Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insidensi dan prevalensi hipertensi meningkat seiring bertambahnya

usia. Hipertensi merupakan penyebab ketiga kematian di Indonesia

(Hairunisa, 2014). Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan kondisi

medis yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah secara kronis (Adib,

2011). Keadaan ini perlu mendapat pencermatan dan perhatian lebih dalam

adalah adanya ketidaksadaran pada masyarakat jika dirinya ternyata

berkondisi hipertensi dan perlu minum obat hipertensi (Dinkes Sumenep,

2015). Salah satu masalah besar pada pasien penderita hipertensi adalah

kepatuhan dalam mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan. Dan, pasien,

penderita sering menganggap bila tekanan darah mereka sudah kembali

normal, mereka menghentikan obat-obatnya. Ini salah satu faktor yang

berperan tingginya angka kejadian stroke, gangguan jantung, ginjal di

Indonesia. Salah satu masalah besar pada pasien penderita hipertensi adalah

kepatuhan dalam mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan. Dan, pasien,

penderita sering menganggap bila tekanan darah mereka sudah kembali

normal, mereka menghentikan obat-obatnya. Ini salah satu faktor yang

berperan tingginya angka kejadian stroke, gangguan jantung, ginjal di

Indonesia (Rusad, 2016)

Kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang

diperkirakan sekitar 80,0% pada tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di

1
2

tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi

ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan

penduduk saat ini (Ainun dkk, 2012). Riskedas Tahun 2013 terjadi

peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah

didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6 persen tahun 2007

menjadi 9,5 persen tahun 2013. Provinsi Jawa Timur penyakit hipertensi

sebesar 12,42 %. Penderita hipertensi di UPT Puskesmas Kepadangan

Kecamatan Tulangan Sidoarjo pada Tahun 2014 sebanyak 1.287 orang. Studi

pendahuluan di UPT Puskesmas Kepadangan Kecamatan Tulangan Sidoarjo

pada 10 orang dengan melakukan wawancara diperoleh hasil 9 orang (90%)

tidak patuh minum obat setiap hari sehingga tekanan darahnya tidak bisa

stabil. Sedangkan 1 orang (10%) patuh minum obat setiap hari sehingga

tekanan darahnya stabil.

Penelitian Hairunisa Tahun 2014 di wilayah kerja Puskesmas

Perumnas I Kecamatan Pontianak Barat.pada 74 sampel yang menderita

hipertensi terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan minum obat

(p=0,000) dan diet (p=0,000) dengan tekanan darah terkontrol (Hairunisa,

2014).

Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamik yang

sederhana dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah merupakan

kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan tekanan

dari jantung. Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena perubahan

tekanan. Darah mengalir dari daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang

tekanannya rendah. Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan


3

tinggi ke aorta. Puncak dari tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah

tekanan darah sistolik Pada saat ventrikel relaksasi, darah yang tetap dalam

arteri menimbulkan tekanan diastolik atau minimum (Muttaqin, 2014).

Tekanan darah normal adalah 120/80, tekanan darah tinggi atau

hipertensi secara umum didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140

mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Palmer, 2010). Penderita

hipertensi perlu patuh minum obat karena bisa menjaga tekanan darah tetap

stabil (Palmer, 2010). Dukungan Keluarga dapat menjadi faktor yang dapat

berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta

menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga

memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota

keluarga yang sakit (Suparyanto, 2015). Pasien hipertensi perlu teratur minum

obat setiap hari seumur hidup, sehingga memerlukan dukungan keluarga

dalam pengawasan, dan pendampingan pasien supaya tekanan darahnya tetab

stabil. Perlunya pasien hipertensi patuh minum secara teratur sesuai resep

dokter, karena hipertensi yang tidak tekontrol akan menyebabkan kerusakan

organ tubuh seperti otak, ginjal , mata dan jantung serta kelumpuhan

anggota gerak. Namun kerusakan yang paling sering adalah gagal jantung

dan stroke serta gagal ginjal, dan bisa menyebabkan kematian (Ekha, 2016)

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan

obat-obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya

hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari

¼ – ½ sendok teh (6 gr/hari), menurunkan berat badan, menghindari

minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga


4

dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging,

bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 x per minggu.Penting

juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress. Untuk

pemilihan serta penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan untuk

berkonsultasi dengan dokter (Dinkes Sumenep, 2015). Dari latar belakang

diatas maka peneliti akan meneliti hubungan kepatuhan minum obat dengan

stabilisasi tekanan darah pada pasien riwayat HT di UPT Puskesmas

Kepadangan Kecamatan Tulangan Sidoarjo.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan kepatuhan minum obat dengan stabilitas tekanan

darah pada pasien riwayat HT di UPT Puskesmas Kepadangan Kecamatan

Tulangan Sidoarjo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kepatuhan minum obat dengan stabilitas

tekanan darah pada pasien riwayat HT di UPT Puskesmas Kepadangan

Kecamatan Tulangan Sidoarjo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi di

UPT Puskesmas Kepadangan Kecamatan Tulangan Sidoarjo.

2. Mengidentifikasi stabilitas tekanan darah pada pasien riwayat HT di

UPT Puskesmas Kepadangan Kecamatan Tulangan Sidoarjo.


5

3. Menganalisis hubungan kepatuhan minum obat dengan stabilitas

tekanan darah pada pasien riwayat HT di UPT Puskesmas Kepadangan

Kecamatan Tulangan Sidoarjo.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Mengetahui hubungan kepatuhan minum obat dengan stabilitas

tekanan darah pada pasien riwayat HT sebagai sarana untuk menambah

ilmu pengetahuan.

2. Bagi responden

Memberikan gambaran dan informasi tentang hubungan

kepatuhan minum obat dengan stabilitas tekanan darah pada pasien

riwayat HT.

3. Bagi profesi keperawatan

Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan pelayanan

keperawatan terutama penyuluhan tentang hubungan kepatuhan minum

obat dengan stabilitas tekanan darah pada pasien riwayat HT.

4. Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan masukan untuk pengkajian dan penelitian lebih

lanjut.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bisa memberikan wawasan/ tambahan

ilmu khususnya tentang hubungan kepatuhan minum obat dengan stabilitas

tekanan darah pada pasien riwayat HT.


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kepatuhan

2.1.1 Pengertian

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat

(Putri, 2013)

Kepatuhan atau ketaatan (compliance atau adherence) sebagai tingkat

pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh

dokternya atau oleh tim medis lainnya (Setiawan, 2015)

Degrest et al (1998) dalam Suparyanto (2015) kepatuhan adalah

perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi.

Sarafino (1990) dalam Setiawan (2015) mendefinisikan kepatuhan

atau ketaatan (compliance atau adherence) sebagai tingkat pasien

melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya

atau oleh tim medis lainnya.

2.1.2 Perubahan Sikap dan Perilaku

Di dalam masyarakat, terdapat apa yang dinamakan pola-pola perilaku

(pattern of behavior). Pola perilaku merupakan cara masyarakat bertindak

atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota

masyarakat tersebut. Perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah

lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau

masyarakat (Maulana, 2009).

6
7

Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau

dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni : faktor-faktor presdiposisi

(predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling factors)

dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors):

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,

nilai-nilai.

2. Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya

fasilitas kesehatan.

3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Yang terwujud dalam sikap perilaku petugas kesehatan atau

petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dan perilaku

masyarakat (Notoatmodjo, 2010)

Perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan (1) kepatuhan,

(2) identifikasi dan (3) internalisasi. Tahap-tahap ini didasari alasan antara

lain :

1. Keterpaksaan (kepatuhan/compliance)

Mulanya individu mematuhi anjuran atau instruksi petugas tanpa

kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali ingin

menghindari hukuman atau sanksi jika tidak patuh atau memperoleh

imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut. Perubahan

perilaku dalam tahap ini bersifat sementara. Tindakan ini dilakukan


8

selama terdapat pengawasan (pengawasan tidak perlu berupa fisik, tetapi

juga berupa rasa takut terhadap ancaman sanksi yang berlaku).

2. Keinginan untuk meniru (identification)

Kepatuhan karena terpaksa (tahap 1) dapat menimbulkan jenis

kepatuhan yang berbeda, yaitu kepatuhan untuk menjaga hubungan baik

dengan change agent. Proses ini disebut identfikasi, yaitu individu

meniru tindakan tokoh tanpa memahami sepenuhnya arti dan manfaat

tindakan tersebut. Kepatuhan ini timbul karena merasa tertarik atau

mengagumi tokoh tersebut. Meski motivasi pada tahap ini lebih baik dari

tahap 1, hal ini belum menjamin kelanggengan perilaku tersebut. Jika

ditinggalkan tokoh panutannya, individu merasa tidak perlu lagi

melanjutkan perilakunya. Hal ini terjadi karena individu belum

menyelaraskan perilakunya dengan nilai-nilai lain dalam hidupnya.

3. Menghayati manfaatnya (internalization)

Perilaku menghadapi internalisasi jika individu menganggap

perilaku baru itu positif dan diselaraskan dengan nilai-nilai hidupnya.

