Anda di halaman 1dari 84

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH DENGAN


MASALAH NYERI AKUT PADA KASUS APPENDICITIS

OLEH

MIFTAKHUL MAGHFIROH
NIM : 202173065

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Appendicitis merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi di

Indonesia (Rahayu et al., 2021). Appendicitis adalah peradangan pada

apendiks (umbai cacing) yang berbahaya jika tidak ditangani dengan segera

dimana dapat terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen

usus (Mediarti et al., 2022). Pecahnya lumen usus ini akan memberikan rasa

nyeri yang bersifat akut yang membuat penderitanya harus mendatangi tenaga

kesehatan (Widodo & Qoniah, 2020). Nyeri akut merupakan pengalaman

sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan

hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2017). Nyeri itu sendiri akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan respon

stres metabolik yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh dan

memperberat kondisi pasiennya. Nyeri ini akan berdampak pada aktivitas

sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat tidur, aspek interaksi sosial dan

apabila tidak ditangani dengan baik nyeri dapat mengakibatkan terjadinya

syok neurogenik (Solehati et al., 2015).

Data tentang epidemiologi appendicitis akut yang dihimpun oleh

(Wickramasinghe et al., 2021) di dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2019,

diperkirakan ada 17,7 juta kasus (insiden 228/100.000) dengan lebih dari

1
2

33.400 kematian (0,43/100.000). Baik jumlah absolut maupun insidennya

meningkat dari tahun 1990 hingga 2019 (masing-masing 38,8% dan 11,4%).

Jumlah kematian dan kematian per 100.000 menurun selama periode ini (-

21,8% dan - 46,2%) (Wickramasinghe et al., 2021). Prevalensi appendisitis

akut di Indonesia berkisar 24,9 kasus per 10.000 populasi. Appendisitis ini

bisa menimpa pada laki-laki maupun perempuan dengan risiko menderita

appendisitis selama hidupnya mencapai 7-8%. Prevalensi tertinggi terjadi pada

usia 20-30 tahun. Appendisitis perforasi memiliki prevalensi antara 20-30%

dan meningkat 32-72% pada usia lebih dari 60 tahun dari semua kasus

apendisitis.

Appendicitis akut disebabkan oleh hiperflasia dari folikel limfoid,

adanya fekolit dalam lumen appendiks atau adanya benda asing seperti cacing

dan biji-bijian (Awaluddin, 2020). Appendicitis akut menyebabkan

perdarahan. Perdarahan ini akan menyebabkan hambatan pasase di dalam

organ yang menyebabkan peningkatan tekanan intralumen hingga terjadi

penurunan aliran darah. Hal ini akan menyebabkan hipoksia jaringan dinding

dalam saluran sehingga metabolisme anaerob meningkat. Peningkatan ini

menyebabkan produksi asam laktat yang menyebabkan nyeri. Perdarahan yang

disebabkan oleh appendicitis akut meningkatkan regangan dan kontraksi

organ viseral yang menyebabkan rangsangan peritoneum viseral dan

mengakibatkan nyeri viseral (Nurarif & Kusuma, 2016).

Dampak nyeri yang tidak teratasi adalah gelisah, imobilisasi,

mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh


3

sampai dengan menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, dan

hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri, klien kurang berpartisipasi

dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan

kebersihan normal serta dapat mengganggu aktivitas sosial dan hubungan

seksual (Mubarak, 2015).

Tindakan yang harus ditempuh untuk menghilangkan nyeri secara

permanen yaitu dengan cara appendiktomi. Appendiktomi merupakan

pengobatan melalui prosedur tindakan operasi untuk mengangkat usus buntu

yang yang terinfeksi. Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk

menurunkan resiko perforasi lebih lanjut seperti peritonitis atau abses

(Wainsani & Khoiriyah, 2020). Nyeri yang terkontrol sangat perlu dilakukan

setelah operasi karena dapat mengurangi kecemasan, dapat bernafas lebih

lega, dan dapat mentoleransi mobilisasi dengan cepat. Selain penanganan

secara farmakologi, teknik non farmakologi juga dapat digunakan dalam

pengelolaan nyeri yaitu dengan melakukan teknik relaksasi, yang merupakan

tindakan eksternal yang dapat mempengaruhi respon internal individu

terhadap nyeri. Penanganan nyeri melalui teknik relaksasi yaitu meliputi nafas

dalam, masase, relaksasi otot, meditasi dan perilaku (Rahayu et al, 2021).

Peran perawat dalam mengatasi masalah keperawatan nyeri akut secara

non farmakologis menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia),

tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat terhadap pasien yang mengalami

nyeri adalah melakukan manajemen nyeri yaitu lakukan pengkajian nyeri

secara komprehensif termasuk lokasi, faktor, dan karakteristik, observasi


4

reaksi non verbal dan ketidaknyamanan, gunakan teknik komunikasi

terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, kaji respon pasien

terhadap nyeri, kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan dan kebisingan, pilih dan lakukan tindakan non farmakologi

untuk penanganan nyeri (akupressure, kompres hangat, teknik nafas dalam,

tehnik ditraksi), tingkatkan istirahat, dan libatkan keluarga dalam penurunan

nyeri serta pemberian analgesik yaitu dengan mengecek adanya riwayat alergi

obat, dan kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesik (Tim Pokja

SIKI, 2019). Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk

melakukan asuhan keperawatan dengan masalah nyeri akut pada kasus

appendicitis.

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada kasus ini dibatasi pada pasien 1 dan 2 dengan

appendicitis yang mengalami nyeri akut di Rumah Sakit Kamar Medika Kota

Mojokerto.

1.3 Rumusan Masalah

“Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan masalah nyeri akut pada

kasus appendicitis di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto?”

1.4 Tujuan Studi Kasus

1.4.1 Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan dengan masalah nyeri akut

pada kasus appendicitis di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto.


5

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan dengan masalah nyeri akut pada

kasus appendicitis di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto

2. Merumuskan diagnosis keperawatan dengan masalah nyeri akut pada

kasus appendicitis di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto

3. Merencanakan intervensi keperawatan dengan masalah nyeri akut pada

kasus appendicitis di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto

4. Mengimplemetasikan tindakan keperawatan dengan masalah nyeri

akut pada kasus appendicitis di Rumah Sakit Kamar Medika Kota

Mojokerto

5. Mengevaluasi asuhan keperawatan dengan masalah nyeri akut pada

kasus appendicitis di Rumah Sakit Kamar Medika Kota Mojokerto

1.5 Manfaat Studi Kasus

1.5.1 Manfaat Teoritis

Memperkaya ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan

dengan masalah nyeri akut pada kasus appendicitis dan sebagai bahan

masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Perawat

Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan

yang tepat dengan masalah nyeri akut pada kasus appendicitis

2. Bagi Rumah Sakit


6

Dapat dijadikan sebagai masukan untuk memberikan asuhan

keperawatan yang tepat dengan masalah nyeri akut pada kasus

appendicitis.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan tambahan referensi tentang asuhan keperawatan dengan

masalah nyeri akut pada kasus appendicitis.


7

4. Bagi Klien

Mendapatkan asuhan keperawatan yang baik sehingga dapat

mengalami penurunan nyeri dan masalah teratasi.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan tentang landasan teori yang mendasari studi kasus ini yaitu

konsep appendicitis, konsep nyeri akut, konsep asuhan keperawatan nyeri akut

pada kasus appendicitis.

2.1 Konsep Appendicitis

2.1.1 Pengertian

Apendisitis adalah proses peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

apendiks. Infeksi ini bisa mengakibatkan komplikasi apabila tidak segera

mendapatkan tindakan bedah untuk penanganannya (Nurarif & Kusuma, 2016).

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,

dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Wijaya & Putri,

2013). Apendisitis merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada

kuadran kanan bawah dari rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk

bedah abdomen darurat (S. C. Smeltzer, 2016).

2.1.2 Etiologi

Menurut (Dermawan & Rahayuningsih, 2012), apendisitis dapat

disebabkan oleh proses radang bakteria yang disebabkan oleh beberapa factor

pencetus diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith (feses yang keras), tumor

apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap

8
9

awal dari penyakit ini. Namun ada beberapa factor terjadinya radang apendiks,

diantaranya:

1. Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan factor terpenting terjadinya apendisitis

(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh

hyperplasia jaringan limpoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena

benda asing dan 1% oleh parasit dan cacing.

2. Faktor bakteri

Infeksi enterogen merupakan factor pathogenesis primer pada

apendisitis. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi

memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi

feses dalam lumen apendiks, beberapa bakteri yang menyebabkan apendisitis

antara lain Bacteriodes fragilis dan E. coli, lalu Splanchicus, Lacto-bacilus,

Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.

3. Faktor keturunan

Pada radang apendiks diduga juga merupakan factor herediter. Hal ini

juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama yang

kurang serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan

obstruksi lumen.

4. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-

hari. Negara maju yang memiliki pola makan tinggi serat berisiko lebih rendah
10

terkena apendisitis daripada negara berkembang yang memiliki pola makan

rendah serat.
11

2.1.3 Manifestasi Klinik

Keluhan apendisitis mulai dari nyeri di periumbilikus dan muntah karena

rangsangan peritoneum viseral. Dalam waktu 2-12 jam seiring dengan iritasi

peritoneal, nyeri perut akan berpindah ke kuadran kanan bawah yang menetap dan

diperberat dengan batuk atau berjalan. Nyeri akan semakin progresif dan dengan

pemeriksaan akan menunjukan satu titik dengan nyeri maksimal. Gejala lain yang

dapat ditemukan adalah anoreksia, malaise, demam tak terlalu tinggi, konstipasi,

diare, mual, dan muntah (Mansjoer, 2014).

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat:

1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,

muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri

tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang

berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior.

2. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare

tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks

melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal.

Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada

pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada

dekat rektum.

3. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan

kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus

kanan dapat terjadi.


12

4. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri

yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan

bawah.

5. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar.

6. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.

7. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.

Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus

atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai

mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada

lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan

kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda

(S. C. Smeltzer, 2017).

2.1.4 Diagnosa

Diagnosa appendicitis ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang sebagai

berikut (S. C. Smeltzer, 2017):

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk Apendisitis terdiri dari pemeriksaan

darah lengkap dan pemeriksaan protein reaktif. Pada pemeriksaan darah

lengkap yang dijadikan penanda untuk apendisitis akut adalah leukositosis dan

neutrofilia. Peningkatan sel darah putih lebih dari 10.000/ml menandakan

Apendisitis sederhana, sedangkan peningkatan lebih dari 18.000/ml

menandakan Apendisitis dengan perforasi. Peningkatan C-reactive protein

(CRP) biasanya terjadi pada Apendisitis yang gejalanya telah timbul lebih dari
13

12 jam. Dari kombinasi ketiga temuan tersebut dapat meningkatkan

sensitifitas diagnosis untuk Apendisitis akut sebesar 97%- 100% .

2. USG

Alat pencitraan yang paling sering digunakan sebagai penunjang

diagnosisi Apendisitis adalah USG, walaupun akurasinya lebih rendah

dibanding CT-Scan dan MRI. Ultrasonografi menjadi pilihan utama karena

penggunaanya yang mudah, murah, dan tidak invasif. Sayangnya tingkat

akurasi USG sangat bergantung pada operator dan alat yang digunakan. Faktor

lain yang mempengaruhi hasil USG adalah obesitas, gas dalam lengkungan

usus di depan apendiks, jumlah cairan inflamasi di sekitar apendiks, dan posis

dari apendiks.

3. CT-Scan

Pemeriksaan computed tomography (CT-Scan) pada dasarnya merupakan

pemeriksaan imaging yang paling diakui untuk membantu penegakan

diagnosis Apendisitis pada orang dewasa. Di Amerika CT-Scan digunakan

pada 86% pasien Apendisitis, dengan sensitifitas sebesar 92,3%. Namun

bahaya radiasi dan keterbatasan sarana merupakan masalah dari penggunaan

alat ini.

4. MRI

Penggunaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat mengurangi resiko

dari radiasi, namun tujuan khusus dan spesifisitasnya dalam mendiagnosis

akut abdomen masih dipertanyakan. Selain itu tidak semua rumah sakit di

dunia memiliki sarana yang memadai untuk MRI, dan penggunaanya yang
14

tidak bisa langsung merespon keadaan darurat menjadi kekurangan dari alat

ini.

