W = (1,5 L+0,5) X
33 Universitas Sriwijaya
34
Keterangan :
W = Lebar jalan minimum (m)
L = Jumlah jalur = 2 jalur
X = Lebar alat angkut (m) = 6,89 m (Lampiran 4)
Fa = Ad x sin α
Fa = 2,15 x sin 410
Fa = 1,41
Fb = Ab x sin α
Fb = 3,19 x sin 410
Fb = 2,09
C =Z
C = 1⁄2 x (U+Fa+Fb)
C = 1/2 x (4,325 + 1,41 + 2,09)
C = 3,91 m
W = n x (U+Fa+Fb+Z)+C
W = 2 (4,325 + 1,41 + 2,09 + 3,91) + 3,91
W = 28 m
Keterangan:
Fa = Selisih lebar jejak ban depan dan ban belakang saat tikungan dilihat dari
depan (m)
Ad = Lebar juntai depan (m) = 2,15 m (Lampiran 4)
α = Sudut penyimpangan roda depan (°) = 41° (Lampiran 4)
Fb = Selisih lebar jejak ban depan dan belakang saat tikungan dilihat dari
belakang(m)
Universitas Sriwijaya
35
Lebar jalan dalam kondisi lurus adalah 24 m dan lebar dalam kondisi tikungan
adalah 28 m. Lebar jalan lurus dan tikungan yang belum memenuhi standar harus
segera diperbaiki karena akan akan mengurangi kecepatan ketika hendak
berlintasan dengan kendaraan lain, sehingga menyebabkan perlambatan kecepatan
dan waktu edar alat angkut akan menjadi besar yang mengakibatkan mengurangi
produktivitas alat. Lebar jalan yang harus diperbaiki terdapat 4 segmen pada
kondisi lurus dan 1 segmen pada kondisi tikungan (Tabel 4.1).
4.1.2 Superelevasi
Jalur utara PT Saptaindra Sejati terdapat 1 tikungan dan belum terdapat
superelevasi karena jalan relatif datar. Nilai friction factor diperoleh dengan
(Persamaan 2.7) berdasarkan kecepatan rencana 40 km/jam sehingga diperoleh
superelevasi standar yang dapat dihitung dengan (Persamaan 2.6).
f = (- 0,00065 V) + 0,192
f = (- 0,00065 x 40) + 0,192
f = 0,16
Universitas Sriwijaya
36
𝑉2
e = 127 𝑥 𝑅 − 𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠
402
e = 127 𝑥 63 - 0,16
e = 0,034 m/m
Keterangan :
f maks = Koefisien gesekan melintang maksimum
V = Kecepatan alat angkut = 40 km/jam
e = Superelevasi (m/m)
R = Jari – jari aktual = 63 m (Lampiran 3)
Superelevasi yang sesuai dengan standar sebesar 0,034 m/m. Hal ini bertujuan
membantu kendaraan dalam mengatasi gaya sentrifugal saat tikungan sehingga alat
angkut tidak tergelincir, selain itu superelevasi berguna agar alat angkut mampu
melewati tikungan pada kecepatan maksimum yang diperbolehkan.
Universitas Sriwijaya
37
Beda tinggi yang harus dibuat pada bagian tengah jalan sebesar 480 mm
(48 cm). Jalan angkut apabila dibuat cross slope sesuai standar maka dapat
memperlancar penirisan air pada permukaan jalan angkut apabila turun hujan, air
hujan yang ada pada permukaan jalan angkut akan mengalir ke tepi jalan sehingga
air tidak menggenang ke permukaan jalan angkut, namun jika tidak membuat cross
slope maka dapat menyebabkan mudahnya terjadinya kerusakaan jalan akibat
genangan air.
Universitas Sriwijaya
38
bahan bakar serta rasio bahan bakar pada kondisi setelah perbaikan. Pengamatan
daya dukung tanah dilakukan dengan pengujian DCP tiap segmen jalan (Tabel 4.3)
yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu jalur bermuatan, tengah, dan jalur kosong
(Lampiran 5).
Koordinat
Daya Dukung Tanah
No Strip Block Lokasi Front
(Kg/𝑐𝑚2 )
(X) (Y)
1 18 15 Selatan 7,81
2 18 13 7,48
3 17 17 Tengah 5,97
4 14 16 5,92
5 12 18 Utara 8,26
6 05 19 6,78
Universitas Sriwijaya
39
jalan (Persamaan 2.15) sebagai contoh pada kondisi kosong untuk ban depan dump
truck Komatsu HD 785-7.
