Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Critical thinking, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
merupakan keterampilan penting untuk perawat pelaksana dalam melakukan
asuhan keperawatan kepada pasien dan juga untuk perawat pemimpin dan
perawat manajer (Thomas & Herrin, 2008 dalam Huber, 2010). Dalam
lingkungan perawatan kesehatan, perawat staf, pemimpin, dan manajer harus
mampu menganalisis dan mensintesis berbagai informasi untuk memecahkan
masalah yang terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan yang kompleks.
Untuk memberikan perawatan pasien yang efektif, mereka juga harus mampu
menggunakan pemikiran kritis dan pengambilan keputusan untuk
memecahkan masalah perawatan pasien. (Grossman, 2007 dalam Huber,
2010).
Setiap pasien mempunyai permasalahan keperawatan yang harus
diselesaikan oleh pasien dengan bantuan tenaga kesehatan salah satunya
adalah perawat. Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan pemecahan masalah
berdasarkan kemampuan perawat dalam critical thinking. Critical thinking
adalah cara bersikap yang baik terhadap isu-isu yang terjadi dan
penanganannya. Critical thinking bukan sinonim dengan pemecahan masalah
(problem solving) dan pengambilan keputusan (decision making), namun
pemecahan masalah yang efektif dan pengambilan keputusan yang tepat tidak
dapat dilakukan tanpa kemampuan critical thinking. (Lemire, 2002 dalam
Huber 2010).
Kemampuan critical thinking tidak semata-mata datang secara alami.
Perawat yang seorang pemikir kritis selalu membuka pikirannya dan
memiliki kemampuan untuk merefleksikan peristiwa dan tindakan yang
dilakukan dan untuk menganalisa informasi secara kompleks. (Huber, 2010).

B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian critical thinking.
2. Mahasiswa mampu memahami tujuan critical thinking.

1
3. Mahasiswa mampu memahami manfaat critical thinking
4. Mahasiswa mampu memahami strategi critical thinking
5. Mahasiswa mampu memahami aplikasi critical thinking dalam
keperawatan

C. Manfaat
1. Bagi pelayanan keperawatan
Memberi gambaran tentang critical thinking sehingga perawat dapat
menerapkannya dalam pelayanan keperawatan kepada pasien untuk
mencapai tujuan keperawatan.
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Memberi gambaran tentang critical thinking sehingga dapat diterapkan
dalam mengambil keputusan institusi.
3. Bagi penulis
Memberi gambaran tentang apa, kapan, siapa, dimana dan bagaimana
menggunakan kemampuan critical thinking.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Critical Thinking
1. Pengertian
a. Critical thinking adalah sebuah kesatuan ketrampilan kognitif
termasuk interpretasi, analisis, evaluasi, penjelasan dan regulasi diri
(Facione, 2007 dalam Huber 2010)
b. Keterampilan yang dapat digunakan untuk menganalisis,
mengkonseptualisasikan peristiwa, dan menghindari kecenderungan
bertindak terburu-buru atau atas dasar informasi yang tidak memadai
(Huber 2010).
c. Proses intelektual termasuk dimensi refleksi untuk mengidentifikasi,
menggali dan menggambarkan pilihan (Brookfield, 1991 dalam
Huber, 2010).
d. Rasionalisasi dari berbagai ide, kesimpulan, asumsi, prinsip,
argumentasi, isu-isu, pernyataan, kepercayaan dan tindakan
(Bandman, 1988 dalam Huber 2010).
e. Proses intelektual dan keterampilan konseptualisasi, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, dan / atau mengevaluasi informasi yang
dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh, observasi, pengalaman,
refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk
keyakinan dan tindakan. Dalam bentuk teladan, itu didasarkan pada
nilai-nilai intelektual universal yang melampaui divisi materi
pelajaran: kejelasan, ketepatan, presisi, konsistensi, relevansi, alasan
yang baik, kedalaman, keluasan, dan keadilan (Michael Scriven &
Richard Paul, 2011)

3
Gbr.1 Core Critical Thinking
Analysis adalah kemampuan untuk menguraikan suatu materi
menjadi komponen-komponennya sehingga struktur organisasinya mudah
untuk dipahami. Ketrampilan ini antara lain mengidentifikasi bagian-bagian
suatu informasi, menganalisis hubungan antar bagian, dan mengenali prinsip
organisasi yang ada di dalamnya.
Evaluasi adalah kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap
suatu materi sesuai tujuan yang telah ditentukan. Penilaian dilakukan
dengan memberi batasan kriteria yang digunakan, kriteria internal atau
ekternal yang sesuai dengan tujuan.
Explanation adalah kemampuan menjelaskan permasalahan yang
terjadi, alternative pemecahan masalah dan kebijakan/ keputusan yang
diambil untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Interpretasi adalah kemampuan untuk menilai yang selanjutnya
mengambil keputusan
Self-regulation adalah kemampuan untuk mengatur diri sendiri atau
dapat menempatkan diri dalam menghadapi permasalahan yang ada.
Inference adalah kemampuan mengambil kesimpulan yang tepat.

Komponen critical thinking yang dikemukakan oleh Markquis, 2006


adalah insight ( cara pandang ), intuition ( kemampuan memahami sesuatu
tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas ), emphaty ( empati )
dan willingness to take action ( kesediaan untuk mengambil tindakan ).
2. Tujuan critical thinking
Pemimpin dan menejer dalam keperawatan diwajibkan menciptakan
suasana pelayanan yang terbaik berdasarkan critical thinking, dimana ia

4
memimpin untuk menciptakan solusi-solusi yang inovatif terhadap problem
dalam sistemperawatan yang ada ( Huber, 2010 ). Critical thinking
bertujuan untuk mengumpulkan data atau fakta-fakta yang jelas dan akurat
berdasarkan pemikiran yang logis sehingga menghasilkan keputusan yang
menarik, tuntas, jelas dan reasonable. Tujuan universal critical thinking
adalah terciptanya keputusan dan ketetapan yang baik ( Huber 2011 dan
Yoder-Wise 2011).

3. Manfaat critical thinking


Critical thinking merupakan dasar bagi seseorang dalam upaya
mengambil keputusan sebagai solusi terpilih dalam memecahkan masalah
yang dihadapi. Menurut Huber ( 2011 ) manfaat critical thinking bagi
seseorang, adalah :
a. Critical thinking memungkinkan seseorang memanfaatkan potensi
dalam melihat masalah, memecahkan masalah, dan menyadari diri
b. Upaya mengembangkan pengetahuan dan menguatkan argumen
terhadap sesuatu permasalahan.
c. Memampukan seseorang mengemukakan dan merumuskan pertanyaan
dengan jelas sebagai upaya menelaah kasus atau masalah secara
komprehensif.
d. Sebagai cara seseorang mengumpulkan, menilai, dan menafsirkan
informasi atau fakta-fakta dengan efektif
e. Membuat kesimpulan dan menemukan solusi masalah berdasarkan
alasan / fakta-fakta yang kuat dan logis.
f. Membiasakan seseorang berpikiran terbuka dan komunikatif.

Critical thinking akan menghasilkan pemikiran yang jelas dan sistematik,


akurat, relevan, dalam, luas dan logis ( Huber, 2010).
Kebiasaan menggunakan critical thinking membentuk karakter tertentu
dalam pribadi tersebut. Karakteristik seorang yang critical thinking menurut
Marquiss (2009 ), adalah :

5
1. Open to new ideas
2. Intuitive
3. Analithical
4. Persistent
5. Assertive
6. Communicator
7. Flexible
8. Sympathetic
9. Caring
10. Observant
11. Resourcefull
12. Creative
13. Insightfull
14. Willing to take action
15. Outcome directed
16. Willing to change
17. Knowledge able
18. Risk taker

Manfaat critical thinking dalam praktik keperawatan adalah


membuat pertimbangan dan keputusan berdasarkan pada hasil pengkajian
dan diagnosis terhadap masalah dan situasi yang dihadapi. Critical thinking
akan menghasilkan pertimbangan klinik yang efektif dan profesional
sehingga tindakan yang dilakukan dapat meningkatkan outcome kesehatan
( Yoder-Wise, 2011).