5. Skor Alvarado

Saat ini telah banyak upaya yang dilakukan untuk dapat menegakkan

diagnosis Apendisitis, salah satunya adalah dengan sistem skor Alvarado.

Skor ini menggabungkan antara gejala, tanda, dan hasil laboratorium dari

pasien suspek apendisitis. Dibawah ini merupakan kriteria penilaian dari skor

Alvarado :

Tabel 2. 1 Skor Alvarado

No Temua Klinis Skor


1 Nyeri perut yang berpindah ke kuadran kanan bawah 1
2 Anoreksia 1
3 Mual dan muntah 1
4 Nyeri tekan pada perut kuadran kanan bawah 2
5 Nyeri lepas 1
6 Peningkatan suhu tubuh >37,2°C 1
7 Leukositosis (>10.000/ml) 2
8 Neutrofilia (>75%) 1
Total 10

Dari tabel diatas, jika skor Alvarado 6 menunjukkan risiko tinggi untuk

terjadinya Apendisitis sehingga dapat segera dilakukan penatalaksanaan

selanjutnya seperti apendiktomi (S. C. Smeltzer, 2017).

2.1.5 Patofisiologi

Peradangan pada apendiks dapat terjadi oleh adanya ulserasi dinding

mukosa atau obstruksi lumen (biasanya feses yang keras). Penyumbatan

pengeluaran secret mucus mengakibatkan perlengketan, infeksi dan terhambatnya

aliran darah. Dari keadaan hipoksia menyebabkaan gangren atau dapat terjadi
15

rupture dalam waktu 24-36 jam. Bila proses ini berlangsung terus menerus organ

disekitar apendiks akan megalami perlengketan dan akan menjadi abses (kronik).

Apabila proses infeksi sangat cepat (akut) dapat menyebabkan peritonitis.

Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius. Infeksi kronis dapat terjadi

pada apendiks, tetapi hal ini tidak menimbulkan nyeri didaerah abdomen.

Penyebab utama apendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat

disebabkan oleh hyperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,

adanya feses dalam lumen apendiks. Obstruksi apendiks menyebabkan mucus

yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin

banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa

dan peritoneum visceral. Oleh karena itu persyarafan appendiks sama dengan usus

yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar

umbilicus.

Mukus yang terkumpul lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah

kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,

peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum parietal setempat,

sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul allergen dan ini disebut

dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut pecah,

dinamakan apendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat

mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa local,

keadaan ini disebut apendisitis abses. Pada anak-anak karena omentum masih
16

pendek dan tipis, apendiks yang relative lebih panjang, dinding apendiks yang

lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian pada orang tua

karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat.

Bila apendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul

dikemudian hari maka terjadi apendisitis kronis (Dermawan & Rahayuningsih,

2012).

Fekalit, bolus ascaris, benda asing, dan jaringan parut

Obstruksi pada lumen appendiks

Ketidak seimbangan antara Migrasi bakteri dari colon


produksi dan ekskresi mucus ke appendiks
17

2.1.6 Komplikasi Appendicitis


18

Perforasi apendiks dan usus, peritonitis umum, abses apendiks,

tromboflebitis supuratif sistem portal, abses subfrenikus, sepsis, dan obstruksi

usus. Perforasi adalah pecahnya organ tubuh yang memiliki dinding atau

membran, dalam bagian ini, perforasi yang dimaksud adalah perforasi saluran

cerna (Mansjoer, 2014).

2.1.7 Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.

Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas

fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa

ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat

dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun

dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila

apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada

penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.

Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi

masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi

diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan

operasi atau tidak (S. C. Smeltzer, 2016).

2.2 Konsep Nyeri Akut


19

2.2.1 Pengertian

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal

yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat

bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik

dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada

fungsi ego seorang individu (Potter & Perry, 2015). Nyeri adalah pengalaman

sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan

yang aktual maupun potensial (S. Smeltzer & Bare, 2013).

Nyeri akut merupakan keadaan dimana individu mengalami dan

mengeluhkan ketidaknyamanan yang hebat dan sensasi yang tidak menyenangkan

selama satu detik hingga kurang dari 6 bulan (Carpenito, 2017). Nyeri akut

menurut SDKI adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2017)

2.2.2 Penyebab Nyeri Akut

Menurut SDKI (2017), penyebab nyeri akut adalah:

1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)

2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)

3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat

berat, prosedur persalinan, trauma, latihan fisik berlebihan)

2.2.3 Gelaja dan Tanda Nyeri Akut


20

1. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

a. Tampak meringis

b. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)

c. Gelisah

d. Frekuensi nadi meningkat

e. Sulit tidur

2. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

a. Tekanan darah meningkat

b. Pola napas berubah

c. Nafsu makan berubah

d. Proses berpikir terganggu

e. Menarik diri

f. Berfokus pada diri sendiri

g. Diaforesis

2.2.4 Kondisi Klinis Terkait

1. Kondisi pembedahan

2. Cedera traumatis
21

3. Infeksi

4. Sindrom koroner akut

5. Glaukoma

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

2.2.5 Skala Nyeri

Menurut (Latifin & Kusuma, 2014), jenis pengukuran nyeri adalah sebagai

berikut :

1. Skala Nyeri Deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun

dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari

“tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Petugas

menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih

intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Petugas juga menanyakan seberapa

jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling

tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan pasien memilih sebuah

kategori untuk mendeskripsikan nyeri

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Nyeri
nyeri Berat Berat Tidak
Terkontrol Terkontrol
Gambar 2. 2 Verbal Descriptor Scale (VDS)

2. Skala Identitas Nyeri Numeriks


22

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri

dengan menggunakan skala 0-10. Skala biasanya digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan

skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri
nyeri Hebat

Gambar 2. 3 Numerical Rating Scales (NRS)


3. Skala Analog Visual

Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) tidak menunjukkan

pembagian angka. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas

nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala

ini memberi pasien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.

VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena

pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa

memilih satu kata atau satu angka

Tidak Nyeri
nyeri Sangat
Hebat

Gambar 2. 4 Visual Analog Scale (VAS)


23

4. Skala Nyeri menurut Bourbanis

Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS,

yang memiliki 5 kategori dengan menggunakan skala 0-10. Kriteria nyeri

pada skala ini yaitu:

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,

memukul.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Nyeri


nyeri Sangat
Berat

Gambar 2. 5 Skala Bourbanis


5. Skala Wajah Wong-Baker

Digunakan pada pasien dewasa dan pasien >3 tahun yang tidak dapat

menggambarkan tingkat nyerinya dengan angka


24

Gambar 2. 6 Skala Wajah Wajah Wong Baker

2.3 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian Data

1. Data Subyektif

Data subyektif adalah persepsi dan sensasi pasien tentang masalah

kesehatan. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari hasil anamnese allo

dan auto anamnese. Data subyektif terdiri dari :

a. Biodata pasien

Pengkajian identitas klien berupa nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis

kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, tanggal masuk RS,

tanggal operasi, nomor medrec, diagnosa medis dan alamat

b. Pola Kesehatan Fungsional

1) Pola persepsi kesehatan / penanganan kesehatan

Pengumpulan data difokuskan pada laporan kesehatan pasien dan

kesejahteraan, manajemen kesehatan dan kepatuhan untuk menjaga

kesehatan.
25

a) Keluhan Utama

Klien yang mengalami apendisitis biasanya datang ke RS dengan

keluhan nyeri abdomen di kuadran kanan bawah. Pengkajian

nyeri pasien adalah sebagai berikut:

(1) Provoking Incident: peristiwa yang menjadi faktor presipitasi

nyeri.

(2) Quality of Pain: rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

pasien, seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

(3) Region : radiation, relief: rasa sakit bisa reda atau tidak, rasa

sakit menjalar atau menyebar atau tidak, dan lokasi rasa sakit

terjadi

(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang

dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau pasien

menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi

kemampuan fungsinya.

(5) Time: lama nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk atau

tidak pada malam hari atau siang hari

(Hidayat, 2015)

b) Riwayat Penyakit Sekarang RPS

Pasien datang ke RS dengan keluhan rasa nyeri di sekitar

epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri yang dirasakan

bersifat terus menerus, atau hilang timbul dalam waktu yang lama.
26

Keluhan yang menyertai biasanya pasien mengeluh rasa mual dan

muntah serta demam

c) Riwayat Penyakit Dahulu RPD

Mengkaji riwayat penyakit yang diderita oleh pasien yang

berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin

dapat dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita

pasien saat ini. Misalnya tanyakan apakah pasien sedang

menjalankan program diet atau memiliki kebiasaan makan

makanan rendah serat serta bagaimana kebiasaan eliminasi pasien

(Mardalena & Suyani, 2016)

d) Riwayat Penyakit Keluarga RPK

Pengkajian ini dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit

keturunan, kecenderungan alergi dalam satu keluarga, dan penyakit

menular akibat kontak langsung maupun kontak tidak langsung

antar anggota keluarga. Pada pengkajian ini apabila terdapat

penyakit keturunan maka dibuat genogram yang dituliskan dalam

tiga generasi sesuai dengan kebutuhan. Genogram ini dapat

menunjukkan garis anggota keluarga yang menderita penyakit

2) Pola Nutrisi/ Metabolisme

Pengumpulan data difokuskan pada pola konsumsi makanan dan cairan

relatif terhadap kebutuhan metabolik. Pengkajian pola nutrisi meliputi

intake nutrisi (frekuensi, jenis), intake cairan (frekuensi, jenis),

instruksi diet sebelumnya, nafsu makan apakah normal, meningkat,


27

atau menurun, keluhan lain seperti mual muntah, stomatitis, penurunan

sensasi kecap, kesulitan menelan, alergi makanan dan lain-lain

(Zakiyah, 2021) .

3) Pola Eliminasi

Pengumpulan data difokuskan pada pola ekskresi usus, kandung

kemih, kulit. masalah ekskretoris seperti inkontinensia, konstipasi,

diare, dan retensi urin. eliminasi alvi, pola BAB meliputi frekuensi dan

karakteristik, masalah BAB seperti konstipasi, diare, obstipasi,

inkontinensia alvi, jenis ostomi, alat bantu, obat, dan lain – lain,

eliminasi uri, pola bak : frekuensi karakteristik, masalah BAK seperti

disuria, inkontinensia uri, nokturia, oliguri, hematuri, poliuri, retensi

uri, alat bantu seperti katerisasi inwelling, katerisasi intermitten, dan

lain – lain (Zakiyah, 2021).

4) Pola Aktivitas – Latihan

Pengumpulan data difokuskan pada aktivitas kehidupan sehari-hari

yang membutuhkan pengeluaran energi, termasuk aktivitas perawatan

diri, olahraga, kegiatan rekreasi, pernapasan dan sistem kardiovaskuler.

1) Mobilitas/Aktivitas

Kemampuan perawatan diri, menggunakan alat bantu atau tidak,

jenis alat bantu yang digunakan apakah berupa walker, kruk, kursi

roda, dan keluhan saat beraktivitas.


28

Tabel 2. 2 Tabel Kemampuan Perawatan Diri

Jenis Kemampuan 0 1 2 3 4
Makan/minum
Berpakaian
Mandi
Toileting
Mobilisasi di tempat tidur
Berjalan
0: Mandiri

1: Dengan bantuan orang lain

2: Menggunakan alat bantu

3: Bantuan peralatan dan orang lain

4: Tidak mampu

2) Respirasi

Apakah ada masalah dengan pernafasan atau tidak, seperti sesak

nafas, batuk produktif, dan lain – lain.

3) Sirkulasi

Masalah dengan pernafasan, jantung berdebar, pucat, kelelahan,

dan lain – lain

5) Pola Istirahat Tidur

Penilaian difokuskan pada kebiasaan tidur, istirahat, dan relaksasi

seseorang. Pola tidur disfungsional, kelelahan, dan respons terhadap

kurang tidur. Kebiasaan tidur meliputi siang hari dan malam hari

jumlah berapa jam, yang dirasakan setelah bangun tidur apakah segar,

pusing, mengantuk, apakah ada masalah dengan tidur, insomnia

intermitten, insomnia terminal, insomnia initial, mimpi buruk, apakah

memerlukan alat bantu tidur, dan lain-lain.


29

6) Pola Kognitif Perseptual

Pengumpulan data difokuskan pada kemampuan berpikir, pengambilan

keputusan, sensasi nyeri dan penyelesaian masalah, orientasi tentang

tempat dan orang waktu, kesulitan dalam membuat kalimat, kehilangan

ingatan.

1) Kemampuan panca indra: apakah penglihatan normal/tidak,

pendengaran normal tidak, penciuman normal tidak

2) Kemampuan bicara : normal, gagap, afasia

3) Kemampuan memahami: baik, cukup, kurang

4) Nyeri : PQRST dan penatalaksanaan nyeri sebelumnya jika ada

5) Perubahan memori: normal/tidak

6) Orientasi tempat, waktu, orang : normal/disorientasi

7) Pola Presepsi – Diri / Konsep Diri

Pengumpulan data difokuskan pada sikap seseorang terhadap diri,

termasuk identitas, citra tubuh, dan rasa harga diri.

8) Pola Peran – Hubungan

Pengumpulan data difokuskan pada peran dalam keluarga dan

hubungan dengan orang lain.

9) Pola Seksualitas – Reproduksi

Pengumpulan data difokuskan pada kepuasan atau ketidakpuasan

seseorang dengan pola seksualitas dan fungsi reproduksi, dampak sakit

terhadap seksualitas, usia menarche, menstruasi terakhir, masalah

dalam menstruasi, hamil/tidak, penggunaan kontrasepsi.


30

10) Pola Koping – Toleransi Stres

Pengumpulan data difokuskan pada persepsi orang tentang stres dan

strategi penanggulangannya, sistem pendukung dan gejala stres,

metode koping yang biasa digunakan, faktor-faktor yang

mempengaruhi koping, efek penyakit terhadap tingkat stress,

penggunaan alkohol dan obat lain untuk mengatasi stres, dan keadaan

emosi sehari-hari

11) Pola Nilai – Kepercayaan

Pengumpulan data difokuskan pada nilai-nilai dan keyakinan

seseorang termasuk keyakinan spiritual, pengaruh agama dalam

kehidupan, kegiatan keagamaan selama sakit

(Zakiyah, 2021)

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum :

2) Kesadaran, GCS :

3) Tanda vital :

TD : …………… Nadi : ……………

Suhu : …………… RR : ……………

4) Secara khusus Chepalo – Caudal

a) Kepala: Kebersihan, Warna rambut, Rambut rontok, Jejas,

Hematom
31

b) Mata: Simetris, Konjungtiva Merah muda, Anemis, Hiperemi,

Pupil Isokhor/Anisokhor, Palpebra : Edema/Tidak, TIO

Normal/Meningkat

c) Hidung : Simetris, Sianosis, Epistaksis

d) Telinga: Simetris, Kebersihan, Gangguan pendengaran

e) Mulut: Mukosa bibir Lembab, Kering, Pecah-pecah, Simetris,

Sianosis, Stomatitis, Lidah Kotor/Bersih

f) Leher : Normal, Peningkatan tekanan vena jugularis, Pembesaran

kelenjar limfe, Pembesaran tiroid

g) Paru

a) Inspeksi : Bentuk thorak apakah simetris, Barrel cest, Pigeon

cest, Funnel cest, bentuk punggung apakah simetris, Lordosis,

Skoliosis, penggunaan otot bantu nafas, pola nafas apakah

reguler, takipnea, bradipnea, apnea, retraksi otot pernafasan

b) Palpasi: Ekspansi paru dekstra sinistra, vokal fremitus dekstra

sinistra

c) Perkusi : Sonor, Hipersonor, Pekak, Redup

d) Auskultasi : Vesikuler/ronkhi /wheezing/rales/amforik dekstra

sinistra

h) Jantung

a) Inspeksi : Ictus cordis

b) Palpasi : Thrill

c) Perkusi : Redup, Pekak


32

d) Auskultasi : S1 S2

i) Abdomen

a) Inspeksi : kesimetrisan, strie, spider navi

b) Auskultasi : Peristaltik usus berpa kali/menit

c) Palpasi : adanya nyeri tekan, hepatomegali, splenomegali,

pembesaran ginjal Skibala

d) Perkusi : timpani, hipertimpani, redup, nyeri ketuk pada ginjal,

shifting dullness, pekak

j) Ekstremitas : kekuatan otot dekstra sinistra

k) Syaraf: reflek fisiologis : bisep trisep, pronator, patella,

brakhioradialis, achilles, reflek patologi : babinski, gordon

chaddok, schaeffer openheim

l) Integumen: akral, turgor, CRT, luka

d. Data Penunjang

1) Laboratorium

a) Pemeriksaan laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan

apendisitis infiltrate

b) Pemeriksaan urine rutin penting dilakukan untuk melihat apakah

terdapat infeksi pada ginjal

c) Peningkatan leukosit, hingga sekitar 10.000–18.000/mm3. Jika

terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan

apendiks sudah mengalami perforasi (pecah)

2) Radiologi
33

a) Pemeriksaan USG untuk mengetahui adanya apendisitis dan

komplikasi yang ditimbulkannya, yaitu infiltrat, apendiks non

perforasi dan abses apendiks.

b) CT-Scan dilakukan untuk menentukan apakah apendiks

mengalami inflamasi. Diagnosis apendisitis dengan CT-scan

ditegakkan jika apendiks dilatasi lebih dari 5-7 mm pada

diameternya.

2.3.2 Analisis Data

Analisa data adalah penafsiran data ke dalam permasalahan atau diagnose

spesifik yang sudah diidentifikasi oleh perawat (Mubarak & Chayatin, 2012)

Diagnosa : nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme

otot sekunder akibat operasi/pembedahan

2.3.3 Penatalaksanaan

Analisa data merupakan kegiatan pengelompokkan dan

menginterpretasikan kelompok data itu serta mengkaitkannya untuk menarik

kesimpulan kemudian membandingkan dengan standar yang normal serta

menentukan masalah atau penyimpangan baik actual maupun potensial yang

merupakan suatu kesimpulan dengan demikian akan ditemukan masalahnya da

menentukan data subjektif dan objektif lain dibuat intervensinya (Mubarak, 2015).

Menurut SIKI dan SLKI (2019), intervensi nyeri akut (D.0077) adalah:

Tabel 2. 3 Intervensi Keperawatan Nyeri Akut


Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
34

Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


Hasil
(D.0077) asuhan keperawatan 1. Observasi
selama 3x24 jam a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan pasien durasi, frekuensi, kualitas,
akan menyatakan intensitas nyeri
redanya/berkurangn b. Identifikasi skala nyeri
ya nyeri. c. Identifikasi respon nyeri non
verbal
Tingkat Nyeri d. Identifikasi faktor yang
Menururn (L.08066) memperberat dan memperingan
Kriteria Hasil: nyeri
1. Tidak mengeluh e. Identifikasi pengetahuan dan
nyeri keyakinan tentang nyeri
2. Tidak meringis f. Identifikasi pengaruh budaya
3. Tidak bersikap terhadap respon nyeri
protektif g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
4. Tidak gelisah kualitas hidup
5. Kesulitan tidur h. Monitor keberhasilan terapi
menurun komplementer yang sudah
6. Frekuensi nadi diberikan
membaik i. Monitor efek samping
7. Melaporkan penggunaan analgetik
nyeri terkontrol 2. Terapeutik
8. Kemampuan a. Berikan teknik nonfarmakologis
mengenali onset untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
nyeri meningkat TENS, hypnosis, akupresur, terapi
9. Kemampuan musik, biofeedback, terapi pijat,
mengenali aroma terapi, teknik imajinasi
penyebab nyeri terbimbing, kompres
meningkat hangat/dingin, terapi bermain)
10. Kemampuan b. Kontrol lingkungan yang
menggunakan memperberat rasa nyeri (mis.
teknik non Suhu ruangan, pencahayaan,
farmakologis kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik
35

Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


Hasil
secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

2.3.4 Implementasi

Implementasi yang komprehensif merupakan pengeluaran dan perwujudan

dari rencana yang telah disusun pada tahap-tahap perencanaan dapat terealisasi

dengan baik apabila berdasarkan hakekat masalah, jenis tindakan atau

pelaksanaan bisa dikerjakan oleh perawat itu sendiri, kolaborasi sesama tim /

kesehatan lain dan rujukan dari profesi lain (Mubarak, 2015).

2.3.5 Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan, apakah benar-benar telah terpenuhi

sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi harus menjelaskan indikator keberhasilan

intervensi yang dilakukan oleh perawat sehingga pasien dapat menyatakan bahwa

nyeri berkurang atau teratasi, pasien dapat mengontrol nyeri, pasien menyatakan

rasa nyaman setelah nyeri berkurang (Mubarak, 2015).


BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang pendekatan yang digunakan dalam

menyelenggarakan studi kasus. Pada bab ini akan disajikan tentang 1) Desain

Penelitian, 2) Batasan Istilah, 3) Partisipan, 4), Lokasi dan Waktu Penelitian, 5)

Pengumpulan Data, 6) Uji Keabsahan Data, 7) Analisa Data, dan 8) Etika

Penelitian

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian yang

memungkinkan memaksimalkan suatu kontrol beberapa faktor yang biasa

mempengaruhi validity suatu hasil, selain itu desain riset juga berguna

sebagai petunjuk peneliti dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian

untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pernyataan (Nursalam,

2016).

Desain penelitian ini adalah Case Study yaitu meneliti suatu

permasalahan melalui studi kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal

disini dapat berarti satu orang, sekelompok penduduk yang terkena masalah.

Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi

faktor yang berhubungan dengan kasus itu sendiri, faktor yang

mempengaruhi, maupun kejadian yang muncul sehubungan dengan kasus

36
37

serta tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu perlakuan tertentu

(Notoatmodjo, 2016).

3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah dalam studi kasus dengan judul “Asuhan keperawatan

masalah nyeri akut pada pasien post operasi appendiktomi di RS Kamar

Medika Kota Mojokerto” adalah sebagai berikut:

1. Post op apendiktomi adalah kondisi dimana setelah dilakukan

pembedahan untuk mengangkat apendiks, pembedahan di indikasikan

bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan (Lubis, 2019).

2. Nyeri akut menurut SDKI adalah pengalaman sensorik atau emosional

yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan

onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang 3 bulan ( SDKI PPNI, 2017).

3.3 Partisipan

Partisipan merupakan objek yang akan diteliti dalam studi kasus yaitu

pasien post operasi appendiktomi dan atau keluarganya serta mengalami

masalah keperawatan nyeri akut pada sebelum dilakukan operasi. Jumlah

partisipan yang akan digunakan adalah 2 pasien atau 2 kasus dengan

karakteristik partisipan yang sama usia dewasa yaitu usia 26-55 tahun, hari

pertama post operasi, efek anestesi sudah hilang (8 jam post operasi).

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian


38

Penelitian ini dilakukan di RS Kamar Medika Kota Mojokerto dalam

rentang waktu bulan Maret 2022 sampai Agustus 2022. Asuhan diberikan

pada klien setelah dilakukan post operasi appendiktomi hingga masalah

nyeri teratasi.

3.5 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam studi kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Pengkajian: dilakukan melalui wawancara dengan klien atau keluarga

yang berisi tentang riwayat keperawatan yaitu data biografi, riwayat

kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan

keluarga, riwayat psikososial dan pola fungsi kesehatan.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik: data yang didapatkan dari hasil

pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi, palpasi, auskultasi dan

perkusi yaitu keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital dan

pemeriksaan fisik.

3. Studi dokumentasi: didapatkan dari hasil rekam medik klien berupa hasil

pemeriksaan diagnostik yaitu laboratorium (Nurarif & Kusuma, 2016).

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data informasi

yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Di

samping integritas peneliti, uji keabsahan data dilakukan dengan:

1. Memperpanjang waktu pengamatan/tindakan


39

2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber

data utama yaitu klien, perawat, dan keluarga yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti. Triangulasi sumber data adalah menggali

kebenaran informasi tertentu dengan menggunakan berbagai sumber

data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga

dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki

sudut pandang yang berbeda. Tentu masing-masing cara itu akan

menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan

memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai

fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan

keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.

3.7 Analisa Data

3.7.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi,

dan dokumen (WOD). Data yang telah dikumpulkan akan ditulis dalam

bentuk catatan lapang.

3.7.2 Mereduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk

itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu segera

dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
40

dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi

akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti

untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila

diperlukan (Sugiyono, 2016).

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dan dikelompokkan menjadi data subjektif dan data objektif

dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian

dibandingkan nilai normal.

