Anda di halaman 1dari 28

Cover

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Rekyasa Ide, Mini Riset Dan Projek dalam mata kuliah
Akuntansi Pemerintah Daerah.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah Rekyasa Ide, Mini Riset Dan Projek ini
kedepannya.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah Rekyasa Ide, Mini Riset Dan
Projek dalam mata kuliah Akuntansi Pemerintah Daerah ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Medan, Mei 2019

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

1.4 Manfaat ..................................................................................................... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 4

2.1 Definisi Persediaan ................................................................................... 4

2.2 Ruang Lingkup Persediaan ....................................................................... 4

2.3 Jenis Persediaan ........................................................................................ 5

2.4 Pencatatan Akuntansi Persediaan ............................................................. 6

2.5 Pengukuran Persediaan ............................................................................. 7

2.6 Penyimpanan, Pengamanan dan Pemeliharaan dan Inventarisasi


Persediaan ............................................................................................................ 8

2.6.1 Penyimpanan ..................................................................................... 8

2.6.2 Pengamanan dan Pemeliharaan Persediaan ...................................... 8

2.6.3 Inventarisasi Persediaan .................................................................... 8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................ 9

3.1 Ruang Lingkup Pembahasan .................................................................... 9

3.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 9

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................. 10

3.4 Metode Analisis Data ............................................................................. 10

BAB IV REKAYASA IDE ................................................................................... 11

4.1 Latar Belakang ....................................................................................... 11

ii
4.2 Masalah yang Ditemukan ....................................................................... 11

4.2.1 Pemda DIY Belum Bebas Masalah ................................................. 11

4.2.2 BPK Temukan Indikasi 87 Pemda Bermasalah dengan Aset


Lancarnya....................................................................................................... 13

4.2.3 Penyusunan LKPD, Barang Persediaan di Pemprov Banten


Langganan Masalah ....................................................................................... 14

4.2.4 BPK Temukan 18 Permasalahan dalam Laporan Keuangan


Pemerintah ..................................................................................................... 16

BAB V MINI RISET ............................................................................................ 17

5.1 Pemerintah Daerah Kerap Mengabaikan Stock Opname. Mengapa? .... 17

5.2 Kurangnya Bukti Terkait Persediaan Pemerintah Daerah Menyulitkan


Auditor (BPK) Memberi Opini Wajar Tanpa Pengecualian. Mengapa
Pemerintah Daerah Tidak Gentar? .................................................................... 18

5.3 Alasan Penatausahaan Persediaan Khususnya Pengelolaan dan


Pemeriksaan Persediaan Tidak Maksimal ......................................................... 19

BAB VI PROJEK.................................................................................................. 20

6.1 Solusi dan Kebijakan Pemerintah Terkait Akuntansi Persediaan .......... 20

6.1.1 Perketat Peraturan dan Tetapkan Sanksi yang Tegas Terkait


Pengelolaan dan Pemeriksaan Persediaan ..................................................... 20

6.1.2 Membuat Forum Diskusi Online untuk Sistem Informasi


Pengelolaan Persediaan.................................................................................. 20

6.1.3 Perbanyak Pelatihan dan Pendidikan terkait Penatausahaan


Persediaan ...................................................................................................... 21

6.2 Evaluasi .................................................................................................. 21

BAB VII PENUTUP ............................................................................................. 22

7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 22

7.2 Saran ....................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persediaan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan


Berbasis Akrual (PSAP BA) No. 5 Paragraf 4 PP Nomor 71 Tahun 2010 adalah

“Aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan


untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang
yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat. Secara spesifik, tujuan utama entitas
pemerintahan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui pelayanan.”

Hampir seluruh oprasional instansi pemerintah untuk mencapai tujuan


yang telah ditetapkan banyak membutuhkan persediaan. Oleh karenanya,
pemerintah sebagai organisasi publik yang bertugas menyediakan barang dan jasa
publik, ia harus mengelola persediaannya secara baik. Selain dikelola, pemerintah
juga harus mempertanggungjawabkan tentang persediaan ini pada akhir tahun
anggaran karena dianggap sebagai bahan habis pakai.

Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting


karena baik laporan Rugi/Laba maupun Neraca tidak akan dapat disusun tanpa
mengetahui nilai persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung
berakibat kesalahan dalam laporan Rugi/Laba maupun neraca. pencatatan
persediaan ini sendiri sebagai bahan nantinya untuk pertanggungjawaban,
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang terdiri dari dua lampiran, yaitu
Lampiran I mengatur kebijakan akuntansi yang menggunakan basis akrual
sedangkan Lampiran 2 mengatur kebijakan akuntansi yang masih menggunakan
basis kas menuju akrual (cash toward accrual). Selain itu juga didukung
dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 05. Akan tetapi,
penerapan akuntansi berbasis akrual ini bukanlah sesuatu yang mudah, Ini terbukti

1
dengan adanya beberapa permasalahan yang terjadi pada beberapa pemerintah
daerah.

