Anda di halaman 1dari 84

‫ِيم‬

‫ح‬ ‫الر‬
‫َّ‬ ‫ن‬
‫ِ‬ ‫م‬
‫َ‬ ‫ح‬
‫ْ‬ ‫الر‬
‫َّ‬ ‫ِ‬ ‫هَّللا‬ ‫م‬‫س‬‫ْ‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫‪TUTORIAL 51 SKENARIO 1‬‬
DOA MULAI BELAJAR

‫مْري َواحْ لُ ْل‬ َ‫ص ْدري َو َيسِّرْ لِي أ‬ َ ‫ي‬ ِ ‫ل‬ ْ‫ح‬ ‫ر‬
َ ْ
‫ش‬ ‫َربِّ ا‬
ِ ِ
‫ُع ْقدَ ًة ِمنْ لِ َسا ِني َي ْف َقهُوا َق ْولِي‬
Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatam
mil lisaani yafqohu qoulii’
“Ya Allah, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah
urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya
mereka mengerti perkataanku”
(QS. Thoha: 25,28)
‫ِـي َف ْه ًمـا‬
ْ ‫ـاو ْر ُز ْقن‬
َ ‫ر ِّب ِزدْ ن ِْي عِ ْل ًم‬. َ
‫س ْهالً َو أَ ْن َت َت ْج َعل ُ ا ْل َح ْزنَ إِ َذا‬ َ ‫س ْهل َ إِالَّ َما َج َع ْل َت ُه‬
َ ‫اَل َّل ُه َّم ال‬
ً‫س ْهال‬َ ‫شِ ْئ َت‬
“Rabbi zidnii ‘ilman war zuqnii fahman”.
Allaahumma Laa Sahla Illaa Maa Ja’altahu Sahlaa Wa Anta
Taj’alul Hazna Idza Syi’ta Sahlaa
“Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu dan berikanlah aku pengertian
yang baik”. (QS. Thaha : 114)
“Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan
mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan
kesusahan menjadi kemudahan.”
(HR Anas bin Malik ra)
َ ْ ُ َ َ
‫اَللَّ ُه َّم إِ ِّن ْي أ ْسأل َك ِعل ًما نا ِف ًعا َو ِرزقا ط ِّي ًبا‬
ً ْ َ
ً‫َو َع َمالً ُم َت َق َّبال‬
Allahumma inni as’aluka ilman naafi’an wa
rizqon thoyyiban wa ‘amalan mutaqobalan
“Ya Allah aku mohon kepadamu berikanlah kepadaku ilmu yang
bermanfaat, rizki yang baik dan amalan yang diterima di sisi,Mu.”
(HR Ibnu Majah dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Shahih Ibnu
Majah no 762)
SKENARIO 1
Suatu kasus tentang stroke dibahas dalam kelompok tutorial yang terdiri dari program
studi kedokteran, keperawatan, farmasi dan fisioterapi. Dalam kelompok tersebut mempunyai
ketua (dari prodi Kedokteran) yang memimpin jalannya diskusi tanpa ada proses pemilihan
secara terbuka, hanya inisiatif dari salah satu prodi. Masing-masing anggota kelompok tidak
saling memperkenalkan diri dan ternyata mereka memiliki stereotype pribadi terhadap prodi
lain.
Pada awal diskusi, ketua telah membuat outline yang akan dibahas yaitu identifikasi
permasalahan berupa summary of data base. Identifikasi permasalahan hanya dilihat dari
sudut pandang kedokteran saja sampai penentuan diagnosis, dalam hal terapi yang dituliskan
juga hanya dari sudut pandang kedokteran saja. Setelah tertulis lengkap, barulah ketua
meminta teman-teman dari prodi lain untuk mengemasnya dalam tindak lanjut mereka
masing-masing, mendapat arahan seperti itu maka setiap prodi langsung melakukan sendiri
sendiri tanpa diskusi lebih lanjut.
Selama diskusi berlangsung tidak terdapat inisiatif dari anggota kelompok dari prodi lain untuk
mengutarakan pendapat, ada yang merasa bahwa yang terbaik untuk pasien hanya dari saran yang
diberikan oleh dokter, ada pula yang merasa takut salah. Pertanyaan hanya diajukan di akhir diskusi
yaitu “adakah yang ingin ditanyakan?”, dan sebagian besar keputusan yang diambil berdasarkan
pemikiran ketua, menganggap pemikiran ketua sama dengan yang dipikirkan anggota lainnya, sehingga
ketua merasa tidak perlu meminta pendapat atau persetujuan. Dominasi salah satu prodi membuat rasa
superior dan inferior dari anggota prodi lain sehingga tercipta suasana hierarikal yang kental. Hal ini
juga menyebabkan partisipasi anggota kelompok menjadi pasif.
Pada kasus ini penatalaksanaan dipikirkan oleh masing-masing individu namun tidak
tersampaikan karena tidak berani atau enggan berbicara, sehingga belum terlihat persamaan visi dari
kelompok ini yang berlandaskan patient centered dan terkesan multiprofesional team bukan
interprofesional team. Fasilitator yang mendampingi kelompok ini hanya menyarankan agar seluruh
mahasiswa bisa aktif, namun tidak memberikan arahan atau inisiasi agar dinamika kelompok tercipta.
Buku modul menuliskan panduan untuk melakukan refleksi di akhir tutorial tetapi ternyata masing-
masing mahasiswa tidak memahami bagaimana refleksi seharusnya dilakukan di level personal,
professional, dan interprofesional agar membawa perbaikan kerja tim ke depannya.
KEY WORD

1. Konflik kelompok (Azka)


2. Identifikasi permasalahan (Anhas)
3. Interprofesional team (Hayin)
KATA SULIT

1. Stereotype (Nymas)

2. Hierarkial (Azka)

3. Patient centered (Revie)

4. Multiprofesional team (Silvia)

5. Inisiasi (Anhas)
KLARIFIKASI ISTILAH

1. Stereotype : Penilaian terhadap seseorang yang hanya berdasarkan persepsi


terhadap kelompok yang dapat dikategorikan. (Anhas)
2. Hierarkial : Urutan tingkatan atau jenjang jabatan (pangkat kedudukan). (Anggie)
3. Patient centered : Inovasi pendekatan dalam perencanaan pelayanan dan evaluasi
perawatan antara penyedia pelayanan kesehatan pasien dan keluarga. (Masah)
4. Multiprofesional team : Multiprofesional adalah suatu tim yang dapat
menyelesaikan masalah fragmentasi antara unit dan fungsinya, memfasilitasi
perawatan yang efisien dan berkualitas tinggi dan dianggap memungkinkan
berbagai profesi untuk bertemu dan bertukar pengalaman dan pengetahuan. (Lia)
KLARIFIKASI ISTILAH