3.7.3 Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan tabel dan teks naratif.

Kerahasiaan klien terjamin dengan mengaburkan identitas dari klien. Data

yang disajikan, kemudian dibahas dan dibandingkan dengan hasil

penelitian terdahulu, dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

3.7.4 Simpulan

Penarikan simpulan dilakukan dengan metode induksi. Metode induksi

yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang khusus yang diarahkan kepada

hal-hal yang umum untuk mengetahui jawaban dari permasalahan dalam

penelitian. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi selama penelitian

berlangsung, dengan melihat kembali reduksi data maupun pada penyajian

data. Sehingga kesimpulan tersebut merupakan jawaban dari rumusan masalah

dan tidak menyimpang dari permasalahan penelitian, yaitu asuhan

keperawatan nyeri akut pada pasien post operasi appendiktomi.


41

3.8 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapat rekomendasi dari

STIKES Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto serta mengajukan

permohonan kepada untuk mendapatkan persetujuan dilakukan penelitian.

Setelah membuat persetujuan, selanjutnya penelitian dilakukan dengan

menekankan etika penelitian yaitu:

3.8.1 Informed concent (Persetujuan Tindakan)

Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Tujuan informed concent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan

penelitian, mengetahui dampaknya.

3.8.2 Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan

atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

disajikan.

3.8.3 Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya


42

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil riset

(A. A. A. Hidayat, 2012).


43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti mereview hasil dan pembahasan kasus nyeri akut pada

pasien post appendiktomi di Melati RS Kamar Medika Kota Mojokerto.

Selanjutnya akan diuraikan hasil dan pembahasan mengenai data umum data

khusus tentang asuhan keperawatan pada klien post operasi appendicitis diruangan

Melati di RS Kamar Medika Kota Mojokerto.

1.6 Hasil

1.6.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS Kamar Medika Kota Mojokerto yang

terletak di Jl. Empunala, Kabupaten Sidoarjo. Fasilitas yang tersedia antara lain:

intalasi rawat jalan, instalasi farmasi, ruang rawat inap, fisioterapi, dan UGD 24

jam. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data dari kasus dari praktek

keperawatan medical bedah II di ruang Melati. Ruangan Melati adalah ruangan

yang dikhususkan merawat klien laki-laki kasus bedah dan non bedah. Kasus

yang dirawat meliputi kasus klien appendicitis hari post operasi appendiktomy.

Pada sub-sub ini akan dijelaskan sebagai berikut:


44

1.6.2 Pengkajian

1. Biodata Pasien

Nama : Tn. R

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 47 Tahun

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMA

Alamat : Magersari Jl Apel

Diagnosa Medis : Appendicitis akut

Nomor Register : 70 XX XX

Tanggal MRS : 27 Juni 2022

Tanggal Pengkajian : 27 Juni 2022

2. Riwayat Penyakit

Tabel 4. 1 Riwayat Penyakit

Pengkajian Klien 1 Klien 2


Keluhan utama Nyeri pada perut kanan Nyeri perut sebelah
bawah kanan
Riwayat Penyakit Klien mengatakan Klien mengatakan
Sekarang nyeri pada perut bagian datang dari IGD pada
kanan bawah sejak 2 tanggal 6 juli 2022
hari sebelum ke rumah kemudian masuk ke
sakit, lalu klien dibawa ruang Melati jam
ke rumah sakit pada 16.00 klien
tanggal 27 Juni 2022 mengatakan nyeri
dan dirawat di ruang perut kanan sejak 4
IGD lalu dibawa ke hari yang lalu, klien
45

Pengkajian Klien 1 Klien 2


ruang Melati. Klien tidak mengeluh
mengatakan mual dan adanya mual muntah.
muntah pada saat P: nyeri karena luka
pertama masuk rumah post op,
sakit. Q:nyeri seperti
P:nyeri karena luka disayat - sayat,
post operasi, R:nyeri dibagian
Q:nyeri seperti disayat perut kanan bawah,
- sayat, S: skala nyeri 6 dari
R:nyeri dibagian perut raut muka klien,
kanan bawah, T: nyeri hilang timbul
S: skala nyeri 5 dilihat terutama saat
dari raut muka klien , bergerak
T:nyeri hilang timbul
terutama saat bergerak
Riwayat penyakit Klien mengatakan Klien mengatakan
dahulu tidak pernah menderita tidak pernah
suatu penyakit yang menderita suatu
berat. Klien penyakit yang berat.
mengatakan tidak Klien mengatakan
pernah menjalani tidak pernah
Tindakan operasi menjalani Tindakan
sebelumnya operasi sebelumnya
Riwayat penyakit Klien mengatakan Klien mengatakan
keluarga Keluarga tidak ada Keluarga tidak ada
yang memiliki yang memiliki
kelainan/kecacatan dan kelainan/kecacatan
menderita dan menderita
suatu penyakit yang suatu penyakit yang
berat. berat.

3. Perubahan Pola Fungsional Kesehatan

Tabel 4. 2 Perubahan Pola Fungsional Kesehatan Klien di RS Kamar


Medika Kota Mojokerto Tahun 2022

No Pola Klien 1 Klien2


Fungsional
1. Pola Nutrisi/ Sebelum sakit : Klien Sebelum sakit : Klien
Metabolisme mengatakan makan 3x mengatakan sebelum sakit
sehari dan menghabiskan 1 makan 3x sehari dan
porsi dengan menggunakan menghabiskan 1 porsi
lauk pauk, nasi dan sayur. dengan menggunakan lauk
46

No Pola Klien 1 Klien2


Fungsional
Minum kurang lebih 5 pauk, nasi dan sayur.
gelas perhari Minum kurang lebih 6-7
gelas perhari
Selama sakit : Klien Selama sakit : Klien
mengatakan mengatakan tidak ada
menghabiskan ½ porsi masalah dalam nafsu
makanan karena mual makannya
muntah minum kurang
lebih 4 gelas dalam sehari
2. Pola Eliminasi Sebelum sakit : Klien Sebelum sakit : Klien
mengatakan BAB 1x mengatakan BAB 1x
dalam sehari konsistensi dalam sehari konsistensi
lembek, warna kuning, lembek, warna kuning,
bau khas. BAK kurang bau khas. BAK kurang
lebih lebih 4-6x dalam lebih lebih 4-7x dalam
sehari, warna kuning sehari, warna kuning
jernih, bau khas. jernih, bau khas.

Selama sakit : Klien Selama sakit : Klien


mengatakan belum BAB mengatakan belum BAB
selama sakit. BAK kurang selama sakit. BAK
lebih 3-5 dalam sehari, kurang lebih 3-6 dalam
warna kuning jernih, bau sehari, warna kuning
khas. jernih, bau khas.
3. Pola Aktivitas Sebelum Sakit : Klien Sebelum Sakit : Klien
dan Latihan mengatakan aktivitasnya mengatakan aktivitasnya
dilakukan secara mandiri dilakukan secara mandiri
Selama Sakit : Klien hanya Selama Sakit : Klien hanya
bedrest, hanya melakukan bedrest, hanya melakukan
mobbilisasi dini post mobbilisasi dini post
operasi, miring kiri kanan, operasi, miring kiri kanan,
duduk, belum berjalan duduk, belum berjalan

4. Pola Istirahat Sebelum sakit : Klien Sebelum sakit : Klien


Tidur mengatakan tidur kurang mengatakan tidur kurang
lebih 7-8 jam dalam lebih 6-7 jam dalam
sehari, tidak ada sehari, tidak ada
gangguan dalam pola gangguan dalam pola
istirahat tidur. istirahat tidur.
47

No Pola Klien 1 Klien2


Fungsional

Selama sakit : Klien Selama sakit : Klien


mengatakan tidur hanya mengatakan tidur hanya 5-
4-5 jam 6 jam
5. Pola Kognitif Sebelum sakit : Sebelum sakit :
perseptual Kemampuan penglihatan Kemampuan penglihatan
normal ketika melihat normal ketika melihat
dengan pandangan 3m, dengan pandangan 3m,
Kemampuan penciuman Kemampuan penciuman
dan pengecap normal bisa dan pengecap normal bisa
membedakan pada membedakan pada
makanan bau khas dan makanan bau khas dan
rasa manis,asin,pahit dan rasa manis,asin,pahit dan
hambar, tidak ada masalah hambar, tidak ada
terhadap sensori masalah terhadap sensori
perseptual ataupun perseptual ataupun
perubahan memori, pasien perubahan memori,
tidak mengeluh nyeri. pasien tidak mengeluh
nyeri.
Selama sakit : Kemampuan
penglihatan normal ketika Selama sakit :
melihat dengan pandangan Kemampuan penglihatan
3m, kemampuan normal ketika melihat
penciuman dan pengecap dengan pandangan 3m,
normal bisa membedakan kemampuan penciuman
pada makanan bau khas dan pengecap normal
dan rasa manis,asin,pahit bisa membedakan pada
dan hambar, tidak ada makanan bau khas dan
masalah terhadap sensori rasa manis,asin,pahit dan
perseptual ataupun hambar, tidak ada
perubahan memori, klien masalah terhadap sensori
merasakan nyeri pada perut perseptual ataupun
kanan bawah, klien perubahan memori, klien
mengetahui penyakit yang merasakan nyeri pada
dialaminya akan segera perut kanan bawah, klien
sembuh dengan dilakukan mengetahui penyakit
pengobatan medis yang yang dialaminya akan
sudah didapatkannya. segera sembuh dengan
dilakukan pengobatan
medis yang sudah
48

No Pola Klien 1 Klien2


Fungsional
didapatkannya.
6. Pola Persepsi Sebelum Sakit : Sebelum Sakit :
– Diri / Klien mengatakan tidak Klien mengatakan tidak
Konsep Diri ada masalah dari dirinya ada masalah dari dirinya
sendiri dalam mencakup sendiri dalam mencakup
(pikiran, perasaan dan (pikiran, perasaan dan
persepsi) karena persepsi) karena
keluarganya selalu ada keluarganya selalu ada
dan mendampingi, (harga dan mendampingi, (harga
diri tentang keseluruhan diri tentang keseluruhan
dirinya) selalu percaya dirinya) selalu percaya
apa yang dia lakukan apa yang dia lakukan
sudah sesuai dengan sudah sesuai dengan
kewajiban pada dirinya kewajiban pada dirinya
dan keluarganya, (peran dan keluarganya, (peran
diri) sebagai kepala diri) sebagai kepala
keluarga yang mencari keluarga yang mencari
nafkah. nafkah.

Selama sakit : Selama sakit :


Klien cemas tentang Klien cemas tentang
penyakitnya, pasien penyakitnya, pasien
percaya diri, pasien percaya diri, pasien
berharap penyakitnya berharap penyakitnya
segera sembuh dengan segera sembuh dengan
pengobatan medis pengobatan medis
7. Pola Peran - Sebelum Sakit : Sebelum Sakit :
Hubungan Klien mengatakan tinggal Klien mengatakan tinggal
dengan istri dan anaknya dengan istri dan anaknya

Selama Sakit : Selama Sakit :


Interaksi dengan keluarga, Interaksi dengan keluarga,
lingkungan tidak lingkungan tidak
mengalami gangguan mengalami gangguan
8. Pola Sebelum Sakit : Sebelum Sakit :
Seksualitas - Tidak terkaji Tidak terkaji
Reproduksi
Selama Sakit : Selama Sakit :
Tidak terkaji Tidak terkaji

9. Pola Koping – Sebelum Sakit : Klien Sebelum Sakit : Klien


49

No Pola Klien 1 Klien2


Fungsional
Toleransi mengatakan keluarganya mengatakan keluarganya
Stress tetap mendukung dengan tetap mendukung dengan
baik baik

Selama Sakit : Selama Selama Sakit : Selama


pasien sakit keluarganya pasien sakit keluarganya
tetap mendukung dengan tetap mendukung dengan
baik baik
10. Pola Nilai Sebelum Sakit : Klien Sebelum Sakit : Klien
Kepercayaan melaksanakan ibadah melaksanakan ibadah
dengan baik. dengan baik.

Selama Sakit : Selama Sakit : Klien tetap


Klien tetap melaksanakan melaksanakan ibadah
ibadah sesuai sesuai kemampuannya.
kemampuannya.

