Timbang terima adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggung jawab dan tanggung gugat) selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan yang mencakup peluang tentang pertanyaan, klasifikasi, konfirmasi tentang pasien, tanggung jawab utama dan kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke perawat yang akan melanjutkan perawatan (Rushton, 2010). Nursalam (2016) menjelaskan bahwa timbang terima atau handover adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima suatu laporan yang berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang terima harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dan yang belum dilakukan serta perkembangan pasien saat itu. B. Tujuan Timbang Terima Menurut Nursalam (2012) tujuan dilaksanakan timbang terima adalah: 1. Mengomunikasikan keadaan pasien dan menyampaikan informasi yang penting 2. Menyampaikan kondisi dan keadaan pasien (data fokus). 3. Menyampaikan hal yang sudah/belum dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada pasien. 4. Menyampaikan hal yang penting yang harus ditindak lanjuti oleh perawat dinas berikutnya. 5. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya. C. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Timbang Balik Menurut Agustin, Wijaya, & Habibi 2014 1. Faktor Penghambat a. Faktor penghambat b. Hambatan komunikasi c. Masalah yang berhubungan dengan standar d. Ketersediaan sumber daya e. Faktor lingkungan f. Efektifitas waktu g. Kesulitan yang berhubungan dengan kompleksitas keadaan pasien h. Pendidikan dan pelatihan yang kurang serta faktor individu 2. Faktor pendukung a. Ketrampilan komunikasi b. Strategi/standar timbang terima c. Penggunaan teknologi d. Dukungan lingkungan e. Pendidikan dan pelatihan f. Keterlibatan staf serta kepemimpinan D. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Menurut (Nursalam, 2012). 1. Dilaksanakan tepat waktu pergantian shif. 2. Dipimpin oleh kepala ruangan atau pergantian jawab pasien (PP). 3. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas. 4. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis, dan menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien. 5. Operan (handover) harus berorientasi pada permasalahan pasien. 6. Pada saat operan di kamar pasien, menggunakan volume suara yang cukup sehingga pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi pasien. Sesuatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara langsung didekat pasien. 7. Sesuatu yang mungkin membuat pasien terkejut dan syok sebaiknya dibicarakan di nurse station. E. Evaluasi Dalam Timbang Terima Menurut Nursalam, 2012 1. Struktu ( Input) Pada operan, sarana dan prasarana yang menunjang telah tersedia antara lain : catatan operan, status pasien dan kelompok shif operan. Kepala ruang selalu memimpin kegiatan operan yang dilakukan pada pergantian shif yaitu malam ke pagi, pagi ke sore. Kegiatan operan pada shif sore ke malam dipimpin oleh perawat primer yang bertugas saat itu 2. Proses. Proses operan dipimpin oleh kepala ruang dan dilaksanakan oleh seluruh perawat yang bertugas maupun yang akan mengganti shif. Perawat primer mengoperkan ke perawat primer berikutnya yang akan mengganti shif. Operan pertama kali dilakukan di nurse station kemudian ke ruang perawatan pasien dan kembali lagi ke nurse station. Isi operan mencakup jumlah pasien, diagnosis keperawatan, intervensi yang belum/sudah dilakukan. Setiap pasien tidak lebih dari lima menit saat klarifikasi ke pasien 3. Hasil. Operan dapat dilaksanakan setiap pergantian shif. Setiap perawat dapat mengetahui perkembangan pasien. Komunikasi antar perawat berjalan dengan baik. F. Efek Timbang Terima Dalam Shift Jaga Timbang terima atau operan jaga memiliki efek-efek yang sangat mempengaruhi diri seorang perawat sebagai pemberi pelayanan kepada pasien, yaitu: 1. Efek Fisiologis Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja malam. Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan 2. Efek Psikososial Efek ini berpengeruh adanya gangguan kehidupan keluarga, efek fisiologis hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat. Saksono (1991) mengemukakan pekerjaan malam berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan pada siang atau sore hari. Sementara pada saat itu bagi pekerja malam dipergunakan untuk istirahat atau tidur, sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, akibat tersisih dari lingkungan masyarakat. 3. Efek Kinerja Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan. 4. Efek Terhadap Kesehatan Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini cenderung terjadi pada usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes. 5. Efek Terhadap Keselamatan Kerja. Survei pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan Smith et. Al (dalam Adiwardana, 1989), melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi shift kerja (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan 0,69 % per tenaga kerja. Tetapi tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift pagi dan lebih banyak terjadi pada shift malam. DAFTAR PUSTAKA
FAUZIAH, U. A., & MEDIKA, I. C. PELAKSANAAN TIMBANG TERIMA
PASIEN DENGAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN METODE SOAP.
Prayitno, A. (2017). GAMBARAN PELAKSANAAN TIMBANG TERIMA
PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta)