Pendahuluan.
Televisi (TV) merupakan salah satu perangkat media yang memainkan peran yang
sangat penting dalam arus globalisasi. Dapat dikatakan hampir seluruh masyarakat di
dunia memiliki TV sebagai akses untuk membuka cakrawala pengetahuan tentang
dinamika kehidupan. Kemajuan teknologi yang menghasilkan produk-produk budaya
berupa perangkat elektronik ini semakin menunjukkan pada kita bahwa segala
macam bentuk batasan menjadi hilang dengan semakin meluasnya akses untuk dapat
menembus batasan-batasan tersebut secara global. Sebut saja misalnya internet,
handphone, radio, dan berbagai gadget canggih lainnya.
1
“Like any social text of the past, TV has become a primary agent for influencing social trends and
bringing about social change. By showcasing significant events it often forces the hand of change.”
(Marcel Danesi & Paul Perron, 1999, Hal. 274)
1
Program yang ditayangkan oleh TV inilah yang sebenarnya begitu kuat
memberi pengaruh kepada masyarakat dalam skala global sehingga masyarakat
seakan-akan tidak bisa lepas dari kebiasaan menonton TV. Kedua elemen ini
bersinergi sebagai sebuah unit yang saling bersinggungan dalam memberikan
pengaruhnya kepada masyarakat sehingga terbentuk suatu budaya untuk
mempercayai program yang ditayangkan oleh TV. Kondisi ini disebut sebagai TV
culture, yakni perubahan kultural akibat besarnya pengaruh program yang
ditayangkan melalui TV, sehingga apapun bisa terjadi dalam kaitannya dengan
perubahan kebudayaan tersebut. Perubahan yang dimaksud termasuk di dalamnya
membangun kesadaran seseorang, antara lain melalui tayangan film, iklan, talk show,
reality show, drama, sinetron, quiz show, talent show, dan program-program lainnya.
Berdasarkan pada TV Culture tersebut, program TV ternyata telah memainkan peran
sebagai suatu budaya yang sangat mendominasi kehidupan manusia di dunia.
2
Acara TV yang menayangkan bakat atau talenta seseorang melalui ajang kompetisi.
2
Landasan Teori
Pembahasan
Jika membandingkan antara American Idol dengan Indonesian Idol, jelas bentuknya
adalah franchise karena yang dibeli adalah produk dengan format “jadi” yang secara
konsep adalah sama, sehingga tidak banyak yang dapat dibandingkan kecuali
ditayangkan di beda negara sehingga secara otomatis disiarkan oleh stasiun TV yang
berbeda pula. Lain halnya dengan dua program TV yang penulis sebut terakhir tadi,
yakni AGT dan IMB, yang pada prinsipnya tidak bisa kita sebut sebagai franchise.
Tidak ada kemiripan nama pada kedua talent show tersebut, namun uniknya adalah
3
“The Role of televison in the global arena of cultural domination has not diminished in the 1990’s.
Reinforced by new delivery systems-communication sattelites and cable networks-the image flow is
heavier than ever.” (Sinclair, John, Elizabeth Jacka and Stuart Cunningham. 1996. “Peripheral Vision”
dalam New Patterns in Global Television: Peripheral Vision. Hal. 301)
4
“...the world has been a congeries of large- scale interactions for many centuries. Yet today’s world
involves interactions of a new order and intensity.” (Appadurai, Arjun, 1990. “Disjuncture and
Difference in the Global Cultural Economy,” dalam Public Culture, Vol. 2, No.2. hal. 323)
3
secara konsep justru terlihat sama, sehingga pertanyaannya adalah “apa yang
memungkinkan hal seperti ini terjadi?” Tidak juga dengan serta merta lalu kita
katakan bahwa yang terjadi disini adalah persoalan tiru meniru. Rasanya perlu
meninjau lebih jauh lagi untuk bisa mengetahui titik persoalannya alih-alih menilai
bahwa Indonesia tidak lebih dari sekadar “tukang tiru”. Disinilah penulis melihat
adanya cultural domination yang mulai bermain melalui arus pertelevisian yang
akhirnya berujung pada transaksi budaya yang terlihat dalam tayangan tersebut.