4. Pemeriksaan Fisik

Tabel 4. 3 Hasil Pemeriksaan Fisik Klien di RS Kamar Medika Kota


Mojokerto Tahun 2022

Pemeriksaan Klien 1 Klien 2


Keadaan umum Sedang Sedang
Tampak terpasang infus Tampak terpasang infus
RL pada tangan sebelah RL pada tangan sebelah
kiri kiri
Kesadaran Compos Mentis GCS : Compos Mentis GCS :
E4 M6 V5 E4 M6 V5
Tanda-tanda vital TD : 130/90 mmHg TD : 110/80 mmHg
Nadi : 98x/menit Nadi : 84x/menit
Suhu : 36,6oC Suhu : 36,5oC
RR: 20x/menit RR: 18x/menit
Kenyamanan/nyeri klien mengatakan nyeri klien mengatakan nyeri
karena luka post karena luka post
operasi, seperti di sayat operasi, seperti di sayat
sayat, klien mengatakan sayat, klien mengatakan
nyeri dirasa dibagian nyeri dirasa dibagian
perut bawah, klien perut bawah, klien
mengatakan nyeri hilang mengatakan nyeri
50

Pemeriksaan Klien 1 Klien 2


timbul terutama saat hilang timbul terutama
bergerak saat bergerak
Skala nyeri : 5 Skala nyeri : 6
Status Fungsional/ Nilai skor : 10 Nilai skor : 20
Aktivitas dan Kategori ketergantungan Kategori
Mobilisasi : mandiri ketergantungan
Barthel Indeks : sedang
Pemeriksaan kepala Bentuk kepala Klien Bentuk kepala Klien
Rambut oval, tidak ditemukan bulat, tidak ditemukan
adanya penonjolan pada adanya penonjolan pada
tulang kepala Klien, tulang kepala Klien,
fingerprint di tengah kulit kepalabersih,
frontal terhidrasi, kulit penyebaranrambut
kepala merata, warna
bersih,penyebaran hitam
rambut merata, warna ,tidak bercabang.
hitam, tidak mudah
patah, tidak bercabang.
Mata Mata lengkap dan Mata lengkap dan
simetris kanan dan kiri, simetris kanan dan kiri
tidak ada tidak ada
pembengkakan pada pembengkakan pada
kelopak mata, sclera kelopak mata, sclera
putih, konjungtiva tidak putih, konjungtiva
anemia, palpebra tidak merah muda, palpebra
ada edema, kornea tidak ada edema, kornea
jernih, reflek +, pupil jernih, reflek +, pupil
isokor isokor
Hidung Tidak ada pernafasan Tidak ada pernafasan
cuping hidung, posisi cuping hidung, posisi
septum nasi di tengah, septum nasi di tengah,
tidak ada secret atau tidak ada secret atau
sumbatan pada lubang sumbatan pada lubang
hidung, ketajaman hidung,ketajaman
penciuman normal, dan penciuman normal, dan
tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Rongga mulut Bibir berwarna merah Bibir berwarna hitam,
muda, lidah berwarna lidah berwarna merah
merah muda, mukosa muda, mukosa lembab,
lembab, tonsil tidak tonsil tidak membesar.
membesar
Telinga Telinga simetris kanan Telinga simetris kanan
dan kiri, ukuran sedang, dan kiri, ukuran sedang,
kanalis telinga bersih kanalis telinga bersih
51

Pemeriksaan Klien 1 Klien 2


kanan dan kiri, tidak ada kanan dan kiri, tidak
benda asing dan bersih ada benda asing dan
pada lubang telinga, bersih pada lubang
Klien dapat mendengar telinga.
suara gesekan jari.
Pemeriksaan Leher Tidak ada lesi jaringan Tidak ada lesi jaringan
parut, tidak ada parut, tidak ada
pembengkakan kelenjar pembengkakan kelenjar
tiroid, Tidak tiroid, Tidak
teraba teraba adanya massa
adanya massa di di area leher, tidak ada
area teraba pembesaran
leher, tidak ada teraba kelenjar tiroid, tidak
pembesaran kelenjar ada teraba pembesaran
tiroid, tidak ada teraba kelenjar limfe
pembesaran kelenjar
limfe
Pemeriksaan thorak: Tidak ada sesak, tidak Tidak ada sesak, tidak
Sistem Pernafasan ada batuk. ada batuk.
Bentuk dada simetris, Bentuk dada simetris,
pola nafas cepat, frekuensi16x/menit,
frekuensi 22x/menit, irama nafas teratur,
tidak ada pernafasan pola nafas normal, tidak
cuping hidung, tidak ada pernafasan cuping
ada otot bantu nafas. hidung, tidak ada otot
bantu nafas, tidak ada
alat bantu nafas.

Pemeriksaan Tidak ada nyeri dada, Tidak ada nyeri dada,


Jantung: Sistem CRT < 2 detik, ujung CRT < 2 detik, ujung
Kardiovaskuler jari tidak tabuh. Bunyi jari tidak tabuh. Ictus
jantung I terdengar lup cordis tidak tampak,
dan bunyi jantung II ictus cordis teraba di
terdengar dup. Tidak Bunyi jantung I
ada bunyi jantungterdengar lup dan bunyi
tambahan jantung II terdengar
dup. Tidak ada bunyi
jantung
tambahan.
Pemeriksaan sistem BB : 55 kg TB : 150 cm BB : 57 kg TB : 160 cm
pencernaan dan IMT : 24,4 (kategori : IMT : 22,26 (kategori
status nutrisi berlebih), Klien BAB 1x : normal), Klien BAB
selama sakit, jenis diet 1x sehari, jenis diet
52

Pemeriksaan Klien 1 Klien 2


tinggi kalori tinggi lunak (bubur), nafsu
protein (TKTP), nafsu makan menurun
makan baik dengan dengan frekuensi 3x
frekuensi 3x sehari, sehari, porsi makan
porsi makan habis. tidak habis.
Abdomen Bentuk abdomen datar, Bentuk abdomen datar,
tampak luka jahitan di tampak luka jahitan di
kuadran kanan bawah, kuadran kanan bawah,
peristaltic usus 8x /menit peristaltic usus 8x /menit
terdengar lambat, Tidak terdengar lambat, Tidak
ada pembesaran hepar, ada pembesaran hepar,
tidak ada acites, suara tidak ada acites, suara
abdomen tympani abdomen tympani

Sistem Persyarafan Status memori panjang, Status memori panjang,


perhatian dapat perhatian dapat
mengulang, bahasa baik, mengulang, bahasa
dapat berorientasi pada baik, dapat berorientasi
orang, tempat dan pada orang, tempat dan
waktu, tidak ada waktu, ada keluhan
keluhan pusing, pusing, istirahat
istirahat tidur 5-6 tidur 8
jam/hari, sering jam/hari. klien sering
terbangun saat nyeri, terbangun di malam
saat ingin berkemih. hari.

Sistem Perkemihan Bersih, tidak ada Bersih, tidak ada


keluhan berkemih. keluhan berkemih.
Produksi urine Produksi urine
± 900 ml/hari, warna ± 1000 ml/hari, warna
kuning jernih dan bau kuning dan bau khas.
khas.
53

Pemeriksaan Klien 1 Klien 2


Sistem Pergerakan sendi bebas, Pergerakan sendi bebas,
Muskuloskeletal dan otot simetris kanan dan otot simetris kanan dan
Integumen kiri. kiri.
Pada pemeriksaan Pada pemeriksaan
tangan kanan, tangan tangan kanan, tangan
kiri dan kaki kanan, kiri dan kaki kanan,
kaki kiri didapatkan kaki kiri didapatkan
kekuatan otot 5. kekuatan otot 5.

5 5 5 5

5 5 5 5

Penilaian edema tidak Penilaian edema tidak


ada edema ekstremitas ada edema ekstremitas
dan tidak ada pitting dan tidak ada pitting
edema. edema.
Tidak terdapat Tidak terdapat
peradangan dan ruam peradangan dan ruam
pada kulit. pada kulit.
Sistem Endokrin Tidak ada Tidak ada pembesaran
pembesaran pada pada kelenjar tiroid,
kelenjar tiroid, tidak tidak terdapat
terdapat pembesaran pembesaran pada
pada kelenjar getah kelenjar getah bening
bening bagian leher. bagian leher. Tidak
Tidak terdapat terdapat hipoglikemia
hipoglikemia dan dan hiperglikemia.
hiperglikemia. Tidak Tidak terdapat riwayat
terdapat riwayat luka luka sebelumnya dan
sebelumnya dan tidak tidak
terdapat riwayat Terdapat riwayat
amputasi sebelumnya. amputasi sebelumnya.

Seksualitas dan tidak ada benjolan tidak ada benjolan


Reproduksi pada axilla dan pada axilla dan
clavikula. clavikula.
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
pada prostat pada prostat
Keamanan Total penilaian risiko Total penilaian risiko
Lingkungan Klien jatuh dengan skala Klien jatuh dengan
morse adalah 0 skala morse adalah 15
(kategori: rendah) (kategori: rendah)
54

5. Pemeriksaan Penunjang.

Tabel 4. 4 Hasil Pemeriksaan Penunjang Klien di RS Kamar Medika


Kota Mojokerto Tahun 2022

Pemeriksaan Klien 1 Klien 2


Penunjang
Laboratorium Hematologi Lengkap Hematologi Lengkap
Hemoglobin: 13.9 Leukosit: 12.08 10^3/uL
g/dL (4.00 - 10.00)
(13.0 – 18.0) Neutrophil 89.5 10^3/uL
Leukosit: 8.7 Limfosit 5.5 10^3/uL
10^3/uL
(4.00 - 10.00)
Eritrosit: 4.87
10^6/uL
(4.50 – 6.20)
Hematokrit: 40 %
(40.0 –
54.0)
Trombosit: 278
10^3/uL (150 - 450)

6. Pengobatan

Tabel 4. 5 Hasil Penatalaksanaan Terapi Klien dengan appendicitis di


RS Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2022

Klien 1 Klien 2
Antasida 3x1 (Oral) Ceftriaxon 2x1 gr
Ranitidine 150 Mg 2x1 (IV) Ketorolac 3x30 mg
Ceftriaxon 2x1 gr
Ketorolac 3x30 mg
55

1.6.3 Analisa Data

Tabel 4. 6 Diagnosa Keperawatan Post Operasi Klien Dengan


Appendicitis di RS Kamar Medika Kota Mojokerto
Tahun 2022

Pengkajian Etiologi Masalah


Klien 1
Ds: Obstruksi pada lumen Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri appendiks berhubungan
perut bagian kanan bawah ↓ dengan agen
P : klien mengatakan Ketidakseimbangan pencedera fisik
nyeri karena luka antara produksi dan (Prosedur
post operasi ekskresi mucus Operasi)
Q : klien mengatakan ↓
nyeri seperti disayat Peningkatan tekanan
- sayat intra lumen
R : klien mengatakan ↓
nyeri dibagian perut Edema dan ulserasi
kanan bawah mukosa appendiks
S : skala nyeri 5 dilihat ↓
dari raut muka klien Nyeri akut
T : nyeri hilang timbul
terutama saat
bergerak

Do:
- Klien tampak
meringis kesakitan
- KU : Sedang
- TD : 130/90 mmHg
- Nadi:98x/menit
- Suhu : 36,8oC
- RR: 20x/menit
- Gangguan tidur
- Tampak luka jahitan
operasi di abdomen
kuadran kanan bawah

Klien 2
Ds: Obstruksi pada lumen Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri appendiks berhubungan
perut sebelah kanan ↓ dengan agen
bawah Ketidakseimbangan pencedera fisik
56

Pengkajian Etiologi Masalah


P : klien mengatakan antara produksi dan (Prosedur
nyeri karena luka ekskresi mucus Operasi)
post operasi ↓
Q : klien mengatakan Peningkatan tekanan
nyeri seperti disayat intra lumen
- sayat ↓
R : klien mengatakan Edema dan ulserasi
nyeri dibagian perut mukosa appendiks
kanan bawah ↓
S : skala nyeri 6 dilihat Nyeri akut
dari raut muka klien
T : nyeri hilang timbul
terutama saat
bergerak

Do:
- Klien tampak
meringis kesakitan
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi : 84x/menit
- Suhu:36,5 oC
- RR: 18x/menit
- Nafsu makan menurun
- Tampak luka jatihan
operasi di abdomen
kuadran kanan bawah

