Anda di halaman 1dari 14

G.

KRAKATAU, LAMPUNG

KETERANGAN UMUM

Nama Lain : Cracatoa, Krakatao


Nama Kawah : Anak Krakatau
Lokasi : Koordinat/Geografi : 6°06'05.8" LS dan 105°25'22.3" BT . Selat Sunda, Kab. Lampung
Selatan, Propinsi Lampung
Ketinggian : P. Rakata 813m, P. Sertung 182m, P. Panjang 132m dan P.Anak Krakatau 305m.
Kota Terdekat : Kalianda (Lampung), Merak, Anyer dan Labuan (Banten)
Tipe Gunungapi : Pulau gunungapi dengan salah satu kerucut aktifnya di pusat kaldera.
Lokasi Pos Pengamatan : - Pasuran, Kec. Cinangka, Kab. Serang Banten, Provinsi Banten.
- Hargopancuran, Kec. Kalianda, Kab. Lampung, Lampung.

SEJARAH LETUSAN
Komplek Krakatau terdiri dari empat pulau, Rakata, Sertung, Panjang dan Anak Krakatau. Ketiga pulau
pertama adalah sisa pembentukan kaldera, sedangkan Anak krakatau tumbuh mulai 20 Januari 1930.
Letusan paroksismal pada 27 Agustus 1883 dianggap kejadian terbesar dalam sejarah letusannya,
melontarkan rempah vulkanik dengan volume 18 km3, tinggi asap 80 km dan menimbulkan gelombang
pasang (tsunami) setinggi 30 m di sepanjang pantai barat Banten dan pantai selatan Lampung.
Walaupun belum ada kota-kota besar disepanjang pantai tersebut seperti sekarang, tetapi 297 kota kecil
(kota kecamatan) hancur disapu tsunami dan menewaskan 36.417 jiwa. Diperkirakan 2000 orang tewas
di Sumatera bagian selatan oleh "abu panas" dan terdapat bukti nyata bahwa piroklastik mencapai jarak
tersebut. 3150 jiwa tewas diarah piroklastik ini, pada pulau-pulau antara Krakatau dan Sumatera.
Krakatau diketahui dalam sejarah pada saat terjadi letusan besar pada 416 SM, yang menyebabkan
tsunami dan pembentukan kaldera (Judd, 1889), kemudian De Neve (1981) memperoleh keterangan
bahwa sebelum terjadi paroksismal kedua, beberapa letusan terjadi pada abad 3, 9, 10, 11, 12, 14, 16
dan 17 yang diikuti dengan pertumbuhan kerucut Rakata, Danan dan Perbuatan. Kegiatan vulkanik
tersebut berhenti pada tahun 1681.
Setelah beristirahat lk. 200 tahun, Krakatau kembali memperlihatkan kegiatannya yang diawali dari
beberapa letusan G. Danan dan G. Perbuatan. Pada 20 Mei 1883 letusan G. Perbuatan berkomposisi
basaltis mengawali letusan paroksismal pada 27 Agustus 1883 yang berkomposisi dasit (SiO2 = 64-
68%)(Neumann van Padang, 1951). Letusan paroksismal terjadi pada hari Minggu 27 Agustus 1883
pada pukul 04.00-06.41 dan 10.00 waktu setempat. Suara letusan terdengar sejauh 4.500 km, tinggi
asap 80 km, energi yang dikeluarkan 1 X 1025 erg. Tsunami terjadi 30 menit setelah letusan kataklismik
dengan tinggi gelombang 30 m di pantai barat Banten dan pantai selatan Lampung.
Krakatau tenang kembali mulai Februari 1884 sampai Juni 1927, ketika pada 11 Juni 1927 erupsi yang
berkomposisi magma basa muncul di pusat komplek Krakatau, yang dinyatakan sebagai kelahiran G.
Anak Krakatau. Akibat letusan-letusannya, G. Anak Krakatau tumbuh semakin besar dan tinggi,
membentuk kerucut yang sekarang mencapai tinggi lk. 300 m dari muka laut. Di samping menambah
tinggi kerucut tubuhnya, juga memperluas wilayah daratannya.
Catatan sejarah kegiatan vulkanik G. Anak Krakatau sejak lahirnya 11 Juni 1930 hingga 2000, telah
mengadakan erupsi lebih dari 100 kali baik bersifat eksplosif maupun efusif. Dari sejumlah letusan
tersebut, pada umumnya titik letusan selalu berpindah-pindah di sekitar tubuh kerucutnya. Waktu
istirahat berkisar antara 1 - 8 tahun dan umumnya terjadi 4 tahun sekali berupa letusan abu dan leleran
lava. Kegiatan terakhir G. Anak Krakatau, yaitu letusan abu dan leleran lava berlangsung mulai 8
Nopember 1992 menerus sampai Juni 2000. Jumlah letusan per hari tercatat oleh sesimograf yang
ditempatkan di Pos PGA Pasauran, sedangkan jumlah material vulkanik yang dikeluarkan selama
letusan tersebut lk. 13 juta m3, terdiri dari lava dan material lepas berkomposisi andesit basaltis.
Tabel kegiatan vulkanik G. Krakatau :

1680
Mei 1680 sampai Mei 1681, letusan abu disertai leleran lava.
- 1681
1883 20 Mei 1883 kegiatan diawali dari G. Perbuatan, letusan abu dan semburan uap mencapai tinggi 11 km
dan suara dentumannya terdengar sejauh 200 km. Pada Juni kegiatan vulkanik juga terjadi di G. Danan.
Erupsi paroksisma terjadi pada 26 - 28 Agustus. Setelah pukul 13.00, 26 Agustus beberapa erupsi terjadi
dan mencapai puncaknya pada Minggu 27 Agustus, pukul 10.02 dan pada pukul 10.52 dentumannya
terdengar di Singapura dan Australia. Erupsi ini menyemburkan batuapung dan abunya mencapai tinggi
70-80 km, endapannya menempati area 827.000 km2. Runtuhan tubuh gunungapi ini menyebabkan
tsunami dengan tinggi gelombang rata-rata 20 m menyapu pantai-pantai di Selat Sunda dan baratlaut Jawa,
serta menyebabkan 36.417 koban jiwa. September dan Oktober letusan freatik.
1884 Februari, letusan freatik merupakan kelanjutan dari Oktober 1883.
1898 -
1927 29 Desember, kegiatan vulkanik baru terjadi di pusat kaldera, timurlaut dasar kaldera pada kedalaman 188
m dan dinyatakan sebagai kelahiran G. Anak Krakatau. Kawah baru ini satu garis dengan kawah-kawah
Danan dan Perbuatan sebelumnya. Rentetan kegiatan erupsi berlanjut hingga 1930, sebagai berikut :
1928 5 Februari, 25 Maret, 2 Juni, 6-13 Juli, 25 Agustus-4 September, 4-26 Nopember, 11-20 Desember.