4
perdana oleh Trans TV.5 Kembali lagi pertanyaannya adalah “mengapa demikian?”
dan kembali lagi ke persoalan TV sebagai cultural domination yang terkait dengan
kuatnya sistem penyiaran baru dalam arus pertelevisian. Seperti yang telah dikatakan
sebelumnya bahwa globalisasi sangat berperan dalam arus pertelevisian dunia
termasuk ke dalam hal program tayangannya. Oleh karena itu, dengan berlandaskan
pada teori ini, dapat dilihat bahwa Indonesia Mencari Bakat yang ditayangkan oleh
Trans TV menjadi sebuah acara besar dengan rating tinggi justru karena ia
merupakan program TV hasil transaksi budaya dari acara talent show serupa yang
juga high rated di Amerika yaitu America’s Got Talent (AGT). Transaksi budaya ini
terjadi melalui cable networks berupa sistem saluran televisi berbayar yang telah
banyak dipasarkan di Indonesia. Produk dimaksud antara lain adalah Indovision, Yes
TV, Oke Vision, Oke TV, dan Astro6. Dengan adanya sistem penyiaran seperti ini,
masyarakat dunia memiliki akses dan pilihan yang lebih luas terhadap segala macam
bentuk tayangan karena beragamnya saluran stasiun TV dunia dengan segmentasi
program yang sangat variatif. America’s Got Talent sendiri disiarkan oleh Star World
yang bisa diakses oleh siapapun yang memiliki saluran televisi berbayar tersebut.
Hal menarik dari saluran televisi berbayar adalah sebagian besar program
yang ditayangkan merupakan program TV yang didominasi oleh Amerika sehingga
bila ditelusuri lebih jauh, dapat dikatakan bahwa munculnya Indonesia Mencari
Bakat adalah karena “label Amerika” pada sebutan acaranya “America’s”. 7
Fenomena seperti ini dikatakan oleh John Sinclair dalam tulisannya sebagai “one-
way street” from the West (and the USA in particular) to the rest of the world.8 Jadi,
apapun yang bersifat “Amerika” masih dianggap sabagai aspek yang dominan terkait
dengan arus pertelevisian dan program TV di dunia. Apakah akan ada acara
Indonesia Mencari Bakat jika tidak ada America’s Got Talent dan saluran televisi
5
Ini merupakan salah satu alasan mengapa saya kurang setuju jika Indonesia dalam hal ini dinilai
sebagai tukang tiru karena sebelumnya program seperti ini pernah dimiliki oleh Indonesia. Meskipun
sama-sama disiarkan oleh Trans TV, Gong Show kalah populer.
6
Cable TV milik Malaysia yang kini berganti nama menjadi Aora TV.
7
Padahal menurut sumber yang saya peroleh, AGT sendiri merupakan acara hasil adaptasi dari
franchise “Got Talent” yang dimiliki oleh Simon Cowell bersama perusahaan media SYCO.
(http;//id.wikipedia.org/wiki/america’s-got-talent)
8
Sinclair, John, Elizabeth Jacka and Stuart Cunningham. 1996. “Peripheral Vision” dalam New
Patterns in Global Television: Peripheral Vision. Hal. 302
5
berbayar (cable TV)? Dengan demikian, yang dapat diidentifikasi disini adalah
sejumlah program TV di Indonesia masih bersifat American oriented serta
mengadaptasi acara-acara dari saluran televisi berbayar meskipun ada sentuhan
siklus dari global menjadi lokal dan sebaliknya.
Kesimpulan
________________
9
Saya contohkan dalam IMB, warna lokal yang tampak adalah dari segi content acara yang dikemas
dengan tujuan menonjolkan sisi Indonesia, misalnya dengan mengangkat nilai-nilai budaya Indonesia
melalui kompetisi bakat tari dan musik tradisional.
6
,
Referensi
Danesi, Marcel and Paul Perron. 1999. Analyzing Cultures An Introduction &
Handbook. Indiana : Indiana University Press
Sinclair, John, Elizabeth Jacka and Stuart Cunningham. 1996. “Peripheral Vision”
from New Patterns in Global Television: Peripheral Vision. Oxford: Oxford
University Press dalam Globalization Readers
http://id.wikipedia.org/wiki/america’s_got_talent
http://id.wikipedia.org/wiki/indonesia-mencari-bakat