Berdasarkan penjabaran diatas terlihat bahwa persediaan ini harus


dilakukan pengelolaan dengan baik mengingat beberapa kebijakan baru yang
harus dipenuhi serta permasalahan yang timbul karenanya. Untuk itu, penulis
mengangkat tema rekayasa ide, mini riset dan projek tentang “Permasalahan
Akuntansi Persediaan dalam Pemerintah Daerah” karena penulis beranggapan
bahwa hal ini merupakan masalah yang masih terus berlanjut di Pemerintah
Daerah saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya,


maka rumusan masalah yang dapat diangkat ialah :

1. Apa saja permasalahan yang timbul terkait dengan akuntansi persediaan di


Pemerintah Daerah ?
2. Apa faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan yang timbul
terkait dengan dengan akuntansi persediaan di Pemerintah Daerah ?
3. Bagaimana solusi yang dapat diberikan untuk menanggulangi
permasalahan akuntansi persediaan di Pemerintah Daerah ?
4. Bagaimana evaluasi terhadap penerapan solusi yang diberikan tersebut ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


makalah ini bertujuan untuk :

1. Untuk memenuhi tugas Rekayasa Ide, Mini Riset dan Projek KKNI dalam
mata kuliah Akuntansi Pemerintahan Daerah

2
2. Untuk menjabarkan dan menjelaskan faktor yang menyebabkan terjadinya
permasalahan yang timbul terkait dengan dengan akuntansi persediaan di
Pemerintah Daerah
3. Untuk meriset dan menjelaskan temuan tentang faktor yang menyebabkan
terjadinya permasalahan yang timbul terkait dengan dengan akuntansi
persediaan di Pemerintah Daerah
4. Untuk memberikan solusi untuk menanggulangi permasalahan akuntansi
persediaan di Pemerintah Daerah

1.4 Manfaat

a. Hasil pengkajian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian


materi perkuliahan di bidang akuntansi keuangan daerah untuk akuntansi
persediaan.
b. Sebagai salah satu sarana pembelajaran bagi mahasiswa untuk
meningkatkan kemampuan dibidang penelitian ilmiah dalam mengungkap
permasalahan tertentu secara sistematis serta berusaha memecahkan
permasalahan yang ada tersebut dengan metode ilmiah sehingga
menunjang pengembangan ilmu pengetahuan.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Persediaan

Persediaan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan


Berbasis Akrual (PSAP BA) No. 5 Paragraf 4 PP Nomor 71 Tahun 2010 adalah
Aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk
mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang
dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat. Secara spesifik, tujuan utama entitas pemerintahan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan.

Pasal 2 Peraturan Kementerian Keuangan tentang Penatausahaan


Persediaan menjelaskan bagian persediaan sebagai berikut :

(1) Persediaan diperoleh dari hasil pengadaan atau perolehan lainnya yang sah dan
disimpan di gudang/tempat penyimpanan. (2) Persediaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus diketahui oleh Kuasa Pengguna Barang dan Pejabat Pengurus
Persediaan yang bertanggung jawab atas pengurusan persediaan di gudang/tempat
penyimpanan. (3) Setiap persediaan yang akan didistribusikan kepada Unit
Pemakai Barang harus diketahui oleh Kuasa Pengguna Barang dan Pejabat
Pengurus Persediaan. (4) Persediaan harus ditatausahakan untuk
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.

2.2 Ruang Lingkup Persediaan

PSAP 05 tentang persediaan diterapkan dalam penyajian seluruh


persediaan dalam laporan keuangan yang disusun dan disajikan dengan basis cash
towards accrual, di mana menggunakan basis kas untuk pengakuan pos-pos
pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan
pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas. Standar ini diterapkan untuk seluruh entitas
pemerintah pusat dan daerah serta tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
Akuntansi persediaan bagi pemerintah pusat dan daerah yang diatur meliputi :

4
 Definisi
 Pengakuan
 Pengukuran
 Pengungkapan.

2.3 Jenis Persediaan

Menurut PP. No 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah,


Persediaan merupakan aset yang berupa :

1. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka


kegiatan operasional pemerintah. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan
yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti
alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa,
barang bekas pakai seperti komponen bekas.
2. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses
produksi. Persediaan dalam kelompok ini meliputi bahan yang digunakan dalam
proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-alat pertanian, dll.
3. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau
diserahkan kepada masyarakat. Barang hasil proses produksi yang belum selesai
dicatat sebagai persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.
4. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
dalam rangka kegiatan pemerintahan. Persediaan hewan dan tanaman untuk dijual
atau diserahkan kepada masyarakat, misalnya sapi, kuda, ikan benih padi dan bibit
tanaman.
5. Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan strategis
seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga seperti
cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai
persediaan.

5
2.4 Pencatatan Akuntansi Persediaan

Persediaan dapat dicatat dengan dua metode, yakni

 Pencatatan persediaan dengan metode periodek


Pembelian persediaan dapat dilakukan dengan menggunakan uang persediaan
(UP) maupun langsung (LS). Ketika SKPD melakukan pembelian persediaan
dengan menggunakan UP, bendahara pengeluaran SKPD akan menyerahkan bukti
belanja persediaan pada PPK SKPD. Pada akhir periode, sebelum menyusun
laporan keuangan, bagian gudang akan melakukan stock opname untuk
mengetahui sisa persediaan yang dimiliki.