1929 12 Januari-18 Februari, 6-13 Maret, 8-20 Juni, 25 Juli-25 Agustus, 19 September-7 Oktober, 7-23
Desember.
1930 14-28 Januari, 10 Maret-5 April, 30 April-15 Mei, 2 Juni-15 Agustus.
1931 Terjadi danau kawah, erupsi abu mencapai tinggi 2400 m dan erupsi samping pada 23-26 September, 5-7
Nopember, 5-21 Desember.
1932 12-17 Februari erupsi lanjutan dari tahun sebelumnya.
1933 Erupsi di danau kawah pada 16 Januari-25 Mei, 10-17 Juni, 5-6 Juli, 5 September-5 Oktober, 10
Nopember-6 Desember.
1934 Kegiatan lanjutan dari tahun sebelumnya pada 6-26 Januari, selama Maret, 5-12 Mei, 7-9 Juni. Pada
periode ini salah satu erupsinya mencapai tinggi 6800 m.
1935 Erupsi abu dan erupsi freatik di danau kawah, ukuran danau kawah mencapai 275 X 250 m2, kegiatan
terjadi pada 4-14 Januari, 6 Februari-6 Mei dan 25 Mei-12 Juli.
1936 Erupsi abu pada 13 Oktober dan selama Nopember tinggi tiang abu berkisar antara 100 - 300 m.
1937 Erupsi di danau kawah terjadi pada 6 Agustus-21 September tinggi abu antara 2000-2600 m, kemudian
pada 17-23 Nopember erupsi-erupsi kecil pada kawah baru di bagian baratdaya.
1938 Erupsi abu dan erupsi freatik di danau kawah berlangsung hingga 1940. Kegiatan terjadi pada 4 Juli-29
Agustus, 12-14 September, 2 Oktober, 7 Nopember, 8-9 Desember.
1939 15-27 Januari, 20 Maret, 1 Juni-4 Agustus, 23-25 September, 13 Desember sampai
1940 9 Januari, 3-10 Februari, 1 Maret-15 Mei, dan 10 Juni-2 Juli. Pada Juni tinggi letusan mencapai 1000-4000
m.
1941 Erupsi di danau kawah pada 28 Januari-12 Februari
1942 Erupsi di danau kawah pada 29-30 Januari.
1943 Erupsi di danau kawah.
1944 Erupsi di danau kawah.
1945 Erupsi di danau kawah.
1946 Erupsi di danau kawah pada 25 Juli dan selama Desember.
1947 Erupsi di danau kawah selama April.
1948 Erupsi di danau kawah.
1949 Erupsi di danau kawah pada 12 Mei.
1950 Erupsi di danau kawah pada 3-7 Juli.
1952 Erupsi di danau kawah pada 10-11 Oktober, terbentuk kerucut baru dengan danau kawah bergaris tengah
440 m.
1953 Erupsi abu di danau kawah pada 20-23 September, tinggi kerucut mencapai 116 m.
1958 Erupsi di danau kawah, tanggalnya tidak diketahui.
1959 Erupsi di danau kawah selama Juni-Juli. Kegiatan erupsi terdiri atas 4 fase: 1. Erupsi abu hitam, 2. Erupsi
abu dan gas dengan tiang asap setinggi 500 m, 3. Erupsi abu setinggi 1000 - 1500 m, dan 4. Erupsi abu
hitam.
1960 Kegiatan erupsi lanjutan dari tahun sebelumnya, terjadi pada 12-13 Januari, tinggi asap mencapai 1000 m.
1961 Kegiatan erupsi tidak diketahui tanggalnya, melenyapkan danau kawah bulan sabit dan leleran lava
mengisi kawah dan dan bibir kawah bagian timur.
1963 Leleran lava menembus laut melalui pematang baratdaya kawah dan membentuk seperti kipas.
1968 Erupsi freatik selama September.
1972 Erupsi abu menerus mencapai tinggi 1600 m. Saksi mata mengamati kejadian erupsi pada 26 Juni, 21-22
- 1973 Desember dan 29 Desember 1972. Kagiatan erupsi menerus hingga Januari 1973 dan diakhiri leleran lava
ke arah selatan, baratdaya dan barat, menembus laut sehingga memperluas daratan.
1975 Erupsi abu selama tahun ini dan diakhiri dengan leleran lava ke arah barat- baratlaut.
1979 Erupsi abu hampir selama tahun ini dan diakhiri dengan leleran lava ke arah baratdaya.
1981 Erupsi abu sejak Februari hingga Juli, dan diakhiri dengan leleran lava ke arah selatan menindih lava
1973-1973.
1984 Erupsi abu terjadi pertengahan tahun dan tidak diketahui tanggalnya.
1988 Erupsi abu pada 16-18 Maret membentuk kawah baru di lereng selatan dan kegiatannya diakhiri dengan
leleran lava yang terbatas pada lereng selatan.
1992 - Erupsi abu terjadi pada 8 Nopember, kegiatannya dimulai dengan peningkatan kegempaan vulkanik sejak
2000 Agustus. Kegiatan erupsi menerus sampai tahun 2000 setiap hari atau setiap beberapa menit,
menyemburkan abu dengan tinggi rata-rata 400 - 800 m dan leleran lava. Leleran lava terjadi pada
Nopember-Desember 1992, Februari 1993, April-Mei 1993, Juni 1993, Januari 1996, Juni 1996 dan Juli
1996. Leleran lava tersebut umumnya mencapai laut, sehingga menambah daratan pulau tersebut.
Perhitungan material yang disemburkan selama itu berupa lava dan material lepas adalah 22 juta m3 dan
penambahan daratan 380.000 m2. Tinggi G. Anak Krakatau mencapai 305 m dml.
2001 Erupsi abu tipe strombolian pada 5 Juli.
2005 Pada 24 - 26 September 2005, Terjadi peningkatan jumlah kegempaan.
2007 Pada 20 - 22 Oktober 2007 aktivitas kegempaannya kembali meningkat. Pada 23 Oktober 2007 terjadi
letusan abu setinggi 200m. Hasil pengamatan visual pada 25 Oktober 2007 (Patria dkk, 2007), terdapat
lubang letusan baru di dinding selatan G. Anak Krakatau.
Pada 1 - 20 April terjadi peningkatan aktivitas. Hasil pengamatan langsung ke G. Anak Krakatau 15-16
2008
April 2008 menunjukkan bahwa terjadi letusan abu yang disertai lontaran material pijar, berlangsung tiap
selang 5 - 15 menit dengan ketinggian berkisar 100 - 500 meter. - -
2010
Mulai 10 Oktober 2010, terjadi letusan abu yang disertai lontaran material pijar dengan ketinggian asap
2011
berkisar 100 1700 m dan berlangsung setiap hari sampai saat ini.