5. Inisiasi : Ujian yang harus dijalani orang yang akan menjadi anggota suatu
perkumpulan atau kelompok. (Revie)
6. Summary of database : Sebuah ringkasan dari berbagai data dan informasi
atau catatan catatan yang tersusun dan saling terkait satu sama lain yang
saling terhubung secara logis dan deskripsi. (Nymas)
7. Stroke : suatu kondisi ketika pasokan darah ke otak terputus akibat
penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian di
sel-sel pada sebagian area otak. (Azka)
KLARIFIKASI ISTILAH

8. Interprofesional team : Salah sati cara untuk berusaha mengubah pola dan
meningkatkan struktur serta proses pemberian perawatan pada pasien. (Riza)
Bentuk pembelajaran dimana berfokus pada belajar dengan dari dan tentang
masing-masing profesi sehingga dapat mengembangkan kerjasama antara 2 atau lenih
profesi kesehatan demi terwujudnya pelayanan pasien yang lebih optimal. (Lia)
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana seharusnya peran ketua dalam kelompok? (Anhas)

2. Apa perbedaan dari interprofessional team dengan multiprofesional team? (Silvia)

3. Bagaimana cara melakukan refleksi pada level personal, profesional, dan interprofesional yang
baik dan benar? (Anggie)

4. Bagaimana cara menciptakan kerjasama berdasarkan patient centered dan multiprofesional


team? (Lia)

5. Apa saja yang dapat dilakukan agar setiap anggota kelompok menjadi aktif dalam diskusi?
(Nymas)

6. Bagaimana cara anggota tiap kelompok atau diskusi menghindari terjadinya kondisi dominansi
dalam pembagian peran? (Ikke)
7. Bagaimana cara setiap partisipan memahami tugasnya dalam menangani sebuah
kasus? (Hayin)
8. Bagaimana refleksi diri yang sebaiknya dilakukan semua anggota kelompok? (Evy
Rosda)
9. Mengapa bisa muncul streotipe antar prodi dan bagaimana cara mengatasinya?
(Revie)
10. Bagaimana membentuk dinamika kelompok sehingga terbentuk kerjasama tim yang
baik? (Riza)
HIPOTESIS
1. BAGAIMANA SEHARUSNYA PERAN KETUA
DALAM KELOMPOK?

1. Memimpin jalannya diskusi dari awal hingga selesai


2. Memastikan semua anggota aktif dalam diskusi, menjamin seluruh peserta
mendapat giliran berpendapaat
3. Memastikan diskusi berjalan sesuai alokasi waktu
4. Memastikan tiap peserta membawa catatan atau textbook atau laptop, agar
setiap pendapat berdasarkan literatur
5. Memastikan sekretaris menjalankan tugasnya dengan benar. (Hayin)
2. APA PERBEDAAN DARI INTERPROFESSIONAL
TEAM DENGAN MULTIPROFESIONAL TEAM?

1. Interprofesional team : dimana para pekerja professional di bidang Kesehatan


dengan skill yang berbeda dan pengetahuan berbeda tetapi memiliki tujuan
Bersama yaitu patient centered. Mereka menyatukan visi mereka yang
penatalaksaaan yang komprehensif dengan pendekatan patient centered.
2. Multiprofesional team : Para pekerja profesional yang bertujuan untuk kesembuhan
pasien, tetapi mereka membawa logika dari profesi mereka masing-masing.disini
kurang efektif karena mereka kurang diskusi untuk kesembuhan pasien dan hanya
mengandalkan skill yang mereka peroleh sesuai bidang ilmu masing-masing.
(Anhas)
3. BAGAIMANA CARA MELAKUKAN REFLEKSI
PADA LEVEL PERSONAL, PROFESIONAL, DAN
INTERPROFESIONAL YANG BAIK DAN BENAR?

1. Level personal : Proses dan pengalaman belajar sebagai salah satu anggota
kelompok atau tim, yang biasanya didominasi oleh mahasiswa profesi Kesehatan,
khususnya pada modul kolaborasi dan Kerjasama tim Kesehatan.
2. Pelayanan interprofesional : Perawatan terpadu antar profesi menunjukkan bahwa
integritas kesehatan merupakan istilah yang dapat menunjukkan manajemen multi
disiplin, dalam hal ini komponen dalam pelayanan interprofesional sangat
dibutuhikan untuk berdiskusi dalam penanganan masalah. (Lia)
4. BAGAIMANA CARA MENCIPTAKAN KERJASAMA
BERDASARKAN PATIENT CENTERED DAN
MULTIPROFESIONAL TEAM?
1. Bisa berupa saling memotivasi antar anggota untuk berpendapat atau memberikan
tanggapan.
2. Saling berbagi informasi
3. Menumbuhkan rasa percaya diri antar anggota kelompok dalam mengutarakan
sebuah pendapat.
4. Memberikan kesempatan anggota untuk saling bertukar pendapat. (Ikke)
5. APA SAJA YANG DAPAT DILAKUKAN AGAR
SETIAP ANGGOTA KELOMPOK MENJADI AKTIF
DALAM DISKUSI?

1. Perbanyak referensi, belajar terlebih dahulu agar saat diskusi dapat berjalan dengan
baik dan semua anggota dapat mengutarakan pendapat masing-masing. (Anggie)
6. BAGAIMANA CARA ANGGOTA TIAP KELOMPOK
ATAU DISKUSI MENGHINDARI TERJADINYA KONDISI
DOMINANSI DALAM PEMBAGIAN PERAN?
1. Bersikap netral
2. Mendengarkan usulan dan pendapat anggota lain
3. Setiap peserta tidak bersikap memblokir atau tidak mau mendengar
pendapat orang lain. (Silvia)
7. BAGAIMANA CARA SETIAP PARTISIPAN
MEMAHAMI TUGASNYA DALAM MENANGANI
SEBUAH KASUS?
Pertama yang dapat dilakukan adalah menjalin kerjasama yang baik antar
anggota. yang kedua dapat memberikan motivasi atau semangat dan percaya
diri dalam mengutarakan pendapat atau pertanyaan kepada anggota kelompok
satu sama lain. meyakinkan anggota bahwa mereka tidak akan disalahkan,
ditertawakan, ataupun dipermalukan jika salah. 
Pemimpin diharuskan memiliki komunikasi dan pemikiran yang terbuka untuk
mendengarkan masukan orang lain/ anggota serta kritis. pemimpin selalu
fokus dan percaya diri.  (Azka)
8. BAGAIMANA REFLEKSI DIRI YANG
SEBAIKNYA DILAKUKAN SEMUA ANGGOTA
KELOMPOK?

1. Semua anggota aktif dalam pelaksanaan diskusi kasus


2. Menguasai kasus dengan baik saat diskusi berlangsung
3. Semua anggota harus memiliki rasa respect terhadap situasi atau suasana dalam
pelakasanaan diskusi. (Riza)
9. MENGAPA BISA MUNCUL STREOTIPE ANTAR
PRODI DAN BAGAIMANA CARA MENGATASINYA?
1. Streotipe bisa muncul akibat dari pemikiran kepercayaan seseorang terkait
karakteristik anggota kelompok yang dianggap berbeda dari anggota sendiri (Willy
Weri,2018).
2. Cara mengatasi dengan :
● Menghargai pendapat dari masing-masing profesi dan memahami peran serta
tanggung jawab dar masing-masing profesi yang nantinya berperan penting dalam
mengupayakan intervensi terbaik untuk pasien agar tidak terjadi kesalahan dalam
komunikasi.
● Tidak mendikriminasi setiap kelompok berdasarkan latar belakang yang dimiliki
agar tidak mengurangi pemahaan saat berkomunikasi. (Evy Rosda)
10. BAGAIMANA MEMBENTUK DINAMIKA
KELOMPOK SEHINGGA TERBENTUK
KERJASAMA TIM YANG BAIK?
1. Struktur komunikasi, system komunikasi dalam kelompok harus lancer agar pesan
bisa sampai kepada seluruh anggota
2. Struktur tugas, pembagian tugas harus merata dengan memerhatikan kemampuan,
peranan, dan posisi tiap anggota.
3. Struktur kekuasaan/pengambilan keputusan, kedinamisan kelompok berkaitan erat
dengan pengambilan keputusan
4. Sarana terjadi interaksi. (Masah)
PETA KONSEP
LEARNING OBJECTIVES

1. Manajemen konflik
2. Dinamika kelompok
3. Multiprofesional tim dan Interprofesional tim
4. Komunikasi interprofesional dan komunikasi efektif
5. Kolaborasi interprofesional
6. Refleksi diri (personal, profesional, dan interprofesional)
LEARNING OBJECTIVES
Manajemen konflik
LO 1
•Konflik: percekcokan; perselisihan; pertentangan (KBBI)
• Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-
orang, kelompok,atau organisasi

KBBI Anggi
Konflik atau pertentangan memang tidak bisa dihindarkan dari dalam diri
manusia baik sebagai mahluk pribadi terlebih sebagai mahluk sosial.
Konflik sendiri dapat terjadi pada :
1.Individu
2.Kelompok
3.Organisasi
Anggi

Muspawi, M. (2014). Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik Dalam Organisasi). Jambi University.
Jenis-jenis konflik
-Konflik dalam diri individu, terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai
permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk
melakukan lebih dari kemampuannya.
-Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan
oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik
antar peranan dan tugas (seperti ketua dan anggota)
-Konflik antara individu dan kelompok, yang berhubungan dengan era individu
menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja
mereka
Anwar, C. (2015). Manajemen konflik untuk menciptakan komunikasi yang efektif (Studi kasus di Departemen Purchasing Pt. Anggi
Sumi Rubber Indonesia). Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(2), 148-157.
Faktor penyebab terjadinya konflik
-Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi.
-Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan
-Kurangnya kerja sama
Ikke
Anwar, C. (2015). Manajemen konflik untuk menciptakan komunikasi yang efektif (Studi kasus di Departemen Purchasing Pt.
Sumi Rubber Indonesia). Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(2), 148-157.
Manajemen konflik
Manajemen konflik dapat didefinisikan sebagai segala seni pengaturan atau
pengelolaan berbagai konflik maupun pertentangan yang ada untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan.

Ikke
Anwar, C. (2015). Manajemen konflik untuk menciptakan komunikasi yang efektif (Studi kasus di Departemen Purchasing Pt.
Sumi Rubber Indonesia). Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(2), 148-157.
Penyelesaian konflik
Ada beberapa cara strategi mengelola konflik :
1.Kerja sama (collaborating) atau menghadapi (confronting)
2.Kompromi (compromising) atau berunding (negotiating).
3.Menyepakati suatu solusi
4.evaluasi

Ikke

Wartini, S. (2015). Strategi manajemen konflik sebagai upaya meningkatkan kinerja teamwork tenaga
kependidikan. Jurnal Manajemen dan Organisasi, 6(1), 64-73.
Dinamika kelompok
LO 2
Definisi

Dinamika Kelompok : suatu istilah yang digunakan untuk menghubungkan


kekuatan-kekuatan aspek pekerjaan kelompok dg metode dan proses yang
bertujuan meningkatkan nilai kerjasama kelompok yang berlandaskan prinsip-
prinsip.

Dinamika Kelompok : Dinamika kelompok merupakan cabang ilmu sosial yang


mempelajari perilaku manusia dalam kelompok atau ilmu yang mempelajari
tenaga-tenaga yang bekerja dalam kelompok, mencari penyebabnya, dan apa
akibatnya terhadap individu maupun kelompok.

(Anhas)
Peranan Anggota Kelompok

Pembagian tugas masing-


masing

Peranan pemeliharaan ETIKA

Pemicu

(Anhas)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam dinamika kelompok

1. Adanya rasa memiliki dan dimiliki oleh kelompok yang kuat


2. Semakin besar daya pikat kelompok, semakin besar pengaruh kelompok itu pada
anggotanya
3. Semakin relevan kegiatan kelompok dengan sikap dan nilai anggotanya, makin besar
pengaruh kelompok
4. Semakin berharga seorang anggota di mata anggota lainnya, makin besar pengaruhnya
terhadap anggota lain
5. Keberhasilan dalam mengubah perilaku sebagian anggota kelompok akan
menyebabkan mereka menyimpang dari norma-norma kelompok da menimbulkan
perlawanan dari anggota lain
(Anhas)
6. Adanya saling berbagi persepsi pada para anggota kelompok akan menimbulkan
kekuatan untuk berubah lanjutan
7. Adanya saling berbagi persepsi pada para anggota kelompok mengenai informasi
kebutuhan untuk berubah,rencana perubahan dan akibat perubahan
8. Perubahan pada sebagian kelompok akan berpengaruh pada bagian lain dan pengaruh
ini hanya dapat dikurangi dengan menghapus perubahan tersebut atau dengan
mengadakan penyesuaian kembali dengan bagian lain

(Anhas)

Andi Mascunra Amir. 2009. PENERAPAN DINAMIKA KELOMPOK. JURNAL ACADEMICA vol 1 Untad.
Tujuan Dinamika Kelompok

- Membangkitkan kepekaan diri terhadap anggota kelompok lain, sehingga dapat


menimbulkan rasa saling menghargai
- Menimbulkan rasa solidaritas anggota sehingga dapat menghormati pendapat orang
lain
- Menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap sesama anggota kelompok
- Menimbulkan adanya itikad baik diantara semua anggota kelompok. (AZKA)
Tahapan Dinamika Kelompok

● Melakukan / mengalami
● Mengungkapkan
● Menganalisa
● Menyimpulkan

(AZKA)
Faktor Yang Memengaruhi

1. Faktor alam dan faktor teknis-material


● lingkungan alam dibentuk oleh sekumpulan kondisi fisik (suhu,
kelembaban, pencahayaan, kebisingan, getaran, dll.)
● Dan lingkungan material teknis terdiri dari ruang itu sendiri, ruangan di
mana orang bekerja, dengan semua lampirannya, termasuk peran penting
mesin, perkakas, posisi mereka, jarak di antara mereka, dll
● kedekatan spasial, yang dipahami sebagai bagian dari lingkungan teknis
dan material tempat tim menampilkan aktivitas mereka, sangat penting
untuk interaksi antar anggota. (AZKA)
Faktor Yang Memengaruhi

2. Faktor Sosial Budaya

● Berbagai faktor sosial budaya, seperti keluarga, lingkungan, kelompok sosial,


lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal, pengaturan tempat tinggal, secara
langsung mempengaruhi dinamika kelompok kerja dan kegiatan produktif dalam
organisasi.
● keterpaduannya dalam lingkungan kerja akan dipermudah atau dihambat justru
oleh kekhasan lingkungan hidup. (AZKA)
Faktor Yang Memengaruhi
3. Faktor Sosial tertentu

● Kategori faktor ini mengacu pada hubungan formal yang dibentuk antara kelompok
dalam unit yang lebih besar di mana mereka berasal, dalam hal ini, organisasi.
Dinamika internal suatu kelompok akan dipengaruhi oleh sejarah hubungan antar
anggotanya sendiri, tetapi juga oleh sejarah hubungan kelompok dengan kelompok
lain di dalam kelompok organisasi.
● faktor sosial ekonomi (yang berasal dari tingkat perkembangan ekonomi dan
keuangan suatu organisasi.
● faktor sosio-profesional (difokuskan pada tingkat pelatihan profesional, tingkat
kualifikasi, senioritas, kompetensi yang diperoleh, dll.) atau
● faktor sosio-demografis (jenis kelamin, usia, agama, kebangsaan, orientasi seksual,
dll.). (AZKA)
Sumber : (Reimond Napitupulu., SE.,MM, Ir. Didi Hasan Putra., MM, Shalahudin., S.Pd., MM, Buku Dasar-Dasar Ilmu
Multiprofesional team dan Interprofesional team
LO 3
Multiprofessional team
Definisi "interprofessional," "multiprofessional," "interdisciplinary," dan "multidisciplinary"
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kedua anggota profesi yang
berbeda yang bekerja sama sebagai tim perawatan/pelayanan kesehatan dan cara kolaborasi
tim pelayanan kesehatan tsb.

Gibbon dkk, memilih untuk menggunakan istilah multiprofesional yang mengacu pada
komponen struktural sebuah tim dan istilah interprofesional yang mengacu pada proses
intervensi.

(Chamberlain-Salaun, J., Mills, J., & Usher, K. (2013). Terminology used to describe health care teams: an integrative
review of the literature. Journal of multidisciplinary healthcare, 6, 65–74. https://doi.org/10.2147/JMDH.S40676)

[Hayin Nada N]
Multiprofessional team

Tim multi-profesional sekarang umum digunakan saat mengatur perawatan kesehatan.


Tim seperti itu dianggap menyelesaikan masalah fragmentasi antara unit dan fungsinya,
memfasilitasi perawatan yang efisien dan berkualitas tinggi dan juga dianggap
memungkinkan berbagai profesi untuk bertemu dan bertukar pengalaman dan
pengetahuan. Tujuan yang diharapkan adalah didapatkan keputusan yang lebih baik dan
perawatan yang lebih baik untuk kesembuhan pasien.
(Christian Gadolin and Ewa Wikström. Organising Healthcare with Multi-Professional Teams: Activity Coordination as a
Logistical Flow. Scandinavian Journal of Public Administration 20(4): 53-72 © Christian Gadolin, Ewa Wikström, and
School of Public Administration 2016 ISSN: 2001-7405 e-ISSN: 2001-7413)

[Hayin Nada N]
Multiprofessional team

Penelitian menunjukkan bahwa penerapan tim multi-profesional dalam organisasi


perawatan kesehatan bermasalah sehubungan dengan berbagi pengetahuan dan integrasi
antara kelompok profesional yang berbeda. Pada intinya Multiprofesional team dinilai
kurang efektif karena para pekerja ini hanya mengandalkan skill individu yang dimiliki
sehingga tidak ada kolaborasi untuk menyamakan persepsi bersama.

(Christian Gadolin and Ewa Wikström. Organising Healthcare with Multi-Professional Teams: Activity Coordination as a
Logistical Flow. Scandinavian Journal of Public Administration 20(4): 53-72 © Christian Gadolin, Ewa Wikström, and
School of Public Administration 2016 ISSN: 2001-7405 e-ISSN: 2001-7413)
Multiprofessional team

Dalam tim multi-profesional, anggota harus didukung untuk mengembangkan identitas profesional
individu masing-masing serta identitas kelompok, jika mereka ingin berkembang dalam praktik.
Tim harus menghargai bagaimana masing-masing anggota memberikan kontribusi untuk perawatan
pasien dan bagaimana mereka dapat bekerja sama secara efektif.
.

(Academy of Medical Royal Colleges. 2020. Developing professional identity in multi-professional teams. )

[Hayin Nada N]
Interprofesional Team
A. Definisi

Praktik interdisiplin atau kolaborasi interprofesional merupakan kerjasama kemitraan dalam tim kesehatan
yang melibatkan profesi kesehatan dan pasien, melalui koordinasi dan kolaborasi untuk pengambilan keputusan
bersama seputar masalah-masalah kesehatan. Tim pelayanan interdisiplin diperlukan untuk menyelesaikan masalah
pasien yang kompleks, meningkatkan efisiensi dan kontinuitas asuhan pasien. Kolaborasi interprofesional
merupakan strategi untuk mencapai kualitas hasil yang dinginkan secara efektif dan efisien dalam pelayanan
kesehatan. Komunikasi dalam kolaborasi merupakan unsur penting untuk meningkatkan kualitas perawatan dan
keselamatan pasien. (Bauw, 2019).

Bauw, J. F. (2019). Sosialisasi Model Praktik Kolaborasi Interprofesional Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit. 6(1), 10–13.
https://doi.org/10.31219/osf.io/bfqup

(Masah Zahiroh P)
Interprofesional Team
B. Tujuan
a. Meningkatkan pemahaman interdispliner dan meningatkan kerjasama
b. Membina kerja sama yang kompeten
c. Membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien
d. Meningkatkan kualitas perawatan pasien yang komprehensif (Triana, 2018)
Triana, N. (2018). Interprofessional Education Di Institusi dan Rumah Sakit. Deepublish Publisher.
C. Manfaat
Pendekatan interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani tumpang tindihnya peran para praktisi
kesehatan dalam menyelesaikan masalah pasien. Manfaat yang didapatkan mahasiswa selama interprofessional
education adalah meningkatnya pemahaman mahasiswa terhadap profesi lain dan meningkatnya kemampuan
berkolaborasi antar profesi. Mahasiswa lebih tau peran dan tanggung jawab masing-masing profesi di bandingkan
dengan profesi kesehatan lain. Pada saat berhadapan dengan pasien, mahasiswa lebih tau profesi mana yang tepat
sebagai tempat konsultasi sesuai dengan masalah kesehatan yang dialami oleh pasien (Al Achkar, Hanauer,
Colavecchia, & Seehusen, 2018).
Al Achkar, M., Hanauer, M., Colavecchia, C., & Seehusen, D. A. (2018). Interprofessional education in graduate medical education:
survey study of residency program directors. BMC Medical Education, 18(1), 11. https://doi.org/10.1186/s12909-017-1104-z

(Masah Zahiroh P)
Interprofesional Team
D. Metode Pembelajaran
Berbagai model metode pembelajaran yang diterapkan dalam IPE yaitu kursus bersama, studi kasus,
diskusi berbasis web, pembelajaran layanan masyarakat, penempatan klinis, interaksi dengan simulasi,
konferensi kasus berbasis tim (Nagge, Lee-Poy, & Richard, 2017), diskusi berbasis seminar, dan bermain
peran (McCutcheon, Alzghari, Lee, Long, & Marquez, 2017).

McCutcheon, L. R. M., Alzghari, S. K., Lee, Y. R., Long, W. G., & Marquez, R. (2017). Interprofessional education and distance education: A
review and appraisal of the current literature. Currents in Pharmacy Teaching and Learning, 9(4), 729 736. https://doi.org/10.1016/j.
cptl.2017.03.011
Nagge, J. J., Lee-Poy, M. F., & Richard, C. L. (2017). Evaluation of a Unique Interprofessional Education Program Involving Medical and
Pharmacy Students. American Journal of Pharmaceutical Education, 81(10), 6140. https://doi. org/10.5688/ajpe6140

(Masah Zahiroh P)
Interprofesional Team
E. Elemen dari IPC dalam Assessment of Interprofessional Team Collaboration Scale (AITCS) terdiri dari 4 item yaitu
partnerships, cooperation, coordination dan shared decision making.
a. Partnerships atau kemitraan adalah sebagai beberapa pihak, baik pemerintah maupun swasta, yang semua orang di
dalamnya menjadi mitra atau rekan kerja dalam meraih tujuan bersama dan memenuhi kewajiban serta menanggung
resiko, tanggung jawab, sumber daya, kemampuan dan keuntungan secara bersama.
b. Cooperation atau kerjasama didefinisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, bekerja sama
antar profesi agar dapat mencapai tujuan yang sebelumnya sudah direncanakan dan disepakati bersama.
c. Coordination atau koordinasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat untuk
bersama mengatur atau menyepakati sesuatu dan saling memberikan informasi, sehingga proses pelaksanaan tugas
dan keberhasilan pihak yang satu tidak mengganggu pihak yang lainnya.
d. Shared decision-making atau pengambilan keputusan bersama adalah proses pengambilan keputusan tentang
tindakan asuhan pasien berdasarkan kesepakatan bersama (Mawarni et al., 2018).

Mawarni, E., Dachriyanus, Maisa, E. A., & Fajri, J. Al. (2018). Gambaran Pengetahuan Inter Professional Collaboration Pada Profesional
Pemberi Asuhan Di Rumah Sakit Khusus Propinsi Jambi: Kajian. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 19(2), 416–420.

https://doi.org/10.33087/jiubj.v19i2.676 (Masah Zahiroh P)


Komunikasi interprofesional dan komunikasi
efektif
LO 4
Komunikasi

Komunikasi adalah keterampilan klinis mendasar yang harus


dilakukan secara kompeten dan efisien untuk memfasilitasi
pembentukan hubungan kepercayaan antara staf medis dan pasien
(Chichirez & Purcărea, 2018).