Internalisasi dapat dicapai jika individu memahami arti dan manfaat

perilaku kehidupannya. Hal ini memerlukan kesediaan individu atau

masyarakat untuk mengubah sistem nilai dan kepercayaannya agar sesuai

dengan nilai baru. Disinilah pentingnya keberadaan petugas kesehatan

yang dapat dipercaya (kredibilitas tinggi) yang mampu membuat individu

atau masyarakat memahami arti, manfaat dan pentingnya perilaku baru

tersebut (Maulana, 2009).


9

2.1.3 Faktor - faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala

sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi

mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak

patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan menurut

Suparyanto (2015) diantaranya:

1. Pemahaman tentang instruksi

Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang

instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman tahun 1967

menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di wawancarai setelah

bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan

kepada mereka. Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan

profesional kesalahan dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan

istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus di ingat

oleh penderita.

2. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan,

sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif

yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu (Feuer

Stein et.a).

Gunarso (1990) mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang

maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada

umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak

secepat ketika berusia belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan


10

faktor umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang

akan mengalami puncaknya pada umur – umur tertentu dan akan

menurun kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan

usia semakin lanjut.Hal ini menunjang dengan adanya tingkat pendidikan

yang rendah.

3. Kesakitan dan pengobatan

Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena tidak

ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas), saran

mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang kompleks,

pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas (Dikson

dkk).

4. Keyakinan, sikap dan kepribadian

Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal,

Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas,

sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih

lemah dan memiliki kehidupan sosial yang lebih, memusatkan perhatian

kepada dirinya sendiri. Kekuatan ego yang lebih ditandai dengan

kurangnya penguasaan terhadap lingkunganya. Variabel-variabel

demografis juga digunakan untuk meramalkan ketidak patuhan (Tylor).

Sebagai contoh, di Amerika Serikat para wanita kaum kulit putih dan

orang-orang tua cenderung mengikuti anjuran dokter (Sarafino).

5. Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh

dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta


11

menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga

juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan

anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari

pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan

dengan kepatuhan (Baekeland dan Lundawall)

6. Tingkat ekonomi

Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi

segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya penderita TBC sudah

pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain

yang bisa digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan

perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah

akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik

tidak terjadi ketidakpatuhan (Power).

7. Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota

keluarga teman, waktu, dan uang merupakan factor penting dalam

kepatuhan contoh yang sederhana, jika tidak ada transportasi dan biaya

dapat mengurangi kepatuhan penderita. Keluarga dan teman dapat

membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu,

mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka

seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai

kepatuhan. Dukungan sosial nampaknya efektif di negara seperti

Indonesia yang memeliki status sosial lebih kuat, dibandingkan dengan

negara-negara barat (Meichenbaun).


12

8. Perilaku sehat

Perilaku sehat dapat di pengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena itu

perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah

perilaku tetapi juga dapat mempertahankan perubahan tersebut. Sikap

pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri,

evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku

yang baru tersebut (Dinicola dan Dimatteo).

9. Dukungan profesi keperawatan (kesehatan)

Dukungan profesi kesehatan merupakan faktor lain yang dapat

mempengaruhi perilaku kepatuhan penderita. Dukungan mereka terutama

berguna pada saat penderita menghadapi kenyataan bahwa perilaku sehat

yang baru itu merupakan hal yang penting. Begitu juga mereka dapat

mempengaruhi perilaku penderita dengan cara menyampaikan antusias

mereka terhadap tindakan tertentu dari penderita, dan secara terus

menerus memberikan yang positif bagi penderita yang telah mampu

beradabtasi dengan program pengobatanya (Meichhenbaum)

Kepatuhan ini dibedakan menjadi dua yaitu kepatuhan penuh (total

compliance) dimana pada kondisi ini penderita hipertensi patuh secara

sungguh-sungguh terhadap diet dan minum obat hipertensi sesuai dengan

saran tenaga kesehatan, dan penderita yang tidak patuh (non compliance)

dimana pada keadaan ini penderita tidak melakukan diet dan dan minum

obat hipertensi (Endang, 2015)


13

2.1.4 Strategi meningkatkan kepatuhan kepada pengobatan

Menurut Susanto (2015), strategi untuk meningkatkan kepatuhan

kepada pengobatan adalah:

1. Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan

pasien

2. Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya kepercayaan

pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan

3. Pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih

harus dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya

mengikuti rencana tersebut

2.1.5 Pengukuran kepatuhan

Kepatuhan merupakan bentuk perilaku. Menurut Hidayat (2012),

pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan menggunakan skala model

likert dengan kategori sebagai berikut :

Pernyataan Positif Nilai Pernyataan Negatif Nilai

Selalu 4 Selalu 1

Sering 3 Sering 2

Jarang 2 Jarang 3

Tidak pernah 1 Tidak pernah 4

Salah satu skor standar yang biasanya digunakan dalam skala model

likert adalah skor-T. yaitu :

Keterangan :
X = Skor responden pada skala sikap yag hendak diubah menjadi T
14

= Mean skor kelompok

S = Deviasi standar skor kelompok

Suatu cara untuk memberi interpretasi terhadap skor individual dalam

skala ranting yang dijumlahkan adalah dengan membandingkan skor

tersebut dengan harga rata–rata atau mean skor kelompok dimana responden

termasuk. Perbandingan relative ini akan menghasilkan interpretasi skor

individual sebagai lebih atau kurang favorable dibanding dengan rata – rata

kelompoknya. Agar perbandingan ini punya arti harus dinyatakan dalam

satuan deviasi standar kelompok yang berarti kita harus mengubah skor

individual menjadi skor standar (Azwar, 2012 ). Cara menginterpretasikan

skor adalah sebagi berikut :


Jika skor T yang didapat ≥ mean T maka patuh

Jika skor T yang didapat <mean T maka tidak patuh

2.2 Konsep Tekanan Darah

2.2.1 Pengertian

Tekanan darah adalah gaya (atau dorongan) darah ke dinding arteri

saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh (Palmer, 2010).

Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh

darah yang didorong dengan tekanan dari jantung. Tekanan sistemik atau

arteri darah adalah tekanan darah dalam sistem arteri tubuh yang juga

indikator yang baik tentang kesehatan kardiovaskular. Aliran darah mengalir

pada sistem sirkulasi karena perubahan tekanan. Darah mengalir dari daerah

yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekanannya rendah. Kontraksi

jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi ke aorta. Puncak dari


15

tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan darah sistolik Pada

saat ventrikel relaksasi, darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan

diastolik atau minimum. Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang

mendesak dinding arteri setiap waktu. Tekanan darah menggambarkan

situasi hemodinamik seseorang saat itu. Hemodinamik adalah suatu keadaan

di mana tekanan darah atau aliran darah. dapat mempertahankan perfusi atau

pertukaran zat di jaringan tubuh

1. Tekanan darah sistolik

Angka yang pertama ; jumlah tekanan terhadap dinding arteri setiap

waktu jantung berkontraksi atau menekan darah keluar jantung

2. Tekanan darah diastolik

Angka kedua ; jumlah tekanan di dalam arteri sewaktu jantung

beristirahat dan diantara denyut jantung (Putri, 2009).

2.2.2 Regulasi Tekanan Darah

Faktor-faktor yang meregulasi tekanan darah bekerja untuk periode

jangka pendek dan jangka panjang menurut Arif (2014) adalah sebagai

berikut :

1. Regulasi Jangka Pendek

a. Sistem saraf

Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan memengaruhi tahanan

pembuluh perifer. Ada dua tujuan dari mekanisme tersebut.

1) Mempengaruhi distribusi darah sebagai respons terhadap

peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang lebih spesifik, misalnya


16

saat melakukan olahraga maka distribusi darah ke sistem

pencernaan dialihkan ke bagian tubuh yang terlibat dalam aktivitas

tersebut seperti otot rangka dan panas tubuh dikeluarkan melalui

dilatasi pembuluh darah kulit.

2) Mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP) yang adekuat

dengan memengaruhi diameter pembuluh darah. Sedikit perubahan

pada diameter pembuluh darah menyebabkan perubahan yang

bermakna pada tekanan darah. Penurunan volume darah

menyebabkan konstriksi pembuluh darah seluruh tubuh kecuali

pembuluh darah yang memperdarahi jantung dan otak, tujuannya

adalah untuk mengalirkan darah ke organ-organ vital sebanyak

mungkin.

b. Peranan pusat vasomotor

Kontrol sistem saraf terhadap tekanan darah melibatkan

baroreseptor dan serabut-serabut aferennya, pusat vasomotor di

medula oblongata, serta serabut-serabut vasomotor dan otot polos

pembuluh darah. Kemoreseptor dan pusat kontrol tertinggi yang

terletak di otak juga memengaruhi mekanisme kontrol saraf Pusat

vasomotor yang memengaruhi diameter pembuluh adalah pusat

vasomotor yang merupakan kumpulan serabut saraf simpatis. Pusat

vasomotor dan pusat kardiovaskular bersama-sama meregulasi

tekanan darah dengan memengaruhi curah jantung dan diameter

pembuluh darah. Pusat vasomotor mengirim impals secara tetap

melalui serabut eferen saraf simpatis (serabut motorik) yang keluar


17

dari medula spinahs pada segmen TI sampai L2 dan masuk menuju

otos polos pembuluh darah dan yang terpenting adalah pembuluh

darah arteriol, akibatnya pembuluh darah arteriol hampir selalu dalam

keadaan konstriksi sedang yang disebut dengan tonus vasomotor.