Letusan G. Anak Krakatau diambil dari P. Rakata (arah selatan) tinggi G. Anak Krakatau 305 m dpl,
dijadikan acuan untuk mengukur tinggi asap letusan
Tsunami akibat erupsi Krakatau 1883
Tsunami dapat terjadi akibat gempabumi tektonik, erupsi gunungapi bawah laut, longsoran di dasar
laut, aliran piroklastika/lahar masuk ke laut. Dari 106 kejadian tsunami, umumnya berasal dari kegiatan
gunungapi, terutama akibat erupsi gunungapi bawah laut, atau gempa tektonik yang disertai erupsi
gunungapi.
Erupsi Krakatau 1883 menyebabkan hilangnya dua gunungapi (Danan dan Perbuatan) dan sebagian G.
Rakata. Erupsi ini menyebabkan tsunami yang menyapu kota-kota kecil di sepanjang pantai Banten dan
Lampung Selatan, termasuk kota Teluk Betung. Di Teluk Betung, gelombang pasang air laut mencapai
tinggi 20 m. Sebuah kapal, "The Berouw" yang berada di Pelabuhan Teluk Betung saat itu, terlempar
sejauh 3.300 m ke dalam hutan. Furneaux, 1964 memperoleh keterangan bahwa dentuman Krakatau
terdengar di Teluk Betung sesaat setelah pukul 10.00 dan gelombang pasang mencapai kota Teluk
Betung pukul 11.03, mengakibatkan kerusakan berat kota Teluk Betung dan memakan korban lk. 5000
jiwa, diantaranya 3 orang kebangsaan Eropa dan 2.260 orang penduduk setempat.
Kota Merak yang terletak di semenanjung Banten, dilanda gelombang pasang setinggi 30 m dan 40 m.
Gelombang pasang ini juga menyapu Teluk Semangko sesaat setelah memporak porandakan Teluk
Betung dan gelombangnya tidak setinggi yang ke arah Teluk Lampung, tetapi cukup menghancurkan
sepanjang garis pantai dan merusak banyak perkampungan dan korban jiwa, diantaranya 2.500
penduduk tewas di kampung Benewani, 327 hilang di Tanjungan dan Tanot Baringin dan 244 jiwa di
Beteong. Gelombang pasang setinggi 13,6 m juga melanda mercusuar Bengkulen yang terbuat dari
beton dan menewaskan 10 orang yang sedang bekerja.
Di daerah Banten, seluruh pantainya terlanda gelombang pasang, banyak perkampungan terlanda
gelombang dan menewaskan penduduk termasuk seorang pastur di Prince island. Di Tangerang,
gelombang pasang setinggi orang melanda perkampungan, dan dalam beberapa menit gelombang balik
menghanyutkan penduduk, binatang, perumahan dan pepohonan. Pada peristiwa ini tercatat 1.974
penduduk setempat dan 46 kebangsaan Asia penduduk Karanghantu tewas.
Gelombang pasang yang meninggalkan Krakatau pada pukul 10.00 merambat dalam waktu 2 jam 30
menit mencapai Jakarta, yang berjarak 169 km. Air laut naik secara cepat dari mulai pukul 11.30 dan
pukul 12.15 gelombang pasang besar menyapu pantai Jakarta melebihi maksimum pengukur tinggi
gelombang. Air surut lagi pukul 02.48 sore sehingga pengukur tinggi gelombang dapat terbaca kembali.
Di Tanjung Priuk tinggi gelombang laut saat itu rata-rata 3 m dalam beberapa menit. Dalam peristiwa
ini tercatat 300 orang nelayan tewas dan satu perkampungan Cina hancur.
Gelombang tsunami akibat erupsi Krakatau ini juga bergerak ke arah barat menuju Samudera Hindia
mencapai semenanjung Good Hope, kemudian ke arah utara menuju menuju Samudera Atlantik. Gejala
tsunami ini ditemukan di Cape Town (13.032 km) dan hampir teramati di seluruh pantai di sekitar
Samudera Hindia dan Samudera Atlantik. Pengukur tinggi gelombang di Pelabuhan Cape Horn (14.076
km) dan Panama (20.646 km) menunjukkan adanya gelombang pasang dengan kecepatan rata-rata 720
km per jam, bahkan dilaporkan bahwa tsunami ini mencapai Selat Inggris yang berjarak 19.873 km dari
Krakatau.

GEOLOGI
Morfologi
Kenampakan geomorfologi komplek vulkanik Krakatau terdiri dari dinding kaldera, bentukan kerucut
vulkanik, aliran lava, dataran dan daerah pantai. Morfologi kaldera dicirikan oleh dinding sangat curam
yang terbentuk di bagian utara pulau Rakata dengan bentuk cekung menghadap ke utara. Morfologi
dinding kaldera di pulau Sertung dan Panjang dibentuk oleh erupsi paroksismal pra-sejarah, sedangkan
dinding kaldera Rakata terbentuk pada saat pembentukan kaldera 1883. Kenampakan morfologi pulau-
pulau tersebut dicirikan oleh topografi bentuk lereng yang dapat dijumpai di sebelah selatan P. Rakata,
sebelah barat P. Sertung dan sebelah timur P. Panjang. Bentuk morfologi lereng ini terdiri dari
perulangan lembah dan punggungan dan di P. Rakata menampakkan pola radial sedangkan di P.
Panjang dan P. Sertung semi-radial. Bagian morfologi ini tersusun oleh endapan aliran piroklastik hasil
erupsi 1883.
Morfologi kerucut vulkanik dijumpai di pulau Rakata dan Anak Krakatau. Kerucut vulkanik Rakata
teramati jelas mulai ketinggian 500 m sampai ke bagian puncak, 813 m dari muka laut. Bagian puncak
Rakata tersusun oleh sumbat vulkanik dan endapan aliran piroklastik. Kerucut vulkanik Anak Krakatau
terdiri atas kerucut vulkanik tua dan kerucut vulkanik muda yang masih aktif. Kerucut vulkanik tua
tidak menunjukkan kerucut yang sebenarnya karena bagian atas kerucut menghilang oleh erupsi dan
meninggalkan dinding kawah besar dan puncak tertinggi 155,66 m dml. Dinding kawah ini terbuka ke
arah tenggara, tetapi pada 1999 kerucut vulkanik tua dan kerucut aktif menyatu membentuk kerucut
vulkanik besar yang tersusun oleh perlapisan jatuhan piroklastik dan aliran lava. Sebelum itu, kerucut
aktif ini terbentuk di bagian tengah kawah kerucut tua dan puncak tertingginya pada 1983 adalah
201,446 m. Akibat erupsi yang terjadi secara periodik, pertumbuhan kerucut muda ini menjadi semakin
besar dan menutupi kerucut tua. Pada tahun 2000, kerucut muda ini mencapai tinggi 300 m dml.
