OLEH
MIFTAKHUL MAGHFIROH
NIM : 202173065
PENDAHULUAN
apendiks (umbai cacing) yang berbahaya jika tidak ditangani dengan segera
dimana dapat terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen
usus (Mediarti et al., 2022). Pecahnya lumen usus ini akan memberikan rasa
nyeri yang bersifat akut yang membuat penderitanya harus mendatangi tenaga
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017). Nyeri itu sendiri akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan respon
diperkirakan ada 17,7 juta kasus (insiden 228/100.000) dengan lebih dari
1
2
meningkat dari tahun 1990 hingga 2019 (masing-masing 38,8% dan 11,4%).
Jumlah kematian dan kematian per 100.000 menurun selama periode ini (-
akut di Indonesia berkisar 24,9 kasus per 10.000 populasi. Appendisitis ini
dan meningkat 32-72% pada usia lebih dari 60 tahun dari semua kasus
apendisitis.
adanya fekolit dalam lumen appendiks atau adanya benda asing seperti cacing
penurunan aliran darah. Hal ini akan menyebabkan hipoksia jaringan dinding
(Wainsani & Khoiriyah, 2020). Nyeri yang terkontrol sangat perlu dilakukan
terhadap nyeri. Penanganan nyeri melalui teknik relaksasi yaitu meliputi nafas
dalam, masase, relaksasi otot, meditasi dan perilaku (Rahayu et al, 2021).
tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat terhadap pasien yang mengalami
suhu ruangan dan kebisingan, pilih dan lakukan tindakan non farmakologi
nyeri serta pemberian analgesik yaitu dengan mengecek adanya riwayat alergi
obat, dan kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesik (Tim Pokja
appendicitis.
appendicitis yang mengalami nyeri akut di Rumah Sakit Kamar Medika Kota
Mojokerto.
Mojokerto
dengan masalah nyeri akut pada kasus appendicitis dan sebagai bahan
1. Bagi Perawat
appendicitis.
4. Bagi Klien
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijelaskan tentang landasan teori yang mendasari studi kasus ini yaitu
konsep appendicitis, konsep nyeri akut, konsep asuhan keperawatan nyeri akut
2.1.1 Pengertian
Apendisitis adalah proses peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Wijaya & Putri,
kuadran kanan bawah dari rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk
2.1.2 Etiologi
disebabkan oleh proses radang bakteria yang disebabkan oleh beberapa factor
pencetus diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith (feses yang keras), tumor
apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap
8
9
awal dari penyakit ini. Namun ada beberapa factor terjadinya radang apendiks,
diantaranya:
1. Faktor sumbatan
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hyperplasia jaringan limpoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena
2. Faktor bakteri
3. Faktor keturunan
Pada radang apendiks diduga juga merupakan factor herediter. Hal ini
obstruksi lumen.
hari. Negara maju yang memiliki pola makan tinggi serat berisiko lebih rendah
10
rendah serat.
11
rangsangan peritoneum viseral. Dalam waktu 2-12 jam seiring dengan iritasi
peritoneal, nyeri perut akan berpindah ke kuadran kanan bawah yang menetap dan
diperberat dengan batuk atau berjalan. Nyeri akan semakin progresif dan dengan
pemeriksaan akan menunjukan satu titik dengan nyeri maksimal. Gejala lain yang
dapat ditemukan adalah anoreksia, malaise, demam tak terlalu tinggi, konstipasi,
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri
tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang
2. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare
tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks
melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal.
Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada
dekat rektum.
3. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan
kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus
4. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri
bawah.
6. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
7. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai
mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
2.1.4 Diagnosa
1. Pemeriksaan Laboratorium
lengkap yang dijadikan penanda untuk apendisitis akut adalah leukositosis dan
(CRP) biasanya terjadi pada Apendisitis yang gejalanya telah timbul lebih dari
13
2. USG
akurasi USG sangat bergantung pada operator dan alat yang digunakan. Faktor
lain yang mempengaruhi hasil USG adalah obesitas, gas dalam lengkungan
usus di depan apendiks, jumlah cairan inflamasi di sekitar apendiks, dan posis
dari apendiks.
3. CT-Scan
alat ini.