Derajat konstriksi bervariasi untuk setiap organ. Umumnya pembuluh

darah arteriol kulit dan sistem pencernaan menerima impuls

vasomotor lebih sering dan cenderung konstriksinya lebih kuat

dibanding dengan pembuluh arteriol pada otot rangka. Peningkatan

aktivitas simpatis menyebabkan vasokonstriksi menyeluruh dan

meningkatkan tekanan darah, sebaliknya penurunan aktivitas simpatis

memungkinkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan

menyebabkan penurunan tekanan darah sampai pada nilai basal.

Umumnya serabut vasomotor mengeluarkan epinefrin yang

merupakan vasokonstriktor kuat, akan tetapi pada otos rangka

beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang

menyebabkan dilatasi pembuluh darah.

c. Refleks baroreseptor

Refleks baroreseptor mungkin merupakan refleks paling utama dalam

menentukan kontrol regulasi dari denyut jantung dan tekanan darah.

Baroreseptor (mekanoreseptor) sensitif terhadap perubahan tekanan

dan regangan arteri. Baroreseptor menerima rangsangan dari

peregangan atau tekanan yang berlokasi di arkas aorta dan sinus

karotikus. Reseptor ini dirangsang oleh distensi dan peregangan dari

dinding aorta atau arteri karotis. Pada saat tekanan darah arteri
18

meningkat dan arteri meregang, reseptor-reseptor ini dengan cepat

mengirim impulsnya ke pusat vasomotor, dan terjadi penghambatan

pusat vasomotor lalu mengakibatkan vasodilatasi tidak hanya pada

arteriol tetapi juga pada vena sehingga terjadi penurunan tekanan

darah.

Dilatasi arteriol menurunkan tahanan perifer, sedangkan

dilatasi vena menyebabkan darah menumpuk pada vena sehingga

mengurangi aliran balik (venous return) dan mengakibatkan

penurunan curah jantung. Impuls aferen dari baroreseptor juga

mencapai pusat jantung di mana akan merangsang aktivitas

parasimpatis dan menghambat pusat simpatis (kardioaselerator)

sehingga menyebabkan penurunan denyut jantung dan penurunan

daya kontraksi jantung.

Sebaliknya penurunan tekanan arteri rata-rata menyebabkan

refleks vasokontriksi dan meningkatkan curah jantung sehingga

meningkatkan tekanan darah. Fungsi reaksi cepat dari baroreseptor

adalah melindungi siklus selama fase akut dari perubahan tekanan

darah

d. Refleks kemoreseptor

Apabila kandungan oksigen atau pH darah turun atau kadar

karbon dioksida dalam darah meningkat, maka kemoreseptor yang ada

di arkus aorta dan pembuluhpembuluh darah besar di leher mengirim

impuls ke pusat vasomotor dan terjadilah vasokonstriksi. Selanjutnya


19

peningkatan tekanan darah membantu mempercepat darah kembali ke

jantung dan ke paru.

e. Pengaruh pusat otak tertinggi

Refleks yang meregulasi tekanan darah diintegrasikan pada

batang otak (medula). Walaupun konteks serebri dan hipotalamus

tidak terlibat secara rutin dalam mengontrol tekanan darah, pusat otak

tertinggi ini dapat memodifikasi tekanan darah arteri melalui

penyaluran ke pusat medulari.

f. Kontrol kimia

Seperti yang sudah disebutkan bahwa kadar oksigen dan

karbon dioksida membantu meregulasi tekanan darah melalui refleks

kemoreseptor, tetapi sejumlah kimia darah juga memengaruhi tekanan

darah dengan bekerja langsung pada otot polos atau pusat vasomotor.

Hormon yang paling penting adalah sebagai berikut :

1) Hormon yang dikeluarkan medula adrenal. Selama masa stres,

kelemar adrenal melepaskan norepinefrin dan epinefrin ke dalam

darah dan kedua hormon ini meningkatkan respons fight or flight.

2) Faktor Natriuretik Atrium. Dinding atrium jantung mengeluarkan

hormon peptida yang disebut dengan Faktor Natriuretik Atrial yang

menyebabkan volume darah dan tekanan darah menurun. Hormon

ini adalah antagonis aldosteron dan menyebabkan ginjal

mengeluarkan garam dan air yang lebih banyak dari tubuh sehingga

menurunkan, volume darah. Hormon ini juga menyebabkan dilatasi

menyeluruh dan menurunkan pembentukan cairan serebrospinalis


20

di otak

3) ADH (hormon antidiuretik). Hormon ini diproduksi di hipotalamus

dan merangsang ginjal untuk menahan air.

4) Angiotensin II. Angiotensin II terbentuk akibat adanya renin yang

dikeluarkan oleh ginjal saat perfusi ginjal tidak adekuat. Hormon

ini menyebabkan vasokonstriksi yang hebat dengan demiklait-

terjadi peningkatan tekanan darah yang cepat. Hormon ini juga

merangsang pengeluaran aldesteron di mana akan meregulasi

tekanan darah untukjangka panjang melalui penahanan air.

5) Endothelium-derived factor. Endotelin bekerja pada otos polos

pembuluh darah dan merupakan vasokonstriktor yang kuat.

Hormon ini dikeluarkan sebagai respons terhadap penurunan abran

darah dan mempunyai efek yang lama dengan meningkatkan

masuknya kalsium ke otot poles pembuluh darah (Sargowo, 2007).

6) Nitric Oxide (NO) disebut juga dengan Endothelium Derived

Relaxing Factor (EDRF) di mana merupakan vasokonstriktor yang

dikeluarkan oleh sel endotel akibat adanya peningkatan kecepatan

aliran darah dan adanya molekul-molekul seperti asetitkohn,

bradikinin, dan nitroliserin. Hormon ini bekerja melalui “Cydic

GMP second messenger” Hormon ini sangat cepat dihancurkan dan

efek vasodilatasinya sangat singkat.

7) Alkolhol. Konsumsi alkohol menyebabkan penurunan tekanan

darah melalui penghambatan pengeluaran ADH serta penekanan

pada pusat vasomotor, dan menyebabkan vasodilatasi terutama


21

pada kulit.

2. Regulasi Jangka Panjang dengan Regulasi dari Ginjal

Walaupun baroreseptor bekerja untuk jangka pendek, akan tetapi

baroreseptor dengan cepat dapat beradaptasi untuk meregulasi peningkatan

atau penurunan tekanan darah yang berlangsung lama atau keadaan yang

kronik. Ginjal mempertahankan homeotekanan darah dengan meregulasi

volume darah. Seperti telah diketahui bahwa volume darah merupakan

faktor penentu utama dari curah jantung (melalui pengaruhnya terhadap

tekanan vena, aliran balik, volume akhir diastolik, dan isi sekuncup).

Peningkatan volume darah diikuti dengan peningkatan tekanan darah dan

semua hal yang meningkatkan tekanan darah seperti konsumsi garam yang

berlebihan akan menyebabkan penahanan air yang selanjutnya

meningkatkan tekanan arteri rata-rata. Dengan proses yang sama,

penurunan volume cairan akan menurunkan tekanan darah. Peningkatan

volume darah serta tekanan darah juga merangsang ginjal untuk

mengeluarkan cairan.

Ginjal bekerja secara langsung maupun tidak langsung dalam

meregulasi tekanan arteri dan bekerja untuk mekanisme jangka panjang

dalam mengontrol tekanan darah. Mekanisme pengaruh langsung

menggambarkan kemampuan ginjal untuk memengaruhi volume darah.

Saat volume darah atau tekanan darah meningkat, kecepatan filtrasi cairan

di ginjal dipercepat. Pada keadaan demikian, ginjal tidak mampu untuk

memproses lebih cepat hasil filtrasi (filtrat), dengan demikian akan lebih

banyak cairan yang meninggalkan tubuh lewat urine, akibatnya volume


22

darah akan menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah.

Sebaliknya, saat tekanan darah atau volume darah menurun, maka air akan

ditahan dan kembali ke sistem aliran darah.

Pada saat tekanan darah arteri menurun, sel khusus pada ginjal

mengeluarkan enzim renin ke dalam darah. Renin ini akan memicu serial

reaksi enzimatika yang akan memproduksi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor kuat yang meningkatkan tekanan darah sistemik,

meningkatkan kecepatan aliran darah ke ginjal sehingga perfusi ginjal

akan meningkat. Angiotensin II juga merangsang konteks adrenal untuk

mengeluarkan aldesteron, suatu hormon yang mempercepat absorpsi

garam dan air yang akan meningkatkan tekanan darah.