1.6.4 Diagnosa Keperawatan

Tabel 4. 7 Diagnosa Keperawatan Post Operasi Klien Dengan


Appendicitis di RS Kamar Medika Kota Mojokerto Tahun 2022

Klien 1 Klien 2

Hari/ Diagnosa Hari/ Diagnosa


Tanggal Keperawatan (Kode Tanggal Keperawatan
ditemukan SDKI) ditemukan (Kode SDKI)
28 Juni Nyeri akut b.d Agen 8 Juli 2022 Nyeri akut b.d Agen
2022 pencedera fisik pencedera fisik
(Prosedur operasi) (Prosedur operasi)
(D.0077) ditandai (D.0077) ditandai
dengan: dengan :
a. Subjektif : c. Subjektif :
57

Klien mengatakan Klien mengatakan


nyeri perut bagian nyeri perut sebelah
kanan bawah kanan bawah
P : nyeri saat P : nyeri saat bergerak
bergerak Q : nyeri seperti
Q : nyeri seperti disayat sayat
disayat sayat R : nyeri dibagian
R : nyeri dibagian perut kanan bawah
perut kanan S : skala nyeri 6
bawah dilihat dari raut
S : skala nyeri 5 muka klien
dilihat dari raut T : nyeri hilang
muka klien timbul
T : nyeri hilang d. Objektif :
timbul - Klien tampak meringis
b. Objektif : kesakitan
- Klien tampak meringis - KU : Sedang, kesadaran
kesakitan compos mentis
- KU : Sedang, - TD : 110/80
kesadaran compos mmHg
mentis - Nadi :84x/menit
- TD : 130/90 - Suhu : 36,5oC
mmHg - RR:18x/menit
- Nadi :98x/menit
- Suhu : 36,8oC
- RR:20x/menit

1.6.5 Perencanaan

Tabel 4. 8 Perencanaan asuhan keperawatan klien Post Operasi


Appendiktomi Pada Klien 1 dam 2 di RS Kamar Medika Kota Mojokerto
Tahun 2022
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan agen tingkat nyeri (L.08066) 3.1 Identifikasi lokasi , karakteristik,
pencedera fisik menurun dengan durasi, frekuensi, kulaitas nyeri,
(Prosedur operasi) Kriteria Hasil : intensitas nyeri, skala nyeri.
(D.0077) 1. Keluhan nyeri 3.2 Identifikasi respon nyeri non
menurun. verbal.
2. Meringis menurun. 3.3 Identivikasi factor yang
3. Kesulitan tidur memperberat dan memperingan
menurun nyeri.
4. Nafsu makan Terapeutik
membaik 3.4 Berikan teknik non farmakologis
58

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
5. Sikap protektif untuk mengurangi rasa nyeri.
menurun. 3.5 Kontrol lingkungan yang
6. Frekuensi nadi memperberat rasa nyeri.
membaik 3.6 Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi
3.7 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
3.8 Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.9 Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
3.10 Kolaborasi pemberian analgetik
bila perlu

1.6.6 Pelaksanaan

Tabel 4. 9 Implementasi keperawatan Klien 1 dengan Post Operasi


Appendiktomi di RS Kamar Medika Kota Mojokerto
Tahun 2022

Waktu Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Evaluasi


Hari 1 Melakukan Pengkajian DS :
27 Juni 2022 1.1 Mengidentifikasi lokasi, - Klien mengatakan nyeri
15.00 WIB karakteristik,durasi, perut bagian kanan
frekuensi, kualitas, bawah
intensitas nyeri - Klien mengatakan faham
1.2 Mengidentifikasi respon diajarkan teknik nafas
nyeri non verbal. dalam
1.3 Mengidentivikasi factor - P : nyeri karena luka post
yang memperberatdan operasi.
memperingan nyeri. - Q : nyeri seperti disayat
1.4 Memberikan teknik non - sayat.
farmakologisuntuk - R : nyeri di bagian perut
mengurangi rasa nyeri. kanan bawah.
1.5 Mengajarkan teknik non - S : skala nyeri 5 dilihat
farmakologisuntuk dari raut muka klien
mengurangi rasa nyeri . - T : nyeri hilang terutama
saat bergerak
DO :
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak meringis
59

kesakitan
- Klien mencoba
mempraktekkan teknik
nafas dalam
- Klien tampak kesulitan
tidur
- TD : 130/90 mmHg
- Nadi : 98x/menit
- Suhu :36,8 oC
- RR : 20x/menit
Hari 2 2.1 Mengidentifikasi lokasi , DS :
28 Juni 2022 karakteristik,durasi, - Klien mengatakan nyeri
20.00 frekuensi, kulaitas nyeri, perut bagian kanan
intensitas nyeri, skala bawah sedikit berkurang
nyeri. - Klien mengatakan faham
2.2 Mengidentifikasi respon diajarkan teknik nafas
nyeri non verbal. dalam
2.3 Memberikan teknik non - P : nyeri karena luka post
farmakologisuntuk operasi sedikit
mengurangi rasa nyeri. berkurang.
2.4 Mengajarkan teknik non - Q : nyeri seperti disayat
farmakologisuntuk – sayat sedikit berkurang.
mengurangi rasa nyeri. - R : nyeri di bagian perut
kanan bawah sedikit
berkurang.
- S : skala nyeri 3 dilihat
dari raut muka klien
- T : nyeri hilang terutama
saat bergerak sedikit
berkurang
DO :
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak meringis
- Klien mencoba
mempraktekkan teknik
nafas dalam
- Klien tampak sudah bisa
tidur
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 85x/menit
- Suhu : 36,6 oC
- RR : 20x/menit
Hari 3 a. Mengidentifikasi lokasi , DS:
29 Juni 2022 karakteristik,durasi, frekuensi, - Klien mengatakan nyeri
10.10 kulaitas nyeri, intensitas perut bagian kanan bawah
60

nyeri, skala nyeri. sudah berkurang


- Klien mengatakan faham
diajarkan teknik nafas
dalam
- P : nyeri karena luka post
operasi sudah berkurang.
- Q : nyeri seperti disayat –
sayat sudah berkurang.
- R : nyeri di bagian perut
kanan bawah sudah
berkurang.
- S : skala nyeri 1 dilihat dari
raut muka klien
-T : nyeri hilang terutama
saat bergerak sudah
berkurang
DO:
- Klien tampak rilex
- Klien tampak berbaring
saja ditempat tidur
- Klien tampak tidur dengan
normal
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Suhu : 36,6 oC
- RR : 20x/menit

Tabel 4. 10 Implementasi keperawatan Klien 2 dengan Post Operasi


Appendiktomi di RS Kamar Medika Kota Mojokerto
Tahun 2022

Waktu Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Evaluasi


Hari 1 Melakukan Pengkajian DS:
6 Juli 2022 1.1 Mengidentifikasi lokasi,
15.00 WIB karakteristik,durasi, - Klien mengatakan nyeri
frekuensi, kualitas, perut sebelah kanan bawah
intensitas nyeri - P : klien mengatakan nyeri
1.2 Mengidentifikasi respon karena luka post operasi
nyeri non verbal. - Q : klien mengatakan
1.3 Mengidentivikasi factor nyeri seperti disayat -
yang memperberat dan sayat
memperingan nyeri. - R : klien mengatakan
1.4 Memberikan teknik non nyeri dibagian perut kanan
farmakologis untuk bawah
mengurangi rasa nyeri. - S : skala nyeri 6 dilihat
61

Waktu Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Evaluasi


1.5 Mengajarkan teknik non dari raut muka klien
farmakologisuntuk - T : nyeri hilang timbul
mengurangi rasa nyeri terutama saat bergerak
1.6 Melakukan kolaborasi
pemberian obat. DO:
- Klien tampak meringis
kesakitan
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi : 84x/menit
- Suhu:36,5 oC
- RR: 18x/menit
- Nafsu makan menurun
- Terdapat luka jahitan
operasi di abdomen
kuadran kanan bawah
Hari 2 1.1 Mengidentifikasi lokasi , DS:
7 Juli 2022 karakteristik,durasi, - Klien mengatakan nyeri
20.00 WIB frekuensi, kulaitas nyeri, perut sebelah kanan bawah
intensitas nyeri, skala sedikit berkurang
nyeri. - P : klien mengatakan nyeri
1.2 Mengidentifikasi respon karena luka post operasi
nyeri non verbal. sedikit berkurang
1.3 Memberikan teknik non - Q : klien mengatakan nyeri
farmakologisuntuk seperti disayat - sayat
mengurangi rasa nyeri. sedikit berkurang
1.4 Mengajarkan teknik non - R : klien mengatakan nyeri
farmakologisuntuk dibagian perut kanan
mengurangi rasa nyeri. bawah sedikit berkurang
- S : skala nyeri 4 dilihat
dari raut muka klien
- T : nyeri hilang timbul
terutama saat bergerak
sedikit berkurang
DO:
- Klien tampak meringis
kesakitan
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi :80x/menit
- Suhu : 36,6oC
- RR:20x/menit
- Nafsu makan sedikit
meningkat
62

Waktu Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Evaluasi


Hari 3 1.1 Mengidentifikasi lokasi , DS:
8 Juli 2022 karakteristik,durasi, - Klien mengatakan nyeri
10.10 WIB frekuensi, kulaitas nyeri, perut sebelah kanan bawah
intensitas nyeri, skala sudah berkurang
nyeri. - P : klien mengatakan nyeri
karena luka post operasi
sudah berkurang
- Q : klien mengatakan
nyeri seperti disayat -
sayat sudah berkurang
- R : klien mengatakan
nyeri dibagian perut kanan
bawah sudah berkurang
- S : skala nyeri 2 dilihat
dari raut muka klien
- T : nyeri hilang timbul
terutama saat bergerak
sudah berkurang
DO:
- Klien tampak rilex
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Suhu : 36,6 oC
- RR : 20x/menit
- Nafsu makan sudah
meningkat

1.6.7 Evaluasi

Tabel 4. 11 Evaluasi Asuhan Keperawatan Klien Dengan Post Operasi


Appendiktomi

Diagnosa, Kriteria Klien1 Klien 2


Hasil
Nyeri akut S: S:
berhubungan dengan - Klien mengatakan nyeri
agen pencedera fisik perut bagian kanan - Klien mengatakan nyeri
bawah perut sebelah kanan
Kriteria hasil - Klien mengatakan bawah
1. Keluhan nyeri faham diajarkan teknik - P : klien mengatakan
menurun. nafas dalam nyeri karena luka post
2. Meringis - P : klien mengatakan
63

Diagnosa, Kriteria Klien1 Klien 2


Hasil
menurun. nyeri karena luka post operasi
3. Kesulitan tidur operasi. - Q : klien mengatakan
menurun - Q : klien mengatakan nyeri seperti disayat –
4. Nafsu makan nyeri seperti disayat - sayat
membaik
sayat - R : klien mengatakan
5. Sikap protektif
menurun.
- R : nyeri di bagian perut nyeri dibagian perut
6. Frekuensi nadi kanan bawah. kanan bawah
membaik - S : skala nyeri 5 dilihat - S : skala nyeri 6 dilihat
dari raut muka klien dari raut muka klien
- T : nyeri hilang timbul - T : nyeri hilang timbul
terutama saat bergerak terutama saat bergerak
O:
- Klien tampak gelisah O:
- Klien tampak meringis
- Klien tampak meringis
kesakitan
kesakitan
- Klien tampak kesulitan
- TD : 110/75 mmHg
tidur
- Nadi : 84x/menit
- TD : 130/90 mmHg
- Suhu:36,5 oC
- Nadi : 98x/menit
- RR: 18x/menit
- Suhu :36,8 oC
- Nafsu makan menurun
- RR : 20x/menit
A : Masalah nyeri akut
A : Masalah nyeri akut
belum teratasi
belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
P : Intervensi dilanjutkan
S: S:
- Klien mengatakan nyeri - Klien mengatakan nyeri
perut bagian kanan perut sebelah kanan
bawah sedikit berkurang bawah sedikit berkurang
- Klien mengatakan faham - P : klien mengatakan
diajarkan teknik nafas nyeri karena luka post
dalam operasi sedikit berkurang
- P : klien mengatakan - Q : klien mengatakan
nyeri karena luka post nyeri seperti disayat -
operasi sedikit sayat sedikit berkurang
berkurang. - R : klien mengatakan
- Q : klien mengatakan nyeri dibagian perut
nyeri seperti disayat – kanan bawah sedikit
sayat sedikit berkurang. berkurang
- R : klien mengatakan - S : skala nyeri 4 dilihat
nyeri di bagian perut dari raut muka klien
kanan bawah sedikit - T : nyeri hilang timbul
berkurang. terutama saat bergerak
- S : skala nyeri 3 dilihat
64