Menurut Huber ( 2010 ), critical thinking dalam keprawatan


merupakan hal yang esensial, merupakan proses yang kompleks dimana
data disintesis sehingga perawat dapat mengambil keputusan yang akurat.

6
Personal dalam lingkup keperawatan yang menggunakan critical thinking
akan menjadi confidence, contextual perspective, creativity, flexibility,
acquisitiveness, intellectual integrity, intuition.
Menurut Huber ( 2010 ), critical thinkers berbeda dengan traditional
thinkers dimana seorang traditional thinkers berpikir berdasarkan pandangan
norma/aturan dalam keperawatan sedangkan seorang critical thinkers
berpikir menantang dan mempertanyakan norma yang ada. Oleh karena itu,
critical thinking akan menyediakan lebih banyak pilihan sebagai alternative
solusi dari setiap problem dalam keperawatan dan membuat orang berpikir
kreatif ( creative thinkers ).
Critical thinkers yang efektive adalah individu yang sadar akan
dirinya yang mengembangkan rasionalisasi setiap alasan yang didapatkan
melalui pertanyaan-pertanyaan “ Why”, “What” dan “How” ( Huber 2011
dan Yoder-Wise, 2011).

4. Strategi critical thinking


Kemampuan critical thinking bukan semata-mata bawaan lahir, namun
bisa dipelajari melalui strategi-strategi critical thinking. Dengan strategi-
strategi tersebut seseorang bisa menerapkan kemampuan critical thinking
dalam memecahkan permasalahan dan mengambil keputusan dengan tepat.
Menurut Robert Kennedy, 2012 dikatakan bahwa strategi sukses dalam
berpikir kritis adalah :
a. Secara sadar memunculkan pertanyaan
b. Menyadari kesenjangan informasi
c. Membedakan antara observasi & kesmipulan, fakta dan dugaan
d. Mengenali kata-kata simbol untuk ide-ide, dan bukan ide sendiri
e. Menggali asumsi
f. Menggambarkan kesimpulan yang sesuai dengan data
g. Menunjukkan penalaran hipotesis-deduktif
h. Membedakan antara alasan induktif dan deduktif
i. Menguji alasan yang dipikirkan/ dimunculkan oleh diri sendiri
j. Menyadari alasan/ pertimbangan yang dikemukannya sendiri

Selain itu, Kennedy juga mengatakan ada strategi lain, yaitu :


a. mengidentifikasi kunci

7
b. definisi
c. mengidentifikasi ketidakjelasan
d. mengidentifikasi variabel
e. merumuskan pertanyaan
f. mendefinisikan masalah atau isu
g. klasifikasi informasi
h. sequencing informasi
i. mengenali pola
j. menentukan kredibilitas
k. memisahkan fakta dari opini
l. mengidentifikasi asumsi
m. mengidentifikasi nilai-nilai
n. memperhatikan bukti hilang
o. mengidentifikasi hubungan
p. membandingkan & mengkontraskan
q. sebab dan akibat
r. meringkas informasi
s. menggunakan analogi

Kemampuan critical thinking dapat diterapkan di segala bidang baik


manajemen, kesehatan, pendidikan, bisnis dan lain-lain. Dalam dunia
pendidikan kemampuan critical thinking ini disampaikan oleh Benjamin
Bloom, yang kemudian disebut sebagai taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom
membagi cara belajar menjadi tiga domain, kognitif, affektif, dan psikomotor.
Domain kognitif yang menekankan hasil intelektual. Domain ini dibagi lagi
menjadi kategori atau tingkat. Kata-kata kunci yang digunakan dan jenis
pertanyaan yang diajukan dapat membantu dalam pembentukan dan dorongan
critical thinking, terutama di tingkat yang lebih tinggi.
Tiga tingkat pertama (pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi) masuk
dalam kategori kemampuan critical thinking tingkat rendah. Sementara tiga
tingkat terakhir (analisis, sintesis, dan evaluasi) masuk ke dalam keterampilan
critical thinking tingkat tinggi.

8
Gbr 2. Bloom’s taxonomy
Keterampilan critical thinking dicontohkan dengan mengajukan
pertanyaan tentang kemungkinan alternatif dalam rangka untuk mencapai
beberapa tujuan. Bertanya dan menjawab pertanyaan adalah keterampilan dialog.
Kemungkinan alternatif ditunjukkan oleh model mental. Suatu proses bertanya
model mental diterapkan karena kehandalan untuk mencapai tujuan peserta dalam
waktu yang tersedia

Gbr. 3. A model of critical thinking with three embedded layers: mental models,
critical dialogue, and control based on reliability.

9
Critical thinking melibatkan penggunaan kelompok keterampilan saling
berhubungan untuk menganalisis, mengintegrasikan, dan mengevaluasi apa
yang dibaca dan didengar. Untuk menjadi pemikir yang kritis, harus dapat
memutuskan apakah pendapat seseorang itu benar atau salah, apakah sudah
mewakili berbagai ide dan apakah solusi tertentu yang diambil adalah efektif.
Seorang pemimpin dapat mengambil keputusan yang terbaik, dengan
menggunakan langkah-langkah critical thinking sebagai berikut (Guffey,
1998):
a. Mengidentifikasi dan memperjelas masalah.
Tugas pertama adalah mengakui bahwa ada masalah. Beberapa
masalah besar dan jelas. Langkah pertama dalam mencapai sebuah solusi
menunjukkan dengan tepat area masalah.
b. Mengumpulkan informasi.
Pelajari lebih lanjut tentang situasi masalah. Carilah penyebab dan
solusi. Langkah ini mungkin berarti memeriksa file, brainstorming dengan
sesama pekerja.
c. Mengevaluasi bukti.
Darimana informasi itu berasal ? Apakah itu mewakili berbagai sudut
pandang ? Bias apa yang bisa diharapkan dari masing-masing sumber ?
Seberapa akurat informasi yang dikumpulkan ? Apakah fakta atau opini ?
d. Pertimbangkan alternatif dan implikasi.
Menarik kesimpulan dari bukti yang dikumpulkan dan menentukan
solusi. Kemudian, menimbang keuntungan dan kerugian dari setiap
alternatif. Berapa biaya, manfaat, dan konsekuensi ? Apa hambatan, dan
bagaimana mereka bisa ditangani ? Yang paling penting, apa solusi terbaik
melayani tujuan Anda dan orang-orang dari organisasi Anda ? Di sinilah
kreativitas pemimpin sangat penting
e. Memilih dan menerapkan alternatif terbaik.
Pilih satu alternatif dan memasukkannya ke dalam tindakan.
Kemudian, menindak lanjuti keputusan dengan memantau hasil
pelaksanaan rencana yang sudah disusun.