Tabel 2.1 Faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Faktor Efek
Usia Tekanan arteri normal (sistolik/diastolik)
Bayi 65-115/42-80
7 tahun 87-117/48-64
10 sampai 19 tahun 124-136/77-84 (anak Laki-Laki)
124-127/63-74 (anak perempuan)
Dewasa tengah 120/80
Usia Lanjut 140-160/80-90
Jenis kelamin Setelah pubertas, karena variasi hormonal tekanan darah pada
anak laki-laki meningkat, setelah menopause tekanan darah
pada wanita meningkat karena hilangnya perlindungan
hormon estrogen.
Stimutasi saraf simpatetik meningkatkan tekanan darah
Kecemasan, takut, karena adanya peningkatan frekuensi denyutjantung dan
nyeri, dan stress emosi peningkatan tahanan perifer.
Obat-obatan Tekanan darah diturunkan dengan antihipertensi dan agen
diuretik, antiaritmia tertentu, anatgesik narkotik, dan
anestetik umum.
Sumber : Arif (2014)

2.2.3 Diagnosis
23

Diagnosis tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya

dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan

yang berbeda. Kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala

klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk

bersandar setelah beristirahat selama 5 menit dengan menggunakan

tensimeter.

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama

menderitanya, riwayat dan gejala-gejaka penyakit yang berkaitan seperti

jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskular dan lainnya.

Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang

berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktiftas/kebiasaan seperti

merokok, konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek

samping terapi hipertensi sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial

lingkungan (keluarga, pekerjaan dan sebagainya) (Mansjoer, 2010).

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Hasil pengukuran tekanan darah dipengaruhi oleh :

a. Aktifitas yang dilakukan sebelum pengukuran

b. Tekanan atau stress yang dialami

c. Posisi saat pengukuran berdiri atau duduk

d. Waktu pengukuran (Palmer, 2010)

2.2.5 Stabilitas tekanan darah

Tekanan darah dikatakan stabil apabila tidak ada kenaikan atau

penurunan secara drastis, dimana menurut Joint National Commission

(JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah yang harus dicapai adalah


24

< 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal

kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association

(AHA) merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu

140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik,

penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80

mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National

Kidney Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah

130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan

< 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Susanto, 2015). Hal

ini berarti tekanan darah yang naik atau turun secara drastis disebut keadaan

yang tidak stabil.

The Eighth Report of The Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VIII)

mengemukakan bahwa jangka waktu terapi antihipertensi adalah seumur

hidup. Tujuan terapi antihipertensi adalah menstabilkan tekanan darah

sehingga menurunkan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan

kerusakan organ target seperti penyakit kardiovaskular, cerebrovaskular,

gagal jantung, dan penyakit ginjal. Kepatuhan minum obat berperan dalam

mengontrol tekanan darah dan mencegah terjadinya komplikasi hipertensi.

Kepatuhan 80% terhadap regimen obat antihipertensi dapat menurunkan

tekanan darah ke tingkat normal dan kepatuhan ≤ 50% tidak efektif dan

adekuat untuk menurunkan tekanan darah. Pada kebanyakan survey yang

dilakukan pada pasien-pasien yang mulai minum obat antihipertensi, kira-

kira 25-50% menghentikan pengobatannya dalam 1 tahun (Hairunisa, 2014)


25

Pada kasus hipertensi, tiba-tiba berhenti minum obat dapat

menyebabkan tekanan darah naik lagi dan denyut jantung menjadi tidak

teratur. Studi menunjukkan bahwa dalam dua hari setelah berhenti minum

obat hipertensi, tekanan darah dan frekuensi denyut jantung dapat tiba-tiba

naik lagi. Akibatnya, komplikasi hipertensi dapat bermunculan, mulai dari

serangan jantung, gangguan ginjal, hingga stroke (Cynthia, 2014)

2.2.6 Pedoman Pengkajian Tekanan Darah

1. Alat Khusus

a. Stetoskop.

b. Spigmomanometer air raksa atau aneroid dengan balon udara dan

manset.

2. Persiapan Alat

a. Dengan manometer air raksa, katup pengendali seharusnya jelas dan

dapat bebas diatur; saat tertutup, katup seharusnya menahan air raksa

tetap konstan; saat dibuka, katup memungkinkan pengendalian tinggi

air raksa.

b. Periksa balon dan manset.

c. Balon dan manset seharusnya utuh tanpa sobekan atau kebocoran.

3. Persiapan Klien

a. Dorong klien untuk menghindari latihan dan merokok, minimal 30

menit sebelum pengukuran.

b. Jelaskan prosedur dan buatlah klien istirahat sedikitnya 5 menit

sebelum pengukuran.

c. Pastikan bahwa ruangan terang. Buatlah klien dalam posisi duduk


26

atau berbaring (secara bergantian, ukur beberapa kali dengan posisi

duduk dan berbaring untuk mengukur efek pergantian postural).

d. Pada pengkajian pertama klien, ukur tekanan darah pada kedua

lengan, buat rata-rata hasil dua pengukuran atau lebih untuk masing-

masing lengan; kemudian ambil hasil pengukuran pada lengan yang

bertekanan lebih tinggi. Perbedaan 5-10 mmHg pada sistole atau

diastole antara kedua lengan adalah normal; perbedaan yang lebih

besar menandakan suatu kondisi seperti stenosis aortik atau oklusi

arteri.

e. Tentukan sisi anatomik terbaik untuk pengukuran tekanan darah.

f. Hindari penempatan manset saat kateter infus berada di fossa

antekubital dan cairan sedang diteteskan.

g. Jangan menempatkan manset ke ekstremitas di mana terpasang shunt

arterivena, fistula, atau cangkokan (graft).

h. Hindari lengan di sisi di mana telah dilakukan operasi payudara atau

ketiak dan pengangkatan jaringan limfe.

i. Hindari lengan atau tangan yang mengalarm trauma, penyakit, atau

bila lengan bawah telah diamputasi, tertutup gips, atau balutan yang

keras.

Tabel 2.2 Pedoman pengkajian secara auskultasi


Prosedur Rasional
Gunakan manset ang sesuai Optimatisasi dari hasil tekanan darah.
27

dengan ukuran lengan dan usia.


Cuci tangan. Menurunkan transmisi
mikroorganisme ke klien.
Tentukan sisi pengukuran tekanan Lengan di atas setinggi jantung
darah. mengakibatkan hasil pengukuran
Bantu klien ke posisi duduk atau rendah yang satah. Posisi membantu
berbaring yang nyaman dengan tengan mempermudah penempatan manset.
tersokong setinggi jantung dan tetapak
tangan menghadap ke atas.
Buka semua tengan atas tanpa adanya Memastikan ketepatan letak manset.
konstriksi apapun di seputar tengan
akibat pakaian.
Patpasi arteri brakhial, tempatkan Balon udara seharusnya membesar
manset 1 inci (2,5 cm) di atas sisi langsung di atas arteri brakhial untuk
denyut arteri brakhial (ruang memastikan bahwa tekanan yang
antekubital). Pusatkan anak panah yang sempuma
tertera pada manset ke arteri brachial. diberikan selama pemompaan.
Dengan keadaan manset benar-benar Penempatan manset yang longgar
kempis, tempatkan manset dengan ketat menyebabkan hasil pengukuran tinggi
dan tepat di seputar lengan alas. yang salah.
Pastikan sphigmomanometer Mencegah ketidaktepatan membaca
ditempatkan vertikaL sejajar setinggi ketinggian air raksa.
mata. Berdiri tidak lebih dari satu
meter.
Bila tidak mengetahui tekanan sistolik Mengidentifikasi perkiraan tekanan
normal klien, palpasi arteri radial dan sistotik dan menentukan titik
pompa manset sampai tekanan 30 pemompaan maksimal untuk hasil
mmHg di atas titik dimana denyut yang akurat. Mencegahkesenjangan
arteri menghilang. Perlahan kempiskan auskultasi.
manset dan catat saat denyut kembali
teraba.
Kempiskan manset sepenuhnya dan Mencegah kongesti vena dan hasil
tunggu selama 30 detik. pengukuran tinggi yang tidak akurat.
Tempatkan bagian telinga stetoskop ke Bagian telinga stetoskop seharusnya
dalam telinga dan pastikan bahwa mengikuti sudut tiang telinga
bunyi jelas dan tidak samar. pemeriksa untuk mempermudah
pendengaran.
Carikembali anteri brakhial dan Penempatan stetoskop memastikan
tempatkan diafragma stetoskop di penerimaan bunyi optimum. Bunyi
atasnya. Jangan biarkan bagian yang samar dapat mengakibatkan
belakang stetoskop menyentuh manset pengukuran yang salah.
atau pakaian.
Tutup katup tabung tekanan dan kunci Mencegah kebocoran udara saat
hingga erat. pengembangan.
Pompa manset sampan tekanan 30 Memastikan ketepatan pengukuran
mmHg di atas sistolik normal klien. sistolik.
Perlahan buka katup, memungkinkan Penurunan air raksa yang terlalu cepat
28