(Evy Rosda)

Chichirez, C. M., & Purcărea, V. L. (2018). Interpersonal communication in healthcare. Journal of


Medicine and Life, 11(2), 119–122
Komunikasi interprofesional

Menurut Berridge (2010) komunikasi interprofesi merupakan faktor


yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan keselamatan pasien,
karena melalui komunikasi interprofesi yang berjalan efektif, akan
menghindarkan tim tenaga kesehatan dari kesalah pahaman yang
dapat menyebabkan medical error.

(Evy Rosda)

Berridge, E-Jmackintosh, N.J & freeeth, DS., (2010) Supporting patient safety: Examinng
communication within delivery suite teams through colaborasting approaaches to research
observation. Midwifwery, 26 (5), pp 512-9
Komunikasi interprofesional
Adanya komunikasi interprofessional ialah bertujuan untuk:
1. Mewujudkan kesehatan pasien yang lebih baik
2. Bertukar informasi dan alat medis agar lebih efektif untuk memajukan praktek
medis, serta
3. Mengadvokasi untuk penerapan standar baru pelayanan perawatan kesehatan.

(Evy Rosda)

Andzani, S. D. (2016). Komunikasi Interproffesional. Retrieved from


https://www.academia.edu/28629685/Komunikasi_Interproffesional.docx, tanggal akses 22 Desember
2020 jam 15.45
Secara umum, dalam pembelajaran interprofessional education harus mencakup empat
bidang pembelajaran yaitu (Anderson & Kinnair, 2016) we reflect on some of the challenges
associated with assessment in interprofessional education (IPE)
● Nilai/etika untuk praktik interprofesional: Rasa hormat yang ditunjukkan antara praktisi
yang berbeda dan kemampuan untuk menempatkan pasien sebagai pusat dalam semua
aspek jalur perawatan mereka.
● Peran/tanggungjawab: Harus ada pengetahuan tentang masing-masing lingkup
profesional dalam konteks praktik setempat
● Komunikasi antarprofesional: Bagaimana praktisi berkomunikasi dalam tim
profesional, melibatkan pasien, perawat dan keluarga dan berkolaborasi dengan para
profesional di luar tim baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sektor
perawatan lainnya
● Tim dan kerja tim: Memahami teori dan praktik yang berkaitan dengan bagaimana
orang bekerja bersama untuk membentuk dan mempertahankan tim yang efektif.

(Evy Rosda)

Anderson, E. S., & Kinnair, D. (2016). Integrating the assessment of interprofessional education into the health
care curriculum. Journal of Taibah University Medical Sciences, 11(6), 552–558.
KOMUNIKASI EFEKTIF

● Definisi

Komunikasi efektif adalah penciptaan makna dalam komunikasi sebagai suatu proses dua
arah pengiriman pesan antara pembicara dan pendengar yang didalamnya terdapat interaksi
saling bertukar informasi dengan hasil apa yang diucapkan oleh pembicara dan didengar oleh
pendengar adalah sama. Jika dari segi keperawatan, komunikasi efektif merupakan dasar
bagi terciptanya hubungan interpersonal antara perawat dan klien yang menjadi metode
utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan (Syagitta et al., 2017).

Syagitta, M., Sriati, A., & Fitria, N. (2017). Persepsi Perawat Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Efektif di IRJ
Al – Islam Bandung. Jurnal Keperawatan, V(2), 140–147.

(Riza Nita H.)


● Klasifikasi:

Menurut (Syagitta et al., 2017), terdapat 2 jenis komunikasi efektif, antara lain:

-Komunikasi verbal efektif: mempunyai karakteristik jelas dan ringkas.


-Komunikasi nonverbal: dapat disampaikan melalui beberapa cara yaitu penampilan fisik,
sikap tubuh dan cara berjalan, ekspresi wajah, dan sentuhan. Kesesuaian antara komunikasi
verbal dan nonverbal tentu akan berpengaruh terhadap kualitas isi pesan yang disampaikan.

Syagitta, M., Sriati, A., & Fitria, N. (2017). Persepsi Perawat Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Efektif di IRJ
Al – Islam Bandung. Jurnal Keperawatan, V(2), 140–147.

(Riza Nita H.)


Menurut (Jannah et al., 2018), ada 5 faktor yang mempengaruhi komunikasi efektif, antara
lain, respect, empathy, audible, clarity, and humble.

1. Respect: menghargai dan menghormati pasien, memberi salam dan sapa ketika pasien
datang.
2. Empathy: mampu menempatkan diri pada situasi yang dialami oleh pasien, sehingga
pasien merasa nyaman.
3. Audible: menyampaikan instruksi dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga pasien
mengerti pesan yang disampaikan.
4. Clarity: mampu menjelaskan instruksi pemeriksaan dengan baik, sehingga tidak
menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan oleh pasien.
5. Humble: harus bersikap ramah dan rendah hati dalam melayani pasien.

Jannah, M., Darmini, D., & Rochmayanti, D. (2018). Komunikasi Efektif Berperan Dalam Meningkatkan
Kepuasan Pasien Di Instalasi Radiologi. Link, 13(2), 28. https://doi.org/10.31983/link.v13i2.2924.
(Riza Nita H.)
Kolaborasi interprofesional
LO 5
Definisi Kolaborasi interprofesional
Kolaborasi interprofesional merupakan merupakan strategi untuk mencapai kualitas hasil yang dinginkan secara efektif
dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Komunikasi dalam kolaborasi merupakan unsur penting untuk meningkatkan
kualitas perawatan dan keselamatan pasien (Reni,A al,2010). Kolaborasi terjadi ketika individu saling menghormati
satu sama lain dan profesi satu sama lain dan bersedia berpartisipasi dalam suasana kooperatif (Stone, 2009).
Model Praktik Kolaborasi Interprofesional Pelayanan kesehatan merupakan tatanan pelayanan yang dirancang untuk
menyelaraskan berbagai profesi yang terlibat (antara lain dokter, perawat, farmasi, dan fisioterapi) dalam memberikan
pelayanan kepada pasien yang menjalani hospitalisasi(Susilaningsih, 2011). Model ini terdiri dari 4 komponen yaitu
1. alur klinis pengelolaan pasien (integrated care pathway), pengelolaan pasien secara tim, dokumentasi asuhan
terpadu dan penyelesaian masalah bersama melalui diskusi kasus secara interprofesional.
2. penggunaan informasi secara bersama (information sharing),
3. perhatian terhadap tumpang tindihnya peran dan tanggung jawab (attention to overlapped responsibility),
rentang kendali (sense of control) dan
4. kepastian siapa melakukan apa (structuring intervention).