Aliran lava mempunyai morfologi khusus yang terbentuk hampir kesemua arah, terdiri atas beberapa
aliran hasil kegiatan vulkanik tahun 1963, 1972, 1973, 1975, 1979, 1980 (Bronto, 1982), 1988, 1992,
1993 dan 1996 (Sutawidjaja, 1997). Morfologi ini memperlihatkan berbagai bentuk permukaan kasar
yang mencerminkan bongkahan lava atau "aa" lava, tersebar dalam berbagai ukuran dan umumnya
memperlihatkan pola aliran yang jelas dan membentuk punggungan yang membentang dari sumbernya
ke arah pantai. Banyak dari aliran lava masuk ke laut dan menambah besar pulau tersebut.
Morfologi pedataran menempati bagian timurlaut P. Sertung dan permukaannya di beberapa tempat
tingginya tidak lebih dari 5 m, tersusun atas material vulkanik lepas dan pasir. Tepi barat dan timurlaut
daerah ini seringkali berubah, karena daerah ini mudah sekali diterpa ombak besar yang menyebabkan
abrasi, terutama pada musim angin barat.
Stratigrafi
Komplek Vulkanik Krakatau terletak sekitar 140 km dari Jalur Tektonik Jawa dimana zona penunjaman
kira-kira 120 km dibawahnya (Zen, 1983). Zen berkeyakinan bahwa zona Sesar Sumatra tidak menerus
ke Jawa melalui Krakatau, tetapi Selat Sunda merupakan kunci antara penunjaman oblik Jalur Sumatra
dan penunjaman frontal Jawa, dan Krakatau terletak diantara pertemuan zona dua graben dan zona
rekahan arah utara-selatan. Effendi, dkk. (1983) percaya bahwa Komplek Vulkanik Krakatau dikontrol
oleh pergerakan tektonik yang berhubungan dengan Sistem Sesar Sumatra Selatan. Struktur ini
ditunjukkan oleh keberadaan dike dan rekahan di P. Rakata, dan struktur seperti graben di Anak
Krakatau. Beberapa dike mempunyai arah strike 160o/165o dan kemiringan hampir vertikal 80o/90o,
dan seluruh dike tersebut berhubungan dengan Sistem Sesar Sumatra Selatan (Tjia, dkk, 1983). Tjia
(1983) menyatakan bahwa rekahan arah 160o/165o dijumpai sekitar kerucut aktif Anak Krakatau dan
lebih kurang paralel terhadap Sistem Sesar Sumatra Selatan.
Gunungapi Anak Krakatau terletak di dalam Kaldera Krakatau yang terbentuk pada letusan paroksimal
kedua tahun 1883. Awal titik erupsi gunungapi ini terletak pada kedalaman 188 meter di bawah muka
laut, muncul di bagian selatan dari kaldera tersebut, serta segaris dengan Kawah Danan dan Perbuwatan.
Stratigrafi di komplek Krakatau terbentuk akibat aktivitas komplek Krakatau yang dimulai pada periode
pembentukan Gunungapi Krakatau Purba, sampai dengan periode pembentukkan Gunungapi Anak
Krakatau.

Geologi Komplek G. Anak Krakatau


Gunung Dempo merupakan gunungapi tertinggi di Sumatera Selatan yang terletak di antara pegunungan
bukit barisan dan Gumai. Puncak tertinggi disebut G. Merapi dengan ketinggian 3173 m dpl ataun 2900
m di atas dataran tinggi Pasumah. Puncak lainnya adalah G. Serpeh (2863 m), G. Gentengtoi and G.
Kumbang (2862 m) yang merupakan sisa kegiatan vulkanik masa lalu. Pada phase pertama erupsi pusat
letusan berada pada arah barat - timur, namun pada phase kedua pusat letusan berada pada arah
timurtenggara - baratbaratlaut. Terdapat 7 kawah di puncak G. Dempo yang dinamai dari yang tertua
hingga termuda seperti yang tertera pada tebel dibawah ini:
Urutan stratigrafi endapan/batuan vulkanik di daerah ini dihasilkan oleh kegiatan erupsi Krakatau.
Kronologi batuan vulkanik di Komplek Vulkanik Krakatau diketahui sebagai suksesi kegiatan periodik.
Periode I adalah pembentukan gunungapi tunggal, yang disebut sebagai Krakatau purba. Pada urutan
ini dijumpai dua satuan lava yang diselingi endapan jatuhan batuapung. Satuan lava paling bawah dan
lapisan jatuhan batuapung dijumpai hanya di pulau Sertung dan Panjang, sedangkan lava yang lebih
muda dijumpai di pulau Sertung, Panjang dan Rakata. Satuan yang paling bawah, terdiri atas lava
andesit yang tersingkap di bagian selatan P. Sertung dan di bagian barat P. Panjang. Satuan lava termuda
pada Periode I dijumpai di P. Sertung dan P. Panjang secara jelas menutupi endapan jatuhan piroklastik.
Di P. Sertung satuan ini tersingkap di pantai curam sebelah barat, tersusun dari sekurang-kurangnya
tiga aliran lava. Masing-masing alirannya memperlihatkan breksiasi pada bagian dasarnya dan masif ke
bagian atasnya. Tebal maksimum satuan lava termuda ini 90 m, yang diperkirakan bahwa lava tersebut
dierupsikan secara menerus. Di bagian selatan P. Panjang, satuan lava muda ini bentuknya melensa dan
endapannya menipis ke arah timur. Lapisan tanah (tebal 25-40 m) terdapat di bagian atas endapan
jatuhan piroklastik. Satuan lava muda ini tersingkap di bagian dasar P. Rakata pada permukaan air laut
dengan tebal tidak lebih dari 40 m. Singkapan baik di pulau ini dijumpai di bagian tengah dinding
kaldera dan diterobos oleh beberapa dike andesitik dan basaltik yang diduga terbentuk bersamaan
dengan pembentukan kerucut Rakata pada Periode ke III. Hasil analisis kimia dari lava tersebut
menunjukkan kandungan silika 68,15%. Di atas satuan lava termuda ini terdapat endapan ignimbrit
terlaskan dari Periode II.
Peride II adalah periode penghancuran G. Krakatau purba. Peristiwa ini dicirikan oleh dominannya
endapan piroklastika aliran dan jatuhan. Bagian bawah satuan ini terdiri atas ignimbrit terlaskan dan
bagian atasnya ignimbrit tak terlaskan, keduanya dipisahkan oleh lapisan tanah dan/atau bidang erosi.