Berikut ini adalah jurnal yang harus dibuat apabila suatu


entitasmenggunakan metode pencatatan persediaan dengan Sistem Periodik.

A. Belanja Barang Persediaan melalui mekanisme UP (UangPersediaan)


 Pencatatan transaksi pembelian persediaan SKPD :

Uang Muka dari Kas Daerah Rp xxx

Kas di Bendahara Pengeluaran Rp xxx

*BUD Tidak ada jurnal

 Penerbitan SP2D-GU SKPD

Belanja Barang Rp xxx

Piutang dari BUD Rp xxx

*BUD

Belanja Barang Rp xxx

Kas di Kas Daerah Rp xxxB.

Belanja Barang Persediaan melalui mekanisme LS (Langsung) Pencatatan


transaksi Belanja Barang Persediaan SKPD

6
Belanja Barang Rp xxx

Piutang dari BUD Rp xxx

*BUD

Belanja Barang Rp xxx

Kas di Kas Daerah Rp xxx

Selanjutnya pembelian barang tersebut dicatat dalam buku persediaan


untuk dapat dilakukan pengadministrasian dan penatausahaan dari barang
persediaan dimaksud, sehingga apabila pada akhir periode dilakukan opname fisik
persediaan dapat diketahui nilainya. Pengurangan dan penggunaan suatu
persediaan harus dicatat didalam buku persediaan sesuai dengan tanggal
terjadinya.

 Pencatatan persediaan dengan metode perpetual


Pembelian persediaan dapat dilakukan dengan menggunakan uang persediaan
(UP) maupun langsung (LS). Ketika SKPD melakukan pembelian persediaan
dengan menggunakan UP, bendahara pengeluaran SKPD akan menyerahkan bukti
belanja persediaan pada PPK SKPD. Berdasarkan dokumen yang menjelaskan
penggunaan/pemakaian persediaan (untuk metode perpetual), seperti kartu
inventaris barang (KIB), buku inventaris (BI) dan kartu kendali barang, PPK
SKPD mengakui beban persediaan sejumlah yang terpakai.

2.5 Pengukuran Persediaan

Nilai persediaan meliputi seluruh belanja yang dikeluarkansampai suatu


barang persediaan tersebut dapat dipergunakan.Dalam PSAP 5 dalam paragraf 18
dikatakan bahwa persediaandisajikan sebesar:

(a) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;

(b) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;

(c) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi.

7
2.6 Penyimpanan, Pengamanan dan Pemeliharaan dan Inventarisasi
Persediaan

2.6.1 Penyimpanan

(1) Setiap persediaan harus disimpan di gudang/tempat penyimpanan. (2)


Gudang/tempat penyimpanan persediaan harus terkunci, terlindung dari pengaruh
hujan, sinar matahari, banjir, kebakaran, dan terhindar dari bahaya lainnya. (3)
Persediaan yang karena sifat dan volumenya memerlukan penanganan khusus
disimpan dalam gudang/tempat penyimpanan khusus. (4) Pengurusan persediaan
di gudang/tempat penyimpanan dilengkapi dengan: a. Buku Persediaan/Kartu
Barang untuk setiap jenis barang, b. Kartu Gantung Barang yang digantung pada
sarana penyimpan barang misalnya : lemari, rak, filing cabinet, dan lain-lain, c.
Denah lokasi barang untuk memudahkan pencarian barang, d. Alat pengamanan
barang seperti alat pemadam kebakaran, palet, dan lain-lain: e. Alat bantu seperti
tangga, kereta dorong, dan lain-lain, f. Alat kesehatan seperti masker, sarung
tangan, kotak P3K, dan lain-lain.

2.6.2 Pengamanan dan Pemeliharaan Persediaan

(1) Pengamanan persediaan dimaksudkan untuk menghindari adanya kehilangan,


kerusakan, dan bahaya kebakaran atas persediaan di gudang/tempat penyimpanan.
(2) Pemeliharaan persediaan dimaksudkan agar persediaan tetap dapat
memberikan daya guna yang optimal dengan menjaga kebersihan, keteraturan,
dan kerapian di gudang/tempat penyimpanan. (3) Pengamanan dan pemeliharaan
persediaan dilakukan oleh Pejabat Pengurus Persediaan secara rutin. (4) Apabila
diperlukan pemeliharaan persediaan dapat dilakukan oleh pihak ketiga sesuai
sifat, jenis dan keadaan barang maupun keadaan gudang/tempat penyimpanan.