(nymaz putri p)
Bridges,2011) menjabarkan kompetensi kolaborasi, yaitu:
1) memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas,
2) bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan
perawatan dan pengobatan pasien,
3) bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan memantau
perawatan pasien,
4) menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain,
5) memfasilitasi pertemuan interprofessional, dan
6) memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain.

(Nyimas Putri P
Ciri-ciri Kolaborasi interprofesional
Ciri-ciri proses kolaborasi interprofesional yaitu :
1. Kebersamaan dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, tujuan dan pertanggungjawaban
2. Bekerjasama dalam memberikan pelayanan
3. Melakukan koordinasi dalam pelayanan
4. Keterbukaan dalam komunikasi

(Lia Novita Sari)


Faktor-faktor yang mempengaruhi Kolaborasi interprofesional
1. Antecendent merupakan pertimbangan sosial dan interpersonal. Dasar pertimbangan sosial berawal dari kesadaran bahwa
seseorang harus membentuk suatu kelompok agar dapat bekerja secara efektif . Antecendent meliputi :
a. Interpersonal
b. Sosial
c. Physical Enviroment
d. Organizational

2. Procces
a. Faktor Perilaku
b. Faktor Interpersonal
c. Faktor intelektual

3. Outcome
a.Pengembangan kerjasama dan kolaborasi tim interdisiplin akan sangat membantu dalam menciptakan ide-ide baru yang
berhubungan dengan inovasi pelayanan kesehatan.
b.Kesadaran terhadap hambatan terbentuknya kerjaasama yang efektif harus ditekaknkan pada setiap anggota tim sehingga
dapat tercipta model integrasi dalam sistem pelayanan kesehatan.
c.Tuntutan terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
(Lia Novita Sari)

Ns. Neny Triana, M.Pd., M.Kep. 2018. Interprofesional Education (IPE) di Institusi dan RS. Sleman : Deepublish
Refleksi diri (personal, profesional, dan
interprofesional)
LO 6
REFLEKSI DIRI

Refleksi adalah proses metakognisi yang menciptakan pemahaman dengan lebih baik
mengenai diri dan situasi sehingga tindakan yang akan datang didasari oleh
pemahaman ini. Refleksi diri merupakan bagian dari pencapaian kompetensi mawas
diri, penerapan dari belajar sepanjang hayat (lifelong learning) dan self regulated yang
menjadi aspek penting dalam pengembangan profesional (Meidianawaty,2019).

(Silvia)

Meidianawaty Vivi. (2019). “Refleksi Diri dalam Pendidikan Kedokteran” Tunas Medika Jurnal Kedokteran &
Kesehatan 5.3
Manfaat Refleksi Diri
Pembelajaran refleksi memungkinkan mahasiswa untuk mengidentifikasi dan membangun
pengetahuan mereka sendiri serta membuat generalisasi dari pengalaman tertentu yang akan
membantu mereka untuk mengaplikasikan pembelajaran dalam situasi selanjutnya. Selain itu,
juga memungkinkan mahasiswa untuk mengintegrasikan pemahaman baru mereka. Refleksi
diri dapat membantu mahasiswa menyadari apa yang telah mereka kerjakan atau yang tidak
dikerjakan selama kegiatan yang mereka ikuti dan memungkinkan mereka membuat
penyesuaian atau mengubah apa yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
hasil refleksi.

(Silvia)

Ayu S, N.N. (2015). Penerapan Refleksi Diri dan Self Evaluation Sebagai Keterampilan Dasar Dalam Meningkatkan
Profesionalisme Pada Mahasiswa Kedokteran. JAMBI MEDICAL JOURNAL “Jurnal Kedokteran dan Kesehatan”, 3(1).
Refleksi terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Reflection in action
Refleksi yang dilakukan saat pengalaman itu terjadi, seperti merencanakan apa yang akan kita
lakukan kedepannya saat kita menemukan kembali permasalahan yang sama.

2. Reflection on action
Refleksi yang dilakukan sesudah pengalaman tersebut terjadi, seperti melakukan tindakan atas apa
yang telah kita rencanakan sebelumnya.

(Silvia)
Lestari, S. M. (2019). Perbedaan Tingkat Refleksi Diri Dalam Pembelajaran Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati Tahun 2019. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Vol. 6 (4)
Refleksi terdiri atas 2 komponen besar:

Komponen tersebut adalah experience atau pengalaman dan aktifitas reflektif berdasarkan
pengalaman yang terjadi. Experience merupakan respon total seseorang terhadap situasi atau
kejadian, dalam hal ini yang meliputi adalah apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan dan
disimpulkan saat itu juga atau beberapa saat setelah pengalaman itu sendiri. Setelah experience
terjadilah fase memproses yang disebut refleksi.

(Silvia)

Lestari, S. M. (2019). Perbedaan Tingkat Refleksi Diri Dalam Pembelajaran Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati Tahun 2019. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Vol. 6 (4)
REFLEKSI PADA PERSONAL

Personal reflection merupakan eksplorasi dan kajian terhadap pengalaman, yaitu


mengklarifikasi dan membentuk pemahaman dalam proses belajar. Personal reflection lebih
banyak melibatkan pemikiran, perasaan, gambaran, sensasi dan bukan hanya aspek
intelektual. Refleksi personal merupakan kunci dari fungsi koordinasi, optimasi keseimbangan
seorang mahasiswa dalam belajar atau melakukan fungsinya.