air raksa turun rata-rata 2-3 mmHg peratau terlalu lamban dapat
detik. menyebabkan pembacaan hasil
pengukuran yang salah.
Catat titik pada manometer saat bunyi Bunyi Korotkoff pertama
pertama jelas terdengar. menandakan tekanan sistolik.
Kempiskan manset dengan cepat dan Pemompaan manset yang terus-
total. Lepaskan manset dari lengan menerus menyebabkan oklusi arteri,
klen kecuali bila ada keperluan lain gejala yang timbul antara lain kondisi
untuk mengulangi kembali pengukuran. mad rasa dan
kesemutan pada lengan klien.
Tunggu 30 detik sebelum mengulangi Mencegah kongesti vena dan
prosedur. pembacaan hasil pengukuran tinggi
yang saLah.
Lipat manset dan simpan dengan baik. Pemeliharaan yang baik menjamin
ketepatan instrumen.
Bantu klen ke posisi yang disukai dan Memelihara kenyamanan klien.
tutup lengan atas.
Informasikan hasil kepada klien Meningkatkan partipasi dalam
perawatan.
Cuci tangan. Mencegah adanya infeksi silang.
Bandingkan hasil tekanan darah dengan Mengevaluasi perubahan kondisi atau
data sebelumnya atau nilai normal adanya gangguan.
untuk usia klien.
Catat dalam catatan medik. Pencatatan tanda vital dengan segera
atau lembar pencatatan
Sumber : Muttaqin (2014)

2.3 Konsep Hipertensi

2.3.1 Pengertian

Hipertensi adalah kondisi medis yang terjadi akibat peningkatan

tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama) dengan tekanan

darah melebih 140/90 (Adib, 2011)

Hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik lebih

dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg (Arif, 2014)

2.3.2 Penyebab Hipertensi

Penyebab hipertensi dibedakan menjadi dua berdasarkan

penyebabnya yaitu :
29

1. Hipertensi primer atau essensial adalah hipertensi yang belum diketahui

penyebabnya.

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diakibatkan penyakit lain

Beberapa faktor eksternal misalnya kegemukan (obesitas), gaya

hidup yang tidak aktif, stres, alkohol atau garam dalam makanan bisa

memicu terjadinya hipertensi pada beberapa orang yang memiliki kepekaan

sedang turun (Adib, 2011)

Urutan kejadian di dalam sistem rennin - angiotensin yang telah

disederhanakan adalah :

1. Hati menghasilkan protein yang disebut angiotensinogen ke dalam

sirkulasi.

2. Ginjal menghasilkan renin sebagai bagian dari pengontrolan otomatis

tekanan darah dan juga sebagai respons terhadap penurunan tekanan

darah.

3. Renin merupakan suatu enzim yang bekerja pada angiotensinogen dan

mengubahnya menjadi protein lain yang disebut angiotensin I. Kedua

protein ini tidak aktif dan tidak mempunyai efek langsung terhadap

tekanan darah sampai diaktifkan oleh enzim lain.

4. Enzim tersebut adalah angiotensinconverting enzyme (disingkat ACE)

dan dihasilkan oleh sel yang melapisi pembuluh darah - disebut sel

endotel.

5. ACE bekerja dengan mengubah Angiotensin I yang tidak aktif menjadi

angiotensin II yang aktif.

Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan dua cara :


30

1. Angiotensin II bekerja langsung pada dinding pembuluh darah,

membuatnya berkontraksi sehingga pembuluh darah menyempit.

Akibatnya, darah tidak dapat mengalir lancar can tekanan darah

meningkat. Karena fungsi tersebut, angiotensin II disebut

vasokonstriktor.

2. Angiotensin II merangsang kelenjar adrenal (dua kelenjar kecil yang

terletak di atas ginjal) untuk menghasilkan hormon lain yaitu alcosterun.

Aldosteron membuat ginjal menahan natrium (garam), sehingga air akan

tertarik melalui osmosis dan rnenyebabkan tekanan darah meningkat

(Palmer, 2010)

Melihat peran penting sistem renin-angiotensin dalam mengontrol

tekanan darah, banyak obat penurun tekanan darah dikembangkan dan

didesain secara khusus untuk menghambat sistem ini. Obat tipe ini dibagi

menjadi dua golongan :

2.3.3 Klasifikasi Hipertensi

Tabel 2.3 Klasifikasi tekanan darah JNC 7


Klasifikasi Tekanan Sitolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tahap I 140-159 90-99
Hipertensi tahap II >160 >100
Sumber : Arif (2014)

2.3.4 Perawatan Pasien Hipertensi

Ada lima cara untuk mengurangi asupan garam yaitu :

1. Jangan menambah garam meja pada makanan

2. Jangan menambah garam saat memasak

3. Gunakan bumbu lain selain garam yang dapat menambah rasa makanan
31

4. Perhatikan berapa banyak garam yang terkandung dalam saus dan makan

yang diproses dan pasien hipertensi perlu mengurangi makanan tersebut

5. Hindari makanan yang berkadar natrium tinggi seperti kripik, kacang

olahan yang diasinkan, daging olahan dan keju (Palmer, 2010).

Lemak yang baik bagi pasien hipertensi adalah :

1. Lemak tak jenuh ganda omega-3

Minyak ikan, minyak biji rami, minyak biji kenari

2. Lemak tak jenuh tunggal

Minyak zaitun, kacang-kacangan, biji-bijian dan alpukat

Lemak yang jahat dan perlu dihindari oleh pasien hipertensi adalah:

1. Lemak trans (asam lemak trans)

Ditemukan pada makanan yang diproses (seperti biskuit atau margarin)

dan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah

2. Lemak jenuh (asam lemak jenuh)

Ditemukan dalam mentega, cake, pastry, biskuit, produk daging dan

krim. Golongan ini juga meningkatkan kadar kolesterol dalam darah

(Palmer, 2010)

Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap

tekanan darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya

menjaga bentuk tubuh dan berat badan, tetapi juga dapat menurunkan

tekanan darah. Latihan aerobik selama 30 menit selama beberapa hari setiap

minggu dapat menurunkan tekanan darah. Jenis latihan yang dapat

mengontrol tekanan darah adalah : berjalan kaki, bersepeda, beenang dan

aerobik (Palmer, 2010).


32

Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran terbukti menurunkan

tekanan darah dengan lima porsi buah dan sayuran sehari. Olahan yang baik

yaitu salad sayuran, salad buah dan tomat segar dengan minyak zaitu

(Palmer, 2010).

2.3.5 Pengobatan Hipertensi

Menurut Palmer (2010) Beberapa keadaan di mana pasien langsung

diberi obat antihipertensi, misalnya :

1. Tekanan darah lebih dari 180/110 mmHg

2. Tekanan darah lebih dari 160/100 mmHg yang menetap selama kurun

waktu tertentu

3. Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg dengan disertai salah satu atau

lebih keadaan berikut :

a. Diabetes

b. Kerusakan organ target (misalnya penyakit jantung, ginjal, atau

stroke)

c. Risiko penyakit kardiovaskular dalam 10 tahun lebih dari 20%.

Namun demikian, jika tekanan darah hanya sedikit meningkat (kurang

dari 140/90 mmHg), Anda akan diberi obat antihipertensi hanya bila

perubahan gaya hidup tidak cukup menurunkan tekanan darah Anda.

Terdapat lima golongan besar obat antihipertensi yang sering

digunakan:

1. Diuretik (misalnya chlortalidone (Hygroton), bendroflumethiazide

(Aprinox)

2. Alfa-bloker (misalnya doxazosin (Cardura), terazosin (Hytrin)


33

3. Beta-bloker (misalnya atenolol (Tenormin), bisoprolol (Concor),

Emcor)

4. Bloker kanal kalsium (misalnya amlodipine (Tensivask, Istin,

felodipine (Plendil)

5. Inhibitor ACE (angiotensin-converting enzyme) (misainya captopril

(Capoten), ramipril (Triatec), perindopril (Coversyl)

6. Bloker reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker, ARE)

(misalnya losartan (Cozaar), irbesartan (Aprovel),

Bila seseorang memerlukan penurunan tekanan darah lebih dari itu

untuk mencapai ke tingkat aman, maka seringkali dibutuhkan lebih dari satu

obat. Pemilihan obat sangat tergantung pada kebutuhan setiap individu.

Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa konsumsi obat harus

berdasarkan atas petunjuk dokter agar sasarannya tercapai.

Membantu dokter memilih kombinasi obat antihipertensi, British

Hypertension Society membuat algoritma yang disebut rumus ABCD.

Prinsip yang mendasari algoritma adalah kecenderungan kelompok orang

tertentu memiliki kadar renin yang tinggi atau rendah. Zat tersebut berperan

penting dalam sistem renin-angiotensin (baca bagian Pengetahuan praktis)

1. Obat ‘A’ (inhibitor ACE dan ARB) dan ‘B’ (beta-bloker) menghambat

sistem ini, sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Orang yang

memiliki kadar renin tinggi sebaiknya menggunakan obat ini terlebih

dahulu.