Perhitungan beban pada permukaan pada kondisi kosong untuk ban belakang
serta pada kondisi bermuatan untuk ban depan dan belakang dump truck
Komatsu HD 785-7 jalan sebesar 5,38 Kg/cm2, 3,19 Kg/cm2, dan 6,97 Kg/cm2
(Lampiran 7). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka beban terbesar adalah
6,97 Kg/cm2 pada kondisi bermuatan untuk ban belakang, lalu dilakukan
perbandingan dengan daya dukung tanah (Gambar 4.2). Perbandingan beban pada
permukaan jalan menjelaskan lokasi dimana saja segmen yang diperlukan untuk
dilakukan perkerasan jalan (Tabel 4.5).
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
(kg/cm2)
4.00
DDT
3.00
2.00
1.00
0.00
(B) - (C) (C) - (D) (D) - (E) (E) - (F) (F) - (G)
Jalur Bermuatan 6.67 6.80 7.35 6.89 8.05
Jalur Tengah 6.85 8.84 8.15 8.02 7.83
Jalur Kosong 6.92 8.30 6.32 7.37 7.80
Beban 6.97 6.97 6.97 6.97 6.97
Segmen Jalan
Gambar 4.2 Perbandingan daya dukung tanah dan beban pada permukaan jalan
Universitas Sriwijaya
40
Nilai daya dukung tanah jika lebih kecil dari beban pada permukaan jalan
maka dapat menyebabkan terjadinya amblasan atau undulating pada jalan, namun
apabila daya dukung tanah lebih besar dari beban pada permukaan jalan maka
segmen jalan tersebut mampu untuk mengatasi beban yang menekan pada
permukaan tanah.
Universitas Sriwijaya
41
titik (G), dan waktu tempuh di luar segmen jalan. Waktu tempuh di luar segmen
jalan terdiri dari waktu selesai pengisian muatan hingga titik (A), waktu titik (G)
hingga manuver dumping, waktu selesai dumping hingga titik (G), dan waktu dari
titik (A) menuju antrian atau manuver loading (Tabel 4.6).
Tabel 4.6. Waktu tempuh di dalam segmen jalan dan di luar segmen jalan
Keterangan :
Kekuatan mesin = 1.200 HP (Lampiran 4)
Efisiensi kerja = 87 % (Lampiran 9)
Kecepatan = 9,9 km/jam (Lampiran 4)
= 6,2 mph
Universitas Sriwijaya
42
Tabel 4.7. Kecepatan maksimum dan rimpull yang tersedia pada kondisi bermuatan
Tabel 4.8. Kecepatan maksimum dan rimpull yang tersedia pada kondisi kosong
Universitas Sriwijaya
43
rimpull yang terpakai dan waktu tempuh dapat dihitung dengan menghitung rimpull
mengatasi rr (Persamaan 2.29), rimpull mengatasi gr (Persamaan 2.30) dan waktu
tempuh (Persamaan 2.31) sebagai contoh perhitungan rimpull pada kondisi
bermuatan sebelum perbaikan geometri jalan pada segmen jalan (A) – (B).
Rimpull untuk mengatasi rolling resistance (RR) dan percepatan (a) :
Rimpull = (faktor rr + faktor a) x w
Rimpull untuk mengatasi grade resistance (GR) :
Rimpull = w x faktor gr x 𝑔𝑟𝑎𝑑𝑒 %
Keterangan :
Jarak = 100 m (Lampiran 3)
Grade = -7 % (Lampiran 3)
Faktor RR = 100 lb/ton
Faktor a = 20 lb/ton
Faktor gr = 20 lb/ton%
w = 163,78 ton (Lampiran 4)
Berdasarkan total rimpull tersebut maka dump truck dapat bergerak hingga
menggunakan gear-6 dengan kecepatan 40 km/jam. Waktu tempuh bermuatan
dihitung dengan rumus :
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘(𝑚)
𝑡𝑎𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡 (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘) = 𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛(𝑚⁄𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)
Universitas Sriwijaya
44
100
=
40 𝑥 0,2778
= 9 detik
Tabel 4.9. Waktu tempuh bermuatan teoritis setiap segmen jalan sebelum perbaikan
Rimpull (RP)
Kecepatan
(km/jam)
Gear
Jarak Grade tangkut
Segmen jalan rr & a GR Total
(m) (%) (detik)
(lb) (lb) (lb)
Tabel 4.10. Waktu tempuh kosong teoritis setiap segmen jalan sebelum perbaikan
Rimpull (RP)
Kecepatan
(km/jam)
Universitas Sriwijaya
45
Tabel 4.11. Waktu tempuh bermuatan teoritis setiap segmen jalan setelah perbaikan
Rimpull (RP)
Kecepatan
(km/jam)
Gear
Jarak Grade tangkut
Segmen jalan
(m) (%) (detik)
RR & a GR Total
(lb) (lb) (lb)
Tabel 4.12. Waktu tempuh kosong teoritis setiap segmen jalan setelah perbaikan
Rimpull (RP)
Kecepatan
(km/jam)
Jarak Grade tangkut
Segmen jalan Gear
(m) (%) RR & a GR Total (detik)
Berdasarkan waktu tempuh teoritis serta waktu di luar segmen yang terdiri
dari waktu selesai pengisian muatan hingga titik (A), waktu titik (G) hingga
manuver dumping, waktu selesai dumping hingga titik (G), dan waktu dari titik (A)
menuju antrian atau manuver loading (Tabel 4.13), maka dapat diperoleh perubahan
waktu tempuh saat bermuatan (Tabel 4.14), perubahan waktu tempuh saat kosong
(Tabel 4.15) dan cycle time alat berat dump truck Komatsu HD 785-7 teoritis
sebelum dan setelah perbaikan (Tabel 4.16).