10
Huber, 2010 menyampaikan bahwa critical thinking memerlukan
monitoring pemikiran yang sistematis untuk clarity ( mampu mengelaborasi
masalah, mampu dengan cepat menemukan jalan keluarnya, mampu
memberikan ilustrasi, mampu memberikan contoh ), accuracy ( apakah hal
tersebut benar ? bagaimana dapat melakukan /cek bahwa itu akurat ?
bagaimana menentukan itu benar ), relevance ( bagaimana menghubungkan ide
dengan pertanyaan yang timbul ?, bagaimana menghubungkan dengan issu ?,
bagaimana relasinya satu ide dengan ide lainnya ), depth (bagaimana
menghitung berapa jumlah problem yang muncul dalam pertanyaan,
bagaimana menguraikan faktor-faktor yang bermakna ), breadth ( bagaimana
pandangan terhadap hasil pengamatan dari jawaban terhadap suatu
pertanyaan/masalah? ) dan logic ( berpikir logis, membuat pengertian,
menemukan fakta/bukti/petunjuk ).
Sedangkan aspek yang ditanyakan dalam proses critical thinking adalah :
a. Akhir dan tujuan
b. Kata-kata pertanyaan
c. Sumber informasi dan fakta
d. Metode dan kualitas informasi
e. Penilaian dan model pertimbangan yang digunakan
f. Konsep yang digunakan dalam beralasan
g. Asumsi
h. Implikasi yang diikuti
i. Sudut pandang atau kerangka acuan
Beberapa pertanyaan dalam critical thinking, adalah :
a. Mengapa ?
b. Apa masalah yang paling mendasar ?
c. Apa yang bisa saya simpulkan dari data ini ?
d. Apakah sumber data dapat dipercaya ?
e. Bagaimana saya dapat memeriksa keakuratannya ?
f. Apakah terdapat dua hal yang konsisten ?

5. Model Berpikir Kritis Dalam Keperawatan


Model T.H.I.N.K ( Model Total Recall, Habits, Inquiry, New Ideas And
reativity, Knowing How You Think) dikemukakan oleh Rubenfeld & cheffer
(2006). Model T.H.I.N.K menjelaskan berpikir kritis merupakan perpaduan

11
dari beberapa aktivitas berpikir yang terkait dengan konteks situasi ketika
proses berpikir tersebut terjadi. Berpikir kritis merupakan proses kompleks
yang jauh dari berpikir lurus. Walaupun berpikir kritis dapat dibagi menjadi
beberapa bagian untuk dipelajari, komponen-komponennya harus “dilekatkan
kembali” agar penggunaannya optimal.
a. Ingatan Total (T)
Ingatan total berarti mengingat beberapa fakta atau mengingat tempat dan
bagaimana cara untuk menemukannya ketika dibutuhkan. Ingatan total
juga merupakan kemampuan untuk mengakses pengetahuan, pengetahuan
yang dipelajari dan disimpan dalam pikiran. Setiap orang memiliki
beragam klaster yang sangat besar, hal ini mewakili pengetahuan yang
sangat dikuasai oleh orang tersebut. Klaster lain merupakan klaster yang
kecil, seorang pemula dalam keperawatan memiliki klaster pengetahuan
keperawatan yang kecil dan akan berkembang dengan sangat cepat selama
kuliah.

b. Kebiasaan (H)
Kebiasaan adalah pendekatan berpikir yang sering kali diulang sehingga
menjadi sifat alami kedua. Kebiasaan menghasilkan cara-cara yang dapat
diterima dalam melakukan segala hal yang berhasil, menghemat waktu,
atau yang diperlukan. Kebiasaan memungkinkan seseorang melakukan
suatu tindakan tanpa harus memikirkan sebuah metode baru setiap kali ia
akan bertindak.
c. Penyelidikan (I)
Penyelidikan adalah memeriksa isu secara sangat mendetail dan
mempertanyakan isu yang mungkin segera tampak dengan jelas.
Penyelidikan juga merupakan jenis berpikir yang sangat penting untuk
mencapai kesimpulan. Kesimpulan dapat dicapai tanpa menggunakan
penyelidikan, tetapi kesimpulan lebih akurat jika menggunakan
penyelidikan. Tahapan dalam penyelidikan antara lain :
1) Melihat sesuatu (menerima informasi)
2) Menarik kesimpulan yang cepat
3) Mengenali adanya gap dalam informasi yang diketahuinya

12
4) Mengumpulkan informasi tambahan untuk membenarkan atau
menyingkirkan kesimpulan pertama
5) Membandingkan informasi yang baru dengan informasi yang telah
diketahui tentang situasi ini dengan menggunakan pengalaman masa
lalu
6) Mempertanyakan setiap bias yang ada
7) Mempertimbangkan satu atau lebih kesimpulan alternatif
8) Memvalidasi kesimpulan awal atau kesimpulan alternatif dengan
lebih banyak informasi
d. Ide dan kreativitas (N)
Ide baru dan kreativitas merupakan model berpikir yang sangat khusus
bagi seseorang. Pemikiran pribadi ini melebihi pemikiran yang biasanya
guna membentuk kembali norma. Seperti penyelidikan, model ini
memungkinkan seseorang untuk memiliki ide melebihi ide-ide dalam buku
ajar. Berpikir kreatif bukanlah untuk orang yang penakut, seseorang harus
bersedia mengambil resiko yang terkadang membuatnya terlihat bodoh
dan tidak sesuai dengan karakternya. Pemikir kreatif menghargai
kesalahan sebagai pelajaran yang berharga.
e. Mengetahui bagaimana anda berpikir (K)
Mengetahui bagaimana anda berpikir merupakan model T.H.I.N.K yang
terakhir, tetapi bukan tidak penting, berarti berpikir tentang pemikiran
seseorang. Berpikir tentang pemikiran disebut dengan metakognisi yang
berarti “proses mengetahui”. Mengetahui bagaimana anda berpikir tidak
sesederhana seperti yang terdengar. Sebagian besar kita “hanya berpikir”,
kita tidak menghabiskan banyak waktu untuk merenungkan bagaimana
kita berpikir. Namun, keperawatan mengharuskan kita untuk menjadi
pemikir kritis. Bagian dari berpikir kritis adalah terus-menerus berusaha
membuat seseorang berpikir dengan lebih baik atau untuk “mengetahui
bagaimana anda berpikir”. Membuat seseorang berpikir, mungkin lebih
baik tidak dilakukan jika orang tersebut tidak mengetahui dari mana ia
harus memulai. Salah satu cara untuk mengidentifikasi posisi anda saat ini
dan mulai mengeksplorasi bagaimana anda berpikir adalah dengan
menggunakan refleksi-diri.

13
5. Critical thinking dalam keperawatan
Critical thinking adalah sebuah keterampilan yang dapat digunakan
untuk menganalisis, mengkonseptualisasikan peristiwa. Critical thinking
memiliki pengaruh kuat pada pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah ketika perawat manajer dihadapkan dengan setiap hari masalah.
Keterampilan yang mencerminkan critical thinking meliputi analisis,
evaluasi, kesimpulan, dan pertimbangan deduktif dan induktif.
Ketrampilan tersebut digunakan dalam memecahkan setiap
permasalahan yang dihadapi. Kemampuan critical thinking ini tidak dapat
dipisahkan dengan pertimbangan professional (profesional judgment),
pengambilan keputusan (decision making), pemecahan masalah (problem
solving) dan kreatifitas (creativity). Critical thinking disini terjalin dan
berhubungan dengan yang lainnya. Seseorang yang menerapkan ketrampilan
critical thinking, terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan di lingkungan tersebut. Seorang perawat pemimpin atau manager
dituntut untuk dapat menghadapi permasalahan keperawatan yang terjadi, dan
memecahkan permasalahan serta mengambil keputusan yang tepat dengan
menggunakan ketrampilan critical thinking.
Kemampuan critical thinking tidak dapat dipisahkan dengan proses
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Ketiga hal tersebut berbeda
namun saling berhubungan. Kemampuan critical thinking merupakan
landasan dalam membuat pemecahan masalah dan mengambil keputusan. Hal
ini dapat diilustrasikan pada gambar sebagai berikut :

Critical Thinking Problem Solving

Decision Making
Gbr. 4. Differences and interaction among critical thinking, problem solving and
decision making
Perawat dalam praktek secara terus menerus membuat keputusan
berdasarkan pengkajian dan diagnose pasien dan permasalahan praktis atau
situasi. Pertimbangan klinik adalah ketrampilan yang kompleks dalam proses

14
critical thinking. Pertimbangan klinik dalam tindakan keperawatan secara
langsung untuk mencapai derajat kesehatan pasien secara optimal (Pesut &
Herman, 1999 dalam Huber, 2010).
Pendekatan yang digunakan perawat dalam menyelesaikan permasalahan
pasien adalah menggunakan proses keperawatan. proses keperawatan ini diawali
dengan pengkajian (penggalian data), merumuskan permasalahan berdasarkan
data yang didapat saat pengkajian, menentukan rencana tindakan untuk mengatasi
permasalahan dan mencapai tujuan, melaksanakan rencana yang sudah disusun
dan melakukan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan. Setelah itu dilakukan
pengkajian kembali, diagnose, rencana keperawatan, tindakan, dan evaluasi.
Tahap ini dilakukan terus-menerus sampai permasalahan pasien teratasi.

Gbr. 4. Proses keperawatan sebagai pendekatan critical thinking dalam


keperawatan

15
BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisa Implikasi critical thinking dalam keperawatan


Keperawatan merupakan profesi yang berperan memberikan asuhan pada
klien yang mempunyai masalah kesehatan baik actual, resiko dan potensial.
Oleh karena itu, keperawatan selalu berhadapan pada masalah ( problem )
yang harus segera dipecahkan atau di carikan jalan keluar agar terjadi
peningkatan kualitas hidup pada klien yang di asuhnya. Kemampuan problem
solving dan decition making merupakan hal yang esensi dalam praktik
keperawatan yang efektif. Keputusan yang baik dikembangkan melalui
critical tinking. Critical thinking merupakan dasar dalam problem solving dan
decision making.
Suatu metode ilmiah yang disebut proses keperawatan merupakan strategi
profesi perawat untuk critical thinking ( critical thinking ). Melalui proses
keperawatan, perawat mengambil keputusan berdasarkan pengkajian dan
diagnose pada kebutuhan klien serta situasi dan masalah yang klien hadapi,
kemudian membuat analisa data atau fakta terkait dan menemukan beberapa
alternative tindakan untuk membantu klien. Dari beberapa alternative tersebut
perawat memilih tindakan yang paling efektif mengatasi masalah klien.
Tindakan yang dipilih tersebut merupakan keputusan perawat yang telah
didasarkan pada kajian yang dalam dan akurat. Hal tersebut merupakan
aplikasi critical thinking dalam problem solving dan decision making dalam
praktik keperawatan. Secara tidak disadarai sebenarnya perawat selalu
menggunakan kemampuan critical tinking dalam praktik.
Menurut penelitian Asprisunadi ( 2011 ) yang berjudul Hubungan antara
critical thinking perawat dengan kualitas asuhan keperawatan dihasilkan
bahwa critical thinking memiliki kaitan dalam proses pengambilan keputusan
dan penilaian klinis yang akan menjadi penentu pemberian asuhan
keperawatan yang berkualitas. Kebutuhan untuk critical thinking dalam
keperawatan telah ditekankan dalam lingkup keperawatan yang berubah
dengan cepat. Perawat yang critical thinking berpeluang 6 kali menunjukkan

16
kualitas asuhan keperawatan yang lebih baik. Oleh karena itu, di dalam
memberikan asuhan keperawatan perawat dituntut untuk critical thinking agar
asuhan keperawatan yang diberikan lebih efektif dan komprehensip. Hal ini di
dukung dari hasil penelitiannya yang menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara critical thinking perawat dengan kualitas asuhan keperawatan
(p=0,017; α 0,05).
Hal serupa juga disampaikan oleh Yildirim Belgin, Ozkahraman Şukran
(2011) penelitian yang berjudul Critical Thinking in Nursing Process and
Education, bahwa critical thinking merupakan proses mencari, memperoleh
menganalisis dan mengevaluasi informasi sebagai pedoman untuk
mengembangkan pemikiran seseorang dengan kesadaran diri dan kemampuan
untuk menggunakan informasi tersebut dengan menambah kreativitas dalam
proses keperawatan. Proses keperawatan adalah model ilmiah pemecahan
masalah menggunakan langkah-langkah penilaian, diagnosis keperawatan
atau identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk
merencanakan perawatan pasien. Proses keperawatan digunakan sebagai
pemecahan masalah dalam rencana keperawatan sebagai dasar untuk praktek
profesionalisme dalam praktek keperawatan sahari-hari. Proses keperawatan
dapat menggambarkan rencana perawatan yang dapat membantu perawat
critical thinking di dalam pengambilan keputusan. Critical thinking meliputi
berpikir kreatif, keterbukaan pikiran, rasa ingin tahu, dan tidak dibatasi oleh
standar dan tujuan yang telah ditetapkan. Critical thinking tidak termasuk
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, dan merupakan komponen penting dari
pendekatan pemecahan masalah dan proses keperawatan, tetapi untuk
menjangkau pemikiran tingkat tinggi dan bukan merupakan istilah yang
identik dengan "proses keperawatan." Critical thinking bukanlah cara tunggal
untuk berpikir, tapi kompleks, multidimensional proses kognitif tergantung
pada pemikiran reflektif dan toleransi untuk ambiguitas penting untuk
membuat keputusan dalam praktek keperawatan.
Beberapa masalah yang terjadi dalam praktik keperawatan, bahwa
kemampuan critical thinking terkadang tidak menjadi habit yang selalu

17
dikembangkan sehingga hanya dirasakan sebagai rutinitas. Akibatnya,
kemampuan critical thinking menjadi stagnasi dan kurang akurat serta kurang
reasonable. Hal ini berefek pada ketidakakuratan dalam pengambilan
keputusan dalam merawat klien sehingga outcome perawatan tidak tercapai
secara maksimal bahkan bias menimbulkan masalah baru. Ini terjadi karena
rutinitas dan kurang dikembangkannya kemampuan critical thinking dalam
problem soving dan decision making.
Laura J. Fero 2008 ) dalam penelitian yang berjudul “Critical thinking
ability of new graduate and experienced nurses” ingin mengetahui aplikasi
critical thinking dalam pengkajian pada perawat dengan berbagai tingkat.
Hasilnya tampak bahwa ketersediaan data klinis yang esensi (65·4%),
menyediakan data yang relevan dan rasional untuk pengambilan keputusan
(62·6%). Selain itu tampak bahwa ada perbedaan yang significant kemampuan
critical thinking antara perawat yang baru lulus dengan perawat yang sudah
advance ( p = 0.046). Hal ini menunjukkan bahwa critical thinking.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk membangun kembali critical
thinking pada perawat dalam praktik klinik. Upaaya yang nyata dikembangkan
adalah peningkatan jenjang pendidikan formal perawat. Jonathan ( 2010 ).
Dalam penelitiannya yang berjudul “Critical thinking as an outcome of a
Master’s degree in Nursing programme” mengatakan bahwa program master
dalam keperawatan meningkatkan kemampuan critical thinking. Selain
pendidikan formal, sekarang ini digalakkan adanya pelatihan-pelatihan sesuai
rumpun keahlian yang dikembangkan oleh PPNI melalui kolegium
keperawatan.
Upaya lain adalah adanya kebijakan registrasi tenaga kesehatan yang
diatur dalam PERMENKES nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011 yang
mengevaluasi kompetensi perawat melalui uji kompetensi untuk mendapatkan
registrasi. Hal ini merupakan pemicu bagi perawat untuk mau
mengembangkan critical thinking dalam melaksanakan perannya.
Strategi akreditasi juga menjadi pemicu dalam pengembangan perawat
untuk berpikir secara kritis terhadap bidang pelayanan yang menjadi tanggung
jawabnya.