Diagnosa, Kriteria Klien1 Klien 2


Hasil
dari raut muka klien sedikit berkurang
- T : nyeri hilang terutama
saat bergerak sedikit O:
berkurang - Klien tampak meringis
O: kesakitan
- Klien tampak gelisah - TD : 110/80 mmHg
- Klien tampak meringis - Nadi :80x/menit
kesakitan - Suhu : 36,6oC
- Klien tampak sudah bisa - Klien mampu
tidur melakukan relaksasi
- TD : 120/80 mmHg nafas dalam
- Nadi : 85x/menit - RR:20x/menit
- Suhu : 36,6 C o - Nafsu makan sedikit
- RR : 20x/menit meningkat
A : Masalah nyeri akut A : Masalah nyeri akut
teratasi sebagian teratasi sebagian
P : Intervensi 1-8 dilanjutkan P : Intervensi 1-7 dilanjutkan
S: S:
- Klien mengatakan nyeri - Klien mengatakan nyeri
perut bagian kanan perut sebelah kanan
bawah sudah berkurang bawah sudah berkurang
- P : klien mengatakan - P : klien mengatakan nyeri
nyeri karena luka post karena luka post operasi
operasi sudah berkurang. sudah berkurang
- Q : klien mengatakan - Q : klien mengatakan
nyeri seperti disayat – nyeri seperti disayat -
sayat sudah berkurang. sayat sudah berkurang
- R : klien mengatakan - R : klien mengatakan
nyeri di bagian perut nyeri dibagian perut kanan
kanan bawah sudah bawah sudah berkurang
berkurang. - S : skala nyeri 2 dilihat
- S : skala nyeri 1 dilihat dari raut muka klien
dari raut muka klien - T : nyeri hilang timbul
- T : nyeri hilang terutama terutama saat bergerak
saat bergerak sudah sudah berkurang
berkurang
O: O:
- Klien tampak rilex - Klien tampak rilex
- Klien tampak berbaring - TD : 110/70 mmHg
saja ditempat tidur - Nadi : 82x/menit
o
- Klien tampak tidur - Suhu : 36,3 C
dengan normal - RR : 18x/menit
- TD : 120/80 mmHg - Nafsu makan sudah
65

Diagnosa, Kriteria Klien1 Klien 2


Hasil
- Nadi : 80x/menit meningkat
- Suhu : 36,6 oC A : Masalah nyeri akut
- RR : 20x/menit teratasi
A : Masalah nyeri akut P : Intervensi dilanjutkan
teratasi KRS.
P : Intervensi dilanjutkan
KRS.

1.7 Pembahasan

Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas tentang adanya

kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan hasil asuhan keperawatan

pada klien 1 dan 2 dengan kasus Appendcitis yang telah dilakukan. Kegiatan

yang dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

Berdasarkan data yang dimiliki peneliti pada case review appendicitis

ini membahas post dan post appendicitis pada klien 1, dikarenakan

keterbatasan data yang didapat pada klien 2 maka pada klien 2 hanya

membahas post operatif appendicitis. Berdasarkan dari hasil pengkajian pada

klien 1 dan klien 2 ditemukan beberapa perbedaan yaitu klien 1 berusia 47

tahun dank klien 2 berusia 49 tahun dengan jenis kelamin klien laki-laki.

Berikut ini akan diuraikan pelaksanaan Asuhan keperawatan pada klien

dengan post operasi appendiktomi di RS Kamar Medika Kota Mojokerto

sesuai tiap fase dalam proses keperawatan yaitu meliputi : pengkajian,

menegakkan diagnose keperawatan, membuat perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi
66

1.7.1 Pengkajian

Berdasarkan dari hasil pengkajian pada klien kedua klien dengan

diagnosa appendicitis pada pemeriksaan abdomen klien 1 dan 2 terdapat

gejala yang sama yaitu adanya nyeri lepas seperti seperti disayat pada

lokasi post operasi, pada klien 1 skala 5 dan klien 2 skala 6. Hasil

pengkajian pada klien 1 menunjukkan peningkatan tekanan darah,

peningkatan frekuensi nadi, meringis, gangguan tidur, sedangkan pada

klien 2 mengalami penurunan nafsu makan. Klien 1 dan 2 menjalani

operasi appendiktomi sehingga keluhan nyeri berubah menjadi nyeri

sayatan.

Post operasi appendiktomi disebabkan oleh hiperflasia dari folikel

limfoid, adanya fekolit dalam lumen appendiks atau adanya benda asing

seperti cacing dan biji-bijian (Awaluddin, 2020). Post operasi

appendiktomi menyebabkan perdarahan. Perdarahan ini akan

menyebabkan hambatan pasase di dalam organ yang menyebabkan

peningkatan tekanan intralumen hingga terjadi penurunan aliran darah. Hal

ini akan menyebabkan hipoksia jaringan dinding dalam saluran sehingga

metabolisme anaerob meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi

asam laktat yang menyebabkan nyeri. Perdarahan yang disebabkan oleh

post operasi appendiktomi meningkatkan regangan dan kontraksi organ

viseral yang menyebabkan rangsangan peritoneum viseral dan

mengakibatkan nyeri viseral (Nurarif & Kusuma, 2016). Umur merupakan

variabel penting yang mempengaruhi nyeri khususnya karena cara


67

berespons terhadap nyeri mungkin berbeda, persepsi nyeri mungkin

berkurang, kecuali pada lansia yang sehat mungkin tidak berubah. Otak

mengalami degenarasi seiring dengan perkembangan umur seseorang

sehingga orang yang lebih tua mempunyai ambang nyeri yang lebih

rendah dan lebih banyak mengalami penurunan sensasi nyeri (Potter &

Perry, 2015).

Menurut penulis berdasarkan hasil dari pengkajian pada klien 1

dan 2 ditemui gejala yang sama yaitu nyeri pada perut kanan bawah yang

menunjukkan adanya peradangan di appendiks. Perbedaan skala nyeri

yang dirasakan oleh klien dapat disebabkan karena faktor umur dimana

klien 1 lebih mudah dibandingkan klien 2 yang lebih tua sehingga ambang

nyeri klien 2 lebih tinggi dibandingkan klien 1 yang pada umur tersebut,

fungsi tubuh masih berjalan dengan baik termasuk dalam merespon nyeri,

sehingga klien 1 mengalami peningkatan tekanan darah dan nadi

sedangkan klien 2 tidak.

1.7.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditemukan adalah nyeri akut akibat

agen pencedera fisik. Pada klien 1 diagnosa nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisik. Saat pengkajian didapatkan data subjektif

yaitu klien mengatakan nyeri karena luka post operasi appendiktomi,

nyeri seperti disayat - sayat, nyeri dibagian perut kanan bawah, skala nyeri

5 dilihat dari raut muka klien, nyeri hilang timbul terutama saat bergerak.
68

Data objektif didapatkan yaitu klien tampak meringis, keadaan umum

sedang, kesadaran compos mentis, TTV TD : 130/90 mmHg, Nadi

:98x/menit, Suhu : 36,8°C, RR:20x/menit. Pada klien 2 diagnosa nyeri

akut berhubungan dengan agen pencedera fisik didapatkan data subjektif

yaitu klien mengatakan nyeri karena luka post operasi appendiktomi, nyeri

seperti disayat - sayat, nyeri dibagian perut kanan bawah, skala nyeri 6

dilihat dari raut muka klien, nyeri hilang timbul terutama saat bergerak,

dan data objektif yaitu klien tampak meringis kesakitan, TTV TD : 110/80

mmHg, Nadi : 84x/menit, Suhu : 36,5°C, RR : 18x/menit.

Masalah keperawatan atau diagnosa keperawatan merupakan suatu

penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau

proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun

potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi

respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang

berkaitan dengan kesehatan (SDKI DPP, 2017). Nyeri akut adalah

pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Kriteria mayornya yang dapat ditemukan berupa data objektif meliputi

tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit tidur

sementara data subjektif yang dapat ditemukan pada tanda mayor adalah

mengeluh nyeri. Sedangkan kriteria minornya yang dapat ditemukan


69

berupa data objektif meliputi tekanan darah meningkat, pola nafas

berubah, nafsu makan berubah dan proses (SDKI DPP PPNI, 2017).

Diagnosa keperawatan pada klien 1 dan klien 2 adalah sama

sehingga tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan fakta.


70

1.7.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan

nyeri akut adalah dengan melakukan manajemen nyeri yaitu lakukan

pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, faktor, dan

karakteristik, observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan, gunakan

teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien,

kaji respon pasien terhadap nyeri, kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan dan kebisingan, pilih dan

lakukan tindakan non farmakologi untuk penanganan nyeri (akupostssure,

komposts hangat, teknik nafas dalam, tehnik ditraksi), tingkatkan istirahat,

dan libatkan keluarga dalam penurunan nyeri serta pemberian analgesik

yaitu dengan mengecek adanya riwayat alergi obat, dan kolaborasi dengan

dokter pemberian obat analgesik.

Intervensi keperawatan atau perencanaan keperawatan adalah

perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan

pada klien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan

dan keperawatan klien dapat diatasi (Nurarif & Kusuma, 2016). Tindakan

yang harus ditempuh untuk menghilangkan nyeri pada pasien post operasi

appendiktomi secara permanen yaitu dengan cara appendiktomi.

Appendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi

untuk mengangkat usus buntu yang terinfeksi. Appendiktomi dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi lebih lanjut seperti


71

peritonitis atau abses (Wainsani & Khoiriyah, 2020). Nyeri yang

terkontrol sangat perlu dilakukan setelah operasi karena dapat mengurangi

kecemasan, dapat bernafas lebih lega, dan dapat mentoleransi mobilisasi

dengan cepat. Selain penanganan secara farmakologi, teknik non

farmakologi juga dapat digunakan dalam pengelolaan nyeri yaitu dengan

melakukan teknik relaksasi, yang merupakan tindakan eksternal yang

dapat mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Penanganan

nyeri melalui teknik relaksasi yaitu meliputi nafas dalam, masase, relaksasi

otot, meditasi dan perilaku (Rahayu et al, 2021).

Peran perawat dalam mengatasi masalah keperawatan nyeri akut

secara non farmakologis menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia), tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat terhadap pasien

yang mengalami nyeri adalah melakukan manajemen nyeri yaitu lakukan

pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, faktor, dan

karakteristik, observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan, gunakan

teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien,

kaji respon pasien terhadap nyeri, kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan dan kebisingan, pilih dan

lakukan tindakan non farmakologi untuk penanganan nyeri (akupostssure,

komposts hangat, teknik nafas dalam, tehnik ditraksi), tingkatkan istirahat,

dan libatkan keluarga dalam penurunan nyeri serta pemberian analgesik


72

yaitu dengan mengecek adanya riwayat alergi obat, dan kolaborasi dengan

dokter pemberian obat analgesik ( SIKI, 2019).

Intervensi diberikan pada klien dengan tujuan untuk mengatasi

keluhan yaitu menurunkan nyeri yang dialami oleh pasien. Tidak semua

intervensi dilakukan oleh penulis seperti memberikan foot massage,

accupostssure, dan terapi musik, karena penulis ingin menekankan fungsi

relaksasi nafas dalam. Tidak ada perbedaan intervensi yang diberikan pada

klien 1 dan klien 2, hanya berbeda dalam hal pemberian obat sesuai

dengan advis dokter. Kelebihan dari penerapan intervensi tindakan nyeri

akut yang telah disusun pada klien 1 dan klien 2 sudah sesuai dengan SIKI

(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yaitu meliputi observasi,

terapeutik, edukasi, dan kolaborasi. Dan pada penerapan dan penulisan

kriteria hasil pada klien 1 dan klien 2 sudah sesuai dengan SLKI (Standar

Luaran Keperawatan Indonesia).

1.7.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi dilakukan selama 3 hari dengan melakukan

manajemen nyeri yaitu Manajemen Nyeri dengan melakukan observasi

TTV, mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intensitas nyeri, mengidentifikasi respon nyeri non verbal,

mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri,

mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup, melakukan monitor

efek samping penggunaan analgetik, memposisikan semi fowler,


73

mengajarkan teknik relaksasi Nafas dalam, melakukan pengkajian nyeri

setelah dilakukan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

melakukan kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misal suhu

ruangan, pencahayaan, kebisingan), menganjurkan klien untuk

meningkatkan istirahat dan tidur, menjelaskan penyebab, periode, dan

pemicu nyeri, menjelaskan strategi meredakan nyeri, mengajarkan teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, dan melakukan kolaborasi

pemberian obat.