4. MRI
akut abdomen masih dipertanyakan. Selain itu tidak semua rumah sakit di
dunia memiliki sarana yang memadai untuk MRI, dan penggunaanya yang
14
tidak bisa langsung merespon keadaan darurat menjadi kekurangan dari alat
ini.
5. Skor Alvarado
Saat ini telah banyak upaya yang dilakukan untuk dapat menegakkan
Skor ini menggabungkan antara gejala, tanda, dan hasil laboratorium dari
pasien suspek apendisitis. Dibawah ini merupakan kriteria penilaian dari skor
Alvarado :
Dari tabel diatas, jika skor Alvarado 6 menunjukkan risiko tinggi untuk
2.1.5 Patofisiologi
aliran darah. Dari keadaan hipoksia menyebabkaan gangren atau dapat terjadi
15
rupture dalam waktu 24-36 jam. Bila proses ini berlangsung terus menerus organ
disekitar apendiks akan megalami perlengketan dan akan menjadi abses (kronik).
Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius. Infeksi kronis dapat terjadi
pada apendiks, tetapi hal ini tidak menimbulkan nyeri didaerah abdomen.
yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin
banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa
dan peritoneum visceral. Oleh karena itu persyarafan appendiks sama dengan usus
yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar
umbilicus.
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul allergen dan ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut pecah,
mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa local,
keadaan ini disebut apendisitis abses. Pada anak-anak karena omentum masih
16
pendek dan tipis, apendiks yang relative lebih panjang, dinding apendiks yang
lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian pada orang tua
karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat.
Bila apendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul
2012).
usus. Perforasi adalah pecahnya organ tubuh yang memiliki dinding atau
membran, dalam bagian ini, perforasi yang dimaksud adalah perforasi saluran
2.1.7 Penatalaksanaan
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas
dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun
dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila
apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada
2.2.1 Pengertian
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal
yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat
bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik
dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada
fungsi ego seorang individu (Potter & Perry, 2015). Nyeri adalah pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan
selama satu detik hingga kurang dari 6 bulan (Carpenito, 2017). Nyeri akut
menurut SDKI adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan (Tim Pokja
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a. Tampak meringis
c. Gelisah
e. Sulit tidur
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
e. Menarik diri
g. Diaforesis
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
21
3. Infeksi
5. Glaukoma
Menurut (Latifin & Kusuma, 2014), jenis pengukuran nyeri adalah sebagai
berikut :
sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun
dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Nyeri
nyeri Berat Berat Tidak
Terkontrol Terkontrol
Gambar 2. 2 Verbal Descriptor Scale (VDS)
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri
nyeri Hebat
pembagian angka. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas
nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala
VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena
pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa
Tidak Nyeri
nyeri Sangat
Hebat
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
7-9 : Nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti
memukul.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Digunakan pada pasien dewasa dan pasien >3 tahun yang tidak dapat
1. Data Subyektif
kesehatan. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari hasil anamnese allo
a. Biodata pasien
Pengkajian identitas klien berupa nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis
kesehatan.
25
a) Keluhan Utama
nyeri.
(3) Region : radiation, relief: rasa sakit bisa reda atau tidak, rasa
sakit menjalar atau menyebar atau tidak, dan lokasi rasa sakit
terjadi
kemampuan fungsinya.
(Hidayat, 2015)
bersifat terus menerus, atau hilang timbul dalam waktu yang lama.
26
(Zakiyah, 2021) .
3) Pola Eliminasi
diare, dan retensi urin. eliminasi alvi, pola BAB meliputi frekuensi dan
inkontinensia alvi, jenis ostomi, alat bantu, obat, dan lain – lain,
1) Mobilitas/Aktivitas
jenis alat bantu yang digunakan apakah berupa walker, kruk, kursi
Jenis Kemampuan 0 1 2 3 4
Makan/minum
Berpakaian
Mandi
Toileting
Mobilisasi di tempat tidur
Berjalan
0: Mandiri
4: Tidak mampu
2) Respirasi
3) Sirkulasi
kurang tidur. Kebiasaan tidur meliputi siang hari dan malam hari
jumlah berapa jam, yang dirasakan setelah bangun tidur apakah segar,
ingatan.