2. Orang yang berusia lanjut dan keturunan Afrika atau Afro-Karibia

cenderung memiliki kadar renin lebih rendah. Oleh karena itu, kelompok
34

ini sebaiknya menggunakan obat yang tidak bekerja langsung pada

sistem renin-angiotensin, seperti obat ‘C’ (calcium-channel blocker,

bloker kana! kalsium) dan ‘D’ (diuretik).

3. Jika tekanan darah tidak dapat dikontrol dengan satu obat, maka langkah

rasional selanjutnya.adalah mengkombinasi dua obat dari golongan yang

berbeda (misalnya A + D). Jika tekanan darah masih gagal mencapai

target, maka diperiukan obat ketiga, ban kombinasi yang paling cocok

adalah A + C + D.

Tabel 2.4 Efek Samping Obat Hipertensi


Golongan Obat Efek Samping
Thiazide/diuretik 1. Kadar kalium dalam darah rendah
menyerupai thiazide (deteksi dengan pemeriksaan darah).
(misalnya Aprinox) 2. Toleransi glukosa terganggu (kadar
glukosa darah di atas normal) terutama jika
dikombinasi dengan beta-bloker (dideteksi
dengan pemeriksaan darah).
3. Peningkatan kadar kolesterol LDL,
trigliserida, dan asam urat (dideteksi dengan
pemeriksaan darah dan urin).
4. Disfungsi ereksi (impotensi pria).
5. Gout (radang pada persendian akibat
peningkatan kadar asam urat)
Aifa-bloker. 1. Inkontinensia (ketidakmampuan untuk
(misalnya Cardura) mengendalikan buang air kecil) pada wanita.
2. Rasa melayang saat berdiri.
Beta-blokes 1. Kadar glukosa tidak terkontrol (dideteksi
(misalnya. Cardicor) dengan pemeriksaan darah).
2. Letargi (lesu).
3. Gangguan memori dan konsentrasi.
4. Disfungsi ereksi (impotensi pria).
5. Gejala penyakit arteri perifer memburuk
(sirkulasi yang buruk pada tungka).
6. Penyakit Raynaud (ujung jari tangan dan kaki
pucat).
Bloker kanal kalsium 1. Ederna peifer (akunulasi cairan dan
golongan dihydropyridine pembengkakan di mata. kaki). . .
(misalnya Amfostin) 2. Pembesaran gusi.
3. Kemerahan kulit dan’sakit kepala
Bloker kanal kalsium 1. Penuruan : frekuensi dan kekuatan kontraksi
golongan non jantung.
dihydropyridinc (misalnya 2. Konstipasi.
Tildiem)
35

Inhibitor ACE 1. Batuk kering persisten.


(misalnya Capoten) 2. Fungsi ginjal memburuk.
3. Hipotensi (akut, penurunan tekanan darah
tiba-tiba).
4. Ang’oedema (pembengkakan di bawah
kulit, terutama di sekitar mata dan bibir).
5. Ruam.
Bloker Reseptor 1. Rasa melayang atau pusing
Angiotensin 2. Efek samping golongan ini jarang dilaporkan
(misalnya Amias)
Sumber : Palmer (2010)

Obat Hipertensi yang perlu diwaspadai oleh pasien tertentu menurut

Palmer (2010) adalah :

1. Golongan beta-bloker sebaiknya tidak digunakan bila Anda menyandang

asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Beta-bloker dapat

meningkatkan kecenderungan diabetes, terutama jika digunakan sebagai

kombinasi bersama dengan thiazide atau diuretik menyerupai thiazide.

2. Beberapa jenis bloker kanal kalsium (misalnya verapamil dan diltiazem)

sebaiknya tidak digunakan jika Anda menderita gagal jantung.

Kombinasi obat ini dengan beta-bloker sebaiknya di awasi dengan ketat.

3. Thiazide atau diuretic menyerupai thiazide sebaiknya dihindari jika Anda

memiliki riwayat penyakit gout atau sedang menjalani pengobatan

dengan litium.

4. Inhibitor ACE dan bloker reseptor angiotensin (ARE) sebaiknya tidak

digunakan pada masa kehamilan. Obat-obatan ini juga biasanya tidak

digunakan penderita penyakit ginjal, walaupun dalam kasus tertentu

dapat digunakan di bawah pengawasan dokter spesialis (Palmer, 2010)

Pasien prehipertensi beresiko mengalami peningkatan tekanan darah

menjadi hipertensi, mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130-


36

139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko

menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular daripada yang

tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari 50

tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko

yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada

tekanan darah diastolik. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada

tekanan darah 115/75 mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan

20/10 mmHg. Risiko penyakit kardiovaskular ini bersifat kontinyu,

konsisten, dan independen dari faktor risiko lainnya, serta individu berumur

55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami hipertensi. Tekanan darah

setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang akurat adalah awal

yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan ambil rata-

ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2

pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali pertemuan

selama 2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg

atau 90 mmHg untuk diastolik (Susanto, 2015)

Ada dua kelompok pasien yang malas minum obat. Yang pertama,

pasien yang berhenti minum obat sama sekali karena merasa dirinya baik-

baik saja. Yang kedua, pasien yang malas minum obat, tapi minum obat

sesekali, karena makan makanan yang dilarang, atau karena sudah merasa

leher pegal-pegal, atau lagi sedang ingin minum obat. Keadaan semacam ini

bisa membahayakan diri sendiri (Cynthia, 2014)

2.3 Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Stabilitas Tekanan Darah

Pada Pasien Riwayat HT


37

Penderita hipertensi perlu patuh minum obat karena bisa menjaga

tekanan darah tetap stabil (Palmer, 2010).

Pengobatan hipertensi haruslah teratur. Tidak bisa dengan hanya

minum obat bila ada keluhan atau tekanan darah terukur tinggi. Bila setelah

minum obat tekanan darah sudah normal, obat tetap harus diteruskan karena

tekanan darah tersebut mencapai normal karena pemakaian obat yang teratur

(harus melaksanakan olahraga dan mengatur pola makan). Bila obat

dihentikan, maka tekanan darah akan kembali tinggi (Susanto, 2012)

The Eighth Report of The Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VIII)

mengemukakan bahwa jangka waktu terapi antihipertensi adalah seumur

hidup. Tujuan terapi antihipertensi adalah menstabilkan tekanan darah

sehingga menurunkan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan

kerusakan organ target seperti penyakit kardiovaskular, cerebrovaskular,

gagal jantung, dan penyakit ginjal. Kepatuhan minum obat berperan dalam

mengontrol tekanan darah dan mencegah terjadinya komplikasi hipertensi.

Kepatuhan 80% terhadap regimen obat antihipertensi dapat menurunkan

tekanan darah ke tingkat normal dan kepatuhan ≤ 50% tidak efektif dan

adekuat untuk menurunkan tekanan darah. Pada kebanyakan survey yang

dilakukan pada pasien-pasien yang mulai minum obat antihipertensi, kira-

kira 25-50% menghentikan pengobatannya dalam 1 tahun (Hairunisa, 2014)

Tekanan darah dikatakan stabil apabila tidak ada kenaikan atau

penurunan secara drastis, dimana menurut Joint National Commission

(JNC) 7, rekomendasi target tekanan darah yang harus dicapai adalah <
38

140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik

dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American Heart Association (AHA)

merekomendasikan target tekanan darah yang harus dicapai, yaitu 140/90

mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik, penyakit

arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80 mmHg

untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney

Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80

mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan

< 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Susanto, 2015)

Faktor yang mempengaruhi


kepatuhan2.4 Kerangka Teori
1. Pemahaman tentang
instruksi
2. Tingkat pendidikan
3. Kesakitan dan
pengobatan Ginjal menghasilkan renin Hati menghasilkan protein
4. Keyakinan, sikap dan yang disebut angiotensinogen
kepribadian ke dalam sirkulasi
5. Dukungan Keluarga
6. Tingkat ekonomi
7. Dukungan keluarga Kedua protein ini tidak aktif dan tidak mempunyai
8. Perilaku sehat mengubah
efek langsung Angiotensin
terhadap tekananI yang
darahtidak
sampai
9. Dukungan profesi angiotensinconverting
Bloker receptor angiotensin aktif menjadi angiotensin II yang aktif
diaktifkan oleh enzim lain
(angiotensin receptor blocker, / vasokonstriktor
enzyme (ACE)
keperawatan (kesehatan)
ARB)
39

Renin bekerja pada angiotensinogen


dan mengubahnya menjadi protein
lain yang disebut angiotensin I

Obat Inhibitor
ACE

Patuh Minum
Obat

Tekanan darah
normal

Stabil
bekerja langsung pada dinding pembuluh
darah, membuatnya berkontraksi sehingga Angiotensin II merangsang
pembuluh darah menyempit kelenjar adrenal untuk
menghasilkan aldosterun.