18
Critical thinking, problem solving dan decision making merupakan
kemampuan yang penting pada pemimpin dan menejer keperawatan ( Huber,
2010 ). Pemimpin dan menejer keperawatan harus mampu menganalisa uraian
data atau fakta-fakta untuk menyelesaikan berbagai bentuk masalah yang
berkaitan dengan pasien dan organisasinya. kemampuan critical thinking
menjadi bagian yang penting yang harus dikuasai dan menjadi kebiasaan
untuk menghasilkan keputusan dan ketetapan yang baik, akurat, dan mencapai
tujuan dalam organisasi tersebut atau tujuan pelayanan pada segenap kliennya.
Pemimpin dan menejer keperawatan tidak hanya menerapkan critical
thinking tetapi juga harus mampu memotivasi dan mengembangkan staf
dalam organisasinya untuk mengembangkan kemampuan critical thinking.
Beberapa penelitian mengemukakan bahra peran pemimpin dan menejer
keperawatan sangat penting untuk memberikan dorongan pada stafnya dan
semua unsure dalam organisasinya untuk mengembangkan critical thinking.
Marchigiano G., Eduljee N. & Harvey K. (2011) dalam penelitiannya yang
berjudul “Developing critical thinking skills from clinical assignments: a
pilot study on nursing students’ self-reported perceptions” mengemukanan
bahwa pemimpin dan menejer keperawatan berperan utama dalam
memberikan support terhadap perawat dan mahasiswa yang belajar di ruang
perawatannya untuk menggunakan teknik analisa journal dalam praktik
keperawatannya.
Permasalahannya masih sering ditemukan adanya keputusan yang
kurang tepat dalam menyelesaikan permasalahan oleh menejer dan pimpinan.
Keputusan yang salah sering terjadi ketika pemimpin dan menejer tidak
melakukan proses menganalisa setiap informasi, fakta-fakta atau anggapan-
anggapan dan pernyataan-pernyataan yang ditawarkan sebagai sesuatu yang
benar. Pemimpin dan menejer tidak merefleksikan dan melakukan pengujian
berdasarkan evidence dan alasan yang ilmiah. Akibatnya timbul
ketidaknyamanan bahkan konfkik antara pimpinan dan menejer dengan staf.
Hal ini sering terjadi pada kepemimpinan yang tradisional dimana pemimpin
dan menejer sangat menepati norma-norma tanpa mengembangkan pemikiran

19
yang kritis terhadap norma yang berlaku apakah masih sesuai dan relevan
( kepemimpinan statusquo).
Sebagai upaya meminimalisasi kondisi di atas adalah bahwa seorang
pimpinan dan menejer harus mempunyai keseimbangan EQ dan IQ dalam
melakukan perannya. Karena kemampuan tersebut dapat dipelajari dan
dikembangkan. Hal ini penting karena critical thinking merupakan
kemampuan mental dan kemampuan kognitif. Relasi yang baik antara kedua
kemampuan tersebut akan menimbulkan hasil inquiri yang baik sehingga
mendukung pengambilan keputusan yang baik pula.
Upaya lain yang sedang digalakkan adalah aplikasi evidence base
praktic dalam praktik keperawatan dan menejemen keperawatan. Evidence
base menyediakan alas an ilmiah yang sudah diuji kebenarannya sehingga
dapat menjadi aacuan dalam bertindak bagi pimpinan dan menejer serta
praktisi keperawatan.

B. Aplikasi Critical Thinking Dalam Manajemen Keperawatan Di RS


Kanker Darmais
1. Lokasi Rs Darmais
Rumah Sakit kanker dharmais berada di jalan letjen s.parman kav 84-86
slipi Jakarta barat. Rumah Sakit kanker Dharmais berdiri pada tanggal 30
oktober tahun 1993 yang diresmikan oleh presiden RI sesuai dengan surat
keputusan Menteri Kesehatan RI no 72/Menkes/SK/I/1993, tanggal 25
januari 1993 yaitu (alhm) Jenderal Soeharto dan merupakan pusat rujukan
kanker nasional.

2. Visi Dan Misi Rs Darmais


a. Visi :
Visi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” merupakan RS dan Pusat
Kanker Nasional yang menjadi panutan dalam penanggulangan kanker
di Indonesia.
b. Misi :

20
Misi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Melaksanakan pelayanan,
pendidikan dan penelitian yang bermutu tinggi di bidang
penanggulangan kanker.
Motto Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Tampil Lebih Baik, Ramah
dan Profesional. Sifat dan tujuan Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
yaitu RS khusus dan RS rujukan dengan status RS BLU.
Tujuan RS Kanker “Dharmais” adalah Memberikan pelayanan
kesehatan yang merata, terpadu dan berkesinambungan khususnya
pada penderita kanker, Merupakan wadah pendidikan bagi mereka
yang berkumpul dibidang kanker, Melakukan kegiatan penelitian yang
bertujuan meningkatkan mutu pelayanan dan pengetahuan tentang
kanker, Merupakan pusat pengembangan ilmu dan teknologi dibidang
kanker.
3. Visi Dan Misi Rs Darmais Ruang Melati
a. Visi :
Visi Keperawatan di ruang Melati Pelayanan Keperawatan di rumah
sakit Kanker “Dharmais” dapat menjadi panutan atau model dalam
memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan kanker diseluruh
rumah sakit di Indonesia.
b. Misi :
Misi Keperawatan diantara nya adalah Memberikan pelayanan
keperawatan yang aman, efektif dan efesien sehingga dapat
memberikan kontribusi terhadap pelayanan kesehatan pasien secara
menyeluruh dan bekerja sama dengan seluruh tim kesehatan untuk
memantu pasien mencapai derajat kesehatan yang optimal,
Menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, inovatif dan kondusif
bagi pasien, keluarga, peserta didik serta petugas kesehatan lainnya
sehingga terpenuhinya kebutuhan biopsikososialspiritual dan
pengalaman, Marketing ( Pemasaran termasuk mutu ), Sesuai dengan
motto RS Kanker Dharmais Tampil Lebih Baik, Ramah dan
Profesional. Perawat RS Dharmais selalu melayani dengan budaya Pro
Care CS. Perawat RS Dharmais selalu senyum dan selalu siap

21
melayani pasien. Seragam perawat pun terlihat cerah sehingga
menambah keprofesionalan seorang perawat. Perawat terlihat
excellent dalam pelayanan terlihat dalam tindakan seperti pemasangan
infus berhasil satu kali sehingga pasien puas dan biasanya pasien atau
keluarga akan bercerita kepada orang lain tentang keahlian perawat
RS Dharmais. Ini merupakan marketing secara tidak langsung.

4. Jumlah Tempat Tidur di Ruang Melati


Ruang melati merupakan ruang perawatan kelas II dengan kapasitas 54
tempat tidur
5. Profil Sumber Daya Manusia Di Ruangan Melati
Perawat di ruangan Melati berjumlah 42 orang,terdiri dari :

a. Jumlah Perawat berdasarkan jenis kelamin

b. Tingkat Pendidikan

22
c. Jenjang Karir

23
d. Status Kepegawaian

6. Job Desk Kepala Ruang Melati


a. Membuat jadwal dinas / mengatur ketenagaan di ruangan
b. Memimpin hand over dan pembagian tugas serta briefing pre dan post
conference
c. Melakukan bimbingan dan pengarahan staf
d. Membuat penilaian kinerja staf
e. Melakukan koordinasi dengan unit terkait
f. Monev pelayanan dan mencari pemecahan masalah
g. Memimpin Diskusi Refleksi Kasus
h. Melakukan pemantauan kelengkapan dokumentasi keperawatan
i. Mengendalikan kegiatan program edukasi di pelayanan
j. Melakukan pemantauan kelengkapan TbaK
k. Melakukan pengendalian pencegahan Insiden: jatuh, dekubitus,
kesalahan pemberian obat, LK3 dan IPSG
l. Membuat rekapitulasi data: Indikator mutu IRI, mutu keperawatan dan
INOK