2.6.3 Inventarisasi Persediaan

(1) Inventarisasi Persediaan wajib dilaksanakan untuk mengetahui jumlah, nilai,


dan kondisi persediaan serta untuk mempermudah pembukuan persediaan. (2)
Inventarisasi Persediaan dilakukan paling sedikit 1(satu) tahun sekali pada akhir
tahun anggaran atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Menurut Sugiyono (2016) Metode Penelitian adalah “cara ilmiah untuk


mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.cara ilmiah berarti
kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris
dan sistematis. Rasional artinya bahwa penelitian dilakukan dengan cara-cara
yang masuk di akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris artinya
bahwa cara-cara yang yang dilakukan itu dapat diamati oleh indra manusia
sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan.
Secara umum, pengertian metode penelitian (research method) adalah suatu
metode atau cara tertentu yang dipilih secara spesifik untuk memecahkan masalah
yang diajukan dalam sebuah penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup dalam pembahasan dan pengkajian kali ini memfokuskan


pada kajian permasalahan akuntansi persediaan guna mengkaji permasalahan yang
terdapat dalam penerapan akuntansi persediaan di pemerintah daerah, faktor
penyebab hingga analisa kebijakan yang pernah diterapkan oleh pemerintah dan
mengembangkan rekomendasi perbaikan atau solusi terkait permasalahan
akuntansi persediaan di pemerintah daerah.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian deskriptif kualitatif.


Sumber data yang digunakan yaitu data sekunder berupa berita-berita terkait
permasalahan akuntansi persediaan yang dimuat online. Penulis akan
mendiskripsikan dan memaparkan mekanisme, faktor penyebab hingga kebijakan
pemerintah daerah serta rekomendasi solusi. Data pendukung yang penulis
gunakan berasal dari website peerintah dan sumber berita yang berasal dari
website lain.

9
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam mini riset ini kami menggunakan metode studi kepustakaan


(library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan bahan–bahan
kepustakaan berupa tulisan–tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan topik
yang diteliti serta bberapa kebijakan pemerintah seperti buletin teknis yang
dipublish di internet.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mencari
informasi baik dari website pemerintahan dan sumber berita terkait kasus-kasus
akuntansi persediaan yang kemudian dianalisis satu sama lain untuk mendapatkan
intisari yang akan dideskripsikan.

3.4 Metode Analisis Data

Dalam makalah ini penulis mencoba untuk menganalisis faktor penyebab,


hingga solusi dan kebijakan pemerintah yang telah diterapkan. Kemudian penulis
coba untuk kumpulkan dan menarik inti analisis keseluruhan untuk penyebab dan
pemberian solusi terkait permasalahan yang diangkat.

10
BAB IV
REKAYASA IDE

4.1 Latar Belakang

Menurut Kemendagri dalam PP Nomor 71 tahun 2010 (PSAP Nomor 05),


persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah daerah, dan
barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat
ekonomi masa depan diperoleh pemerintah daerah dan mempunyai nilai atau
biaya yang dapat diukur dengan andal, dan pada saat diterima atau hak
kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Persediaan juga dapat
dicatat dengan metode perpetual ataupun periodik

Sudah hampir 1 dekade berlakunya Peraturan Pemerintah No.71 Tahun


2010. Namun saat ini masih banyak entitas-entitas pemerintahan khususnya
pemerintah daerah yang belum mampu mengikuti perubahan alur standar yang
berlaku dalam akuntansi pemerintahan tersebut. Banyaknya berita yang beredar
terkait kesalahan pencatatan persediaan, opini audit yang buruk karena kurangnya
bukti terkait persediaan dan buruknya sistem inventarisasi persediaan menjadi
bukti bahwa entitas pemerintah di banyak daerah di Indonesia belum optimal
dalam menerapkan standar akuntansi pemerintahan.

4.2 Masalah yang Ditemukan

4.2.1 Pemda DIY Belum Bebas Masalah

YOGYAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan DIY predikat opini


wajar tanpa pengecualian (WTP). Opini yang disandang Pemda DIY ini merupakan yang
ketujuh berturut-turut. Namun predikat itu bukan berarti DIY bebas dari permasalahan.
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara menyebutkan, permasalahan tersebut antara
lain temuan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern (SPI). SPI merupakan kesalahan

11
penatausahaan persediaan yang belum tertib. “Permasalahan lainnya yakni Pemda DIY
belum memiliki standard operating procedure (SOP) pengesahan penerimaan dan
penggunaan atas dana bantuan yang langsung diterima oleh SKPD (satuan kerja
perangkat daerah),” kata Moermahadi Soerja Djanegara saat membacakan laporan hasil
pemeriksaan (LHP) BPK di DPRD DIY kemarin.

Selanjutnya ada temuan pemeriksaan menyangkut kepatuhan terhadap peraturan


perundang- undangan, yakni pengelolaan aset tetap belum sesuai ketentuan, aset tetap
kabupaten/kota yang diserahterimakan ke Pemda DIY sesuai Undang-Undang (UU) No
23/- 2014 termasuk aset tetap 2016 dan belum divalidasi. “Selain itu ada kelebihan
pembayaran atas pekerjaan fisik dan realisasi belanja modal senilai Rp108.010.409,”
bebernya.
Moermahadi mengutarakan, Pemda DIY wajib memberikan jawaban atau penjelasan
kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi LHP. Jawaban atau penjelasan
dimaksud disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima.
Disebutkannya, pada 2016 merupakan tahun kedua penerapan pemeriksaan laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) berbasis aktual.