Beberapa singkapan ignimbrite ini memperlihatkan endapan ignimbrit, bagian bawah tak terlaskan,
bagian tengah terlaskan dan bagian atas tak terlaskan. Bagian yang terlaskan hanya ditemukan di P.
Panjang dan Rakata, sedangkan di P. Sertung berupa endapan jatuhan piroklastik tak terlaskan. Endapan
piroklastik ini berkomposisi batuapung berukuran lapili berlapis semu, berwarna pink dan pink
keputihan, terpilah baik dan tebalnya beragam. Bagian bawah endapan ini tersingkap di P. Rakata dan
dapat ditelusuri dari bagian tengah dinding kaldera ke arah timur sepanjang pantai curam. Ketebalan
lapisan lk. 15 m dan diduga tidak ada interval waktu lama diantara endapan lava dan piroklastik. Bagian
dasar endapan piroklastik dicirikan oleh lapisan batuapung warna pink dengan ukuran butir 3 - 8 cm,
tak terlaskan, terpilah baik dan mengandung 64,66% SiO2. Di P. Panjang, satuan piroklastik terlaskan
tersingkap di pantai barat dan selatan dengan ketebalan lk. 25 m. Di pantai barat, endapan jatuhan tak
terlaskan terdapat di bagian dasar dan berubah ke bagian atasnya secara berangsur menjadi terlaskan
sebagian. Batas perubahan yang terlaskan ditandai dengan perubahan warna dari merah kekuningan ke
pink. Penyebaran lateral satuan ini menutupi topografi lama dan tebalnya seragam terawetkan. Analisis
batuapung dari bagian tak terlaskan dan yang terlaskan mengandung 66,31% dan 65,28% SiO2. Satuan
aliran piroklastik tersingkap baik di bagian selatan yang diawali dengan lapisan jatuhan piroklastik,
tebal keseluruhan 3,5 m dan diselingi lapisan surge. Lapisan surge menampakkan struktur dune dalam
skala besar dan terdiri atas abu. Permukaan endapan surge ini tidak teratur, tampaknya terjadi pada saat
pengendapan menindih endapan aliran piroklastik. Aliran piroklastik ini terdiri atas berbagai macam
bongkah yang berasal dari fragmen batuan samping, seperti ignimbrit, andesit juga fragmen magmatis
dan bom kerakroti dengan diamater lebih dari 50 m. Berbagai jenis bongkah pada lapisan ini disebut
endapan bongkah (Stehn, 1929). Endapan aliran piroklastik ini ditindih oleh endapan jatuhan setebal 2
m. Endapan jatuhan ini berwarna putih dan bagian yang lapuk berwarna putih kekuningan yang sangat
kontras dengan endapan 1883. Bagian yang lapuk ini lapisan tanah yang berasal dari kegiatan
gunungapi Danan, Perbuatan dan Rakata beberapa waktu sebelum erupsi 1883. Di P. Sertung tidak
ditemukan piroklastik terlaskan, hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan pusat erupsi lebih dekat ke
Rakata dan Panjang. Endapan jatuhan piroklastik mempunyai kesamaan ciri dengan lapisan yang tak
terlaskan di Rakata dan Panjang. Satuan ini tersingkap baik sepanjang pantai barat yang curam dan
tebalnya beragam antara puluhan sentimeter sampai lebih dari 2 m. Bagian bawah terdiri atas dua
lapisan, lapisan abu mudah lepas, coklat kemerahan, dan lapisan atasnya berupa batuapung berukuran
lapili, warna pink. Semua endapan terpilah baik dan pori di antara butiran terlihat jelas. Satuan aliran
piroklastik terpisahkan menjadi dua kelompok oleh lapisan tipis jatuhan. Lapisan bawah tidak selaras
dengan piroklastik terlaskan yang ditindihnya. Sering dijumpai tree mold di antara lapisan jatuhan.
Aliran piroklastik mengandung sedikit bongkah-bongkah batuan tua yang terpilah buruk, dan
mengandung batuapung abu-abu dan pink. Hasil analisis batuapungnya 65,31% SiO2.
Periode III dimulai denga pertumbuhan gunungapi Rakata, Danan dan Perbuatan setelah pembentukan
kaldera pertama. Batuan periode ini hanya tersingkap di P. Rakata, sekurang-kurangnya terdiri atas lima
satuan batuan. Perselingan antara lava andesit basaltis dengan endapan piroklastik tersingkap di bagian
tengah dinding kaldera di P. Rakata. Bagian alas satuan ini tersusun atas endapan jatuhan lapili skoria
yang terpilah baik bercampur dengan litik, abu dan bom kerak roti yang membentuk struktur bomb sag.
Bagian tengah satuan ini tersusun atas abu putih berlapis baik. Bagian atas satuan ini terdiri atas endapan
aliran piroklastik. Perlapisan lava andesit basaltis umumnya terbreksikan pada bagian alas dan bagian
permukaannya. Salah satu hasil analisis lava adalah 50,08% SiO2. Lapisan lava ini tebalnya berkisar
antara tiga sampai tujuh meter, dan diterobos oleh dike andesitis dan basaltis. Satuan lava basaltis secara
dominan tersusun atas lava basal dan endapan jatuhan piroklastik. Satuan ini tersingkap baik di Tanjung
Hitam dan di pantai timur, sedikitnya 20 lapisan selang seling antara lava basal dan endapan jatuhan
skoria, dengan tebal keseluruhan lebih dari 500 m. Bagian dasar dan atas setiap lapisan lava umumnya
terbreksikan, berwarna merah dan bagian yang masif abu-abu. Endapan jatuhan piroklastik Rakata
tersingkap dan tersebar mulai ketinggian 550 m sampai ke puncak Rakata. Skoria merah kecoklatan,
bom dan lapili terpilah baik dan perlapisan bersusun. Perlapisan tersebut diperkirakan sebagai hasil
erupsi yang menerus dalam waktu singkat. Dike andesitis tersingkap baik di bagian tengah dinding
kaldera Rakata. Dike paling tebal sekitar 5 m dan hasil analisis batuannya 63,02% SiO2. Dike ini mirip
dengan batuan Bootsmanrots yang dianggap sebagai sisa kegiatan G. Danan dengan kandungan
SiO2nya 63,80%. Verbeek (1885) berpendapat bahwa satuan ini merupakan sisa kegiatan G. Danan dan
G. Perbuatan. Dike basaltis Rakata tersingkap baik pada dinding kaldera dan membentuk pola radial ke
arah puncak Rakata. Umumnya dike ini mempunyai ketebalan 1,2 m. Dike-dike ini diduga sebagai
kegiatan paling akhir G. Rakata.
Periode IV adalah periode penghancuran gunungapi Rakata, Danan dan Perbuatan, diakibatkan oleh
pembentukan kaldera tahun 1883 yang menghasilkan endapan khas. Satuan batuan ini terdiri atas
batuapung berupa endapan aliran piroklastik, jatuhan piroklastik dan surge, menutupi ketiga pulau,
Rakata, Panjang dan Sertung. Endapan aliran piroklastik terpilah buruk, dalam lapisan tertentu dijumpai
lapisan bersusun secara normal atau kebalikannya. Pada tepi laut, singkapannya membentuk dinding
terjal yang mencerminkan bidang erosi air laut. Di P. Panjang, satuan ini terdiri atas batuapung dasitis
yang memperlihatkan perlapisan antara endapan aliran dan jatuhan piroklastika, adakalanya diselingi
endapan surge. Endapan aliran piroklastik terpilah buruk, besar butir lebih dari 20 cm dan sering
dijumpai lapisan bersusun terbalik. Satuan aliran piroklastik ini mempunyai tebal 55 m dan tampaknya
terdapat pengelasan awal di beberapa tempat. Endapan jatuhan piroklastik berlapis baik berupa
perlapisan bersusun normal atau kebalikannya. Singkapan bagus bagi endapan surge terletak di pantai
timurlaut yang dijumpai berselingan dengan endapan jatuhan piroklastik. Di P. Sertung terdapat tiga
lapisan endapan jatuhan dan lapisan tebal endapan aliran piroklastik. Tebal masing-masing endapan
jatuhan antara 40 - 50 cm, terdiri atas batuapung putih berlapis susun. Fragmen litik dijumpai terutama
di bagian dasar. Endapan jatuhan ini merupakan fase awal erupsi 1883. Endapan aliran piroklastik
menindih di atas endapan jatuhan, terdiri atas beberapa subsatuan aliran. Masing-masing subsatuan
terpilah buruk mengandung batuapung kasar pada bagian atas lapisan dan memperlihatkan lapisan
susun terbalik. Ketebalan masing-masing subsatuan berkisar antara 50 cm sampai lebih dari 2 m.
Endapan aliran piroklastik masif dijumpai di pantai selatan, tebal singkapannya lebih dari 8 m. Di P.
Rakata, singkapan endapan piroklastika 1883 dijumpai di pantai barat dan selatan memperlihatkan
gawir terjal. Endapannya terdiri atas aliran batuapung dasitis mengandung obsidian dan fragmen litik
seperti andesit dan pichstone.
Periode V merupakan periode pembangunan gunungapi Anak Krakatau setelah pembentukan kaldera
1883. Periode ini dimulai dengan kegiatan vulkanik di bawah laut pada 29 Desember 1927. Dua tahun
kemudian pada 20 Januari 1929, sebuah dinding kawah terbentuk di sekitar pusat kegiatan, terdiri atas
abu, lapili dan bongkahan-bongkahan lepas. Dinding kawah ini membentuk sebuah pulau yang
dinamakan Anak Krakatau (Stehn, 1929a). Sejak Agustus 1930, gunungapi terbentuk secara permanen
di atas muka laut, dan kegiatannya menerus sampai Oktober 1950. Pada September 1956, sebuah
kerucut terbentuk di dalam kawah. Kegiatan gunungapi Anak Krakatau menghasilkan endapan vulkanik
sebagai berikut: endapan jatuhan piroklastik tua yang umumnya terdiri atas skoria berukuran abu, pasir,
lapili dan bom. Lapisan accretional lapilli sering dijumpai di antara endapan tersebut. Satuan ini
membentuk dinding kawah tua dan ditutupi oleh endapan lava dan piroklastika lebih muda. Ketebalan
satuan ini sekitar 50 m. Endapan jatuhan piroklastika lebih muda membentuk kerucut baru pada Oktober
1956, terdiri atas skoria berukuran abu, lapili dan bom dan fragmen litik, menutupi tempat yang luas di
pulau ini. Beberapa satuan lava dierupsikan selama kegiatan Anak Krakatau semenjak lahirnya.
Sekurang-kurang 15 satuan leleran lava derupsikan selama kegiatan Anaka Krakatau berlangsung,
terutama berkomposisi andesit basaltis mengadung olivin-pioksin (Sjarifudin dan Purbawinata, 1983).
Mereka berpendapat bahwa satuan lava ini berfenokris plagioklas, piroksin, olivin dan magnetit dengan
masadasar gelas vulkanik. Ciri khas masadasar tersebut adalah tekstur hialopilitik.
Peta Stratigrafi Kompleks G. Anak Krakatau
Petrologi
Pada prinsipnya mineral-mineral primer baik dari lava maupun bom adalah hampir sama, tersusun atas
augit, hipersten, plagioklas dan sejumlah butiran kecil olivin, dan umumnya terbentuk dalam masadasar
hipokristalin sampai holokristalin. Plagioklas terbentuk sebagai fenokris dan mikrolit. Sebagai fenokris
menguasai antara 53 - 66% dari batuan dan panjangnya rata-rata 1,4 mm, komposisinya berkisar antara
andesin kalsik - labradorit kalsik (An48-An68) dan rata-ratanya An58. Semua fenokris yang besar dan
beberapa yang lebih kecil menunjukkan zoning progresif dan reversed. Fenokris besar cenderung
berkelompok membentuk tekstur glomeroporfiritik, dan kelompok kecil terdiri atas butiran kecil inklusi
hipersten. Hal ini menunjukkan bahwa hipersten terjadi lebih awal dari pada plagioklas pada saat
kristalisasi magma basaltis. Fenokris yang lebih kecil tersebar secara random pada seluruh batuan dan
bentuknya euhedral, serta umumnya tidak terjadi penzonaan dan relatif bebas dari inklusi.
Augit terdapat baik sebagai fenokris berukuran sampai 0,8 mm maupun sebagai butiran kecil dalam
masadasar. Fenokris yang merupakan resorbed crystals berjumlah 9 - 19% dalam batuan atau rata-rata
14% dalam batuan. Inklusi umumnya terdapat dalam fenokris dan plagioklas. Butiran kecil augit dalam
masadasar berdiameter lebih kecil dari 0.01 mm dan bergabung dengan butiran olivin yang berukuran
sama.
Hipersten juga terdapat sebagai fenokris maupun butiran kecil dalam masadasar, berjumlah 2 - 10%
atau rata-rata 5% dalam batuan, kenampakannya mirip dengan augit.
Olivin terbentuk sebagai fenokris euhedral sampai subhedral dengan rata-rata panjangnya 0,15 mm,
tetapi tidak semua contoh batuan mengandung olivin. Fenokris berjumlah 4% dalam batuan dan
cenderung bergabung dengan augit membentuk kelompok kumulofirik.
Masadasar dicirikan dengan warna coklat kehitaman berjumlah 13 - 22% dalam batuan, terdiri atas
gelas hitam opak dan sejumlah mikrolit kecil dan kristalit plagioklas, hipersten, augit, magnetit,
titanomagnetit dan adakalanya diopsid dan augit-aegirin.
Xenolit terdapat beragam dalam komposisi dan berkisar dari gabro dioritis, mikro-gabro sampai diabas
ofitik, umumnya terbentuk dalam batuan, lava dan bom vulkanik yang kemungkinan berasal dari bom
balistik dari batuan samping.
Petrografi batuapung 1883 terutama dipilih dari endapan aliran piroklastik dan jatuhan piroklastik.
Batuapung ini ditemukan di pulau Rakata, Panjang dan Sertung dengan ukuran abu, pasir, lapili dan
bongkahan. Batuapung dari endapan aliran piroklastik mempunyai petrografi sederhana, seluruh contoh
batuan terdiri atas masadasar gelas vulkanik dengan fenokris plagioklas, orto-piroksin, klino-piroksin,
magnetit dan apatit. Fenokris berjumlah 10% dari batuan, dimana plagioklas mempunyai dua pertiga
bagiannya dan selainnya piroksin dan magnetit. Masadasar gelas vulkanik selalu mengandung mineral
apatit dan apatit ini sering terbentuk sebagai inklusi dalam plagioklas dan piroksin.

GEOFISIKA
Seismik
Pemantauan G. Anak Krakatau secara menerus hanya dilakukan pengamatan visual dan kegempaannya.
Pengamatan kegempaan merupakan tujuan utama dalam menghadapi kegiatan gunungapi, dan
disiapkan sebagai dasar pemantauan untuk peringatan dini selama krisis kegiatan Anak Krakatau, dan
dikeluarkan oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Pengalaman kegiatan Anak Krakatau diperlihatkan jelas ketika terjadi erupsi pada 1980, 1988 dan 1992,
dimana awal kegiatannya dimulai dengan meningkatnya gempa bumi vulkanik kemudian berkembang
menjadi gempa intensif (swarm) atau tremor vulkanik, akhirnya terjadi letusan. Pada Agustus 1992 satu
Tim dari Subdirektorat Pengamatan Gunungapi, Direktorat Vulkanologi melakukan pengamatan visual
di G. Anak Krakatau dan mengganti subsistem seismometer dari model MEQ-800 ke model PS-2
dengan menggunakan seismometer L4 dan dilengkapi VCO TH-13. Sinyal dikirim melalui radio ke
subsistem penerima yang ditempatkan di Pos Pengamatan di Pasauran Banten. Sesaat setelah
pemasangan seismograf sistem telemetri radio selesai, seismograf merekam gempa vulkanik dalam dan
dangkal cukup banyak tetapi masih dalam batas aktivitas normal.
Pada September 1992, Pos Pengamatan melaporkan bahwa jumlah gempa vulkanik, terutama vulkanik
dalam meningkat dan peningkatan ini sangat cepat sehingga melebihi batas aktif normal, tetapi pada
akhir September jumlah gempa menurun lagi dan malahan keadaan tenang selama tiga hari. Pada awal
Oktober tingkat kegempaan berubah dari gempa vulkanik dalam ke dangkal dan jumlahnya meningkat
sangat cepat sehingga teramati swarm dan tremor vulkanik menjelang 8 Nopember. Jumlah gempa
vulkanik yang terbaca pada 7 Nopember mencapai 400 kejadian dengan magnituda MMI < 2. Jumlah
gempa tersebut hanya terekam dalam 10 jam. Pada pukul 12.35 WIB swarm terjadi sangat intensif dan
berkembang menjadi tremor vulkanik pada saat menjelang letusan pada pukul 13.10 WIB. Tiang abu
pertama kali terlihat oleh pengamat pada pukul 13.31 dari Pos Pengamatan Pasauran setinggi 800 m di
atas puncak. Letusan ini membentuk kawah baru yang terletak di lereng utara kerucut gunungapi.
Pengamatan lapangan dilakukan pada 11 Nopember yang menunjukkan bahwa sebaran tefra beradius
800 m dari pusat kegiatan, terdiri atas abu pasir dan lapili sedangkan di sekitar kawahnya tersebar
bongkahan yang umumnya batuan vulkanik tua. Lava mengalir dari kawah baru ke arah utara sepanjang
300 m dengan tebal antara 4-6 m. Letusan yang menerus dan leleran lava terekam dalam seismograf
sebagai gempa letusan yang sambung menyambung sehingga tampak seperti tremor vulkanik. Pada 12
Nopember 1992, jumlah gempa letusan yang terekam mencapai 15.000 kejadian.
Kegiatan letusan Anak Krakatau ini menerus sampai tahun 2000. Selama periode letusan ini gempa
vulkanik didominasi oleh gempa letusan dengan rata-rata 700 kejadian per hari walaupun gempa tipe-
A dan tipe-B juga terekam, di samping itu 4 unit subsistem seismometer rusak oleh lontaran bom
vulkanik dan leleran lava yang mengakibatkan kehilangan data rekaman gempa.
Pada 1995 Direktorat Vulkanologi membangun Pos Pengamatan G. Anak Krakatau lainnya yang
terletak di Desa Hargopancuran, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dengan maksud
untuk melengkapi pemantauan G. Anak Krakatau dari arah Lampung. Pos Pengamatan ini dilengkapi
dengan satu unit seismograf sistem telemetri radio model PS-2, sehingga pemantauan dilakukan dari
dua arah.
Gaya berat
Survey gaya berat di Komplek Krakatau pertama kali dilakukan oleh Yokoyama dan Hadikusumo tahun
1968 (Yokoyama dan Hadikusumo, 1969), dimana titik gaya berat berjumlah 40 ditempatkan di pulau-
pulau Komplek Krakatau. Anomalinya konsentris dan pusatnya di barat Anak Krakatau, garis lingkaran
anomali maksimum seharga 78 mgal dan diameter lingkaran 9 km. Peningkatan anomali residu dari 70
mgal ke maksimum 78 mgal di bagian timur P. Panjang dan Rakata kemungkinan berhubungan dengan
struktur asal G. Krakatau purba yang membentuk kerucut besar dan hampir keseluruhannya tersusun
oleh dasit enstatit (Symons, 1888). Penerapan theorem Gauss yang berhubungan dengan anomali
gabungan di atas bidang horizontal dan menerus sampai batas anomali gaya berat terdeteksi di
kepulauan Krakatau, Yokoyama (1969) beranggapan bahwa anomali gaya berat rendah disebabkan oleh
adanya endapan kaldera yang berberat jenis sekitar 0,2 - 0,4 g/cm3 yang lebih rendah dari batuan dasar.