7. Analisa Critical Thinking Terhadap Kepimpinan Kepala Ruang RS


Darmais
Dalam menganalisa critical thinking terhadap kepimpinan kepala ruang
melati di RS Darmais menggunakan pendekatan konsep model T.H.I.N.K (
Model Total Recall, Habits, Inquiry, New Ideas And reativity, Knowing
How You Think) dikemukakan oleh Rubenfeld & cheffer (2006) yaitu :

24
a. Total Recall
Total Recall berarti mengingat fakta atau mengingat dimana dan
bagaimana untuk mendapatkan fakta/data ketika diperlukan. Total
recall juga membutuhkan kemampuan untuk mengakses pengetahuan,
dengan adanya pengetahuan akan menjadikan sesuatu dipelajari dan
dipertahankan dalam pikiran.
Dalam hal ini kepala ruang melati untuk meningkatkan total recall
untuk diri sendiri dan perawat – perawat yang ada diruangannya yaitu
dengan mengadakan ronde keperawatan sekali dalam seminggu dan
mengadakan diskusi refleksi kasus satu kali dalam sebulan yang
bekerja sama dengan kepala bagian keperawatan. Selain itu untuk
mengingat kembali SOP yang sudah ada sebulan sekali dibacakan
kembali SOP tersebut dalam setiap shift. Hal ini mendukung tugas
kepala ruang yaitu melaksanakan fungsi perencanaan salah satunya
yaitu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang perawatan
antara lain melalui pertemuan ilmiah.
Dengan diterapkannya hal diatas diharapkan selalu memperbahrui
pengetahuan perawat dan dapat membantu dalam mengingat
pengetahuannya sehingga di dapatkan kualitas yang baik dalam
pemberian asuhan keperawatan ke pasien.
b. Habit/Kebiasaan (H)
Habits merupakan pendekatan berpikir ditinjau dari tindakan yang
diulang berkali-kali sehingga menjadi kebiasaan yang alami.
Habits mengikuti sesuatu yang dikerjakan diluar metode baru setiap
waktu.
Tugas kepala ruang adalah mengatur dan mengkoordinasikan
pemeliharaan peralatan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan
mempertangungjawabkan pelaksanan inventarisasi peralatan. Kepala
ruang melati menerapkan kebiasaan kepada seluruh bawahannya yaitu
dengan dibuat PJ alat. Setiap shift dibagi lagi untuk yang menjadi PJ
shift yang bertanggungjawab terhadap semua peralatan medis yang
ada diruangan. Setiap kali operan dinas PJ shift alat operan alat
dengan PJ shift alat berikutnya yang diinventaris dibuku alat. Jika ada

25
alat yang hilang karena kesalahan perawat yang bertugas maka beban
tersebut ditanggung sejumlah perawat yang sedang bertugas. Selain
itu juga dibuat peraturan jika setelah selesai menggunakan peralatan
seperti misalnya nebulizer langsung dibersihkan. Dengan menerapkan
kebiasaan hal diatas mengurangi angka kehilangan dan kerusakan
peralatan medis.
Tugas kepala ruang yang lain adalah menyusun dan mengatur
daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain sesuai kebutuhan dan
ketentuan atau peraturan yang berlaku. Untuk tugas ini kepala ruang
menerapkan kebiasaan dengan cara menuliskan permintaan libur/ cuti
dibuku permintaan libur. Hal ini dilakukan supaya jadwal dinas bisa
dilaksanakan sesuai dengan rencana dan tidak menganggu aktivitas
pelayanan diruang rawat inap khususnya ruangan melati.
c. Inquiry/Penyelidikan/menanyakan keterangan (I)
Inquiry merupakan kebutuhan primer dalam berpikir yang
digunakan untuk menyimpulkan sesuatu. Kesimpulan tidak dapat
diambil jika tanpa inquiry, tetapi kesimpulan akan lebih akurat jika
menggunakan inquiry.
Jika ada kejadian yang tidak diharapkan atau mengenai masalah
patient safety diruang melati langkah yang dilakukan oleh kepala
ruang adalah sebagai berikut :
1) Melihat sesuatu (menerima informasi)
Mengumpulkan perawat yang terlibat pada saat kejadian dan
menyampaikan informasi yang berkaitan
2) Menarik kesimpulan yang cepat
Setelah mendapatkan informasi dari semua pihak yang terlibat
maka menarik kesimpulan yang menjadi akar permasalahannya.
3) Mengumpulkan informasi tambahan untuk membenarkan atau
menyingkirkan kesimpulan pertama
4) Membandingkan informasi yang baru dengan informasi yang
telah diketahui tentang situasi ini dengan menggunakan
pengalaman masa lalu
5) Mempertimbangkan satu atau lebih kesimpulan alternatif
6) Memvalidasi kesimpulan awal atau kesimpulan alternatif dengan
lebih banyak informasi

26
7) Setalah kesimpulan ditarik maka diambil tindakan selanjutnya
secara internal terhadap perawat yang bersangkutan

d. New Ideas and Creativity (N)


Ide baru dan kreativitas sangat penting dalam keperawatan karena
merupakan dasar dalam merawat pelanggan atau klien. Banyak hal
yang harus dipelajari perawat untuk menjadi cocok, terpadu, dan
bekerja menyesuaikan keunikan klien. Perawat mempunyai standart
pendekatan untuk menghemat waktu perawatan dan secara
keseluruhan bekerja dengan baik, tetapi cara kerja perawat berbeda
satu sama lain.
Pasien di RS Darmais merupakan pasien yang tidak hanya sekali
dua kali dirawat tetapi pasien lama. Untuk membantu peningkatan
derajat kesehatan pasien/ kesembuhan pasien saat dirumah kepala
ruang melati mempunyai ide untuk membuat model perencanaan
pulang yang berbasis teknologi informasi.
Perencanaan pulang sangat membantu pasien dan keluarga dalam
mempersiapkan pulang. Pasien dan keluarga terbantu dengan adanya
media pembelajaran discharge planning ( DP ). CD media
pembelajaran juga membantu perawat dalam memberikan edukasi
pasien. Dalam pelaksanaan DP menggunakan CD peran perawat untuk
mengkomunikasikan isi CD tetap diperlukan, pendampingan dan
konseling terhadap isi materi DP akan melengkapi persiapan pulang
pasien. Peningkatan kualitas secara teknis serta isi CD yang interaktif
juga harus selalu dikembangkan, dimana CD yang isinya berkualitas
dan menarik akan membantu pemahaman terhadap perawatan dan
dapat meningkatkan persiapan pulang dari pasien.
e. Knowing How You Think/Mengetahui apa yang kamu fikirkan? (K)
Knowing How You Think adalah kemampuan pengetahuan tentang
bagaimana kita berpikir. Model “ tahu bagaimana kamuu berfikir “ ini
dapat membantu perawat bekerja secara kolaborasi dengan profesi
kesehatan lain. Satu hal yang penting dari tahu bagaimana kamu
berfikir ini adalah mereka bekerja dengan refleksi, bagaimana yang