Harapannya Pemda DIY dapat lebih komprehensif menyampaikan seluruh hak,


kewajiban, kekayaan, perubahan kekayaan hasil operasi, realisasi anggaran dan sisa
anggaran lebih. “Pemda dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBD secara
lebih transparan, akuntabel, dan memberikan manfaat lebih baik bagi para pemangku
kepentingan, baik pengguna maupun pemeriksa LKPD,” papar Moermahadi.
Di sisi lain, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengatakan, adanya
kelebihan pembayaran tersebut harus segera diselesaikan. “Itu ada satu orang sakit di
Grhasia belum bayar, jadi kan kudu nagih. Kedua , proyek Mandala Krida kebetulan
kelebihan pembayaran. (Soal aset) administratif saja. Itu belum selesai yang SMA itu,”
katanya.
Sultan menyebutkan, masih terdapat temuan yang harus segera ditindaklanjuti sesuai
dengan rekomendasi yang diberikan BPK, yaitu dengan melakukan pencernaan atas
laporan pemeriksaan tersebut terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan DIY.
“Ini merupakan bahan untuk introspeksi,” tandasnya.

ridwan anshori

12
4.2.2 BPK Temukan Indikasi 87 Pemda Bermasalah dengan Aset
Lancarnya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan


Pemeriksa Keuangan (BPK) RI semester I tahun 2017 yang dirilis Selasa
(3/10/2017) kemarin menunjukkan adanya 87 pemerintah daerah yang memiliki
masalah pada pengelolaan aset lancar. Auditor Utama V BPK, Bambang
Pamungkas menjelaskan dari 87 pemda itu memiliki masalah pada aset lancar
berupa penggunaan kas untuk kepentingan pribadi bendahara, kas tekor, piutang
belum disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, dan penyajian nilai
persediaan belum berdasarkan 'stock opname'.

"Selain itu ada 136 pemda yang bermasalah dengan aset tetap berupa belum
dilakukannya pencatatan atau dicatat tidak akurat dan tidak diketahui
keberadaannya aset tetap antara lain seperti aset tetap tanah, gedung dan
bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi serta jaringan," ungkap Bambang
Pamungkas saat ditemui di Kantor BPK RI, Jakarta Pusat.

Dalam pemaparannya, Bambang juga menyatakan ada 48 pemda yang bermasalah


dengan pengelolaan belanja operasi. Antara lain, berupa belanja barang
berindikasi fiktif, belanja barang tidak sesuai ketentuan, serra belanja hibah tidak
dipertanggungjawabkab dan tidak dapat ditelusuri. Ketiga akun tersebut yakni
Aset Tetap, Aset Lancar, dan Belanja Operasi merupakan tiga besar akun yang
disajikan tidak sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2016 dengan persentase 29 persen, 19 persen,
dan 10 persen. Ketiga masalah itu menurut Bambang Pamungkas mengakibatkan
23 pemda atau empat persen dari 537 daerah mengalami turun opini dengan
rincian 18 pemda turun dari opini wajar tanpa pengecualian (WTP) ke eajar
dengan pengecualian (WDP) dan lima pemda dari WDP ke tidak memiliki opini
(TMP). "Tetapi secara keseluruhan poin LKPD mengalami peningkatan dari 58
persen pada tahun 2015 menjadi 70 poin pada 2016," pungkas Bambang
Pamungkas.

Penulis: Rizal Bomantama

13
4.2.3 Penyusunan LKPD, Barang Persediaan di Pemprov Banten
Langganan Masalah

SERANG, (KB).- Pencatatan dan pelaporan barang persediaan di Pemprov


Banten menjadi langganan masalah dalam setiap laporan keuangan pemerintah
daerah (LKPD). Oleh karena itu, organisasi perangkat daerah (OPD) diminta
untuk berkomitmen tinggi, agar persoalan tersebut tidak lagi berulang. Hal
tersebut disampaikan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
(BPKAD) Banten, Nandy Mulya S saat rapat Rekonsiliasi Barang Persediaan
Triwulan I 2018, di Aula BPKAD Provinsi Banten, KP3B, Curug, Kota Serang,
Senin (26/2/2018).

Ia mengungkapkan, beberapa permasalahan barang persediaan dalam penyusunan


LKPD tahun anggaran 2017, antara lain pengurus barang atau pengurus barang
pembantu dan pembantu pengurus barang kurang memahami dalam kelompok
jenis barang persediaan. Kemudian, OPD tidak tepat waktu dalam memberikan
laporan persediaan TA 2017. Selain itu, pihak SMA/SMK kurang memahami
tentang barang persediaan dan stock opname, mengakibatkan salah dalam
menyajikan laporan barang persedia.

“Terakhir, sejumlah OPD belum menyerahkan laporan barang persediaan triwulan


IV tahun anggaran 2017 berbasis aplikasi. Ada 32 OPD yang masih belum
menyerahkan laporan tersebut,” ujarnya.