Implementasi yang komprehensif merupakan pengeluaran dan

perwujudan dari rencana yang telah disusun pada tahap-tahap perencanaan

dapat terealisasi dengan baik apabila berdasarkan hakekat masalah, jenis

tindakan atau pelaksanaan bisa dikerjakan oleh perawat itu sendiri,

kolaborasi sesama tim/kesehatan lain dan rujukan dari profesi lain

(Mubarak, 2015).

Setelah diberikan implementasi secara komprehensif sesuai dengan

intervensi yang telah disusun, kedua partisipan mengalami penurunan nadi

dan frekuensi nafas setiap hari mendekati normal, terjadi penurunan skala

nyeri setiap hari sebanyak 1-2 derajat, respon nyeri non verbal menurun

mulai hari kedua dan sudah tidak nampak pada hari ketiga, klien juga

memahami tentang apa yang memperberat dan mengurangi nyerinya, dan

pada hari kedua sudah mulai bisa mengontrol nyeri dengan melakukan

relaksasi setiap merasakan nyeri. Melakukan monitor efek samping


74

penggunaan analgetik hanya dilakukan pada hari pertama. Pada hari

pertama klien masih kesulitan melakukan relaksasi Nafas dalam akan

tetapi pada hari kedua sudah mulai lancar dan hari ketiga sudah menguasai

setiap gerakan relaksasi Nafas dalam sehingga didapatkan perununan skala

nyeri setelah dilakukan relaksasi Nafas dalam, dan klien memilih untuk

mengontrol nyerinya menggunakan relaksasi Nafas dalam. Setelah

diberikan implementasi relaksasi Nafas dalam, kedua klien menjadi lebih

tenang dan mengalami penurunan skala nyeri meskipun hanya 1 derajat.

Hal ini menunjukkan bahwa teknik relaksasi Nafas dalam dapat digunakan

untuk menurunkan nyeri yang dialami oleh klien.

Implementasi yang bersifat edukasi hanya dilakukan pada hari

pertama karena tidak perlu memberikan edukasi yang sama secara

berulang-ulang karena klien sudah memahami edukasi yang disampaikan

pada hari pertama. Pemberian obat penurun nyeri diberikan secara IV dan

memberikan efek sejak 30 menit setelah obat disuntikkan, dan habis masa

kerjanya setelah 8 jam sehingga pada 6-8 jam setelah pemberian obat,

klien mengontrol nyeri dengan melakukan teknik relaksasi Nafas dalam

selama 15 menit. Setiap hari klien mengalami penurunan nyeri setelah

diberikan intervensi sehingga pada hari ketiga nyeri dirasakan sangat

ringan oleh klien. Intervensi sudah diimplementasikan oleh penulis dengan

baik, seluruh intervensi sudah dilakukan kecuali foot massage,

accupostssure, dan terapi musik. Tidak ada perbedaan hasil implementasi


75

antara klien 1 dan 2, kedua klien sangat kooperatif saat diberikan edukasi

dan terapi.
76

1.7.5 Evaluasi Keperawatan

Pada hari ketiga pemberian asuhan keperawatan, Klien 1

mengatakan nyeri luka post operasi appektomi sudah reda, TD: 120/80

mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20 x/menit, skala nyeri 1, masalah nyeri akut

teratasi, dan intervensi dihentikan. Pada hari ketigas, Klien 2 mengatakan

luka post operasi appendiktomi hampir sudah reda, TD: 110/70 mmHg, N:

82 x/menit, RR : 18x/menit, Skala nyeri 2, masalah nyeri akut teratasi, dan

intervensi dihentikan.

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang

sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan, apakah benar-benar telah

terpenuhi sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi harus menjelaskan indikator

keberhasilan intervensi yang dilakukan oleh perawat sehingga suhu tubuh

klien dalam batas normal (Mubarak, 2015). Kriteria hasil untuk asuhan

keperawatan nyeri akut adalah tidak mengeluh nyeri, tidak meringis, tidak

bersikap protektif, tidak gelisah, kesulitan tidur menurun, frekuensi nadi

membaik, melaporkan nyeri terkontrol, kemampuan mengenali onset nyeri

meningkat, kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat, dan

kemampuan menggunakan teknik non farmakologis (Tim Pokja SLKI DPP

PPNI, 2019).

Hasil evaluasi pada klien 1 dan 2 masalah teratasi pada hari ketiga

karena klien sudah tidak mengeluh nyeri, tidak meringis, tidak gelisah,

mengalami penurunan nyeri, gejala sulit tidur sudah tidak dirasakan, klien
77

dapat mengontrol nyeri, dapat menggunakan teknik relaksasi untuk

menurunkan nyeri post operasi, penurunan tekanan darah, penurunan

denyut nadi,dan frekuensi nafas dalam batas normal, klien sudah mampu

mengontrol nyeri dengan melakukan relaksasi Nafas dalam setiap kali

nyeri muncul, kemampuan mengenali onset nyeri meningkat dengan

menyebutkan bahwa nyeri meningkat jika melakukan aktivitas fisik

terutama yang berat, kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat

seperti batuk, aktivitas dan stress, serta klien sudah memiliki kemampuan

menggunakan teknik non farmakologis yaitu dapat melakukan teknik

relaksasi Nafas dalam. Tidak ada perbedaan evaluasi antara klien 1 dan

klien 2 terjadi karena keluhan nyeri sama-sama teratasi pada hari ketiga.

Perbedaan hanya terjadi pada skala nyeri dimana klien 1 mengalami nyeri

dengan skala lebih tinggi dibandingkan klien 2 yang disebabkan karena

klien 1 memiliki ambang nyeri yang lebih rendah daripada klien 2.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

1. Pengkajian yang dilakukan oleh peneliti pada klien 1 dan peneliti pada klien 2

sesuai dengan teori. Salah satu focus utama pengkajian pada klien dengan post

dan post appendicitis adalah pengkajian nyeri dengan menggunakan metode

PQRST (Provokes/Palliates, Quality, Region/Radian, Scale/Severity, Time).

2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan adalah nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisik (inflamasi) pada post operasi dan nyeri akut berhubungan

dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) pada post operasi.

3. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan nyeri akut

adalah dengan melakukan manajemen nyeri yaitu lakukan pengkajian nyeri

secara komprehensif termasuk lokasi, faktor, dan karakteristik, observasi

reaksi non verbal dan ketidaknyamanan, gunakan teknik komunikasi

terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, kaji respon pasien

terhadap nyeri, kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan dan kebisingan, pilih dan lakukan tindakan non farmakologi

untuk penanganan nyeri dengan pemberian terapi relaksasi nafas dalam,

tingkatkan istirahat, dan libatkan keluarga dalam penurunan nyeri serta

pemberian analgesik yaitu dengan mengecek adanya riwayat alergi obat, dan

kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesik.


79

4. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana asuhan yaitu dengan

melakukan manajemen nyeri yaitu melakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif termasuk lokasi, faktor, dan karakteristik, mengobservasi reaksi

non verbal dan ketidaknyamanan, menggunakan teknik komunikasi terapeutik

untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, mengkaji respon pasien terhadap

nyeri, melakukan kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan dan kebisingan, memilih dan lakukan tindakan non farmakologi

untuk penanganan nyeri dengan pemberian terapi relaksasi nafas dalam,

meningkatkan istirahat, dan melibatkan keluarga dalam penurunan nyeri serta

pemberian analgesik yaitu dengan mengecek adanya riwayat alergi obat, dan

kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesik.

5. Evaluasi pada klien 1 dan 2 masalah teratasi pada hari ketiga karena karena

klien sudah mengalami penurunan nyeri, gejala sulit tidur sudah tidak

dirasakan, klien dapat mengontrol nyeri, dapat menggunakan teknik relaksasi

untuk menurunkan nyeri, penurunan tekanan darah, penurunan denyut nadi,

frekuensi nafas.

b. Saran

i. Bagi Klien

Pasien post appendiktomi diharapkan untuk menjaga kebersihan

luka untuk menghindari timbulnya masalah lain seperti infeksi, sehingga

nyeri dapat hilang, mengkonsumsi obat antinyeri dan antibiotic untuk

menghindari infeksi
80
81

ii. Bagi Perawat

Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada klien post

appendiktomi yang diberikan dapat tepat, harus benar-benar menguasai

konsep tentang appendicitis itu sendiri, selain itu perawat juga harus

melakukan pengkajian dengan tepat dan komperhensif agar asuhan

keperawatan dapat tercapai sesuai dengan masalah yang ditemukan pada

klien serta tidak ada masalah yang luput dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien. Untuk acuan asuhan keperawatan perawat sebaiknya

mengacu pada SDKI, SLKI, dan SIKI.


DAFTAR PUSTAKA

Awaluddin. (2020). Risiko Terjadinya Apendis Faktoritis Pada Penderita


Apendisitis Di Rsud Batara Guru Belopa Kabupaten Luwu Tahun 2020.
Jurnal Kesehatan, 7(1), 67–72.
http://jurnalstikesluwuraya.ac.id/index.php/eq/article/view/30/21
Carpenito, L. J. (2017). Buku Ajar Diagnosis Keperawatan. EGC.
Dermawan, D., & Rahayuningsih, T. (2012). Keperawatan Medikal Bedah
(Sistem Penceraan). Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Hidayat, A. A. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Latifin, A., & Kusuma. (2014). Panduan Dasar Klinik Keperawatan. Malang:
Gunung Samudra.
Mansjoer, A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Mardalena, I., & Suyani, E. (2016). Keperawatan Ilmu Gizi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Mediarti, D., Akbar, H., & Jaya, H. (2022). Implementasi Keperawatan pada
Pasien Post Operasi Apendisitis dengan Masalah Nyeri Akut. Jurnal
’Aisyiyah Medika, 7(1), 151–165.
Mubarak, W. I. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 2. Salemba
Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Paso, A. ., Dion, Y., & Paulus, A. Y. (2021). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap
Dengan Tindakan Pencegahan Apendisitis Pada Masyarakat Di Kampung
Jagangara Wilayah Kerja Puskesmas Weekarou Kabupaten Sumba Barat.
CHM-K Appied Science Journal, 4(1), 42.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.
Rahayu, S., Loviana, K., & Emelia, R. (2021). Gambaran Penggunaan Obat Pada
Pasien Appendicitis Terhadap Kesehatan Usus ri Rumah Sakit Annisa
Cikarang. Cerika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 6(1), 15–20.
http://isainsmedis.id/%0Ahttps://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/
view/2403
Smeltzer, S., & Bare, B. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
83

Suddarth. Jakarta: EGC. https://doi.org/10.1116/1.578204


Smeltzer, S. C. (2016). Buku Saku Ilmu Keperawatan Medikal Bedah. EGC.
Smeltzer, S. C. (2017). Keperawatan Medikal Bedah (Handbook for Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing). In Wolters Kluwe
healthr.
Solehati, T., Kosasih, C. E., Jayanti, T. N., Ardiyanti, A., Sari, R. I., Siska, G. A.,
& Utari, A. D. (2015). Terapi nonfarmakologi nyeri pada persalinan.
Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
Wainsani, S., & Khoiriyah, K. (2020). Penurunan Intensitas Skala Nyeri Pasien
Appendiks Post Appendiktomi Menggunakan Teknik Relaksasi Benson.
Ners Muda, 1(1), 68. https://doi.org/10.26714/nm.v1i1.5488
Wickramasinghe, D. P., Xavier, C., & Samarasekera, D. N. (2021). The
Worldwide Epidemiology of Acute Appendicitis: An Analysis of the Global
Health Data Exchange Dataset. World Journal of Surgery, 45(7), 1999–2008.
https://doi.org/10.1007/s00268-021-06077-5
Widodo, W., & Qoniah, N. (2020). Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Menurunkan Intensitas Nyeri Pada Pasien Appendicitis Di Rsud Wates.
Nursing Science Journal (NSJ), 1(1), 25–28.
https://doi.org/10.53510/nsj.v1i1.17
Wijaya, A., & Putri, Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.
Zakiyah, A. N. A. (2021). Panduan KDM. Mojokerto: STIKES Bina Sehat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai