Anda di halaman 1dari 26

TUGAS

KEGAWATDARURATAN PERITONITIS INFEKSI AKUT


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Gawat Darurat
Dosen Pengampu : Gus-gus……………….

Disusun Oleh :
Kelompok 6B
Silvia Octaviani 220110166098
Siti Rahmawati 220110166039
Sri rahayu 220110166005
Sopia marlina 220110166034
Taufiq Ginanjar 220110166102
Tina lestari 220110166048
Toni Arisandi 220110166020
Trisna Rosanti 220110166120
Via komalasari 220110166052
Vini Yogasari 220110166063
Widia ayu novianti 220110166062
Yolanda 220110166017
Yulpiyana Arunita 220110166065

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN


KAMPUS GARUT
2019
PENANGANAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI LAPARATOMY
DENGAN PERITONITIS : LITERATURE REVIEW

ABSTRAK
Peritonitis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada rongga peritonium
atau lapisan membran serosa abdomen (Muttaqin, 2011). Menurut Jutowiyono dan
Kristiyanasari (2012), peritonitis adalah peradangan peritonium, suatu lapisan
endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. Menurut survei
WHO, angka mortalitas peritonitis mencapai 5,9 juta per tahun dengan angka
kematian 9661 ribu orang meninggal. Negara tertinggi yang menderita penyakit ini
adalah Amerika Serikat dengan penderita sebanyak 1.661 penderita. Dalam kasus
peritonitis yang sering terjadi, sebagian besar disebabkan karena bakteri atau yang
biasa disebut peritonitis bakterial spontan (Khan, 2009).
Di Indonesia sampai saat ini peritonitis masih menjadi masalah yang besar
dengan angka mortalitas dan morbidilitas yang tinggi. Saat ini pendekatan
multimodalitas dengan melakukan tindakan pembedahan dilakukan untuk
mengetahui penyebab utamanya. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus
segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan komplikasi yang
semakin berat. Pemberian antibiotik dan terapi penunjang lainnya diberikan guna
mencegah komplikasi sekunder yang mungkin terjadi. Tujuan dari penanganan nyeri
luka operasi laparatomy untuk mengurangi skala nyeri yang dirasakan pasien dan
memepercepat penyembuhan luka dengan perawatan yang diberikan perawat.
Metolodologi menggunakan pencarian di internet menggunakan google Commented [A1]: TAMBAHKAN YA
scholar, proquest, dan ebsco. Dengan menggunakan kata kunci treatment, nyeri,
laparatomy. Tindakan pembedahan atau yang sering disebut laparatomi sering kali
membuat pasien mengeluh nyeri akibat adanya luka operasi. Nyeri akut timbul
karena adanya trauma atau luka pembedahan. Nyeri akut biasanya berlangsung
secara singkat yaitu kurang dari 6 bulan. Nyeri akut biasanya terjadi pada nyeri
pembedahan abdomen. Nyeri akut mengidentifikasi bahwa kerusakan atau cidera
telah terjadi dan akan menurun kualitasnya seiring dengan adanya penyembuhan.
Nyeri akut biasanya akan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah area
yang rusak kembali pulih (Potter&Perry). Commented [A2]: HANYA TEORI SEBAGAI PENDUKUNG
DALAM PEMBAHASAN

ABSTRACT
Peritonitis is an inflammation that occurs in the peritonium cavity or the
lining of the abdominal serous membrane (Muttaqin, 2011). According to Jutowiyono
and Kristiyanasari (2012), peritonitis is inflammation of the peritonium, a thin
endothelial layer that is rich in vascularity and splenic flow. According to a WHO
survey, the mortality rate of peritonitis reached 5.9 million per year with a mortality
rate of 9661 thousand people died. The highest country suffering from this disease is
the United States with 1,661 sufferers. In the case of peritonitis that often occurs,
mostly due to bacteria or what is commonly called spontaneous bacterial peritonitis
(Khan, 2009).
Until now, peritonitis is still a big problem with high mortality and morbidity.
At present the multimodality approach by performing surgery is done to find out the
main cause. The decision to undergo surgery must be taken immediately because any
delay will cause increasingly severe complications. Provision of antibiotics and other
supporting therapies are given to prevent secondary complications that may occur.
The goal of handling wound pain is Laparatomy surgery to reduce the scale of pain
felt by patients and accelerate wound healing with care given by nurses.
The methodology uses internet searches using Google Scholar, Proquest, and
EBSCO. By using the keywords treatment, pain, laparatomy. Surgery or often called
Laparatomi often makes patients complain of pain due to surgical wounds. Acute
pain arises from trauma or surgery. Acute pain usually lasts briefly ie less than 6
months. Acute pain usually occurs in painful abdominal surgery. Acute pain identifies
that damage or injury has occurred and will decrease in quality with healing. Acute
pain will usually disappear with or without treatment after the damaged area has
recovered (Potter & Perry).

PEMBAHASAN Commented [A3]: BELUM ADA


The Effect of Rose Aromatherapy on Reducing The Post-Operative Pain Scale
in Aisyiyah Padang Hospital, West Sumatera, Indonesia dalam jurnal ini dapat
mengobati rasa sakit ketika di kombinasikan dengan perawatan konvesional.
Penggunaan aroma terapi minyak essensial diserap melalui kulit atau sistem
penciuman, beberapa studi menunjukan bahwa stimulasi penciuman terkait aroma
terapi dapat menyebabkan pengurangan langsung rasa sakit, serta mengubah
parameter fisiologi seperti nadi,tekanan darah,suhu kulit, dan aktivitas otak. Banyak
pasien dan layanan kesehatan menyediakan aromaterapi, menunjukan efek positif
yang besar untuk penggunaan aromaterapi untuk manajemen nyeri.
Successful abdominal wound closure for treatment of severe peritonitis using
negative pressure wound therapy with continuous mesh fascial traction: a case repor
dalam jurnal ini menjelaskan Efektifitas tehnik relaksasi progresif terhadap intensitas
nyeri pasca operasi laparatomi.dalam jurnal ini menjelaskan Teknik Relaksasi
Progresif adalah tehnik merelaksasikan otot dalam pada bagian tubuh tertentu atau
seluruhnya melalui tehnik program terapi ketegangan otot. Tehnik relaksasi otot
dalam merupakan tehnik relaksasi yang tidak membutuhkan imajinasi atau sugesti
(Kusyati, 2006).Tujuannya meliputi : (1). Membantu pasien menurunkan nyeri tanpa
farmakologi, (2). Memberikan dan meningkatkan pengalaman subjektif bahwa
ketegangan fisiologis bisa direlaksasikan sehingga relaksasi akan menjadi kebiasaan
berespon pada keaaan-keadaan tertentu ketika otot tegang, (3). Menurunkan stess
pada individu, relaksasi dalam dapat mencegah manifestasi psikologis maupun
fisiologis yang diakibatkan stress. ManfaatTehnik Relaksasi Progresif meliputi : (1).
menurunkan ketegangan otot mengurangi tingkat kecemasan atau nyeri, (2) masalah-
masalah yang berhubungan dengan stress.
Efek Oksigen konsentrasi tinggi pasca operasi Laparatomi pada Peritonitis
terhadap Tingkat Infeksi Luka Operasi Suatu hipotesis menyatakan bahwa jikalau
oksigenasi jaringan perioperatif baik maka dapat menurunkan angka infeksi luka
operasi secara bermakna (angka kejadian infeksi luka operasi setelah oksigenasi
dengan kadar lebih rendah 11,2%, sedangkan kadar yang lebih tinggi 5,2%.5Untuk
itu penulis tergerak untuk meneliti efek pemberian terapi oksigen pascaoperasi dalam
menurunkan infeksi luka operasi.dapat disimpulkan jika waktu penyembuhan luka
semakin singkat maka pasien yang mengalami sakit karna laparatomi akan semakin
singkat rasa sakit yang dialami.

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGINARY TERHADAP


INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMY DI RS
DR. MOEWARDI SURAKARTA
ABSTRAK
Manajemen luka konvensional versus metode irigasi isap tertutup untuk luka
laparotomi yang terinfeksi e Studi banding Infeksi luka pasca operasi adalah umum
dan menyebabkan signifikan morbiditas dan mortalitas sesekali, memperpanjang
tinggal di rumah sakit,dan meningkatkan biaya rumah sakit.1,2 Terlepas dari infeksi
luka profilaksis, juga penting untuk memiliki metode yang efektif mengelola infeksi
luka pasca operasi. Secara konvensional, luka laparotomi yang terinfeksi dikelola
oleh meletakkan luka terbuka, debridemen jaringan nekrotik, dan ganti dressing
sampai jaringan granulasi yang sehat terbentuk. Luka itu kemudian dijahit. Kami
telah mengadopsi teknologi- metode irigasi hisap tertutup. Metode ini subjek lapisan
subkutan luka untuk irigasi salin dan sub- tekanan atmosfer, sehingga menghilangkan
eksudat dan irrigan yang mungkin menumpuk di luka. Selain itu, hisap tertutup
Metode irigasi adalah modifikasi dari teknik VAC dan itu diterapkan untuk
mengelola luka laparotomi yang terinfeksi. Berbeda dengan Teknik VAC, tidak perlu
menggunakan pembalut busa khusus. Edema jaringan lunak lokal menekan vaskular
dan sistem limfatik pada luka. Irigasi hisap tertutup Metode menghilangkan cairan
yang berlebihan dan, oleh karena itu, telah diusulkan untuk mengembalikan aliran
vaskular dan limfatik yang lebih normal metode konvensional penanganan luka yang
terinfeksi melibatkan perubahan pakaian yang intensif dan berpotensi berbahaya. Itu
metode irigasi hisap tertutup memastikan lingkungan tertutup untuk luka. Metode
irigasi hisap tertutup dapat alah yang memicu imunomodulasi, neovaskularisasi, dan /
atau angiogenesis, sehingga mengarah pada penyembuhan luka yang lebih baik. Dari
pengalaman kami, metode irigasi isap tertutup adalah teknik yang menjanjikan.
Menawarkan metode pengisapan tertutup keuntungan yang cukup besar.

PENGARUH TERAPI DISTRAKSI VISUAL DENGAN MEDIA VIRTUAL


REALITY TERHADAP INTENSITAS NYERI PASIEN POST OPERASI
LAPARATOMI
ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan skala nyeri sebelum dan
sesudah diberikan terapi distraksi visual dengan media virtual reality. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi distraksi visual dengan media virtual reality
terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi. Distraksi visual atau
penglihatan adalah pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam
tindakan-tindakan visual atau pengamatan.Tujuan dari penggunaan teknik distraksi
visual ini adalah untuk pengalihan atau menjauhi perhatian terhadap sesuatu yang
sedang dihadapi, misalnya rasa sakit (nyeri).

PENANGANAN GANGGUAN KEBUTUHAN TIDUR PADA PASIEN POST


OPERASI LAPAROTOMI DENGAN PEMBERIAN AROMATERAPI
LAVENDER
ABSTRAK
Pengaruh Aromaterapi Lemon terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post
Operasi Laparatomi pembahasan dalam jurnal ini Setiap orang membutuhkan istirahat
dan tidur agar dapat mempertahankan status kesehatan pada tingkat yang optimal.
Selain itu, proses tidur dapat memperbaiki berbagai sel – sel dalam tubuh.
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur terutama sangat penting bagi orang yang
sedang sakit agar lebih cepat memperbaiki kerusakan pada sel. Apabila kebutuhan
istirahat dan tidur tersebut cukup, maka jumlah energi yang diharapkan untuk
memulihkan status kesehatan dan mempertahankan kegiatan dalam kehidupan sehari
– hari terpenuhi. selain itu, orang yang Teori tersebut memperkuat bahwa aromaterapi
lavender berpengaruh positif terhadap Aromaterapi lavender memiliki bau yang khas
dan lembut sehingga dapat membuat seseorang menjadi relaks atau santai, disamping
itu lavender juga dapat mengurangi rasa tertekan, stress, rasa sakit, emosi yang tidak
seimbang, histeria, rasa frustasi dan kepanikan (Buckle, J. 2003). gangguan
kebutuhan tidur, respon ini dimungkinkan karena pada saat menghirup aroma atau
uap dari tungku uap, seseorang menjadi lebih nyaman dan rileks mengalami
kelelahan juga membutuhkan istirahat dan tidur lebih dari biasanya (Hidayat, 2006)
Pengaruh Aromaterapi Lemon terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post Operasi
Laparatomi hasil dari jurnal hasil dari penelitian Aromaterapi lemon merupakan jenis
aromaterapi yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Dari hasil
wawancara perawat bahwa penanganan nyeri dilakukan dengan cara farmakologis
berupa pemberian analgesic seperti ketorolax, asam traneksamat, asam mefenamat,
dan paracetamol dan selain itu juga dilakukan penanganan nyeri secara non
farmakologis, jika nyeri dengan skala 1-3. Hasil wawancara dengan pasien,
mengatakan mengalami nyeri setelah dilakukan operasi, dan didapatkan data bahwa
lima orang pasien tersebut diajarkan oleh perawat dalam mengatasi nyeri
menggunakan teknik relaksasi nafas dalam. Sebanyak 60% pasien mengatakan
setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam skala nyeri berkurang dari skala lima
ke empat sedangkan 40% pasien mengatakan nyeri berkurang dari skala empat ke
tiga.
PENDAHULUAN

TUJUAN
Tujuan penulisan tinjauan literatur ini adalah untuk memperjwlas cara
penangan kegawatdaruratan peritonitis infeksi akut.
METODE
Metode yang digunakan untuk melakukan tinjauan literatur ini yaitu dengan
pencarian melalui internet. Pencarian literatur menggunakan kata kunci yang telah
ditetapkan dan melihat abstrak yang dicantumkan dari berbagai literatur yang
didapat. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian literatur yaitu peritonitis
infeksi akut, penanganan, kegawatdaruratan melalui google scholar. Hasil artikel
yang didapat sebanyak 8 artikel yang sesuai dengan kriteria penulis dan relevan
dengan tema yang akan diambil.
Kriteria Inklusi
Tinjauan literatur dilakukan berdasarkan da empiris yang dipublikasikan
secara umum dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2019. Artikel yang didapat
berbahasa indonesia.
HASIL
Hasil dari tinjauan literatur yang dibuat penulis, dari 8 artikel yang sesuai
dengan kriteria penulis yaitu mengenai penanganan kegawatdaruratan dengan
peritonitis infeksi akut. Hasil penulis dituangkan dalam tabel 1. Sebagai berikut.

Metode Jumlah
No Judul Penulis Tahun Hasil
Penelitian Responden
1 The Effect of Melti Suriya, 2019 Kuasi Responden: 30 Berdasarkan
Rose S. Zuriati Eksperimen Orang hasil penelitian,
Aromatherapy on skala nyeri
Reducing The post-op pada
Post-Operative pasien
Pain Scale in berkurang
Aisyiyah Padang setelah
Hospital, West diberikan terapi
Sumatera, aromaterapi,
Indonesia dari rata-rata
sebelumnya
5,87 menjadi
3,76. Peneliti
menyimpulkan
bahwa ada efek
potensial
aromaterapi
mawar dalam
mengurangi
intensitas nyeri
post-op pada
pasien.

2 Successful Hideki 2018 Case Report 30 responden Dalam artikel


abdominal wound Kogo, Jun tersebut pasien
closure for Hagiwara, post-op
treatment of Shiei Kin, abdomen.
severe peritonitis Eiji Uchida Namun, luka
using negative tidak bisa
pressure wound ditutup karena
therapy with usus edema dan
continuous mesh dikhawatirkan
fascial traction: a pasien terkena
case report sindrom
kompartemen
perut. Akhirnya,
luka perut
dibiarkan
terbuka dan
NPWT
diberikan pada
operasi
utama. Pada
operasi kedua
dan selanjutnya,
NPWT dengan
mesh fasia
traksi
diberikan. Luka
akhirnya ditutup
pada operasi
kelima, yang
terjadi 9 hari
setelah operasi
utama. Ini
menunjukkan
bahwa NPWT
plus mesh traksi
efektif pada
penutupan luka
yang dinilai
sulit membaik
dalam waktu
singkat.

3 Efektifitas tehnik Cemy Nur 2015 Pasien pasca Metode Hasil


relaksasi Fitria dan operasi di ruang penelitian perbandingan
progresif Riska Diana Mawar II RSUD menggunakan sebelum dan
terhadap Ambarwati Dr. Moewardi. Quasi sesudah
intensitas nyeri Tehnik eksperimental relaksasi
pasca operasi pengambilan design progresif
laparatomi. sampel dinyatakan
menggunakan signifikan
Accidental (thitung = 6,481
dengan Jumlah > ttabel = 2,145
sampel 15 atau p = 0,000 <
responden 0,05).
Dengan adanya
relaksasi
progresif terjadi
penurunan skala
nyeri rata-rata
sebesar 2,00.
Sementara
untuk
mengetahui
kuatnya
hubungan atau
pengaruh antar
variabel dapat
dinyatakan
mempunyai
pengaruh yang
kuat yaitu 0,76.
Jadi, tehnik
relaksasi
progresif secara
efektif dapat
menurunkan
nyeri pada
pasien pasca
operasi
laparatomi di
ruang Mawar II
RSUD Dr.
Moewardi
4 Efek Oksigen Wildan 2012 Penelitian ini Sampel pada Uji klinis
Konsentrasi Djaya, Reno mempergunakan penelitian ini dilakukan di
Tinggi Rudiman, uji diagnostik sebanyak 102 subbagian
Pascaoperasi Kiki randomized Penderita Bedah Digestif
Laparotomi pada Lukman control trial RSHS selama
Peritonitis dengan periode
terhadap Tingkat consecutive Oktober 2009–
Infeksi Luka sampling. Mei 2010. Dari
Operasi 51 penderita
yang diberi
oksigen 80%,
terdapat 2 (4%)
penderita
mengalami
infeksi
luka operasi
dibandingkan
dengan 9 dari
51 penderita
(18%) yang
diberi 30%
oksigen. Durasi
perawatan di
rumah
sakit sama pada
kedua grup
penderita.
Simpulan,
pemberian
terapi oksigen
konsentrasi
tinggi
pascaoperasi
dapat
menurunkan
insidensi infeksi
luka operasi.
5 PENGARUH Yuntafiur 2014 Populasi yang Desain yang Berdasarkan
TEKNIK Rosida & digunakan digunakan penurunan
RELAKSASI Yuli dalam penelitian dalam ratarata
GUIDED Widyastuti ini adalah penelitian ini intensitas nyeri
IMAGINARY pasien post adalah tersebut
TERHADAP operasi di ruang penelitian one responden
INTENSITAS Mawar II RSUD design pretest- dianjurkan
NYERI PADA Dr. Moewardi. postest untuk
PASIEN POST Sampel dalam (Setiadi, melakukan
OPERASI penelitian 2007). guided
LAPARATOMY inadalah pasien Rancangan pre imaginary untuk
DI RS DR. rawat inap test dan post menurunkan
MOEWARDI dengan post test bertujuan atau
SURAKARTA laparatomy di untuk mengurangi
bangsal Mawar mengetahui nyeri yang
II RSUD Dr. pengaruh dirasakan.
Moewardi teknik Dengan
dengan metode relaksasi demikian hasil
purposive guided penelitian
sampling imaginary menunjukkan
dengan kriteria terhadap guided
inklusi Pasien intensitas imaginary
post operasi nyeri pada berpengaruh
laparatomy pasien post dalam
yang bersedia operasi menurunkan
untuk diteliti laparatomy skala nyeri.
dan mendapat
ijin dari
keluarga, pasien
post operasi
laparatomy hari
kedua, tidak
dalam
perawatan
psikiater,
mampu
mengungkapkan
perasaan
nyerinya,
mampu
menjawab
pertanyaan
dalam kuisioner,
dirawat di
bangsal Mawar
II
6 PENGARUH Rahmat Deri 2019 Metode jumlah Hasil penelitian
TERAPI Yadi, Ririn penelitian sampel rata- rata
DISTRAKSI Sri menggunakan sebanyak 11 intensitas nyeri
VISUAL Handayani, metode Pra- responden. sebelum terapi
DENGAN Merah Eksperimen distraksi visual
MEDIA Bangsawan dengan dengan media
VIRTUAL menggunakan virtual reality
REALITY rancangan One- 5.18 dengan
TERHADAP Group Pretest- standar deviasi
INTENSITAS Posttest Design. 0.751.
NYERI PASIEN Penelitian ini Sedangkan
POST OPERASI menggunakan intensitas nyeri
LAPARATOMI teknik sesudah terapi
purposive 3.55 dengan
sampling. standar deviasi
1.036. Hasil uji
statistik
didapatkan hasil
p-value 0.002
(p-value 0.002
< α 0.05), maka
disimpulkan ada
pengaruh terapi
distraksi visual
dengan media
virtual reality
terhadap
intensitas nyeri
pada pasien
post operasi
laparatomi.
7 PENANGANAN Virgianti 2014 Populasi yang Desain 1) Sebagian
GANGGUAN Nur Faidah digunakan penelitian ini besar responden
KEBUTUHAN adalah seluruh menggunakan kelompok
TIDUR PADA Pasien Post metode Pra- kontrol
PASIEN POST operasi Eksperimental, kebutuhan
OPERASI laparotomi di dengan tidurnya masuk
LAPAROTOMI RSUD Dr. pendekatan dalam kategori
DENGAN Soegiri Static-group kurang.
PEMBERIAN Lamongan comparison 2) Sebagaian
AROMATERAPI sebanyak 32 design besar responden
LAVENDER pasien. Sampel (Arikunto, kelompok
yang digunakan Suharsimi, perlakuan
pada penelitian 2006). kebutuhan
ini sebanyak 30 tidurnya masuk
pasien. Metode dalam kategori
sampling yang cukup.
digunakan 3) Terdapat
adalah Simple perbedaan
Random gangguan
Sampling kebutuhan tidur
(Hidayat, 2007) pada pasien
post operasi
laparotomi di
ruang
Bougenville
RSUD Dr.
Soegiri
Lamongan.

8 Pengaruh El 2018 Jenis penelitian Populasi Penurunan nyeri


Aromaterapi Rahmayati, kuantitatif penelitian yang dialami
Lemon terhadap Raihan dengan metode adalah seluruh oleh responden
Penurunan Skala Hardiansyah, penelitian quasy pasien post disebabkan oleh
Nyeri Pasien Post Nurhayati eksperiment operasi pemberian
Operasi menggunakan laparatomi terapi non
Laparatomi rancangan One kedua di farmakologi
Group Pre-test Ruangan yaitu
Post-test. Rawat inap aromaterapi
Bedah di lemon karena
RSUD H. didalam
Abdul aromaterapi
Moeloek lemon tersebut
Provinsi terdapat zat-zat
Lampung yang yang dapat
berjumlah membuat
dalam tiga responden
bulan terakhir menjadi rileks
adalah dan tenang,
sebanyak 32 sehingga nyeri
orang yang dirasakan
tersebut dapat
berkurang. Data
distribusi rata-
rata nyeri
sebelum
diberikan
aromaterapi
lemon dengan
hasil 5,25,
standar deviasi
0,672, nilai
minimum 4, dan
nilai maksimum
6. Setelah
diberikan
aromaterapi
lemon tampak
adanya
penurunan
distribusi rata-
rata, hasil
penelitian ini
diperoleh data
distribusi rata-
rata nyeri
responden nyeri
setelah
diberikan
aromaterapi
lemon dengan
hasil 4,00,
standar deviasi
0,718, nilai
minimum 3 dan
nilai maksimum
5. Secara
kuantitatif
penelitian ini
bermakna
karena
menunjukkan
adanya
perbedaan skor
nyeri sebelum
dan sesudah
diberikan
aromaterapi
lemon rata-rata
nyeri berkurang
menjadi 4,00
dengan p value
(0,000)<α(0,05)
pada pasien
post operasi
laparatomi.

PEMBAHASAN
Penetapan kriteria pencarian sangat mempengaruhi jumlah artikel yang didapat.
Penentuan artikel yang diambil awalnya hanya berfokus pada artikel yang
menjelaskan tentang peritonitis infeksi akut, penanganan, kegawatdaruratan saja
dengan rentang tahun 2019. Setelah dilihat bahwa jumlah artikel yang didapatkan
terbatas, kriteria pencarian artikel selanjutnya dirubah untuk mendapatkan lebih
banyak artikel yang sesuai. Artikel dengan peritonitis infeksi akut, penanganan,
kegawatdaruratan dan tahun penelitian dirubah menjadi rentang antara tahun 2010
sampai dengan tahun 2019 akhirnya artikel yang didapat menjadi bertambah
mengenai penanganan kegawatdaruratan dengan peritonitis infeksi akut. Setelah
merubah kriteria pencarian penelitaan, akhirnya artikel yang didapatkan berjumlah 8
artikel. Hasil yang ditunjukkan pada penelitian di artikel tersebut, secara umum
menyebutkan bahwa dengan distraksi dan terapi relaksasi memang terbukti
signifikan mampu membantu proses penurunan intensitas nyeri. Penurunan nyeri
dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah gaya koping (Ekowati,201).
Distraksi adalah salah satu cara untuk menurunkan nyeri dimana distraksi yang
memfokuskan perhatian pasien pada selain rasa nyeri dapat menjadi strategi yang
sangat berhasil dan merupakan mekanisme terhadap teknik kognitif efektif lainya.
Distraksi juga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi system control
desenden, dengan mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang di transmisikan ke
otak (Smeltzer and Bare, 2002). Artikel mengenai pelaksanaan distraksi ataupun
terapi refleksi terhadap penurunan nyeri yang terpublikasi sudah banyak, sehingga
evidence yang ditemukan dari artikel sudah cukup kuat karena artikel yang
ditampilkan merupakan artikel yang terpublikasi dari literature yang baik, resmi serta
sudah dilakukan peer review sebelum dipublikasikan. Kualitas dan bukti yang
ditampilkan pada artikel sudah cukup kuat, hanya saja masih dibutuhkan penelitian
lanjutan dengan sampel lebih banyak lagi. Penelitian dengan metode distraksi dan
relaksasi sudah di kembangkan di Negara-negara yang berbeda sehingga mampu
mendukung generalisasi hasil penelitian kedepannya.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN


Hasil literature review ini menunjukkan bahwa Metode Distraksi dan terapi
relaksasi terbukti dapat membantu penurunan nyeri melalui menstimulasi system
control desenden, dengan mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang di
transmisikan ke otak sehingga menurunkan rasa nyeri. Dengan banyaknya hasil
penelitian dengan menggunakan metode penelitian yang terbaik yang dilakukan,
penelitian selanjutnya dengan kualitas lebih baik akan sangat membantu proses
perkembangan terapi komplementer khususnya metode Distraksi dan terapi relaksasi
untuk dipraktekkan.
Jika sudah ditemukan evidence yang terbaru dengan kualitas penelitian yang
lebih baik maka literature review ini dapat diupgrade sebagai pedoman dalam
memberikan terapi kompelementer untuk penurunan nyeri.
REFERENSI
Djaya, W., Rudiman, R., & Lukman, K. (2012). Efek Oksigen Konsentrasi Tinggi
Pascaoperasi Laparotomi pada Peritonitis terhadap Tingkat Infeksi Luka
Operasi. Majalah Kedokteran Bandung, 44(3), 165-169.
Kogo, H., Hagiwara, J., Kin, S., & Uchida, E. (2018). Successful abdominal wound
closure for treatment of severe peritonitis using negative pressure wound therapy with
continuous mesh fascial traction: a case report. Surgical case reports, 4(1), 46.

Montori, G., Allievi, N., Coccolini, F., Solaini, L., Campanati, L., Ceresoli, M., ... &
Ansaloni, L. (2017). Negative Pressure Wound Therapy versus modified Barker
Vacuum Pack as temporary abdominal closure technique for Open Abdomen
management: a four-year experience. BMC surgery, 17(1), 86.

Suriya, M., & Zuriati, S. (2019). The Effect of Rose Aromatherapy on Reducing The
Post-Operative Pain Scale in Aisyiyah Padang Hospital, West Sumatera, Indonesia.
International Journal of Advancement in Life Sciences Research, 11-15.
Lampiran

PERITONITIS
A. Definisi Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau
kondisi aseptic pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah
selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut
bagian dalam. Peritonitis juga menjadi salah satu penyebab tersering dari akut
abdomen (Japanesa et al., 2016).
B. Anatomi Peritoneum
1. Anatomi Besar Peritoneum
Peritoneum adalah sebuah membran yang dilapisi oleh selapis sel
mesotelial, diperkirakan luas arenya sekitar 1,7 m2, hampir sama dengan
luas total permukaan tubuh. Umumnya rongga peritoneal mengandung
beberapa milliliter cairan peritoneal yang steril yang berperan sebagai
pertahanan lokal terhadap bakteri, dan sebagai lubrikan. Peritoneum dapat
terbagi menjadi dua komponen yaitu peritoneum parietal dan peritoneum
visceral. Peritoneum parietal melapisi bagian anterior, lateral, dan
posterior dinding abdominal; permukaan inferior diafragma; dan juga
pelvis. Sebagian besar permukaan dari organ intraperitoneal (lambung,
jejunum, ileum, kolon transversum, hati, dan limpa) dilapisi oleh
peritoneum visceral, dimana hanya bagian anterior dari organ
retroperitoneal (duodenum, kolon asendens, kolon desendens, pankreas,
ginjal, dan kelenjar adrenal) yang dilapisi oleh peritoneum visceral.
Organ-organ intraperitoneal digantung oleh bagian peritoneum yang
menebal atau ligamen abdominal. Menurut Meyer terdapat 9 ligamen dan
2 mesenterika yang memfiksasi organ-organ intraperitoneal. Sembilan
ligamen tersebut antara lain ligamentum koronaria, gastrohepatika,
hepatoduodenal, falciforme, gastrocolica,duodenocolica, gastrosplenica,
splenorenalis, dan ligamentum phrenicocolica. Dua mesenterika tersebut
yaitu mesenterica mesocolon transversus dan mesenterika bowel kecil.
Struktur-struktur ligamen ini, yang terlihat pada saat laparotomi, begitu
pula dengan CT-scan, membagi abdomen menjadi beberapa kompartmen
yang saling berhubungan (Wyers & Matthews, 2016).
2. Anatomi Mikroskopik Peritoneum
Peritoneum berasal dari bahasa Yunani “peri” yang berarti sekitar dan
“tonos” yang berarti peregangan yang apabila digabungkan keduanya
memiliki arti membentang di sekitar. Mesothelium berasal dari mesoderm.
Sel-sel mesothelial berbentuk pipih, seperti sel skuamus dan memiliki
diameter kira-kira 25 µm. Selsel mesothelial terletak diatas membran basal
yang tipis dan stroma jaringan ikat. Sel-sel mesothelial dilapisi oleh
mikrovili dan kadang-kdang terdapat beberapa silia tambahan di
permukaan luminal dan mereka tergabung dengan baik oleh intercellular
junctional comp lexes yang terdiri atas tight junctions, adherens junctions,
gap junctions, dan desmosome yang membentuk dan mempertahankan
barrier yang semipermeable untuk cairan, zat-zat terlarut, dan partikel
(Wyers & Matthews, 2016).