14
Ia menjelaskan, barang persediaan, adalah aset lancar dalam bentuk barang atau
perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional
pemerintah daerah dan barang-barang yang dimaksudkan untuk diserahkan dalam
rangka pelayanan kepada masyarakat.

Ia menuturkan, Pemprov Banten telah melakukan sejumlah upaya, agar persoalan


tersebut tidak terus terulang. Salah satunya, yaitu dengan melakukan pembenahan
database barang persediaan secara simultan dan bertahap. Kemudian, melakukan
entry database ke dalam program aplikasi persediaan. “Kami juga rutin menggelar
pelatihan dan pendampingan kepada pengurus barang atau pengurus barang
pembantu dan pembantu pengurus barang, agar disiplin pencatatan dan pelaporan.
Kemudian, melakukan penyempurnaan atau pembangunan aplikasi persediaan,”
ucapnya.

Menurut dia, kunci penyelesaian permasalahan barang persediaan tersebut, yaitu


komitmen seluruh pihak. “Perlu juga konsisten melaksanakannya. Semua itu
memerlukan kerja keras dan dituangkan melalui program kegiatan yang
berkesinambungan,” tuturnya. Diketahui, Pemprov Banten mulai menyusun
LKPD 2017. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Banten sudah
melakukan audit terhadap OPD di Lingkungan Pemprov Banten sejak Senin
(12/2/2018) lalu. (RI)

15
4.2.4 BPK Temukan 18 Permasalahan dalam Laporan Keuangan
Pemerintah

Salah satu aspek yang seringkali terjadi di Pemerintah Daerah terkait


dengan akuntansi persediaan ialah penyajian nilai persediaan yang tidak
berdasarkan stock opname atau inventarisasi persediaan terlebih dahulu. Menteri
Keuangan menetapkan bahwa inventarisasi persediaan paling sedikit dilakukan 1
tahun sekali atau setiap kali ada keperluan. Namun kenyataannya entitas
pemerintah daerah masih banyak yang tidak mengindahkan standar tersebut.
Inventarisasi dilakukan sesukanya, bahkan ada yang melaksanakannya 5 tahun
sekali.

BPK menemukan masih ada puluhan dan hampir mencapai ratusan Pemda
yang bermasalah dengan persediaannya. Sekitar 87 Pemerintah Daerah (Pemda)
bermasalah dengan penyajian nilai persediaan belum berdasarkan stock opname.
Beberapa pemda melalaikan jadwal inventarisasi persediaan dan beberapa lainnya
kekurangan bukti terkait pencatatan persediaan.

16
BAB V
MINI RISET

5.1 Pemerintah Daerah Kerap Mengabaikan Stock Opname. Mengapa?

Stock Opname merupakan proses berkala untuk menghitung fisik barang


dagangan dan persediaan yang sebenarnya dimiliki oleh sebuah bisnis, hasilnya
dibandingkan dengan jumlah menurut catatan persediaan. Pada hakikatnya Stock
opname adalah bagian yang penting untuk menghitung stock riil persediaan yang
ada di pencatatan system dengan yang ada fisiknya, oleh karena itu system
persediaan harus dilakukan dalam pelaporan transaksi keuangan agar tidak terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan, seperti persediaan yang diambil tanpa izin dan
persediaan yang rusak atau hilang. Alasan seperti itulah yang mengharuskan
adanya stock opname secara berkala. Stock opname juga dilakukan atas dasar
alasan ingin membandingkan laporan keuangan tahun yang lalu dengan laporan
keuangan tahun ini, agar para pengambil kebijakan terkait anggaran untuk
persediaan yang akan ditentukan.

Ada beberapa alasan yang mungkin menjadi faktor Pemerintah Daerah


kerap melupakan tugasnya untuk melakukan stock opname atas persediaan, yakni
pegawai yang bersangkutan tidak memiliki kompetensi di bidang pekerjaannya
tersebut. Jika pegawai yang bertugas melakukan stock opname tidak memiliki
pengetahuan akan apa yang dikerjakannya, maka mustahil pekerjaan yang
dilakukan akan baik. Maka dari itu, banyak terjadi permasalahan terkait penilaian
persediaan yang tersaji dalam laporan keuangan yang tidak sesuai dengan keadaan
fisik sebenarnya.

Kemudian, faktor lainnya ialah rendahnya pengawasan dari atasan


mengakibatkan tidak adanya tekanan yang memadai untuk segera menyelesaikan
pekerjaan. Akibatnya para pegawai dapat seenaknya menentukan deadline mereka
sendiri. Dalam kondisi seperti ini, para pegawai akan bekerja sesuai irama mereka
sendiri tanpa ada faktor "atasan" untuk memacu mereka bekerja. Sehingga seperti
kasus-kasus yang dibahas sebelumnya, ada Pemerintah Daerah yang melakukan
inventarisasi atau stock opname sesukanya, hingga lima tahun sekali.

17
5.2 Kurangnya Bukti Terkait Persediaan Pemerintah Daerah
Menyulitkan Auditor (BPK) Memberi Opini Wajar Tanpa
Pengecualian. Mengapa Pemerintah Daerah Tidak Gentar?

Auditor dalam hal ini BPK memerlukan banyak sampel bukti terkait
persediaan dan informasi yang lebih kuat atau mendukung tentang populasi yang
bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam. Kompetensi atau
reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat dengan
efektivitas pengendalian internal Pemerintah Daerah. Semakin efektif
pengendalian internal Pemerintah Daerah, semakin kompeten catatan akuntansi
yang dihasilkan. Kompetensi bukti audit yang berupa informasi penguat
tergantung pada faktor relevansi bukti, sumber informasi bukti, ketepatan waktu
perolehan bukti dan objektivitas dari bukti.

Banyaknya kasus yang menjadikan Pemerintah Daerah mendapat opini


wajar dengan pengecualian untuk laporan keuangannya dapat diakibatkan dari
beberapa faktor, yakni pemahaman antara BPK selaku auditor dengan Pemda
(selaku auditee) tentang petunjuk teknis yang dikeluarkan Pemerintah tidak
selaras. Terkadang Pemerintah Daerah masih menggunakan peraturan-peraturan
yang belum direvisi sehingga terdapat jarak antara auditor dan Pemda. Kemudian,
persepsi aparatur Pemerintah Daerah terhadap audit BPK masih beragam, ada
anggapan bahwa aparatur Pemerintah Daerah tidak memahami standar dan
prosedur pemeriksaan, sehingga muncul kekuatiran auditor bersikap tidak fair dan
tidak independen. Sehingga, Pemerintah Daerah tidak begitu percaya pada BPK
selaku auditor.

Faktor yang paling tragis dari permasalahan ini ialah Pemerintah Daerah
meyakini bahwa opini BPK kurang memiliki makna karena tidak memiliki
konsekuensi apa-apa, kecuali sebagai “pintu masuk” ke kasus pidana seperti
korupsi. Selama ini tidak pernah ada sanksi apa-apa bagi kepala daerah yang
laporan keuangannya mendapat opini wajar dengan pengecualian, tidak wajar atau
bahkan disclaimer. Kalaupun ada konsekuensi yang diumbar-umbar akan
diberikan jika laporan keuangan pemerintah daerah mendapat opini selain wajar
tanpa pengecualian, itu hanyalah teguran semata.

18
5.3 Alasan Penatausahaan Persediaan Khususnya Pengelolaan dan
Pemeriksaan Persediaan Tidak Maksimal

Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan tahun 2006, bagian pertama


pasal 2 tentang Penatausahaan Persediaan, dijelaskan dengan rinci tiap-tiap aspek
yang mendukung sistem tatausaha persediaan di Pemerintahan. Berawal dari
karakteristik persediaan, pejabat pelaksana pengelola barang yang berwenang,
pejabat pengelola persediaan, bagaimana cara memeriksa dan menerima barang,
bentuk panitia pemeriksa barang, bagaimana cara penyimpanan, pengamanan dan
pemeliharaan persediaan, pendistribusian, inventarisasi, penilaian dan
penghapusan persediaan. Pada dasarnya, semua telah diatur untuk mempermudah
pejabat pengelola persediaan untuk bekerja. Namun masih saja ada hambatan
yang menjadikan persediaan bernilai yang tidak semestinya.

Telah disebutkan bahwa pihak yang bertanggungjawab atas pengelolaan


persediaan ialah pejabat pengelola persediaan yang dibantu oleh panitia pemeriksa
barang untuk tugas pemeriksaan fisiknya. Pengelolaan dan pemeriksaan
persediaan sebenarnya telah dipermudah dengan diterapkannya sistem informasi
yang mumpuni seperti SIMAN (Sistem Informasi Manajemen Aset Negara) dan
SIMAK (Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi). Hanya saja, kurangnya
pendidikan dan pelatihan bagi pihak terkait manajemen persediaan di Pemerintah
Daerah menjadikan sistem yang dibangun tidak berfungsi dengan optimal.

Hal yang paling dominan yang mempengaruhi kinerja pejabat pengelola


persediaan dan panitia pemeriksa barang ialah kurangnya minat untuk bekerja.
Sebab, persediaan bukan hanya ada satu item, tapi dapat berjumlah puluhan
bahkan ratusan item yang harus memiliki kode tersendiri. Untuk itu, pekerjaan
akan menjadi lebih rumit walaupun masih dibantu oleh sistem informasi. Tanpa
adanya tekanan yang kuat, kinerja pegawai yang bersangkutan akan terus seperti
itu dan tidak berubah. Karena berubah tidak semudah membalikkan telapak
tangan.