Susani, Yoga Pamungkas. (2009). Refleksi dalam Pendidikan Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram Mataram
(Revie)
REFLEKSI DIRI PADA PROFESIONAL
Profesionalisme dapat diartikan sebagai cara berbuat atau bertindak yang meliputi seperangkat perilaku
yang dapat diobservasi berdasarkan norma-norma tertentu.

Seorang mahasiswa dapat meningkatkan dan menjaga profesionalismenya dengan mengikuti program
Continuing Professional Development (CPD). CPD didefinisikan sebagai proses pembelajaran sepanjang
hayat (lifelong learning) bagi individu ataupun tim yang memungkinkan para profesional medis untuk
memperluas dan mengembangkan potensi mereka dalam mengelola standar pelayanan kesehatan yang
tinggi dan terus menerus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pasien.

Ayu S, N.N. (2015). Penerapan Refleksi Diri dan Self Evaluation Sebagai Keterampilan Dasar Dalam Meningkatkan
Profesionalisme Pada Mahasiswa Kedokteran. JAMBI MEDICAL JOURNAL “Jurnal Kedokteran dan Kesehatan”, 3(1).
(Revie)
Lifelong learning merupakan sebuah konsep yang meliputi serangkaian kegiatan inisiasi diri
(selfinitiated activities-behaviour aspect), keterampilan mencari informasi (information-seeking
skills-capabilities) yang dilakukan seseorang dengan motivasi (motivation-predisposition) untuk
belajar, serta kemampuan untuk mengenal kebutuhan pembelajarannya sendiri (learning needs-
cognitive aspect). Lifelong learning hanya dapat dilakukan oleh seorang adult learner, yang
memiliki karakteristik:
1. Rasa ingin tahu
2. Pandangan yang luas (helicopter vision)
3. Kemampuan mengelola informasi
4. Kemampuan mengelola diri sendiri
5. Memiliki keterampilan belajar

Ayu S, N.N. (2015). Penerapan Refleksi Diri dan Self Evaluation Sebagai Keterampilan Dasar Dalam Meningkatkan
Profesionalisme Pada Mahasiswa Kedokteran. JAMBI MEDICAL JOURNAL “Jurnal Kedokteran dan Kesehatan”, 3(1).
(Revie)
REFLEKSI PADA INTERPROFESIONAL
Interprofessional Education (IPE) merupakan bentuk pembelajaran di mana berfokus pada belajar dengan, dari,
dan tentang masing-masing profesi sehingga dapat mengembangkan kerjasama antara dua atau lebih profesi
kesehatan demi terwujudnya pelayanan pasien yang lebih optimal. IPE adalah segalanya tentang berusaha saling
mengerti dan saling menghargai antar profesi kesehatan, dengan adanya interaksi diantara profesi yang berbeda.
Interprofessional Education (IPE) merupakan dasar dari Interprofessional Colaboration (IPE), oleh karena itu
IPC tak akan ada tanpa IPE.

Inter Professional Collaboration (IPC) merupakan kondisi dimana berbagai profesi kesehatan bekerjasama
dengan pasien, keluarga pasien, masyarakat, dan profesi kesehatan lain untuk memberikan pelayanan kesehatan
dengan kualitas yang terbaik (Hinde et al, 2016).

Hinde, T., Gale, T., Anderson, I., Roberts, M., & Sice, P. (2016). A study to assess the influence of interprofessional point of care simulation
training on safety culture in the operating theatre environment of a university teaching hospital. Journal of interprofessional care, 30(2),
251-253.
(Revie)
Tanya Jawab

1. Berdasarkan kasus di skenario 1, bagaimanakah sikap


anggota terhadap sikap ketua kurang memperhatikan
pendapat anggotanya?
(Hayin – Anhas & Silvia)
2. Apakah yang berperan dalam melakukan manajemen konflik
hanya ketua saja? Bagaimana dengan anggota kelompok yang
lain yang juga terlibat dalam konflik tersebut?
(Lia – Azka & Anggie)
3. Bagaimana contoh konflik dari dalam diri
perorangan?
(Azka – Anggie & Lia)
4. Saya pernah dengar kalau konflik itu ada prosesnya. Seperti
tahap tahapan seperti itu. Mungkin bisa dijelaskan tahap tahap
proses konflik.
(Revie – Ikke & Masah)
5. Bagaimana cara menciptakan lingkungan kerja berlandaskan
interprofessional team dan multiprofesional team dalam
mewujudkan visi misi yg sama?
(Anhas – Hayin)
6. Bagaimana cara melakukan refleksi diakhir sesi agar
membawa perbaikan kerja tim kedepannya?
(Evy – Riza & Lia)
DOA SELESAI BELAJAR

ٍ ‫اَل َّل ُه َّم إِ ِّن ْي أَ ُع ْو ُذ ِب َك ِمنْ ِع ْل ٍم الَ َي ْن َف ْع َو ِمنْ َق ْل‬


َ‫ب ال‬
ُ ‫دَع َو ٍة الَ ُ ْيس َت َج‬
‫اب‬ ْ ْ‫ش َب ْع َو ِمن‬ ْ ‫س الَ َت‬ ْ
ٍ ‫ش ْع َو ِمنْ َن‬
‫ف‬ َ ‫َي ْخ‬
‫َل ُه‬
Allahumma inni a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’, wa min
qolbin laa yakhsya’, wa minnafsin laa tasyba’, wamin da’
watin laa yustajaabulaha
“Ya Allah, aku berlindung kepada,Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusu’,
nafsu yang tidak pernah puas, dan do’a yang tidak dikabulkan”.
َ ْ ّ ً
‫اَل َّل ُه َّم أَ ِر َنا ا ْل َح َّق َحقا َو ْار ُزق َنا ا ِّتـ َبا َعه ُ َوأ ِر َنا‬
ْ ‫ار ُز ْق َنا‬
‫اج ِت َنا َب ُه‬ ْ ‫ا ْل َباطِ ل َ َباطِ الً َو‬
Allahumma arinal_haqqo _haqqon warzuqnat
tibaa’ahu wa arinal baathila baa,thilan
warzuqnaj tinaabahu
“Ya Allah Tunjukkanlah kepada kami kebenaran sehinggga
kami dapat mengikutinya Dan tunjukkanlah kepada kami
kejelekan sehingga kami dapat menjauhinya”

Anda mungkin juga menyukai