuk atas
usaha manusia dengan menggunakan akal budinya untuk bertindak dan bersikap terhadap
suatu peristiwa. Dalam hal ini, bahasa walikan Malang terbentuk karena usaha
masyarakat Malang khususnya Gerilyawan Rakyat Kota dalam menghadapi ancaman dari
banyaknya mata-mata Belanda yang menjadi penyusup dan memahami bahasa Jawa.
Oleh karena itu terbentuklah bahasa walikan sebagai bahasa komunikasi antar pejuang.
Dengan tujuan sebagai bahasa sandi untuk membedakan mana pejuang dan
pendukungnya dan mana musuh serta mata-mata.
Bahasa walikan berfungsi sebagai alat komunikasi verbal. Hal ini terbukti bahwa
yang menggunakan bahasa Walikan tersebut berasal dari berbagai kalangan, mulai dari
remaja hingga orang dewasa. Bahasa Walikan juga digunakan oleh sebagian besar
masyarakat Malang, dan banyak pula digunakan oleh masyarakat di luar daerah Malang.
Masyarakat Malang dikenal sebagai masyarakat yang menggunakan bahasa walikan.
Dukungan dari pihak media lokal menunjukkan bahwa bahasa walikan tetap dikenal
hingga saat ini. Adanya hubungan yang erat mengenai pers dan identitas membuat
bahasa walikan ini sebagai salah satu tujuan utama yang ditampilkan oleh media cetak
Malang Post.
3.2 Saran
Dengan adanya arus globalisasi, diharapkan bahasa walikan Malang tidak tergeser
dan menghilang dalam masyarakat Malang sebagai bentuk kearifan lokal masa lalu. Serta
dengan adanya bahasa walikan ini dapat dijadikans sebagai ciri khas kota Malang dan
dapat dijadikan sebagai bahasa persatuan arek-arek Malang meski sudah banyak arus
globalisasi dan westernisasi.
DAFTAR RUJUKAN
Andryani, Kristina. 2015. Budaya, Identitas, dan Media Lokal. Vol. 08/No.02. (Online)
https//:media.neliti.com diakses pada 1 Maret 2019.
Putra, dkk. 2016. Proses Morfologis Pembentukan Kata Ragam Bahasa Walikan.
Arkhais, Vol. 07 No. 1. (Online). (https://docplayer.info/57397986 -Proses
morfologis- pembentukan-kata-ragam-bahasa-walika.html), diakses
pada 01 Maret 2019.