19
BAB VI
PROJEK

6.1 Solusi dan Kebijakan Pemerintah Terkait Akuntansi Persediaan

6.1.1 Perketat Peraturan dan Tetapkan Sanksi yang Tegas Terkait


Pengelolaan dan Pemeriksaan Persediaan

Berdasarkan riset dari beberapa kasus terkait permasalahan dalam


akuntansi persediaan, fokus utama permasalahan ialah pada manusia yang
mengelola persediaan tersebut. Pejabat yang berwenang mengelola dan
memeriksa persediaan dengan melakukan stock opname misalnya dapat dengan
mudah melalaikan tugasnya karena peraturan yang tidak ketat dari atasan. Untuk
itu, perlu adanya sanksi bagi pekerja yang tidak mampu bekerja sesuai target.

Selama ini, banyak desas-desus bahwa pekerja yang tidak mampu


memenuhi kriteria pekerjaan akan diberikan sanksi. Namun, dapat diperhatikan
bahwa sanksi yang diberikan bukanlah momok yang menakutkan bagi para
pekerja. Untuk itu, sanksi yang berat dapat diterapkan, misal pemberhentian kerja
sementara untuk pegawai yang terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama
khususnya dalam hal pengelolaan dan pemeriksaan barang persediaan Pemerintah
Daerah, atau sanksi sejenisnya.

6.1.2 Membuat Forum Diskusi Online untuk Sistem Informasi Pengelolaan


Persediaan

Sekarang ini, Pemerintah Daerah telah mampu menyediakan akses internet


di kantor bahkan di setiap bagian kantor. Untuk itu, pemerintah dapat membentuk
sistem diskusi online terkait pengelolaan persediaan, dengan begitu, para pejabat
pengelola persediaan dapat dengan mudah berkomunikasi dengan orang yang
lebih paham ketika terdapat kendala dalam pengaplikasian sistem informasi
pengelolaan persediaan.

20
Meskipun sekarang sudah era digital, namun tidak dapat dipungkiri masih
banyak orang yang gagap teknologi. Sesuai riset yang dilakukan, banyak ditemui
masalah dari pekerja di Pemerintah Daerah yang tidak mampu mengoperasikan
sistem informasi yang telah dibangun untuk pengelolaan persediaan. Dengan
adanya sistem online seperti ini, pekerjaan akan lebih cepat selesai dan dapat
dipertanggungjawabkan dengan mudah karena memakai sistem digital.

6.1.3 Perbanyak Pelatihan dan Pendidikan terkait Penatausahaan


Persediaan

Setelah riset, beberapa Pemerintah Daerah mampu melakukan inovasi


dengan membuat pelatihan-pelatihan terkait pentingnya pengelolaan persediaan
yang baik agar laporan keuangan Pemerintah Daerah yang disusun juga baik, dan
pelatihan terkait pentingnya penatausahaan persediaan. Jika saja setiap pemerintah
daerah mau mengambil inisiatif untuk memberikan setiap pejabat pengelola
persediaan pelatihan dan pendidikan yang layak, maka sedikit demi sedikit akan
terbentuk pekerja yang berkualitas di Pemerintah Daerah tersebut.

6.2 Evaluasi

Setelah menerapkan beberapa solusi yang diberikan diatas, selanjutnya


menjadi tugas BPK untuk mengevaluasi apakah semua berjalan dengan lancar.
Berjalan atau tidaknya sistem atau peraturan tersebut dapat dilihat dari opini yang
diberikan BPK nantinya atas kewajaran laporan keuangan pemerintah daerah
tersebut. Solusi yang diberikan diatas pada dasarnya berkaitan erat dengan
pelaksanaan internal control yang baik. Dengan adanya internal control yang baik,
maka setiap aspek yang disebutkan sebelumnya akan berjalan tanpa ada
hambatan.

21
BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan

7.2 Saran

22
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal:

Rosdini, Dini. 2008. Akuntansi Pendapatan Dan Belanja Bagi Pemerintah


Daerah.

Website:

http://alfanaini.blogspot.com/2012/01/kenapa-pns-tidak-produktif.html. Diakses
pada 1 Mei 2019.

https://ekolumajang.com/update-simak-bmn-sak/. Diakses pada 1 Mei 2019.

https://katadata.co.id/berita/2018/05/31/bpk-temukan-18-permasalahan-dalam-
laporan-keuangan-pemerintah. Diakses pada 1 Mei 2019.

http://koransindo.com/page/news/20170609/6/13/PemdaDIYBelumBebasMasalah
. Diakses pada 1 Mei 2019.

http://penilai23.blogspot.com/2016/12/siman-dan-simak.html. Diakses pada 1 Mei


2019.

https://syukriy.wordpress.com/penelitian/. Diakses pada 1 Mei 2019.

https://www.jurnal.id/id/blog/2018-stock-opname-dokumen-yang-dibutuhkan-
dan-tips-melakukannya-secara-efektif/. Diakses pada 1 Mei 2019.

https://www.kabar-banten.com/penyusunan-lkpd-barang-persediaan-di-pemprov-
banten-langganan-masalah/. Diakses pada 1 Mei 2019.

http://www.tribunnews.com/bisnis/2017/10/04/bpk-temukan-indikasi-87-pemda-
bermasalah-dengan-aset-lancarnya. Diakses pada 1 Mei 2019.

23
24

Anda mungkin juga menyukai