27
telah perawat dan klien pikirkan dalam bekerja sama sewaktu
menjalankan asuhan keperawatan.
Dalam hal ini kepala ruang melati ingin menciptakan bagaimana
pelayanan yang diberikan ke pasien tetap bermutu dan terus
meningkat dalam hal kualitas sehingga pasien merasa terpuaskan
dengan pelayanan yang diterima. Untuk mendukung hal tersebut perlu
bersinergi dengan semua pihak yang ada di ruang melati, karena jika
dilakukan sendiri tidak akan tercapai.
Kepala ruang melati mempunyai pemikiran untuk mengadakan
pelatihan – pelatihan internal maupun eksternal untuk mendukung
situasi diatas yaitu sebagai berikut :
1) Patient Safety
Pelatihan ini perlu diberikan karena keselamatan pasien di
rumah sakit merupakan tujuan mendasar setiap rumah sakit.
Kenyataan yang ada di rumah sakit bahwa terdapat ratusan jenis
obat, ratusan tes dan prosedur, terdapat banyak pasien, kelompok
profesi dan individu staff, serta banyak sistem dan keberagaman
yang semuanya ini sangat potensial menimbulkan kesalahan.
Dimana kesalahan tersebut bisa berdampak terhadap hilangnya
kehidupan seorang pasien ataupun kesalahan fatal lainnya
Training Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko klinis di
Rumah Sakit memberikan pengetahuan bagaimana agar para
perawat diruanng melati dapat menjalankan tugasnya secara
optimal dan terhindar dari bahaya ataupun resiko. Selain itu
melalui training ini diharapkan perawat yang ada diruang melati
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang
keselamatan pasien, sehingga gerakan Keselamatan pasien dapat
diterapkan di Rumah Sakit, untuk mensukseskan program
Pemerintah / Dunia (WHO) melalui penerapan Internasional
Patient Safety Goals (IPSG) dalam pemberian asuhan
keperawatan.
2) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( PPI )

28
Alasan pelatihan ini diperlukan secara internal khususnya
untuk perawat – perawat di ruang Melati menurut kepala ruangan
adalah untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi nosokomial
sehingga perlu diterapkan pengendalian infeksi. Pengendalian
infeksi di rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang sangat
penting, selain kejadian infeksi seperti wabah atau KLB dari
penyakit infeksi yang sangat sulit diperkirakan, sehingga perlu di
waspadai.
Pengendalian infeksi bertujuan untuk melindungi masyarakat
dari bahaya penularan baik infeksi yang ditularkan dari pasien ke
pasien, dari tenaga kesehatan ke pasien, baik infeksi dari luar
rumah sakit maupun yang didapat di rumah sakit, hal ini sangat
erat kaitannya dengan mutu pelayanan yang pada akhirnya sangat
berkaitan dengan citra rumah sakit. Untuk menindaklanjuti itu
semua agar rumah sakit mempunyai program PPI yang efektif,
maka penting bagi pengelola rumah sakit untuk melatih seluruh
anggotanya terutama yang terlibat dalam team PPI rumah sakit.
Terkait dengan perencanaan program, implementasi dan sistem
dokumentasi PPI, dimana diharapkan semua team yang terlibat
mampu melaksanakan tugasnya sebaik dan se’efektif mungkin
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
3) Basic Cancer
Misi ruang Melati RS Darmais yaitu memberikan pelayanan
keperawatan yang aman, efektif dan efesien sehingga dapat
memberikan kontribusi terhadap pelayanan kesehatan pasien
secara menyeluruh dan bekerja sama dengan seluruh tim
kesehatan untuk memantu pasien mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Untuk mendukung misi tersebut maka seluruh
jajaran yang ada di ruang melati harus memberikan pelayanan
yang optimal mulai dari perawat yang baru masuk kerja/ orientasi
atau PKK sehingga bagi PKK diperlukan pelatihan basic cancer.
Pelatihan ini diperlukan dengan tujuan saat mereka kali pertama

29
memberikan asuhan keperawatan pada pasien kanker sudah
terpapar dan ada gambaran bagaiman memberikan tindakan
keperawatan ke pasien kanker, karena pastinya bagi perawat PKK
yangnbaru belum ada pengalaman untuk merawat pasien kanker
pelatihan basic cancer diperlukan.
4) Eraly Warning Scale ( EWS )
Pasien di ruang melati merupakan pasien dengan kasus
terminal yaitu penyakit kanker. Kanker merupakan salah satu
penyakit paling berbahaya di dunia. Kita ketahui bahwa pasien
yang menderita penyakit kanker perlu pemantuan yang lebih
intensive dan mempunyai masalah aktual atau resiko yang
mengancam kehidupan terjadinya secara mendadak atau tidak
dapat diperkirakan, dan tanpa atau disertai kondisi lingkungan
yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga
mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan
praktek keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien
oleh perawat yang berkompeten.
Penggunaan Early Waring Scores sangat berkaitan erat dengan
peran perawat yang melakukan observasi harian tanda-tanda vital.
Perawat melaksanakan asuhan keperawatan, sebagai care giver
memberikan pelayanan dengan melakukan pengkajian harian
serta memonitoring keadaan pasien, ketika terjadi perburukan
keadaaan, orang pertama yang mengetahui adalah perawat.
Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai
kemampuan atau ketrampilan yang bagus dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai
permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam
kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di
perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak
dapat dikendalikan. Aspek – aspek yang dapat dilihat dari mutu

30
pelayanan keperawatan yang dapat dilihat adalah kepedulian,
lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan bertransaksi,
kemudahan memperoleh informasi, kemudahan mengakses,
prosedur dan harga. (Joewono, 2003). Keberhasilan pertolongan
terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan
dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan
menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada sistem
kegawatdaruratan.
Untuk mendukung hal diatas maka perawat senior atau PKK
tiga di ruang melati perlu diberikan pelatihan Early Warning
Score (EWS). system adalah suatu sistem permintaan bantuan
untuk mengatasi masalah kesehatan pasien secara dini. EWS
didasarkan atas penilaian terhadap perubahan keadaan pasien
melalui pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan
fisiologi pasien. System ini merupakan konsep pendekatan
proaktif untuk meningkatkan keselamatan pasien dan hasil klinis
pasien yang lebih baik dengan standarisasi pendekatan asesmen
dan menetapkan skoring parameter fisiologis yang sederhana dan
mengadopsi pendekatan ini dari Royal College of Physicians –
National Health Services, 2012.

C. Kekuatan dan kelemahan aplikasi critical thinking dalam keperawatan


Kekuatan yang dimiliki perawat dalam mengaplikasikan critical thinking,
diantaranya :
1. Kurikulum pendidikan perawat yang menekankan kemampuan critical
thinking dalam pemecahan pasalah klien.
2. Tersedianya metode proses keperawatan yang merupakan strategi critical
thinking dalam memberikan asuhan keperawatan.
3. Keunikan kasus klien yang dihadapi dalam setiap waktu merupakan
pemicu perawat untuk selalu belajar dan critical thinking.
4. Selalu bekerja dalam tim work, hal ini memberikan peluang bagi perawat
untuk selalu mengembangkan critical thinking dalam bersikap terhadap
permsalahan tim tersebut dan dalam pelayanan pada klien.
Kelemahan yang dihadapi dalam aplikasi critical thinking, diantaranya :

31
1. Rutinitas kerja, hal ini membuat perawat terkadang kurang kreatif dan
enggan belajar.
2. Beban kerja yang dirasakan berat, sehingga menjadi alasan klasik bahwa
perawat tidak punya waktu untuk mengkaji lebih dalam atau belajar dari
setiap kasus klien yang dihadapinya.
3. Beragamnya jenjang pendidikan, hal ini mempengaruhi keberagaman
dalam mengaplikasikan critical thinking pada sebuah kasus. Karena
pendidikan sangat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap suatu
permasalahan yang dihadapi.

32
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Critical thinking merupakan bagian penting yang mendasari problem
solving dan decision making. Critical thinking merupakan proses
menganalisa setiap informasi, fakta-fakta atau pernyataan-pernyataan dan
anggapan-anggapan yang ditawarkan sebagai suatu kebenaran. Critical
thinking melibatkan proses refleksi, pengujian berdasarkan evidence dan
menghadirkan pendapat lain tenang fakta yang dibutuhkan. Tujuan universal
critical thinking adalah terciptanya keputusan dan ketetapan yang baik
Component critical thinking meliputi insight, intuition, empathy dan
willingness to take action. Sehingga seorang critical tinkers akan mempunyai
karakteristik Open to new ideas,intuitive, Analithical, Persistent, Assertive,
Communicator, Flexible, sympathetic, Caring, Observant, Resourcefull,
Creative, Insightfull, Willing to take action, Outcome directed, Willing to
change, Knowledge able, Risk taker.
Critical thinkers yang efektive adalah individu yang sadar akan dirinya
yang mengembangkan rasionalisasi setiap alasan yang didapatkan melalui
pertanyaan-pertanyaan “ Why”, “What” dan “How” ( Huber 2011 dan Yoder-
Wise, 2011). Critical thinking dilakukan dengan mengidentifikasi dan
memperjelas masalah, mengumpulkan informasi, mengevaluasi bukti,
pertimbangkan alternatif dan implikasi, memilih dan menerapkan alternatif
terbaik.
Critical thinking dalam keperawatan termaknai dalam metode proses
keperawatan. Belajar setiap saat dari klien dan belajar melalui evidence based
practice menjadi strategi dalam upaya mengembangakan kemampuan critical
thinking bagi perawat, pimpinan dan menejek keperawatan.

B. Saran

33
1. Perawat hasrus selalu mengembangkan kemampuan critical thinking
dalam memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan untuk mendapatkan outcome pelayanan yang baik.
2. Untuk memahami secara keseluruhan berpikir kritis dalam keperawatan
kita harus mengembangkan pikiran secara rasional dan cermat, agar dalam
berpikir kita dapat mengidentifikasi dan merumuskan masalah
keperawatan. Serta menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing
indikasi, penyebab, tujuan, dan tingkat hubungan dalam keperawatan.
Sehingga saat berpikir kritis dalam keperawatan pasien akan merasa lebih
nyaman dan tidak merasa terganggu dengan tindakan perawat.

34
DAFTAR PUSTAKA

Asprisunadi (2011). Hubungan Antara bepikir kritis perawat dengan Kualitas


Asuhan Keperawatan. Jakarta: FKUI

David, et all. (2013). Do Scores on Three Commonly Used Measures of Critical


Thinking Correlate With Academic Success of Health Professions Trainees?
A Systematic Review and Meta-analysis. Association of American Medical
Colleges. Diakses 17 April 2013.
http://journals.lww.com/academicmedicine/Abstract/publishahead/Do_Scor
es_on_Three_Commonly_Used_Measures_of.99429.aspx

Drenan, J. (2010). Critical thinking as an outcome of a Master’s degree in Nursing


programme. Journal of Advanced Nursing Volume 66, Issue 2, pages 422–
431, February 2010. diaskes 16 April 2013.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-
2648.2009.05170.x/abstract?
deniedAccessCustomisedMessage=&userIsAuthenticated=false

Guffey, Mary Ellen. (1998). Five Steps to Better Critical-Thinking, Problem-


Solving, and Decision-Making Skills. South-Western College Publishing.
Diakses 18 April 2013. http://www.asa3.org/ASA/education/think/ps-
guffey.htm.

Huber. (2010). Leadership and Nursing care management fourth edition.


Maryland heights, Missouri. USA

Huber. (2000). Leadership and nursing care management second edition. WB


Sounders Company. USA

Kenedy Robert A. (2012). Successful CriticalThinking Strategies. Founders


College York University, Toronto. diakses 18 April
2013http://www.yorku.ca/yulearn/universityskills/Presentation_CriticalThin
king2.pdf

Laura, et all. (2008). Critical thinking ability of new graduate and experienced
nurses. Journal of Advanced Nursing Volume 65, Issue 1, pages 139–148,
January 2009. Diakses 17 April 2013.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-
2648.2008.04834.x/abstract?
deniedAccessCustomisedMessage=&userIsAuthenticated=false

Laura, et all. (2010). Critical thinking skills in nursing students: comparison of


simulation-based performance with metrics. Journal of Advanced Nursing

35
Volume 66, Issue 10, pages 2182–2193, October 2010 . diakses 17 April
2013. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-
2648.2010.05385.x/abstract?
deniedAccessCustomisedMessage=&userIsAuthenticated=false

Marchigiano, et all. (2010). Developing critical thinking skills from clinical


assignments: a pilot study on nursing students’ self-reported perceptions.
Journal of Nursing Management Volume 19, Issue 1, pages 143–152,
January 2011. Diakses 17 April 2013.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-
2834.2010.01191.x/abstract?
deniedAccessCustomisedMessage=&userIsAuthenticated=false

Marvin S. Cohen. (2000). A three-part theory of critical thinking: dialogue,


mental models, and reliability diakses 18 April 2013.
http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/army/critical/three-part.pdf

Paul, et all. (1990). Critical Thinking Skills. North Central Regional Educational
Laboratory. diakses 17 April 2013.
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/envrnmnt/drugfree/sa3crit.htm

Scriven Michael & Paul Richard. (2011). Defining Critical Thinking. The
Critical Thinking Community. diakses 17 April 2013.
http://www.criticalthinking.org/pages/defining-critical-thinking/766

Susan Zori& Barbara Morrison . (2002). Critical thinking in Nurses managers.


American Hospital Association. Diaskes 17 April 2013.
https://nursingeconomics.net/ce/2011/article27075098.pdf

Walker Stacy E. (2003). Active Learning Strategies to Promote Critical Thinking.


Journal of Athletic Training. diakses 18 April
2013http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC233182/

Wangensteen, et all. (2011). Research utilisation and critical thinking among


newly graduated nurses: predictors for research use. A quantitative cross-
sectional study. Journal of Clinical Nursing Volume 20, Issue 17-18, pages
2436–2447, September 2011 . diakses 16 April 2013.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-
2702.2010.03629.x/abstract

Yildirim Belgin, Ozkahraman Şukran (2011). Critical Thinking in Nursing


Process and Education. International Journal of Humanities and Social
Science vol 1 No 13.

36
Yildirim, B &Ozkahraman. (2011). Critical Thinking Theory and Nursing
Education. International Journal of Humanities and Social Science Vol. 1
No. 17 [Special Issue – November 2011. diakses 17 April 2013.
http://www.ijhssnet.com/journals/Vol_1_No_17_Special_Issue_November_
2011/19.pdf

Yoder-Wise. (2011). Leading and managing in nursing. Elsevier Mosby. USA

37
Daftar Isi

Halaman Judul ............................................................................................... i


Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi ....................................................................................................... iii

BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
……………………………………………………….. 2
B. Tujuan 2
………………………………………………………………... 3
C. Manfaat 3
………………………………………………………………. 5
BAB II. Konsep Teori Critical Thinking ………………………………….. 5
A. Pengertian……………… ……………………………………………. 8
B. Tujuan …………….. ………………………………………………..
13
C. Manfaat ………………………………………………………………
D. Staregi ………………………………………………………………..
E. Critical thinking dalam keperawatan ………………………………..
16
BAB III. Pembahasan
A. Analisa Implikasi Critical thinking dalam keperawatan ................
21
B. Kekuatan dan Kelemahan aplikasi Critical thinking dalam
keperawatan ....................................................................................
22
BAB V. Penutup
23
A. Kesimpulan ........................................................................................
..
B. Saran ...................................................................................................
.

Daftar Pustaka

38
Iii
KATA PENGANTAR

Puji Tuhan atas rahmat dan kasihNya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan ini dengan baik.
Pada makalah ini dibahas mengenai critical thinking.
Harapan kami, dengan analisis ini dapat menjadi acuan bagi perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan sehingga kualitas asuhan menjadi lebih baik
dan berkualitas.
Banyak kekurangan dalam melakukan analisis ini, sehingga kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Penulis

39
ii

40

Anda mungkin juga menyukai