Ia menegaskan bahwa bila berat jenis kaldera Krakatau dipilih -0,3 g/cm3, maka total volume jumlah
anomali gaya berat yang teramati adalah 9,3 x 109 m3 dan konfigurasinya berupa kerucut terbalik atau
corong dengan radius 4 km dan dalamnya 1 km. Yokoyama (1981) menyimpulkan bahwa struktur
bawah permukaan komplek Krakatau setelah erupsi 1883 dianggap sebagai anomali gaya berat, dimana
pada dasar kaldera terdapat endapan yang mempunyai berat jenis rendah dengan bentuk kerucut terbalik
berdiameter 8 km dan dalamnya 1 km, sedangkan anomali gaya berat residu di atas kaldera diperkirakan
sebagai kekurangan masa akibat pengeluaran ejekta dalam jumlah besar.
Geomagnet
Nishida, dkk (1984) melakukan survey geomagnet di komplek Krakatau dengan menggunakan proton
precession magnetometer, Model-548 GAUSS dengan indikasi 0,1 nT. Sudut kemiringan geomagnetis
di daerah ini adalah rendah, sekitar -30o, hal tersebut menunjukkan bahwa anomali negatif secara
dominan terletak di atas tubuh magnetis normal, dimana bagian posisifnya di utara tubuh itu sendiri.
Anomali negatif di sekitar Bootsmanrots mencapai -1000 nT sedangkan bagian positifnya tersebar di
bagian utara batu tersebut. Bootsmanrots tersusun atas batuan pitchstone yang dianggap sebagai dike
atau sumbat lava dari salah satu kerucut vulkanik sebelum erupsi 1883 dan diperkirakan merupakan
sisa G. Danan. Batu ini terpisah dari pulau lainnya tetapi mempunyai anomali negatif yang cukup tinggi,
hal tersebut membuktikan bahwa material seperti dike atau sumbat lava merupakan sisa pembentukan
kaldera yang bebas dari penghancuran saat terjadi erupsi 1883.
Anomali negatif (-400 nT) dan positif (200 nT) tersebar secara bergandengan di utara Anak Krakatau.
Anomali ini terletak dekat dinding utara kaldera Krakatau dan hampir mendekati kawah G. Perbuatan
sebelumnya. Berbagai anomali dengan amplitude besar terletak sekitar P. Anak Krakatau, hal ini
ditimbulkan dari lava-lava baru hasil kegiatan G. Anak Krakatau. Nishida (1984) menyimpulkan bahwa
anomali magnetis terletak identik dengan kawah Danan dan Perbuatan sedangkan gunungapi pasca
kaldera tidak terpengaruh oleh penghancuran letusan besar 1883. Intensitas magnetisasi kuat dijumpai
di terumbu Steers yang bernilai 10 A/m.
GEOKIMIA
Kimia Batuan
Andesit hipersten Krakatau tua dan batuan 1883 komposisinya hampir sama: kandungan silika pada
batuan tua berkisar antara 68,75% dan 70,50%, sedangkan batuan 1883 antara 66,50% dan 69%. Satu
lapisan abu yang mengandung gelas masif, warna gelap, mikrolitik, devitrified glass hanya mengandung
61% SiO2. Jumlah kandungan air pada semua batuan sangat kecil, atau dapat dikatakan tidak
mengandung unsur air. Basal Krakatau komposisinya lebih basal dari pada andesit hipersten dengan
rata-rata kandungan silika 49%.
Endapan abu 27 Agustus mengandung kisaran feldspar, dari yang paling basa sampai paling asam.
Kandungan feldspar rata-rata adalah andesin-asam dengan 57,76% SiO2, terdiri atas 51,71% albit,
41,206% anortit dan 7,223% mikrokristalin. Gelas batuapung yang bersih mengandung 69% SiO2,
tetapi yang diendapkan lebih jauh dari pusat erupsi komposisinya lebih buruk dibandingkan dengan
batuapung murni (69% SiO2). Larutan garam pada abu berasal dari air laut, kecuali unsur gipsum yang
berasal dari batuan tua Krakatau.
Pubawinata (1983) melakukan analisis geokimia batuapung Krakatau 1883 dari endapan aliran dan
jatuhan piroklastik di pulau Rakata, Panjang dan Sertung yang menunjukkan kaya silika dan bersifat
alkali. Di lain pihak miskin dengan MgO, FeO dan CaO. CIPW norms memperlihatkan sejumlah besar
kuarsa normatif dan ortoklas, yang menunjukkan bahwa komposisi kimia batuapung ini adalah dasit.
Diagram variasi major element SI-oksida memperlihatkan bahwa batuapung ini terbentuk pada tahap
akhir fraksionasi magma, dan dari diagram segitiga K2O-Na2O-CaO menunjukkan bahwa arah
fraksionasi itu dari batuan dasitis ke riolitis. Diagram MgO-FeO-(Na2O+K2O) dari MacDonald &
Katsura menunjukkan bahwa deferensiasi magmanya ke arah riolit dengan indek diferensiasi antara 73
- 83, yang menunjukkan indek diferensiasi granitis. Lava-lava baru dari kegiatan gunungapi Anak
Krakatau diduga berasal dari magma basaltis hasil peleburan sebagian mantel peridotit pada kedalaman
sekitar 146 km (Harjadinata, 1983), dan pada kedalam 37 km magma mengalami perubahan fraksionasi
berdasarkan pendapat sebagai salah satu magma basaltis primer dari toleiit-olivin. Tetapi berdasarkan
perhitungan CIPW norm batuan ini tidak menampakan olivin, dan umumnya mempunyai normatif
hipersten tinggi. Hal ini berarti fraksionasi didominasi oleh pemisahan alumino-ortopiroksin atau
ortopiroksin+augit subalkali. Sehingga arah fraksionasi menghasilkan magma basal alumina-tinggi dari
dapur magma toleiit- kaya olivin pada suhu cair sekitar 1135oC. Hardjadinata (1983) menyimpulkan
bahwa tipe magma G. Anak Krakatau dicirikan oleh kandungan alumina-tinggi, normatif hipersten
tinggi, kandungan TiO2 rendah, dan indek warna normatif dan plagioklas normatif tinggi. Komposisi
kimia ini menunjukkan bahwa basal alumina-tinggi G. Anak Krakatau adalah berasal tepi benua dari
atau pemekaran pusat kepulauan. Aliran piroklastik batuapung Krakatau dicirikan oleh sejumlah besar
komposisi gelas vulkanik, dan kandungan besar silika dan alkali, tetapi kandungan MgO, FeO dan CaO-
nya rendah (Oba, 1983). Secara litologi aliran piroklastik ini bersifat andesit walaupun secara geokimia
dasitis.

Anda mungkin juga menyukai