Universitas Sriwijaya
46
Tabel 4.15 Cycle time alat berat dump truck Komatsu HD 785-7 secara aktual,
teoritis sebelum dan setelah perbaikan
Travel isi
Dumping
Manuver
dumping
Kembali
Loading
Manuve
Tunggu
Kondisi
loading
(detik)
(detik)
(detik)
(detik)
(detik)
(detik)
(detik)
(detik)
Travel
Total
Geometri
Jalan
Berdasarkan data tersebut bahwa terjadi perbedaan waktu travel isi dan waktu
travel pada kondisi aktual dan sebelum perbaikan terutama pada kondisi travel
kembali. Hal ini disebabkan karena banyak segmen jalan yang belum sesuai standar
sehingga pada saat dump truck saling berpapasan dump truck yang kosong
mengurangi kecepatan bahkan terkadang berhenti agar menghindari terjadinya
kecelakaan.
Universitas Sriwijaya
47
80 800
70 700
(Ribu Rupiah/Jam)
60 600
50 500
Liter/jam
40 400
30 300
20 200
10 100
0 0
Teoritis Teoritis
Aktual Sebelum Setelah
Perbaikan Perbaikan
Konsumsi Bahan Bakar 72.41 72.25 59.11
Biaya Bahan Bakar 734.96 733.34 599.97
Selain konsumsi bahan bakar, cycle time juga terjadi menyebabkan perubahan
pada produktivitas. Total cycle time sebesar 863,21 detik dengan kapasitas vessel
sebesar 60 m3 (Lampiran 4) efisiensi kerja sebesar 87 % (Lampiran 9) dan swell
factor sebesar 85 % (Lampiran 13) sehingga produktivitas dapat dihitung
berdasarkan (Persamaan 2.25) sebagai contoh produktivitas pada kondisi aktual
dump truck Komatsu HD 785-7.
C x 3600 x Eff x Sf
TP = CT
60 x 3600 x 87% x 85%
TP = 863,21
Universitas Sriwijaya
48
TP = 185,04 bcm/jam
210 80.00
180 70.00
Konsumsi Bahan Bakar
60.00
150
(Liter/Jam)
50.00
Produktivitas
120
(BCM/Jam)
40.00
90
30.00
60
20.00
30 10.00
0 0.00
Teoritis Teoritis
Aktual Sebelum Setelah
Perbaikan Perbaikan
Produktivitas 185.04 186.43 191.70
Konsumsi Bahan Bakar 72.41 72.25 59.11
Universitas Sriwijaya
49
210.00 0.45
180.00 0.4
(Liter/BCM)
150.00
0.3
Produktivitas
120.00 0.25
4.5 Keuntungan
Berdasarkan menurunnya konsumsi bahan bakar yang semulanya sebesar
72,41 liter/jam menjadi 59,11 liter/ jam, maka terjadi penghematan bahan bakar
sebesar 13,30 liter/jam. Penghematan tersebut menyebabkan penurunan biaya
bahan bakar sebesar Rp 134.995 perjam dengan harga bahan bakar
Rp 10.150 perliternya. Berdasarkan jumlah fleet pada jalur utara yaitu 3 fleet dan
jumlah dump truck pada 1 fleet sebanyak 5 buah dump truck, maka total jumlah
dump truck pada jalur utara sebanyak 15 buah. Berdasarkan jumlah tersebut dan
diasumsikan bahwa jumlah jam kerja efektif dalam satu hari sebesar 13 jam, serta
jumlah hari kerja sebesar 30 hari, maka diperoleh penghematan biaya setelah
dilakukan perbaikan geometri jalan sebesar = 30 x 13 x 15 x Rp 134.995 perjam
= Rp 789.720.750 perbulan, sehingga perbaikan geometri dan perkerasan jalan
sangat dianjurkan untuk dilakukan.
Universitas Sriwijaya