Anda di halaman 1dari 4

Ekonomi digital di Indonesia memiliki potensi yang tinggi untuk berkembang.

Faktor
yang dapat mendukung perkembangan tersebut adalah pemanfaatan teknologi dan
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Indonesia. Bahkan,
menurut data PWC pada Februari 2017, Indonesia diprediksi akan menduduki
peringkat 5 dalam ekonomi terbesar di dunia pada 2030.
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh pengamat ekonomi sekaligus peneliti dari
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, pada
Januari 2018 diketahui terdapat 117,9 juta pengguna aktif telepon genggam, dari
total 265,4 juta populasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 130 juta di antaranya
merupakan pengguna aktif media sosial dan 132,7 juta pengguna aktif internet.
"Ekonomi digital adalah sumber daya baru yang dimiliki Indonesia. Kalau kita terus
mengandalkan SDM, kita akan tertinggal jauh dan proyeksi ekonomi Indonesia pada
2030 pun tak akan bisa direalisasikan," jelas Bhima.
Menurutnya, kini Indonesia harus mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan,
yakni pengetahuan seputar Artificial Intellegence (AI), Virtual Reality, dan Big Data
Analysis. Hal tersebut dapat semakin mendorong ekonomi digital di Indonesia,
terutama dalam revolusi industri 4.0.
"Contoh revolusi industri 4.0 di bidang tekstil, mesin jahit terhubung otomatis
dengan Cyber Phisycal System. Proses produksi dan kontrol kualitas menggunakan
AI. Kemudian, distribusi dan pemasaran menggunakan Big Data Analysis untuk
menganalisis karakteristik kebutuhan konsumen. Mungkin, nantinya pekerjaan di
bidang marketing dan analyst tak dibutuhkan lagi," paparnya.
Keuntungan dari revolusi tersebut adalah meningkatnya kualitas produk, adanya
efisiensi biaya operasional, peningkatan penjualan, dan perluasan konsumen.
Menurut Bhima, China dan Jerman sudah mulai menerapkan sistem otomatisasi
robot di beberapa pabrik mereka. China, bahkan menyediakan kawasan industri
Shenzen.
"Shenzen itu seperti Sillicon Valley-nya China, kalau di India itu Bangalor.
Pemerintah menyediakan kawasan tersebut untuk mahasiswa lulusan luar negeri
yang punya talenta dan pengalaman agar ikut berinovasi di bidang teknologi,"
begitu kata Bhima.
Jadi, meskipun memanfaatkan teknologi, kecerdasan, dan kemampuan manusia
dalam mengembangkan teknologi tetap dibutuhkan. Hal serupa dapat diterapkan
pada banyak startup yang kini tengah tumbuh di Indonesia. Menurut situs
startuprankink, Indonesia telah memiliki 1.559 startup dan menduduk peringkat ke -3
dengan jumlah startup terbanyak di dunia.
Dengan hadirnya Revolusi Industri 4.0 dalam perekonomian di Indonesia khususnya sektor jasa
keuangan, masyarakat modern pada saat ini tentu menyikapi hal tersebut sebagai suatu
kemudahan dalam bertransaksi. Walaupun pada kenyataannya dalam pandangan beberapa
pekerja revolusi industri 4.0 memang memberikan ancaman bagi mereka dalam mendapatkan
pekerjaan. Maka salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan kompetensi manusia itu
sendiri agar terus bisa mengatasi Era Industri 4.0.

Untuk membuka peluang dalam meningkatkan kompetensi tersebut, Program International of


Management and Business (IMaBs) 2019 mengadakan The 5th International Conference of
Management Sciences (ICOMS 2019) pada Selasa (26/3) di Ballroom Prambanan Hotel
Cavinton Yogyakarta. “Dalam acara ini hadir akademisi ekonomi dalam konferensi
internasional. Kemudian para praktisi bisnis dan peneliti dari berbagai perguruan tinggi untuk
saling bertukar ilmu melalui 45 paper penelitian yang dipresentasikan. Sehingga kita bisa saling
berbagi pengetahuan, agar bisa terus maju di Era Industri 4.0,” terang Dr. Indah Fatmawati, M.Si
Direktur Program IMabs.

Dalam konferensi Internasional tersebut hadir pembicara dari 3 Negara yang ahli dalam bidang
ekonomi yaitu Prof. Shu Hsien Liao berasal dari Tamkang University Taiwan, Dr. Shafinar Hj.
Ismail dari UITM Malaysia, dan Assoc. Prof. Pensri Joroenwanit Khon Khaen University
Thailand. Pada kesempatan ini juga hadir Dr. Baruna Kurnianto dari Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) yang mengemukakan Era Industri 4.0 bukan suatu ancaman justru merupakan peluang
bagi Indonesia. “Beberapa jasa keuangan seperti perbankan terus meningkatkan pemanfaatan
teknlogi informasi melalui digital banking (mobile banking) juga branchless banking, dengan ini
nasabah menjadi mudah dalam bertransaksi,” jelasnya.

Bahkan pesatnya kemajuan teknologi Era Industri 4.0 dengan Big Data, Artificial Intelegence
(AI), dan Internet Of Things, cara bertransaksi akan menjadi sangat cepat dan efisien di masa
depan. “Mungkin nanti seiring perkembangan Revolusi Industri 4.0 ini dengan adanya AI,
pekerja manusia bisa berdampingan dengan robot atau mungkin tergantikan. Begitupun fungsi
analisa dengan adanya Big Data akan diperankan oleh komputer yang lebih cepat dan akurat,”
jelas Baruna lagi.

Oleh karena itu Baruna mengapresiasi ICOMS 2019 yang mengangkat tema Strengthening
Competitiveness to Cope with Industrial Revolution 4.0, menurutnya tema ini sangat sesuai
dengan kenyataan bahwa sumber daya manusia di Indonesia masih perlu ditingkatkan. “Tenaga
profesional di industri jasa keuangan juga harus siap terhadap potensi berkurangnya profesi
karena perkembangan teknologi digital. Karena itu dengan membangun kompetensi diri seperti
melalui acara ICOMS 2019 ini harapanya dapat membangun kompetensi diri yang tidak dapat
digantikan oleh robot,” imbuhnya. (Pras)
Pemerintah Indonesia mulai berbenah menghadapi perubahan industri dengan
meluncurkan peta jalan “Making Indonesia 4.0” sebagai strategi untuk
memuluskan langkah Indonesia menjadi salah satu kekuatan baru di Asia.

Peta jalan “Making Indonesia 4.0” memberikan arah yang jelas bagi pergerakan
industri nasional di masa depan, termasuk fokus pada pengembangan sektor
prioritas yang akan menjadi kekuatan Indonesia menuju Industri 4.0.

Pemerintah memilih sektor makanan dan minuman, fashion, otomotif, kimia, dan
elektronik sebagai fokus dalam program revolusi Industri 4.0. Pemilihan kelima
sektor tersebut bukan tanpa alasan, selain pelaksanaannya yang lebih mudah
karena sudah lebih siap, sektor tersebut juga dapat memberikan dampak yang
besar bagi pertumbuhan industri dan ekonomi Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto dalam
acara Obsat ke-202 bertajuk “Menuju Indonesia 4.0” di Paradigma Cafe, Jakarta
(Jumat, 11/5/2018). Di samping itu, Airlangga menegaskan bahwa kelima sektor
tersebut juga memiliki kontribusi yang besar terhadap ekspor, tenaga kerja, dan
Produk Domestik Bruto.

“Industri di sini ada 84 jenis, tetapi nggak mungkin kita pilih semua. Meski yang
dipilih lima saja, bukan berarti yang lain tidak penting. Lima sektor tersebut dipilih
karena merupakan sektor yang 80 persen diperdagangkan di dunia, demand-nya
tinggi,” ujarnya dalam pembukaan acara Obsat ke-202.
Eno Bening, content creator yang menjadi bintang tamu Obsat ke-202
mengatakan bahwa profesi yang ia jalani merupakan dampak positif dari revolusi
Industri 4.0. Sebelumnya ia tak pernah terpikir akan menjalani profesi seperti
saat ini.
“Saya juga salah satu orang yang juga berkecimpung di dunia industri, tapi kami
menyebutnya industri kreatif. Dan kami juga salah satu bukti nyata bahwa
perkembangan industri itu benar-benar hadir di Indonesia,” ujarnya.

Ia sadar revolusi Industri 4.0 akan menjadi tantangan tersendiri bagi anak muda
di Indonesia. Menurutnya, akan ada dua pemikiran yang mewakili perasaan anak
muda dalam menghadapi tantangan tersebut.
Pertama, panik karena mungkin saja pekerjaannya suatu hari nanti akan
digantikan oleh mesin atau robot. Pemikiran kedua adalah orang-orang yang
optimis, yang bisa melihat bahwa pemerintah telah menyiapkan peta jalan serta
peluang untuk anak-anak muda.

Menurutnya, dengan adanya peta jalan “Making Indonesia 4.0” yang dirilis oleh
pemerintah dapat membantu generasi muda dalam mempersiapkan diri
menghadapi tantangan di masa mendatang, asalkan generasi muda mau
berinovasi dan belajar.

“Sebelum pekerjaan kita digantikan oleh robot, ini kesempatan terakhir kita
sebagai anak muda untuk berkreasi dan menggali inovasi untuk berkarya. Ini kita
sudah enak banget nih, pemerintah sudah mempersiapkan semuanya, kita
tinggal mengikuti saja,” ujarnya menanggapi paparan Industri 4.0 yang
disampaikan Menteri Perindustrian.

Di penghujung acara, Airlangga Hartanto mengingatkan betapa pentingnya


kemampuan bahasa yang perlu dikuasai generasi muda Indonesia agar dapat
berkarya di era Industri 4.0.

“Setidaknya ada tiga bahasa yang perlu dikuasai oleh anak muda yaitu Inggris,
statistik, dan coding,” tegasnya.

Anda mungkin juga menyukai