penggunaan alkohol dan obat lain untuk mengatasi stres, dan keadaan
emosi sehari-hari
(Zakiyah, 2021)
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum :
2) Kesadaran, GCS :
3) Tanda vital :
Hematom
31
Normal/Meningkat
g) Paru
sinistra
sinistra
h) Jantung
b) Palpasi : Thrill
d) Auskultasi : S1 S2
i) Abdomen
d. Data Penunjang
1) Laboratorium
apendisitis infiltrate
2) Radiologi
33
diameternya.
spesifik yang sudah diidentifikasi oleh perawat (Mubarak & Chayatin, 2012)
Diagnosa : nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
2.3.3 Penatalaksanaan
menentukan data subjektif dan objektif lain dibuat intervensinya (Mubarak, 2015).
Menurut SIKI dan SLKI (2019), intervensi nyeri akut (D.0077) adalah:
2.3.4 Implementasi
dari rencana yang telah disusun pada tahap-tahap perencanaan dapat terealisasi
pelaksanaan bisa dikerjakan oleh perawat itu sendiri, kolaborasi sesama tim /
2.3.5 Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
intervensi yang dilakukan oleh perawat sehingga pasien dapat menyatakan bahwa
nyeri berkurang atau teratasi, pasien dapat mengontrol nyeri, pasien menyatakan
METODE PENELITIAN
menyelenggarakan studi kasus. Pada bab ini akan disajikan tentang 1) Desain
Penelitian
mempengaruhi validity suatu hasil, selain itu desain riset juga berguna
2016).
permasalahan melalui studi kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal
disini dapat berarti satu orang, sekelompok penduduk yang terkena masalah.
Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi
36
37
(Notoatmodjo, 2016).
onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat yang
3.3 Partisipan
Partisipan merupakan objek yang akan diteliti dalam studi kasus yaitu
karakteristik partisipan yang sama usia dewasa yaitu usia 26-55 tahun, hari
pertama post operasi, efek anestesi sudah hilang (8 jam post operasi).
rentang waktu bulan Maret 2022 sampai Agustus 2022. Asuhan diberikan
nyeri teratasi.
Metode pengumpulan data dalam studi kasus ini adalah sebagai berikut:
pemeriksaan fisik.
3. Studi dokumentasi: didapatkan dari hasil rekam medik klien berupa hasil
data utama yaitu klien, perawat, dan keluarga yang berkaitan dengan
data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga
dan dokumen (WOD). Data yang telah dikumpulkan akan ditulis dalam
itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu segera
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
40
dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi
3.7.4 Simpulan
yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang khusus yang diarahkan kepada
Tujuan informed concent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
disajikan.
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil riset
BAB IV
Pada bab ini peneliti mereview hasil dan pembahasan kasus nyeri akut pada
Selanjutnya akan diuraikan hasil dan pembahasan mengenai data umum data
khusus tentang asuhan keperawatan pada klien post operasi appendicitis diruangan
1.6 Hasil
terletak di Jl. Empunala, Kabupaten Sidoarjo. Fasilitas yang tersedia antara lain:
intalasi rawat jalan, instalasi farmasi, ruang rawat inap, fisioterapi, dan UGD 24
jam. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data dari kasus dari praktek
yang dikhususkan merawat klien laki-laki kasus bedah dan non bedah. Kasus
yang dirawat meliputi kasus klien appendicitis hari post operasi appendiktomy.
1.6.2 Pengkajian
1. Biodata Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 47 Tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Nomor Register : 70 XX XX
2. Riwayat Penyakit
4. Pemeriksaan Fisik
5 5 5 5
5 5 5 5
5. Pemeriksaan Penunjang.
6. Pengobatan
Klien 1 Klien 2
Antasida 3x1 (Oral) Ceftriaxon 2x1 gr
Ranitidine 150 Mg 2x1 (IV) Ketorolac 3x30 mg
Ceftriaxon 2x1 gr
Ketorolac 3x30 mg
55
Do:
- Klien tampak
meringis kesakitan
- KU : Sedang
- TD : 130/90 mmHg
- Nadi:98x/menit
- Suhu : 36,8oC
- RR: 20x/menit
- Gangguan tidur
- Tampak luka jahitan
operasi di abdomen
kuadran kanan bawah
Klien 2
Ds: Obstruksi pada lumen Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri appendiks berhubungan
perut sebelah kanan ↓ dengan agen
bawah Ketidakseimbangan pencedera fisik
56
Do:
- Klien tampak
meringis kesakitan
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi : 84x/menit
- Suhu:36,5 oC
- RR: 18x/menit
- Nafsu makan menurun
- Tampak luka jatihan
operasi di abdomen
kuadran kanan bawah
Klien 1 Klien 2
1.6.5 Perencanaan
1.6.6 Pelaksanaan
kesakitan
- Klien mencoba
mempraktekkan teknik
nafas dalam
- Klien tampak kesulitan
tidur
- TD : 130/90 mmHg
- Nadi : 98x/menit
- Suhu :36,8 oC
- RR : 20x/menit
Hari 2 2.1 Mengidentifikasi lokasi , DS :
28 Juni 2022 karakteristik,durasi, - Klien mengatakan nyeri
20.00 frekuensi, kulaitas nyeri, perut bagian kanan
intensitas nyeri, skala bawah sedikit berkurang
nyeri. - Klien mengatakan faham
2.2 Mengidentifikasi respon diajarkan teknik nafas
nyeri non verbal. dalam
2.3 Memberikan teknik non - P : nyeri karena luka post
farmakologisuntuk operasi sedikit
mengurangi rasa nyeri. berkurang.
2.4 Mengajarkan teknik non - Q : nyeri seperti disayat
farmakologisuntuk – sayat sedikit berkurang.
mengurangi rasa nyeri. - R : nyeri di bagian perut
kanan bawah sedikit
berkurang.
- S : skala nyeri 3 dilihat
dari raut muka klien
- T : nyeri hilang terutama
saat bergerak sedikit
berkurang
DO :
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak meringis
- Klien mencoba
mempraktekkan teknik
nafas dalam
- Klien tampak sudah bisa
tidur
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 85x/menit
- Suhu : 36,6 oC
- RR : 20x/menit
Hari 3 a. Mengidentifikasi lokasi , DS:
29 Juni 2022 karakteristik,durasi, frekuensi, - Klien mengatakan nyeri
10.10 kulaitas nyeri, intensitas perut bagian kanan bawah
60
1.6.7 Evaluasi
1.7 Pembahasan
pada klien 1 dan 2 dengan kasus Appendcitis yang telah dilakukan. Kegiatan
keterbatasan data yang didapat pada klien 2 maka pada klien 2 hanya
tahun dank klien 2 berusia 49 tahun dengan jenis kelamin klien laki-laki.
evaluasi
66
1.7.1 Pengkajian
gejala yang sama yaitu adanya nyeri lepas seperti seperti disayat pada
lokasi post operasi, pada klien 1 skala 5 dan klien 2 skala 6. Hasil
sayatan.
limfoid, adanya fekolit dalam lumen appendiks atau adanya benda asing
berkurang, kecuali pada lansia yang sehat mungkin tidak berubah. Otak
sehingga orang yang lebih tua mempunyai ambang nyeri yang lebih
rendah dan lebih banyak mengalami penurunan sensasi nyeri (Potter &
Perry, 2015).
dan 2 ditemui gejala yang sama yaitu nyeri pada perut kanan bawah yang
yang dirasakan oleh klien dapat disebabkan karena faktor umur dimana
klien 1 lebih mudah dibandingkan klien 2 yang lebih tua sehingga ambang
nyeri klien 2 lebih tinggi dibandingkan klien 1 yang pada umur tersebut,
fungsi tubuh masih berjalan dengan baik termasuk dalam merespon nyeri,
nyeri seperti disayat - sayat, nyeri dibagian perut kanan bawah, skala nyeri
5 dilihat dari raut muka klien, nyeri hilang timbul terutama saat bergerak.
68
yaitu klien mengatakan nyeri karena luka post operasi appendiktomi, nyeri
seperti disayat - sayat, nyeri dibagian perut kanan bawah, skala nyeri 6
dilihat dari raut muka klien, nyeri hilang timbul terutama saat bergerak,
dan data objektif yaitu klien tampak meringis kesakitan, TTV TD : 110/80
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
sementara data subjektif yang dapat ditemukan pada tanda mayor adalah
berubah, nafsu makan berubah dan proses (SDKI DPP PPNI, 2017).
yaitu dengan mengecek adanya riwayat alergi obat, dan kolaborasi dengan
dan keperawatan klien dapat diatasi (Nurarif & Kusuma, 2016). Tindakan
yang harus ditempuh untuk menghilangkan nyeri pada pasien post operasi
nyeri melalui teknik relaksasi yaitu meliputi nafas dalam, masase, relaksasi
yaitu dengan mengecek adanya riwayat alergi obat, dan kolaborasi dengan
keluhan yaitu menurunkan nyeri yang dialami oleh pasien. Tidak semua
relaksasi nafas dalam. Tidak ada perbedaan intervensi yang diberikan pada
klien 1 dan klien 2, hanya berbeda dalam hal pemberian obat sesuai
akut yang telah disusun pada klien 1 dan klien 2 sudah sesuai dengan SIKI
kriteria hasil pada klien 1 dan klien 2 sudah sesuai dengan SLKI (Standar
pemberian obat.
(Mubarak, 2015).
dan frekuensi nafas setiap hari mendekati normal, terjadi penurunan skala
nyeri setiap hari sebanyak 1-2 derajat, respon nyeri non verbal menurun
mulai hari kedua dan sudah tidak nampak pada hari ketiga, klien juga
pada hari kedua sudah mulai bisa mengontrol nyeri dengan melakukan
tetapi pada hari kedua sudah mulai lancar dan hari ketiga sudah menguasai
nyeri setelah dilakukan relaksasi Nafas dalam, dan klien memilih untuk
Hal ini menunjukkan bahwa teknik relaksasi Nafas dalam dapat digunakan
pada hari pertama. Pemberian obat penurun nyeri diberikan secara IV dan
memberikan efek sejak 30 menit setelah obat disuntikkan, dan habis masa
kerjanya setelah 8 jam sehingga pada 6-8 jam setelah pemberian obat,
antara klien 1 dan 2, kedua klien sangat kooperatif saat diberikan edukasi
dan terapi.
76
mengatakan nyeri luka post operasi appektomi sudah reda, TD: 120/80
luka post operasi appendiktomi hampir sudah reda, TD: 110/70 mmHg, N:
intervensi dihentikan.
klien dalam batas normal (Mubarak, 2015). Kriteria hasil untuk asuhan
keperawatan nyeri akut adalah tidak mengeluh nyeri, tidak meringis, tidak
PPNI, 2019).
Hasil evaluasi pada klien 1 dan 2 masalah teratasi pada hari ketiga
karena klien sudah tidak mengeluh nyeri, tidak meringis, tidak gelisah,
mengalami penurunan nyeri, gejala sulit tidur sudah tidak dirasakan, klien
77
denyut nadi,dan frekuensi nafas dalam batas normal, klien sudah mampu
seperti batuk, aktivitas dan stress, serta klien sudah memiliki kemampuan
relaksasi Nafas dalam. Tidak ada perbedaan evaluasi antara klien 1 dan
klien 2 terjadi karena keluhan nyeri sama-sama teratasi pada hari ketiga.
Perbedaan hanya terjadi pada skala nyeri dimana klien 1 mengalami nyeri
a. Kesimpulan
1. Pengkajian yang dilakukan oleh peneliti pada klien 1 dan peneliti pada klien 2
sesuai dengan teori. Salah satu focus utama pengkajian pada klien dengan post
agen pencedera fisik (inflamasi) pada post operasi dan nyeri akut berhubungan
3. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan nyeri akut
suhu ruangan dan kebisingan, pilih dan lakukan tindakan non farmakologi
pemberian analgesik yaitu dengan mengecek adanya riwayat alergi obat, dan
suhu ruangan dan kebisingan, memilih dan lakukan tindakan non farmakologi
pemberian analgesik yaitu dengan mengecek adanya riwayat alergi obat, dan
5. Evaluasi pada klien 1 dan 2 masalah teratasi pada hari ketiga karena karena
klien sudah mengalami penurunan nyeri, gejala sulit tidur sudah tidak
frekuensi nafas.
b. Saran
i. Bagi Klien
menghindari infeksi
80
81
konsep tentang appendicitis itu sendiri, selain itu perawat juga harus
klien serta tidak ada masalah yang luput dalam memberikan asuhan