Faktor yang mempengaruhi tekanan


darah : Aldosteron membuat ginjal
1. Aktifitas yang dilakukan sebelum menahan natrium (garam),
pengukuran sehingga air akan tertarik
2. Tekanan atau stress yang dialami melalui osmosis
3. Posisi saat pengukuran berdiri Tekanan Darah
atau duduk Meningkat / Hipertensi Tidak Stabil
4. Waktu pengukuran

Gambar 2.1 Kerangka Teori Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Stabilitas
Tekanan Darah Pada Pasien Riwayat HT

2.5 Kerangka Konseptual


40

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar

variabel (yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam, 2013).

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan


1. Pemahaman tentang instruksi Penderita dengan HT
2. Tingkat pendidikan
3. Kesakitan dan pengobatan
4. Keyakinan, sikap dan
kepribadian
5. Dukungan Keluarga Kepatuhan Minum
6. Tingkat ekonomi Obat
7. Dukungan keluarga
8. Perilaku sehat
9. Dukungan profesi keperawatan
(kesehatan)
Patuh Tidak Patuh
Faktor yang mempengaruhi
tekanan darah :
1. Aktifitas yang
dilakukan sebelum
pengukuran Tekanan Darah
2. Tekanan atau stress
yang dialami
3. Posisi saat pengukuran
berdiri atau duduk
4. Waktu pengukuran Stabil Tidak Stabil
Keterangan: = diteliti

= tidak diteliti

= mempengaruhi

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan


Stabilitas Tekanan Darah Pada Pasien Riwayat HT

2.6 Hipotesis
41

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian (Nursalam, 2013). Hipotesis dalam penelitian ini

adalah

H1 : ada hubungan kepatuhan minum obat dengan stabilitas tekanan darah

pada pasien riwayat HT di UPT Puskesmas Kepadangan Kecamatan

Tulangan Sidoarjo

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab 3 akan membahas desain penelitian, populasi, sampling dan

sampel, identifikasi variabel penelitian dan definisi operasional, pengumpulan

data, analisis data, dan etika penelitian

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analitik

yaitu penelitian yang membutuhkan jawaban mengapa dan bagaimana,


42

penelitian ini biasanya menggunakan analisis statistik inferensial (Hidayat,

2012)

Desain penelitian merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan

penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau

penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2013).

Penelitian ini menggunakan desain penelitian secara kohort. Kohort adalah

pendekatan waktu secara longitudinal atau time peroid approach. Peneliti

mengobservasi variabel independen terlebih dahulu (faktor risiko),

kemudian suyek diikuti sampai waktu tertentu untuk melihat terjadinya

pengaruh variabel dependen (efek atau penyakit yang diteliti) (Nursalam,

2013)

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kepatuhan minum obat

dengan stabilitas tekanan darah pada pasien riwayat HT di UPT Puskesmas

Kepadangan Kecamatan Tulangan Sidoarjo.

3.2 Populasi, Sampling dan Sampel


42
3.2.1 Populasi penelitian

Populasi penelitian yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah

seluruh pasien dengan riwayat HT binaan UPT Puskesmas Kepadangan

Kecamatan Tulangan Sidoarjo sebanyak 27 orang

3.2.2 Sampling
43

Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan teknik total

sampling yaitu pengambilan seluruk populasi menjadi sampel penelitian

(Nursalam, 2013).

3.2.3 Sampel penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan riwayat HT

binaan UPT Puskesmas Kepadangan Kecamatan Tulangan Sidoarjo

sebanyak 27 responden.

3.3 Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.3.1 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu :

1. Variabel bebas (Independen variable)

Variabel bebas (Independen variable) adalah variabel yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat)

(Hidayat, 2012). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

kepatuhan minum obat.

2. Variabel terikat (Dependen variable)

Variabel tergantung (Dependen variable) adalah variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2012).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah stabilitas tekanan darah

pada pasien riwayat HT.

3.3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

observasional berdasarkan karakteristik yang di amati, sehingga


44

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2012)

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan


Stabilitas Tekanan Darah Pada Pasien Riwayat HT

Variabel Definisi
No Indikator Instrumen Skala Skor
Penelitian Operasional
1. Variabel Pasien taat Minum Kuesioner Nominal Untuk pernyataan
bebas : mengikuti obat favorable
kepatuhan anjuran tenaga sesuai 1. Skor 4 = sering
minum kesehatan resep 2. Skor 3 = selalu
obat untuk (cara 3. Skor 2 = jarang
minumobat minum, 4. Skor 1 = tidak
sesuai dengan dosis, pernah
resep waktu) Untuk pernyataan
unfavorable
1. Skor 1 = sering
2. Skor 2 = selalu
3. Skor 3 = jarang
4. Skor 4 = tidak
pernah
Kriteria penilaian:
Jika skor T ≥ mean T
maka patuh.
Jika skor T < mean T
maka tidak patuh
2. Variabel Tekanan darah Tekanan Lembar Nominal Ya : skor 1
terikat : dikatakan stabil darah observasi Tidak : skor 0
stabilitas apabila tidak <140/90 dan Kriteria :
tekanan ada kenaikan mmHg Stetoskop. 1. Stabil : tekanan
darah pada atau penurunan Untuk Spigmomano darah berkisar
pasien secara drastis, pasien meter air 140/90 mmHg
riwayat HT target tekanan penyakit raksa 2. Tidak stabil :
darah yang ginjal tekanan darah
harus dicapai kronik naik atau turun
adalah dan secara drastis
< 140/90 diabetes 20/10 mmHg
mmHg dan adalah ≤
target tekanan 130/80
darah untuk mmHg
pasien penyakit dalam
ginjal kronik dua
dan diabetes minggu
adalah ≤
130/80 mmHg

3.4 Kerangka Kerja


45

Kerangka kerja adalah langkah-langkah dalam aktifitas ilmiah, mulai

dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal

dilaksanakannya penelitian (Nursalam, 2013).

Populasi
Seluruh pasien dengan riwayat HT binaan UPT Puskesmas Kepadangan
Kecamatan Tulangan Sidoarjo = 27 orang

Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling

Sampel
Seluruh pasien dengan riwayat HT binaan UPT Puskesmas Kepadangan
Kecamatan Tulangan Sidoarjo = 27 responden

Pengumpulan data
Dengan instrument kuesioner dan lembar observasi

Pengolahan data
Setelah data terkumpul dilakukan editing, coding, skoring, tabulating dan
analisis data Uji Chi Square

Penyajian tabel distribusi frekuensi dan tabel silang

Desminasi hasil penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Stabilitas
Tekanan Darah Pada Pasien Riwayat HT

3.5 Pengumpulan Data

3.5.1 Instrumen penelitian

Instrument adalah alat bantu pengumpulan data. Instrumen untuk

mengukur kepatuhan minum obat dengan menggunakan kuesioner sebanyak

10 soal dan stabilitas tekanan darah dengan menggunakan lembar observasi.


46

Pengumpulan data dari data primer dengan melakukan pengambilan data

langsung pada responden.

Dalam melakukan penelitian, prosedur yang ditetapkan adalah sebagai

berikut :

1. Mengurus perijinan surat pengantar survey awal pengumpulan data

kepada Ketua STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto.

2. Mengurus perijinan penelitian kepada Kepala UPT Puskesmas

Kepadangan Kecamatan Tulangan Sidoarjo.

3. Memberikan informed consent kepada responden setelah klien bersedia

menjadi responden, peneliti memberikan surat pernyataan kesediaan

penelitian kepada responden.

4. Pengisian kuesioner tentang kepatuhan minum obat

5. Mengukur tekanan darah pada responden.

6. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisa univariat dan

bivariat.

3.5.2 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di UPT Puskesmas Kepadangan Kecamatan

Tulangan Sidoarjo dan direncanakan pada Maret Tahun 2016.

3.6 Analisis Data

3.6.1 Editing

Peneliti akan mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi,

kelengkapan data instrumen pengumpulan data termasuk pula kelengkapan


47

lembaran instrumen barangkali ada yang terlepas atau sobek dan mcam isian

data.

3.6.2 Coding

Mengklasifikasikan jawaban dari responden macam-macamnya

dengan memberi kode masing-masing jawaban.

1. Data Umum

a. Umur responden

Kode 1 : < 20 tahun

Kode 2 : 20-30 tahun

Kode 3 : 31-40 tahun

Kode 4 : 41-50 tahun

Kode 5 : > 50 tahun

b. Pendidikan

Kode 1 : SD - SMP

Kode 2 : SMA

Kode 3 : Akademi/Sarjana

c. Pekerjaan

Kode 1 : Tidak bekerja

Kode 2 : Bekerja

d. Dapat Informasi tentang minum obat hipertensi

Kode 1 : Ya

Kode 2 : Tidak

e. Sumber Informasi
48

Kode 1 : Media cetak

Kode 2 : Media elektronik

Kode 3 : Petugas kesehatan

Kode 4 : Keluarga

Kode 5 : Tetangga

2. Data Khusus

a. Kepatuhan minum obat

Kode 1 : Tidak patuh

Kode 2 : Patuh

b. Stabilitas tekanan darah

Kode 1 : Tidak stabil

Kode 2 : Stabil

3.6.3 Skoring

Pemberian skor pada stabilitas tekanan darah adalah bila ya : skor 1,

bila tidak : skor 0

Untuk pernyataan favorable

1. Skor 4 = sering

2. Skor 3 = selalu

3. Skor 2 = jarang

4. Skor 1 = tidak pernah

Untuk pernyataan unfavorable

1. Skor 1 = sering

2. Skor 2 = selalu

3. Skor 3 = jarang
49

4. Skor 4 = tidak pernah

Rumus :

Keterangan :
X = Skor responden pada skala sikap yag hendak diubah menjadi T
= Mean skor kelompok

S = Deviasi standar skor kelompok

Kriteria penilaian:

Jika skor T ≥ mean T maka patuh.

Jika skor T < mean T maka tidak patuh

3.6.4 Tabulating

Penyusunan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi

silang.

3.6.5 Analisis Data

1. Analisa univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian, yaitu untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat

dengan stabilitas tekanan darah pada pasien riwayat HT. Pada umumnya

dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap

variabel (Setiawan dan Saryono, 2010). Untuk mengetahui hasil

persentase dari tiap variabel dapat menggunakan rumus:

f
N x100
n

Keterangan :

N : Nilai yang didapat


50

f : Frekuensi

n : Jumlah seluruh observasi (Budiarto, 2002)

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel untuk mengetahui

hubungan dari kedua variabel (Setiawan dan Saryono, 2010 : 128). Data

selanjutnya diolah menggunakan Uji Chi Square.

3.7 Etika Penelitian

3.7.1 Informed Consent

Lembar persetujuan diberikan pada responden yang bertujuan agar

subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti

selama pengumpulan data. Jika subyek bersedia diteliti maka harus

menandatangi lembar persetujuan. Jika subyek menolak untuk diteliti maka

penelitian tidak boleh memaksa dan tetap menghormati haknya.

3.7.2 Tanpa nama (anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar tersebut hanya diberi nomor

tertentu.

3.7.3 Kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh

peneliti banyak data yang dipaparkan untuk kepentingan analisa data.


51

DAFTAR PUSTAKA

Adib, 2011. Ragam Penyakit Mematikan Yang Paling Sering Menyerang Kita.
Yogyakarta : Buku Biru

Ainun dkk. 2012. Hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada
mahasiswa di lingkup kesehatan Universitas Hasanuddin.
http://www.fkmunhus.com diakses tanggal 12 Pebruari 2016
52

Arif, Mansjoer. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media


Aesculapius

Azwar, Saifuddin. 2012. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Budiarto Eko. 2002. Biostatistika. Jakarta : EGC

Christ, Dirk. 2015. Sehat Hipertensi Sama Dengan Syarat Minum Obat Seumur
Hidup. http://wartakesehatan.com diakses tanggal 26 Januari 2016

Cynthia. 2014. Dilema Minum Obat Hipertensi. www.sehatraga.com diakses


tanggal 26 Januari 2016

Dinkes Sumenep. 2015. Hipertensi, The Silent Killer Of The Death.


www.dinkessumenep.co.id diakses tanggal 26 Januari 2016

Endang, 2015. Kepatuhan. http://repositury.usu.ac.id diakses tanggal 2 Pebruari


2016

Ekha, Rifandi. 2016. Proposal Hipertensi. http://plus.google.com diakses tanggal


26 Januari 2016

Hairunisa. 2014. Hubungan Antara Tingkat Kepatuhan Minum Obat dan Diet
Dengan Tekanan Darah Terkontrol Pada Penderita Hipertensi Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas I Kecamatan Pontianak Barat.
http://jurnal.untan.com.id diakses tanggal 4 Pebruari 2016

Hidayat, Aziz Alimul. 2012. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis
Data. Jakarta : Salemba Medika.

Maulana, Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2014. Pengkajian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.


Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam, 2009 Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Palmer. 2010. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Erlangga


53

Putri, Alissa. 2009. Tetap Sehat Di Usia Lanjut. Yogyakarta : Genius Publisher

Putri. 2013. Kepatuhan. http://www.scribd.com diakses tanggal 26 Januari 2016

Rusad, Irsyad. 2016. Kenapa Pasien Hipertensi Perlu Terus Minum Obat.
http://healthkompas.com diakses tanggal 26 Januari 2016

Setiawan, Ari dan Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1
dan S2. Yogyakarta : Nuha Medika

Setiawan. 2015. Pengertian Teori Kepatuhan Menurut Para Ahli (Compliance


Theory). http://www.sarjanaku.com diakses tanggal 26 Januari 2016

Suparyanto. 2015. Konsep Kepatuhan.http://www.dr-suparyanto.com.id


54
55

Lampiran 3

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Stabilitas Tekanan Darah Pada


Pasien Riwayat HT di UPT Puskesmas Kepadangan Kecamatan Tulangan
Sidoarjo

Kami adalah mahasiswa Prodi S1 Keperawatan STIKES Bina Sehat PPNI


Mojokerto. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam
56

menyelesaikan tugas akhir program Prodi S1 Keperawatan STIKES Bina Sehat


PPNI Mojokerto. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui “Hubungan kepatuhan
minum obat dengan stabilitas tekanan darah pada pasien riwayat HT di UPT
Puskesmas Kepadangan Kecamatan Tulangan Sidoarjo”.
Partisipasi saudara dalam penelitian ini berdampak positif dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di masyarakat khususnya kesehatan
pasien riwayat HT dan berguna dalam kepentingan proses belajar mengajar.
Kami mengharapkan tanggapan atau jawaban yang saudara berikan sesuai
dengan pendapat saudara sendiri tanpa dipengaruhi orang lain. Kami menjamin
kerahasiaan pendapat dan identitas saudara, informasi yang saudara berikan hanya
untuk mengembangkan ilmu kesehatan (Keperawatan) dan tidak akan
dipergunakan untuk maksud lain.
Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela dan bebas tanpa ada
paksaan.
Atas kesediaaan dan bantuan saudara kami mengucapkan terima kasih.

Mojokerto,

AGUSTINA EKOWATI
NIM : 05201211194

Lampiran 4

PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :
Umur :
Alamat :
Menyatakan bersedia untuk turut berpartisipasi sebagai responden penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswi Prodi S1 Keperawatan STIKES Bina Sehat PPNI
57

Mojokerto tentang “Hubungan kepatuhan minum obat dengan stabilitas tekanan


darah pada pasien riwayat HT di UPT Puskesmas Kepadangan Kecamatan
Tulangan Sidoarjo”.
Demikian surat pernyataan ini saya buat atas kemauan sendiri tanpa paksaan dari
orang lain. Tanda tangan saya menunjukkan bahwa saya diberi informasi dan
memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Mojokerto

Lampiran 5

KISI-KISI KUESIONER

Jumlah
No Variabel Penelitian Definisi Operasional Jenis pernyataan
soal
1. Variabel bebas : Pasien taat mengikuti 5 Positif : 1,5,6,7,9
kepatuhan minum obat anjuran tenaga kesehatan
untuk minum obat sesuai
dengan resep 5 Negatif : 2.3.4.8.10
cara minum, dosis,
waktu)
58

Lampiran 6
DATA UMUM RESPONDEN

Diisi oleh
I. Data Umum Responden peneliti
Petunjuk : Berilah tanda (X) pada jawaban yang sesuai!
1. Umur bapak/ibu sekarang.
a. < 20 tahun
b. 20-30tahun
c. 31-40 tahun
d. 41-50 tahun
59

e. > 50 tahun
1. Pendidikan
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Akademi/PT
3. Pekerjaan
a. Tidak bekerja
b. Bekerja
4. Dapat Informasi tentang Minum obat hipertensi
a. Ya
b. Tidak
5. Sumber Informasi
a. Media cetak
a. Media elektronik
b. Petugas kesehatan
c. Keluarga
d. Tetangga

Lampiran 7

KUESIONER

Petunjuk pengisian : berilah tanda silang (X) pada jawaban sesuai dengan pilihan saudara

NO Pernyataan Selalu Sering Jarang Tidak Skor


pernah
RESP
1 Saya minum obat darah tinggi setiap pagi
2 Saya kadangkala lupa minum obat darah
60

tinggi
3 Saya mau minum obat darah tinggi
hanya kalau saya pusing saja
4 Kalau tekanan darah tinggi maka saya
minum obat darah tinggi
5 Kalau sudah tekanan darah saya normal
tetap minum obat darah tinggi setiap hari
6 Dosis obat darah tinggi sesuai dengan
resep dokter atau perawat
7 Saya akan minum obat darah tinggi
sehari sekali
8 Saya minum jamu saja biar tidak
tergantung pada obat
9 Saya beli obat darah tinggi dengan
melakukan kontrol tekanan darah tinggi
10 Kalau badan saya terasa tidak enak, baru
saya minum obat darah tinggi

Lampiran 8

LEMBAR OBSERVASI

NO RESP Tekanan Darah Pada Hari ke Kriteria


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
61

Anda mungkin juga menyukai