C. Perdarahan dan Inervasi Peritoneum


Peritoneum visceral diperdarahi oleh pembuluh darah spalnknik, dan
peritoneum parietal diperdarahi oleh pembuluh darah interkostal, subkostal,
lumbar, dan iliaka. Peritoneum visceral dipersarafi oleh saraf otonom,
sedangkan peritoneum parietal dipersarafi oleh saraf somatik. Oleh karena itu,
nyeri visceral bersifat sulit dilokalisir, menyebar, dan samar-samar. Nyeri
viseral disebabkan oleh perenggangan, distensi, torsio, dan twisting.
Peritoneum vesiral tidak menimbulkan nyeri pada saat terpotong ataupun
terbakar. Saat serabut nyeri viseral dari struktur midgut distimulasi, timbul
rasa tidak nyaman yang samar pada periumbilikalis yang disebabkan oleh
serabut nyeri viseral melewati korda spinalis pada level yang sama dengan
serabut somatik dermatom T10. Oleh karena itu, sensasi ini dialami sebagai
rasa tidak nyaman dalam distribusi dermatomal. Begitu juga dengan
rangsangan nyeri viseral dari struktur foregut menghasilkan rasa tidak nyaman
pada daerah epigastrium (distribusi T8) , dan stimulasi viseral ada struktur
hindgut menghasilkan rasa tidak nyaman pada daerah suprapubik (T12).
Serabut nyeri parietal diaktivasi oleh beberapa stimulus seperti terpotong,
terbakar, dan inflamasi. Nyeri parietal ini mudah untuk dilokalisir. Salah
contoh yang baik adalah apendisitis. Pada awal perjalanan penyakit pasien
mengalami rasa tidak nyaman pada daerah periumbilikal yang disebabkan
adanya distensi pada lumen apendiks, dan apabila inflamasi ini sudah
melewati dinding apendiks dan melibatkan peritoneum parietal maka akan
timbul nyeri terlokalisir pada kuadran kanan bawah abdomen (Wyers &
Matthews, 2016).
D. Fisiologi Peritoneum
Sel-sel mesothelial memelihara homeostasis dari rongga peritoneum.
Pada keadaan yang normal, sel-sel mesothelial mensekresikan banyak
glikosaminoglikan, proteoglikan, dan fosfolipid dari permukaan lumennya
yang berfungsi untuk memproteksi dan melubrikasi glikokalis. Sel-sel
mesothelial mensintesis protein matriks di permukaan basal dan
mempertahankan bentuk membran peritoneum. Peritoneum dapat
beregenerasi setelah mengalami cedera ataupun operasi. Pada kondisi
inflamasi, sel mesothelial menginisiasi dan meregulasi respon inflamasi
dengan mensintesis cytokines, chemokines,dan growth factor. Sel mesothelial
peritoneum mampu melakukan fagositosis dan dapat berperan sebagai
antigen-presenting cell. Pada kondisi sehat maupun inflamasi, sel mesotelial
memfasiltasi transpor cairan, zat-zat terlarut, dan partikel melewati membran
peritoneum.
Pergerakan cairan dan zat-zat terlarut diatur oleh konveksi dan difusi.
Partikelpartikel diserap dari rongga peritoneal oleh dua rute anatomis yang
berbeda. Partikel yang berukuran lebih kecil dari 2 kd akan diabsorbsi melalui
pori-pori pembuluh vena peritoneum dan diarahkan ke sirkulasi porta. Partikel
dengan ukuran lebih besar dari 3 kd diserap melalui sirkulasi limfatik
peritoneum, yang memasuki duktus torako limfatikus dan dari sana menuju ke
sirkulasi sistemik. Rute terakhir penyerapan ini memainkan peranan penting
dalam mengontrol infeksi abdominal karena memiliki kapasitas absorbs yang
besar. Struktur anatomis dari saluran-saluran besar diantara rongga peritoneal
dan pembuluh-pembuluh darah diafragma dan tekanan negatif dari toraks saat
inspirasi menyebabkan mekanisme ini sangat efektif untuk menyingkirkan
bakteri dan sel-sel. Permukaan yang besar dan semipermeable dari membran
peritoneum dapat dimanfaatkan dari segi terapi pada dialisis peritoneal
(Wyers & Matthews, 2016).
E. Patofisiologi Peritonitis
Peritonitis dapat disebabkan oleh berbagai penyebab baik yang
infeksius maupun non-infeksius yang menyebabkan terjadinya peradangan
pada peritoneum visceral dan parietal. Respon inflamasi awal dari peritoneum
terhadap infeksi bakteri ditandai adanya vasodilatasi, edema pada jaringan,
transudasi cairan, dan masuknya makrofag dan leukosit sebagai tanda
inflamasi. Saluran limfatik yang terletak dibawah permukaan diafragma
memfasilitasi pembersihan bakteri, endotoksin, dan partikel-partikel infeksius
lainnya dari rongga peritoneum. Sistem drainase ini menyediakan mekanisme
pertahanan tambahan yang penting untuk respon imun seluler lokal.
Gangguan proses ini oleh fibrin dan debris inflamasi dapat menyebabkan
terjadinya akumulasi cairan peritoneum dan dilusi immunoglobulin dan
opsonin. Hal ini sangat relevan dengan patofisiologis peritonitis pada anak-
anak dengan asites yang sudah ada sebelumnya, dimana dijumpai konsentrasi
immunoreaktif ini lebih rendah daripada yang terlihat pada anak yang sehat.
F. Etiologi Peritonitis
1. Peritonitis primer pada anak, kini sudah jarang ditemukan, disebabkan
oleh infeksi bakteri Escherichia coli. Peritonitis primer yang terjadi pada
perempuan diakibatkan oleh mikroorganisme yang dipercaya berasal dari
saluran genital. Peritonitis primer biasanya disebabkan oleh
monomikrobial dengan Streptococcus pneumoniae sebagai penyebab
tersering dan biasanya tidak memerlukan tindakan operatif (Cavallaro et
al., 2008; Rangel et al., 2012).
2. Peritonitis sekunder umumnya disebabkan oleh bocornya mikroorganisme
yang berasal dari organ gastrointestinal atau genitourinaria ke dalam
rongga peritoneal sebagai hasil dari hilangnya intergritas barier mukosa.
Penyebab peritonitis sekunder antara lain apendisitis, divertikultis,
kolesistitis, luka tusuk pada organ bowel, dan perforasi lambung atau
ulkus duodenum (Dani et al., 2015). Peritonitis sekunder cenderung
disebabkan oleh infeksi polimikrobial, dan jenis bakteri yang menginfeksi
tergantung pada lokasi dari perforasi. Bakteri gram negatif aerob maupun
fakultatif, seperti E.coli, Klebsiella, Pseudomonas spp., dan Candida spp.,
sering menginfeksi bila perforasi terjadi pada saluran gastrointestinal
bagian proksimal. Bacteriodes merupakan jenis bakteri yang sering
menginfeksi pada kolon yang mengalami perforasi (Rangel et al., 2012).
3. Peritonitis tersier terjadi akibat infeksi intaabdominal yang menetap atau
berulang setelah dilakukannya pengobatan yang adekuat terhadap
peritonitis primer atau sekunder (kurangnya respon terhadap operasi dan
terapi antibiotik). Organisme yang paling sering menyebabkan infeksi
peritonitis tersier adalah Enterococcus, Candida, Staphylococcus
epidermidis, dan Enterobacter (Cavallaro et al., 2008).
G. Epidemiologi Peritonitis
Menurut survei World Health Organization (WHO) pada tahun 2005
jumlah kasus peritonitis didunia adalah 5,9 juta kasus (Japanesa et al., 2016).
Peritonitis primer biasanya terjadi pada pasien sirosis dan asites. Diperkirakan
sekitar 10%30% pasien sirosis dan asites mengalami peritonitis primer
(Levison,Bush,2015).Penelitian di Kota Bengal Barat India, terhadap 545
kasus peritonitis sekunder ditemukan penyebab peritonitis sekunder terbanyak
adalah perforasi gastroduodenal sebesar 48,44% yang diikuti oleh perforasi
apendiks sebesar 18,53% dan perforasi traumatik sebesar 13,57% (Ghosh, et
al.,2016). Di Indonesia, prevalensi peritonitis di RSUP Dr. M. Djamil Padang
sebesar 68,4% pada laki-laki dan angka tersebut lebih tinggi dibandingkan
angka kejadian peritonitis pada perempuan sebesar 31,6%. Kelompok usia
terbanyak yang mengalami peritonitis adalah 10-19 tahun sebesar 24,5%.
Peritonitis sekunder umum akibat perforasi apendiks merupakan jenis
peritonitis yang paling sering terjadi yaitu sebesar 53,1% (Japanesa et al.,
2016).
H. Klasifikasi Peritonitis
Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis
sekunder dan peritonitis tersier (Japanesa et al., 2016).
1. Peritonitis primer
Peritonitis primer, sering juga disebut sebagai spontaneous bacterial
peritonitis, kemungkinan tidak memiliki penyebab khusus tetapi
digambarkan sebagai kelompok penyakit yang memilikin penyebab
berbeda-beda tetapi merupakan infeksi pada rongga peritoneal tanpa ada
sumber yang jelas(Levison & Bush,2015).Peritonitis primer kebanyakan
terjadi pada pasien sirosis dan asites. (Wyers & Matthews, 2016).
2. Peritonitis sekunder
Peritonitis sekunder, yang juga disebut sebagai surgical peritonitis,
merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh infeksi pada peritoneum yang berasal dari traktus
gastrointestinal (Japanesa et al., 2016). Peritonitis sekunder terjadi akibat
adanya proses inflamasi pada rongga peritoneal yang bias disebabkan oleh
inflamasi, perforasi, ataupun gangrene dari struktur intraabdominal dan
retroperitoneal. Perforasi akibat ulkus peptikum, apendisitis, diverticulitis,
kolesistitis akut, pankreatitis dan komplikasi pasca operasi merupakan
beberapa penyebab tersering dari peritonitis sekunder. Penyebab non-
bakterial lainnya termasuk bocornya darah ke dalam rongga peritoneal
akibat robekan pada kehamilan di tuba fallopi, kista ovarian, atau
aneurisma (Wyers & Matthews, 2016).
3. Peritonitis tersier
Peritonitis tersier telah dikonseptualisakan sebagai tahap lanjutan dari
peritonitis, ketika gejala klinis peritonitis dan tanda-tanda sistemik sepsis
menetap setelah mendapat pengobatan untuk peritonitis primer atau
sekunder (Levison & Bush, 2015).Peritonitis tersier disebabkan iritan
langsung yang sering terjadi pada pasien immunocompromised dan orang-
orang dengan kondisi komorbid (Japanesa et al., 2016).
Berdasarkan luas infeksinya peritonitis dapat dibagi menjadi peritonitis
lokalisata dan peritonitis generalisata (Skipworth & Fearon, 2005). Peritonitis
sekunder generalisata adalah salah satu kegawatdaruratan bedah yang paling
umum (Doklestitc et al.,2014).
I. Diagnosis Peritonitis
Diagnosis peritonitis adalah diagnosis klinis dimana diagnosisnya
didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gejala utama dari seluruh
kasus peritonitis adalah nyeri abdomen. Pasien sering mengeluhkan anoreksia,
mual, muntah, meriang, menggigil, rasa haus, jarang berkemih, sulit untuk
buang air besar dan flatus sertanya adanya distensi abdomen (Pinto &
Romano., 2013; Levison & Bush, 2015).
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis biasanya memilih
posisi terlentang di tempat tidur dengan lutut di fleksikan dan bernafas dengan
otot intercostal secara cepat dan sempit karena gerakan apapun dapat
meningkatkan intensitas nyeri abdominal. Suhu tubuh bisa mencapai 42°C.
Takikardi dan melemahnya denyut nadi mengindikasikan keadaan
hipovolemik yang umum terjadi pada kebanyakan pasien. Tekanan darah
biasanya normal pada fase awal penyakit. Semakin parahnya peritonitis,
tekanan darah semakin menurun hingga mencapai level syok (Pinto &
Romano, 2013; Levison & Bush, 2015).
Nyeri tekan baik baik superfisial maupun nyeri tekan dalam adalah
tanda yang paling khas pada peritonitis. Nyeri ini biasanya terasa paling sakit
pada daerah organ penyebabnya.Kekakuan pada otot dinding abdomen
disebabkan oleh reflex spasme otot dan proses sadar tubuh untuk mengurangi
nyeri. Suara hipersonor yang disebabkan distensi usus akibat adanya udara
sering terdengar pada pemeriksaan perkusi.Pneumoperitoneum akibat
rupturnya organ berongga bisa menyebabkan penurunan suara beda pada hati.
Bising usus melemah dan akhirnya menghilang. Pada pemeriksaan rektal dan
vaginal dapat dijumpai nyeri tekan dan adanya abses yang mengindikasikan
penyebab utamanya adalah organ-organ pada pelvis wanita (Pinto & Romano,
2013; Levison & Bush, 2015).
J. Pemeriksaan Penunjang Peritonitis
1. Pemeriksaan laboratorium
Pasien mengalami peningkatan jumlah leukosit hingga lebih dari
11.000 sel/ml. Keadaan leukopenia mengindikasikan adanya sepsis
generalisata dan biasanya memiliki prognosis yang buruk. Analisis darah
biasanya normal tetapi pada kasus yang berat dapat ditemukan
peningkatan kadar blood urea nitrogen (BUN) dan hipernatremia yang
mengindikasikan keadaan dehidrasi berat. Selain itu dapat juga ditemukan
asidosis metabolik. Pemeriksaan urinalisis harus dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kemih, pielonefritis, dan
nefrolitiasis (Pinto & Romano, 2013).
2. Pemeriksaan Radiologis
Wyers dan Matthews (2016) memaparkan jenis-jenis pemeriksaan
radiologis untuk peritonitis, yaitu : a. Foto polos toraks Dapat
ditemukan udara bebas pada foto toraks pada posisi tegak maupun foto
abdomen pada posisi decubitus, tetapi adanya pneumoperitoneum pada
pemeriksaan rediologis memiliki tingkat sensitivitas yang rendah dalam
mengindikasikan adanya perforasi usus. Tidak ditemukannya udara bebas
tidak seharusnya menunda dilakukannya tindakan operasi (Wyers &
Matthews, 2016).
3. Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan USG dapat menggambarkan adanya abses, dilatasi
saluran empedu, dan adanya penumpukan cairan (Wyers & Matthews,
2016).
4. Computed tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk melihat tempat pasti
terjadinya perforasi. Pemeriksaan CT-Scan dapat mendeteksi adanya lesi
diluar dari tempat yang dicurigai berdasarkan gejala klinis dan berfungsi
sebagai pedoman untuk tatalaksana percutaneous drainage cairan
peritoneal atau abses (Levison & Bush,2015).
5. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
DPL dengan cara memasukkan 1 liter saline normal ke dalam rongga
peritoneal melalui kateter. Jika cairan yang keluar mengandung leukosit
lebih dari 500 sel/ml, kadar enzim amylase atau bilirubin meningkat dari
normal atau ditemukannya bakteri pada pewarnaan Gram, maka
kemungkinan diagnosis peritonitis sekunder sebesar 90% (Pinto &
Romano, 2013).
6. Laparoskopi
Pemeriksaan laparoskopi sangatlah akurat dalam menentukan
diagnosis peritonitis sekunder dan banyak penyakit penyebabnya yang
dapat ditangani dengan laparoskopi sehingga tidak perlu dilakukan
laparotomi (Pinto & Romano, 2013).
K. Penatalaksanaan Peritonitis
1. Terapi antibiotic
Terapi antibiotik perlu diberikan sebelum, sesaat dan sesudah terapi
pembedahan. Jenis bakteri yang menyebabkan peritonitis sekunder
tergantung pada flora normal dari organ mengalami perforasi atau ruptur.
Berbagai jenis antibiotik dianjurkan dapat digunakan tunggal maupun
kombinasi : sefalosporin generasi kedua, sefalosporin generasi ketiga,
betalaktam dengan spektrum luas, fluorokuinolon dengan metronidazol,
serta aminoglikosida dengan klindamisin atau metronidazol (Wyers &
Matthews, 2016).
2. Bedah
Tatalaksana bedah sebaiknya dilakukan segera setelah pasien
distabilisasi, diresusitasi, dan diberikan antibiotik. Tatalaksana bedah
digunakan untuk membuang organ sumber infeksi, memperbaiki lesi
perforasi, bowel resection serta memperbaiki—jika memungkinkan—
pecahnya anastomosis, peritoneal lavage, dan lain-lain. Laparatomi
menjadi gold standard untuk diagnosis pasti dan menjadi pedoman utama
dalam tatalaksana bedah (Cavallaro et al.,2008; Wyers & Matthews, 2016)
L. Prognosis Peritonitis
Kemampuan pasien peritonitis sekunder untuk bertahan hidup
tergantung pada banyak faktor meliputi, usia, status gizi, kadar albumin,
kondisi komorbid atau kondisi lain yang menyertai, adanya keganasan, lama
waktu terkontaminasinya peritoneum, kapan dimulainya pengobatan,
keberadaan benda asing , dan kemampuan tubuh untuk mengontrol sumber
infeksi, dan jenis mikroorganisme yang terlibat. Prognosis memburuk jika
ditemukan banyak mikroorganisme pada eksudat peritoneum. Angka
kematian akan meningkat jika sumber kontaminasinya berasal dari bagian
yang lebih distal gastrointestinal (Pinto & Romano, 2013).
M. Komplikasi Peritonitis
Peritonitis memiliki banyak komplikasi yang mengancam nyawa,
misalnya trombosis vena mesenterika, respiratory distress syndrome,
kegagalan multi-organ hingga kematian. Komplikasi yang berat lebih sering
dihubungkan pada peritonitis sekunder (Rangel et al., 2012).

Anda mungkin juga menyukai