ح الر
َّ ن
ِ م
َ ح
ْ الر
َّ ِ هَّللا مسْ ب
ِ ِ ِ
TUTORIAL 51 SKENARIO 1
DOA MULAI BELAJAR
مْري َواحْ لُ ْل َص ْدري َو َيسِّرْ لِي أ َ ي ِ ل ْح ر
َ ْ
ش َربِّ ا
ِ ِ
ُع ْقدَ ًة ِمنْ لِ َسا ِني َي ْف َقهُوا َق ْولِي
Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatam
mil lisaani yafqohu qoulii’
“Ya Allah, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah
urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya
mereka mengerti perkataanku”
(QS. Thoha: 25,28)
ِـي َف ْه ًمـا
ْ ـاو ْر ُز ْقن
َ ر ِّب ِزدْ ن ِْي عِ ْل ًم. َ
س ْهالً َو أَ ْن َت َت ْج َعل ُ ا ْل َح ْزنَ إِ َذا َ س ْهل َ إِالَّ َما َج َع ْل َت ُه
َ اَل َّل ُه َّم ال
ًس ْهالَ شِ ْئ َت
“Rabbi zidnii ‘ilman war zuqnii fahman”.
Allaahumma Laa Sahla Illaa Maa Ja’altahu Sahlaa Wa Anta
Taj’alul Hazna Idza Syi’ta Sahlaa
“Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu dan berikanlah aku pengertian
yang baik”. (QS. Thaha : 114)
“Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan
mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan
kesusahan menjadi kemudahan.”
(HR Anas bin Malik ra)
َ ْ ُ َ َ
اَللَّ ُه َّم إِ ِّن ْي أ ْسأل َك ِعل ًما نا ِف ًعا َو ِرزقا ط ِّي ًبا
ً ْ َ
ًَو َع َمالً ُم َت َق َّبال
Allahumma inni as’aluka ilman naafi’an wa
rizqon thoyyiban wa ‘amalan mutaqobalan
“Ya Allah aku mohon kepadamu berikanlah kepadaku ilmu yang
bermanfaat, rizki yang baik dan amalan yang diterima di sisi,Mu.”
(HR Ibnu Majah dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Shahih Ibnu
Majah no 762)
SKENARIO 1
Suatu kasus tentang stroke dibahas dalam kelompok tutorial yang terdiri dari program
studi kedokteran, keperawatan, farmasi dan fisioterapi. Dalam kelompok tersebut mempunyai
ketua (dari prodi Kedokteran) yang memimpin jalannya diskusi tanpa ada proses pemilihan
secara terbuka, hanya inisiatif dari salah satu prodi. Masing-masing anggota kelompok tidak
saling memperkenalkan diri dan ternyata mereka memiliki stereotype pribadi terhadap prodi
lain.
Pada awal diskusi, ketua telah membuat outline yang akan dibahas yaitu identifikasi
permasalahan berupa summary of data base. Identifikasi permasalahan hanya dilihat dari
sudut pandang kedokteran saja sampai penentuan diagnosis, dalam hal terapi yang dituliskan
juga hanya dari sudut pandang kedokteran saja. Setelah tertulis lengkap, barulah ketua
meminta teman-teman dari prodi lain untuk mengemasnya dalam tindak lanjut mereka
masing-masing, mendapat arahan seperti itu maka setiap prodi langsung melakukan sendiri
sendiri tanpa diskusi lebih lanjut.
Selama diskusi berlangsung tidak terdapat inisiatif dari anggota kelompok dari prodi lain untuk
mengutarakan pendapat, ada yang merasa bahwa yang terbaik untuk pasien hanya dari saran yang
diberikan oleh dokter, ada pula yang merasa takut salah. Pertanyaan hanya diajukan di akhir diskusi
yaitu “adakah yang ingin ditanyakan?”, dan sebagian besar keputusan yang diambil berdasarkan
pemikiran ketua, menganggap pemikiran ketua sama dengan yang dipikirkan anggota lainnya, sehingga
ketua merasa tidak perlu meminta pendapat atau persetujuan. Dominasi salah satu prodi membuat rasa
superior dan inferior dari anggota prodi lain sehingga tercipta suasana hierarikal yang kental. Hal ini
juga menyebabkan partisipasi anggota kelompok menjadi pasif.
Pada kasus ini penatalaksanaan dipikirkan oleh masing-masing individu namun tidak
tersampaikan karena tidak berani atau enggan berbicara, sehingga belum terlihat persamaan visi dari
kelompok ini yang berlandaskan patient centered dan terkesan multiprofesional team bukan
interprofesional team. Fasilitator yang mendampingi kelompok ini hanya menyarankan agar seluruh
mahasiswa bisa aktif, namun tidak memberikan arahan atau inisiasi agar dinamika kelompok tercipta.
Buku modul menuliskan panduan untuk melakukan refleksi di akhir tutorial tetapi ternyata masing-
masing mahasiswa tidak memahami bagaimana refleksi seharusnya dilakukan di level personal,
professional, dan interprofesional agar membawa perbaikan kerja tim ke depannya.
KEY WORD
1. Stereotype (Nymas)
2. Hierarkial (Azka)
5. Inisiasi (Anhas)
KLARIFIKASI ISTILAH
5. Inisiasi : Ujian yang harus dijalani orang yang akan menjadi anggota suatu
perkumpulan atau kelompok. (Revie)
6. Summary of database : Sebuah ringkasan dari berbagai data dan informasi
atau catatan catatan yang tersusun dan saling terkait satu sama lain yang
saling terhubung secara logis dan deskripsi. (Nymas)
7. Stroke : suatu kondisi ketika pasokan darah ke otak terputus akibat
penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian di
sel-sel pada sebagian area otak. (Azka)
KLARIFIKASI ISTILAH
8. Interprofesional team : Salah sati cara untuk berusaha mengubah pola dan
meningkatkan struktur serta proses pemberian perawatan pada pasien. (Riza)
Bentuk pembelajaran dimana berfokus pada belajar dengan dari dan tentang
masing-masing profesi sehingga dapat mengembangkan kerjasama antara 2 atau lenih
profesi kesehatan demi terwujudnya pelayanan pasien yang lebih optimal. (Lia)
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana seharusnya peran ketua dalam kelompok? (Anhas)
3. Bagaimana cara melakukan refleksi pada level personal, profesional, dan interprofesional yang
baik dan benar? (Anggie)
5. Apa saja yang dapat dilakukan agar setiap anggota kelompok menjadi aktif dalam diskusi?
(Nymas)
6. Bagaimana cara anggota tiap kelompok atau diskusi menghindari terjadinya kondisi dominansi
dalam pembagian peran? (Ikke)
7. Bagaimana cara setiap partisipan memahami tugasnya dalam menangani sebuah
kasus? (Hayin)
8. Bagaimana refleksi diri yang sebaiknya dilakukan semua anggota kelompok? (Evy
Rosda)
9. Mengapa bisa muncul streotipe antar prodi dan bagaimana cara mengatasinya?
(Revie)
10. Bagaimana membentuk dinamika kelompok sehingga terbentuk kerjasama tim yang
baik? (Riza)
HIPOTESIS
1. BAGAIMANA SEHARUSNYA PERAN KETUA
DALAM KELOMPOK?
1. Level personal : Proses dan pengalaman belajar sebagai salah satu anggota
kelompok atau tim, yang biasanya didominasi oleh mahasiswa profesi Kesehatan,
khususnya pada modul kolaborasi dan Kerjasama tim Kesehatan.
2. Pelayanan interprofesional : Perawatan terpadu antar profesi menunjukkan bahwa
integritas kesehatan merupakan istilah yang dapat menunjukkan manajemen multi
disiplin, dalam hal ini komponen dalam pelayanan interprofesional sangat
dibutuhikan untuk berdiskusi dalam penanganan masalah. (Lia)
4. BAGAIMANA CARA MENCIPTAKAN KERJASAMA
BERDASARKAN PATIENT CENTERED DAN
MULTIPROFESIONAL TEAM?
1. Bisa berupa saling memotivasi antar anggota untuk berpendapat atau memberikan
tanggapan.
2. Saling berbagi informasi
3. Menumbuhkan rasa percaya diri antar anggota kelompok dalam mengutarakan
sebuah pendapat.
4. Memberikan kesempatan anggota untuk saling bertukar pendapat. (Ikke)
5. APA SAJA YANG DAPAT DILAKUKAN AGAR
SETIAP ANGGOTA KELOMPOK MENJADI AKTIF
DALAM DISKUSI?
1. Perbanyak referensi, belajar terlebih dahulu agar saat diskusi dapat berjalan dengan
baik dan semua anggota dapat mengutarakan pendapat masing-masing. (Anggie)
6. BAGAIMANA CARA ANGGOTA TIAP KELOMPOK
ATAU DISKUSI MENGHINDARI TERJADINYA KONDISI
DOMINANSI DALAM PEMBAGIAN PERAN?
1. Bersikap netral
2. Mendengarkan usulan dan pendapat anggota lain
3. Setiap peserta tidak bersikap memblokir atau tidak mau mendengar
pendapat orang lain. (Silvia)
7. BAGAIMANA CARA SETIAP PARTISIPAN
MEMAHAMI TUGASNYA DALAM MENANGANI
SEBUAH KASUS?
Pertama yang dapat dilakukan adalah menjalin kerjasama yang baik antar
anggota. yang kedua dapat memberikan motivasi atau semangat dan percaya
diri dalam mengutarakan pendapat atau pertanyaan kepada anggota kelompok
satu sama lain. meyakinkan anggota bahwa mereka tidak akan disalahkan,
ditertawakan, ataupun dipermalukan jika salah.
Pemimpin diharuskan memiliki komunikasi dan pemikiran yang terbuka untuk
mendengarkan masukan orang lain/ anggota serta kritis. pemimpin selalu
fokus dan percaya diri. (Azka)
8. BAGAIMANA REFLEKSI DIRI YANG
SEBAIKNYA DILAKUKAN SEMUA ANGGOTA
KELOMPOK?
1. Manajemen konflik
2. Dinamika kelompok
3. Multiprofesional tim dan Interprofesional tim
4. Komunikasi interprofesional dan komunikasi efektif
5. Kolaborasi interprofesional
6. Refleksi diri (personal, profesional, dan interprofesional)
LEARNING OBJECTIVES
Manajemen konflik
LO 1
•Konflik: percekcokan; perselisihan; pertentangan (KBBI)
• Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-
orang, kelompok,atau organisasi
KBBI Anggi
Konflik atau pertentangan memang tidak bisa dihindarkan dari dalam diri
manusia baik sebagai mahluk pribadi terlebih sebagai mahluk sosial.
Konflik sendiri dapat terjadi pada :
1.Individu
2.Kelompok
3.Organisasi
Anggi
Muspawi, M. (2014). Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik Dalam Organisasi). Jambi University.
Jenis-jenis konflik
-Konflik dalam diri individu, terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai
permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk
melakukan lebih dari kemampuannya.
-Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan
oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik
antar peranan dan tugas (seperti ketua dan anggota)
-Konflik antara individu dan kelompok, yang berhubungan dengan era individu
menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja
mereka
Anwar, C. (2015). Manajemen konflik untuk menciptakan komunikasi yang efektif (Studi kasus di Departemen Purchasing Pt. Anggi
Sumi Rubber Indonesia). Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(2), 148-157.
Faktor penyebab terjadinya konflik
-Salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi.
-Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan
-Kurangnya kerja sama
Ikke
Anwar, C. (2015). Manajemen konflik untuk menciptakan komunikasi yang efektif (Studi kasus di Departemen Purchasing Pt.
Sumi Rubber Indonesia). Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(2), 148-157.
Manajemen konflik
Manajemen konflik dapat didefinisikan sebagai segala seni pengaturan atau
pengelolaan berbagai konflik maupun pertentangan yang ada untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Ikke
Anwar, C. (2015). Manajemen konflik untuk menciptakan komunikasi yang efektif (Studi kasus di Departemen Purchasing Pt.
Sumi Rubber Indonesia). Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(2), 148-157.
Penyelesaian konflik
Ada beberapa cara strategi mengelola konflik :
1.Kerja sama (collaborating) atau menghadapi (confronting)
2.Kompromi (compromising) atau berunding (negotiating).
3.Menyepakati suatu solusi
4.evaluasi
Ikke
Wartini, S. (2015). Strategi manajemen konflik sebagai upaya meningkatkan kinerja teamwork tenaga
kependidikan. Jurnal Manajemen dan Organisasi, 6(1), 64-73.
Dinamika kelompok
LO 2
Definisi
(Anhas)
Peranan Anggota Kelompok
Pemicu
(Anhas)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam dinamika kelompok
(Anhas)
Andi Mascunra Amir. 2009. PENERAPAN DINAMIKA KELOMPOK. JURNAL ACADEMICA vol 1 Untad.
Tujuan Dinamika Kelompok
● Melakukan / mengalami
● Mengungkapkan
● Menganalisa
● Menyimpulkan
(AZKA)
Faktor Yang Memengaruhi
● Kategori faktor ini mengacu pada hubungan formal yang dibentuk antara kelompok
dalam unit yang lebih besar di mana mereka berasal, dalam hal ini, organisasi.
Dinamika internal suatu kelompok akan dipengaruhi oleh sejarah hubungan antar
anggotanya sendiri, tetapi juga oleh sejarah hubungan kelompok dengan kelompok
lain di dalam kelompok organisasi.
● faktor sosial ekonomi (yang berasal dari tingkat perkembangan ekonomi dan
keuangan suatu organisasi.
● faktor sosio-profesional (difokuskan pada tingkat pelatihan profesional, tingkat
kualifikasi, senioritas, kompetensi yang diperoleh, dll.) atau
● faktor sosio-demografis (jenis kelamin, usia, agama, kebangsaan, orientasi seksual,
dll.). (AZKA)
Sumber : (Reimond Napitupulu., SE.,MM, Ir. Didi Hasan Putra., MM, Shalahudin., S.Pd., MM, Buku Dasar-Dasar Ilmu
Multiprofesional team dan Interprofesional team
LO 3
Multiprofessional team
Definisi "interprofessional," "multiprofessional," "interdisciplinary," dan "multidisciplinary"
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kedua anggota profesi yang
berbeda yang bekerja sama sebagai tim perawatan/pelayanan kesehatan dan cara kolaborasi
tim pelayanan kesehatan tsb.
Gibbon dkk, memilih untuk menggunakan istilah multiprofesional yang mengacu pada
komponen struktural sebuah tim dan istilah interprofesional yang mengacu pada proses
intervensi.
(Chamberlain-Salaun, J., Mills, J., & Usher, K. (2013). Terminology used to describe health care teams: an integrative
review of the literature. Journal of multidisciplinary healthcare, 6, 65–74. https://doi.org/10.2147/JMDH.S40676)
[Hayin Nada N]
Multiprofessional team
[Hayin Nada N]
Multiprofessional team
(Christian Gadolin and Ewa Wikström. Organising Healthcare with Multi-Professional Teams: Activity Coordination as a
Logistical Flow. Scandinavian Journal of Public Administration 20(4): 53-72 © Christian Gadolin, Ewa Wikström, and
School of Public Administration 2016 ISSN: 2001-7405 e-ISSN: 2001-7413)
Multiprofessional team
Dalam tim multi-profesional, anggota harus didukung untuk mengembangkan identitas profesional
individu masing-masing serta identitas kelompok, jika mereka ingin berkembang dalam praktik.
Tim harus menghargai bagaimana masing-masing anggota memberikan kontribusi untuk perawatan
pasien dan bagaimana mereka dapat bekerja sama secara efektif.
.
(Academy of Medical Royal Colleges. 2020. Developing professional identity in multi-professional teams. )
[Hayin Nada N]
Interprofesional Team
A. Definisi
Praktik interdisiplin atau kolaborasi interprofesional merupakan kerjasama kemitraan dalam tim kesehatan
yang melibatkan profesi kesehatan dan pasien, melalui koordinasi dan kolaborasi untuk pengambilan keputusan
bersama seputar masalah-masalah kesehatan. Tim pelayanan interdisiplin diperlukan untuk menyelesaikan masalah
pasien yang kompleks, meningkatkan efisiensi dan kontinuitas asuhan pasien. Kolaborasi interprofesional
merupakan strategi untuk mencapai kualitas hasil yang dinginkan secara efektif dan efisien dalam pelayanan
kesehatan. Komunikasi dalam kolaborasi merupakan unsur penting untuk meningkatkan kualitas perawatan dan
keselamatan pasien. (Bauw, 2019).
Bauw, J. F. (2019). Sosialisasi Model Praktik Kolaborasi Interprofesional Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit. 6(1), 10–13.
https://doi.org/10.31219/osf.io/bfqup
(Masah Zahiroh P)
Interprofesional Team
B. Tujuan
a. Meningkatkan pemahaman interdispliner dan meningatkan kerjasama
b. Membina kerja sama yang kompeten
c. Membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien
d. Meningkatkan kualitas perawatan pasien yang komprehensif (Triana, 2018)
Triana, N. (2018). Interprofessional Education Di Institusi dan Rumah Sakit. Deepublish Publisher.
C. Manfaat
Pendekatan interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani tumpang tindihnya peran para praktisi
kesehatan dalam menyelesaikan masalah pasien. Manfaat yang didapatkan mahasiswa selama interprofessional
education adalah meningkatnya pemahaman mahasiswa terhadap profesi lain dan meningkatnya kemampuan
berkolaborasi antar profesi. Mahasiswa lebih tau peran dan tanggung jawab masing-masing profesi di bandingkan
dengan profesi kesehatan lain. Pada saat berhadapan dengan pasien, mahasiswa lebih tau profesi mana yang tepat
sebagai tempat konsultasi sesuai dengan masalah kesehatan yang dialami oleh pasien (Al Achkar, Hanauer,
Colavecchia, & Seehusen, 2018).
Al Achkar, M., Hanauer, M., Colavecchia, C., & Seehusen, D. A. (2018). Interprofessional education in graduate medical education:
survey study of residency program directors. BMC Medical Education, 18(1), 11. https://doi.org/10.1186/s12909-017-1104-z
(Masah Zahiroh P)
Interprofesional Team
D. Metode Pembelajaran
Berbagai model metode pembelajaran yang diterapkan dalam IPE yaitu kursus bersama, studi kasus,
diskusi berbasis web, pembelajaran layanan masyarakat, penempatan klinis, interaksi dengan simulasi,
konferensi kasus berbasis tim (Nagge, Lee-Poy, & Richard, 2017), diskusi berbasis seminar, dan bermain
peran (McCutcheon, Alzghari, Lee, Long, & Marquez, 2017).
McCutcheon, L. R. M., Alzghari, S. K., Lee, Y. R., Long, W. G., & Marquez, R. (2017). Interprofessional education and distance education: A
review and appraisal of the current literature. Currents in Pharmacy Teaching and Learning, 9(4), 729 736. https://doi.org/10.1016/j.
cptl.2017.03.011
Nagge, J. J., Lee-Poy, M. F., & Richard, C. L. (2017). Evaluation of a Unique Interprofessional Education Program Involving Medical and
Pharmacy Students. American Journal of Pharmaceutical Education, 81(10), 6140. https://doi. org/10.5688/ajpe6140
(Masah Zahiroh P)
Interprofesional Team
E. Elemen dari IPC dalam Assessment of Interprofessional Team Collaboration Scale (AITCS) terdiri dari 4 item yaitu
partnerships, cooperation, coordination dan shared decision making.
a. Partnerships atau kemitraan adalah sebagai beberapa pihak, baik pemerintah maupun swasta, yang semua orang di
dalamnya menjadi mitra atau rekan kerja dalam meraih tujuan bersama dan memenuhi kewajiban serta menanggung
resiko, tanggung jawab, sumber daya, kemampuan dan keuntungan secara bersama.
b. Cooperation atau kerjasama didefinisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, bekerja sama
antar profesi agar dapat mencapai tujuan yang sebelumnya sudah direncanakan dan disepakati bersama.
c. Coordination atau koordinasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat untuk
bersama mengatur atau menyepakati sesuatu dan saling memberikan informasi, sehingga proses pelaksanaan tugas
dan keberhasilan pihak yang satu tidak mengganggu pihak yang lainnya.
d. Shared decision-making atau pengambilan keputusan bersama adalah proses pengambilan keputusan tentang
tindakan asuhan pasien berdasarkan kesepakatan bersama (Mawarni et al., 2018).
Mawarni, E., Dachriyanus, Maisa, E. A., & Fajri, J. Al. (2018). Gambaran Pengetahuan Inter Professional Collaboration Pada Profesional
Pemberi Asuhan Di Rumah Sakit Khusus Propinsi Jambi: Kajian. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 19(2), 416–420.
(Evy Rosda)
(Evy Rosda)
Berridge, E-Jmackintosh, N.J & freeeth, DS., (2010) Supporting patient safety: Examinng
communication within delivery suite teams through colaborasting approaaches to research
observation. Midwifwery, 26 (5), pp 512-9
Komunikasi interprofesional
Adanya komunikasi interprofessional ialah bertujuan untuk:
1. Mewujudkan kesehatan pasien yang lebih baik
2. Bertukar informasi dan alat medis agar lebih efektif untuk memajukan praktek
medis, serta
3. Mengadvokasi untuk penerapan standar baru pelayanan perawatan kesehatan.
(Evy Rosda)
(Evy Rosda)
Anderson, E. S., & Kinnair, D. (2016). Integrating the assessment of interprofessional education into the health
care curriculum. Journal of Taibah University Medical Sciences, 11(6), 552–558.
KOMUNIKASI EFEKTIF
● Definisi
Komunikasi efektif adalah penciptaan makna dalam komunikasi sebagai suatu proses dua
arah pengiriman pesan antara pembicara dan pendengar yang didalamnya terdapat interaksi
saling bertukar informasi dengan hasil apa yang diucapkan oleh pembicara dan didengar oleh
pendengar adalah sama. Jika dari segi keperawatan, komunikasi efektif merupakan dasar
bagi terciptanya hubungan interpersonal antara perawat dan klien yang menjadi metode
utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan (Syagitta et al., 2017).
Syagitta, M., Sriati, A., & Fitria, N. (2017). Persepsi Perawat Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Efektif di IRJ
Al – Islam Bandung. Jurnal Keperawatan, V(2), 140–147.
Menurut (Syagitta et al., 2017), terdapat 2 jenis komunikasi efektif, antara lain:
Syagitta, M., Sriati, A., & Fitria, N. (2017). Persepsi Perawat Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Efektif di IRJ
Al – Islam Bandung. Jurnal Keperawatan, V(2), 140–147.
1. Respect: menghargai dan menghormati pasien, memberi salam dan sapa ketika pasien
datang.
2. Empathy: mampu menempatkan diri pada situasi yang dialami oleh pasien, sehingga
pasien merasa nyaman.
3. Audible: menyampaikan instruksi dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga pasien
mengerti pesan yang disampaikan.
4. Clarity: mampu menjelaskan instruksi pemeriksaan dengan baik, sehingga tidak
menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan oleh pasien.
5. Humble: harus bersikap ramah dan rendah hati dalam melayani pasien.
Jannah, M., Darmini, D., & Rochmayanti, D. (2018). Komunikasi Efektif Berperan Dalam Meningkatkan
Kepuasan Pasien Di Instalasi Radiologi. Link, 13(2), 28. https://doi.org/10.31983/link.v13i2.2924.
(Riza Nita H.)
Kolaborasi interprofesional
LO 5
Definisi Kolaborasi interprofesional
Kolaborasi interprofesional merupakan merupakan strategi untuk mencapai kualitas hasil yang dinginkan secara efektif
dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Komunikasi dalam kolaborasi merupakan unsur penting untuk meningkatkan
kualitas perawatan dan keselamatan pasien (Reni,A al,2010). Kolaborasi terjadi ketika individu saling menghormati
satu sama lain dan profesi satu sama lain dan bersedia berpartisipasi dalam suasana kooperatif (Stone, 2009).
Model Praktik Kolaborasi Interprofesional Pelayanan kesehatan merupakan tatanan pelayanan yang dirancang untuk
menyelaraskan berbagai profesi yang terlibat (antara lain dokter, perawat, farmasi, dan fisioterapi) dalam memberikan
pelayanan kepada pasien yang menjalani hospitalisasi(Susilaningsih, 2011). Model ini terdiri dari 4 komponen yaitu
1. alur klinis pengelolaan pasien (integrated care pathway), pengelolaan pasien secara tim, dokumentasi asuhan
terpadu dan penyelesaian masalah bersama melalui diskusi kasus secara interprofesional.
2. penggunaan informasi secara bersama (information sharing),
3. perhatian terhadap tumpang tindihnya peran dan tanggung jawab (attention to overlapped responsibility),
rentang kendali (sense of control) dan
4. kepastian siapa melakukan apa (structuring intervention).
(nymaz putri p)
Bridges,2011) menjabarkan kompetensi kolaborasi, yaitu:
1) memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas,
2) bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan
perawatan dan pengobatan pasien,
3) bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan memantau
perawatan pasien,
4) menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain,
5) memfasilitasi pertemuan interprofessional, dan
6) memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain.
(Nyimas Putri P
Ciri-ciri Kolaborasi interprofesional
Ciri-ciri proses kolaborasi interprofesional yaitu :
1. Kebersamaan dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, tujuan dan pertanggungjawaban
2. Bekerjasama dalam memberikan pelayanan
3. Melakukan koordinasi dalam pelayanan
4. Keterbukaan dalam komunikasi
2. Procces
a. Faktor Perilaku
b. Faktor Interpersonal
c. Faktor intelektual
3. Outcome
a.Pengembangan kerjasama dan kolaborasi tim interdisiplin akan sangat membantu dalam menciptakan ide-ide baru yang
berhubungan dengan inovasi pelayanan kesehatan.
b.Kesadaran terhadap hambatan terbentuknya kerjaasama yang efektif harus ditekaknkan pada setiap anggota tim sehingga
dapat tercipta model integrasi dalam sistem pelayanan kesehatan.
c.Tuntutan terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
(Lia Novita Sari)
Ns. Neny Triana, M.Pd., M.Kep. 2018. Interprofesional Education (IPE) di Institusi dan RS. Sleman : Deepublish
Refleksi diri (personal, profesional, dan
interprofesional)
LO 6
REFLEKSI DIRI
Refleksi adalah proses metakognisi yang menciptakan pemahaman dengan lebih baik
mengenai diri dan situasi sehingga tindakan yang akan datang didasari oleh
pemahaman ini. Refleksi diri merupakan bagian dari pencapaian kompetensi mawas
diri, penerapan dari belajar sepanjang hayat (lifelong learning) dan self regulated yang
menjadi aspek penting dalam pengembangan profesional (Meidianawaty,2019).
(Silvia)
Meidianawaty Vivi. (2019). “Refleksi Diri dalam Pendidikan Kedokteran” Tunas Medika Jurnal Kedokteran &
Kesehatan 5.3
Manfaat Refleksi Diri
Pembelajaran refleksi memungkinkan mahasiswa untuk mengidentifikasi dan membangun
pengetahuan mereka sendiri serta membuat generalisasi dari pengalaman tertentu yang akan
membantu mereka untuk mengaplikasikan pembelajaran dalam situasi selanjutnya. Selain itu,
juga memungkinkan mahasiswa untuk mengintegrasikan pemahaman baru mereka. Refleksi
diri dapat membantu mahasiswa menyadari apa yang telah mereka kerjakan atau yang tidak
dikerjakan selama kegiatan yang mereka ikuti dan memungkinkan mereka membuat
penyesuaian atau mengubah apa yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
hasil refleksi.
(Silvia)
Ayu S, N.N. (2015). Penerapan Refleksi Diri dan Self Evaluation Sebagai Keterampilan Dasar Dalam Meningkatkan
Profesionalisme Pada Mahasiswa Kedokteran. JAMBI MEDICAL JOURNAL “Jurnal Kedokteran dan Kesehatan”, 3(1).
Refleksi terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Reflection in action
Refleksi yang dilakukan saat pengalaman itu terjadi, seperti merencanakan apa yang akan kita
lakukan kedepannya saat kita menemukan kembali permasalahan yang sama.
2. Reflection on action
Refleksi yang dilakukan sesudah pengalaman tersebut terjadi, seperti melakukan tindakan atas apa
yang telah kita rencanakan sebelumnya.
(Silvia)
Lestari, S. M. (2019). Perbedaan Tingkat Refleksi Diri Dalam Pembelajaran Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati Tahun 2019. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Vol. 6 (4)
Refleksi terdiri atas 2 komponen besar:
Komponen tersebut adalah experience atau pengalaman dan aktifitas reflektif berdasarkan
pengalaman yang terjadi. Experience merupakan respon total seseorang terhadap situasi atau
kejadian, dalam hal ini yang meliputi adalah apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan dan
disimpulkan saat itu juga atau beberapa saat setelah pengalaman itu sendiri. Setelah experience
terjadilah fase memproses yang disebut refleksi.
(Silvia)
Lestari, S. M. (2019). Perbedaan Tingkat Refleksi Diri Dalam Pembelajaran Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati Tahun 2019. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, Vol. 6 (4)
REFLEKSI PADA PERSONAL
Susani, Yoga Pamungkas. (2009). Refleksi dalam Pendidikan Klinik. Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram Mataram
(Revie)
REFLEKSI DIRI PADA PROFESIONAL
Profesionalisme dapat diartikan sebagai cara berbuat atau bertindak yang meliputi seperangkat perilaku
yang dapat diobservasi berdasarkan norma-norma tertentu.
Seorang mahasiswa dapat meningkatkan dan menjaga profesionalismenya dengan mengikuti program
Continuing Professional Development (CPD). CPD didefinisikan sebagai proses pembelajaran sepanjang
hayat (lifelong learning) bagi individu ataupun tim yang memungkinkan para profesional medis untuk
memperluas dan mengembangkan potensi mereka dalam mengelola standar pelayanan kesehatan yang
tinggi dan terus menerus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Ayu S, N.N. (2015). Penerapan Refleksi Diri dan Self Evaluation Sebagai Keterampilan Dasar Dalam Meningkatkan
Profesionalisme Pada Mahasiswa Kedokteran. JAMBI MEDICAL JOURNAL “Jurnal Kedokteran dan Kesehatan”, 3(1).
(Revie)
Lifelong learning merupakan sebuah konsep yang meliputi serangkaian kegiatan inisiasi diri
(selfinitiated activities-behaviour aspect), keterampilan mencari informasi (information-seeking
skills-capabilities) yang dilakukan seseorang dengan motivasi (motivation-predisposition) untuk
belajar, serta kemampuan untuk mengenal kebutuhan pembelajarannya sendiri (learning needs-
cognitive aspect). Lifelong learning hanya dapat dilakukan oleh seorang adult learner, yang
memiliki karakteristik:
1. Rasa ingin tahu
2. Pandangan yang luas (helicopter vision)
3. Kemampuan mengelola informasi
4. Kemampuan mengelola diri sendiri
5. Memiliki keterampilan belajar
Ayu S, N.N. (2015). Penerapan Refleksi Diri dan Self Evaluation Sebagai Keterampilan Dasar Dalam Meningkatkan
Profesionalisme Pada Mahasiswa Kedokteran. JAMBI MEDICAL JOURNAL “Jurnal Kedokteran dan Kesehatan”, 3(1).
(Revie)
REFLEKSI PADA INTERPROFESIONAL
Interprofessional Education (IPE) merupakan bentuk pembelajaran di mana berfokus pada belajar dengan, dari,
dan tentang masing-masing profesi sehingga dapat mengembangkan kerjasama antara dua atau lebih profesi
kesehatan demi terwujudnya pelayanan pasien yang lebih optimal. IPE adalah segalanya tentang berusaha saling
mengerti dan saling menghargai antar profesi kesehatan, dengan adanya interaksi diantara profesi yang berbeda.
Interprofessional Education (IPE) merupakan dasar dari Interprofessional Colaboration (IPE), oleh karena itu
IPC tak akan ada tanpa IPE.
Inter Professional Collaboration (IPC) merupakan kondisi dimana berbagai profesi kesehatan bekerjasama
dengan pasien, keluarga pasien, masyarakat, dan profesi kesehatan lain untuk memberikan pelayanan kesehatan
dengan kualitas yang terbaik (Hinde et al, 2016).
Hinde, T., Gale, T., Anderson, I., Roberts, M., & Sice, P. (2016). A study to assess the influence of interprofessional point of care simulation
training on safety culture in the operating theatre environment of a university teaching hospital. Journal of interprofessional care, 30(2),
251-253.
(Revie)
Tanya Jawab