Anda di halaman 1dari 5

COOPERATIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN HOTS

Pendapat Ollerton, Joice dan orientasi Kurikulum 2013 demi pencapaian tahap
HOTS maka seseorang harus mengembangkan kemampuan berpikir/logikanya. Logika
berkaitan dengan penalaran. Kemampuan logika bisa dilatih dan dikembangkan. Selain
materi pelajaran matematika di sekolah, interaksi efektif antara siswa dalam pembelajaran
berkelompok dapat menjadi salah satu cara meningkatkan kemampuan logika siswa dan
menjadikan pelajaran matematika lebih bermakna. Pembelajaran berkelompok bukan
semata siswa belajar dalam kelompok dengan tugas masing-masing. Belajar berkelompok
merupakan kondisi belajar dimana siswa sejak awal dilatih untuk saling membantu,
bekerja bersama, saling memberi dan menghargai pendapat, berani mengambil keputusan
dari hasil pemikiran/nalarnya yang tepat dan membantu seseorang bertanggungjawab atas
apa yang dipikirkan dan diputuskan. Salah satu model pembelajaran dengan desain
pembelajaran berkelompok adalah model pembelajaran kooperatif.

Cooperative Learning digagasi oleh Robert E. Slavin. Menurut Slavin (2005:4),


keberhasilan belajar berkelompok tergantung pada kemampuan siswa memastikan bahwa
semua anggota dalam kelompok sudah paham inti mendasar tujuan belajar bersama dalam
kelompok. Saling memberi pendapat dan saling berdebat memperkaya pengetahuan dapat
dijadikan sebagai latihan bagi siswa untuk mengasah kemampuan berpikir, membangun
pengetahuan dari ide dan pendapat orang lain yang mungkin berbeda dengan
pendapatnya.

Dari empat kelompok model pembelajaran: Kelompok Model Pengajaran


Memproses Informasi (information processing family), Kelompok Model Pengajaran
Sosial (social family), Kelompok Pengajaran Personal (personal family), Kelompok
Model Sistem Perilaku (behavioral systems family), model pembelajaran kooperatif
termasuk dalam kelompok Model Pengajaran Sosial. Joyce (2016:6) mendefinisikan
model pengajaran sebagai cara membangun asuhan dan menstimulasi ekosistem dimana
di dalamnya para siswa belajar dengan berinteraksi dengan komponen-komponennya.
Model pengajaran dapat menarik para siswa ke dalam tipe-tipe konten tertentu
(pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan) juga dapat meningkatkan
kompetensinya agar tumbuh dalam tataran kepribadian, sosial dan akademis. Dalam
proses pembelajaran kooperatif, siswa dituntut agar berusaha bekerja bersama dengan
teman-teman sekelompoknya. Interaksi antara teman sekelompok dapat membantu siswa
untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas dan bahkan melihat inkonsistensi pandangannya
sendiri.

Beberapa kajian penelitian menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran


kooperatif, misalnya model pembelajaran kooperatif Jigsaw atau model pembelajaran
kooperatif Students Teams Achievment Division (STAD) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa di sekolah. Ataman Karacop (2017) dari penelitiannya tentang pengaruh
penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan pencapaian lebih
tinggi bagi para calon guru sains agar meningkatkan kontribusinya dalam praktek
mengajar dikemudian hari. Melalui aktivitas pembelajaran berkelompok mereka dilatih
untuk lebih memahami dan membagikan pengetahuannya kepada anggota kelompoknya.
Mamik (2017) dari hasil penelitiannya merekomendasikan penerapan model
pembelajaran kooperatif Jigsaw karena dapat meningkatkan kemampuan siswa terhadap
pemecahan masalah Ilmu Pengetahuan Alam. Peningkatan terjadi karena langkah-
langkah pembelajaran kooperatif Jigsaw menuntun siswa untuk belajar lebih mandiri,
teliti dan makin terlatih mengungkapkan pemikirannya terhadap sesama temannya.

Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu
Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja
yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif
(inductive reasoning) yang memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian
menarik simpulan secara keseluruhan. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik
investigasi atas suatu fenomena/gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi
dan memadukan pengetahuan sebelumnya.

Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah keahlian yang meliputi kemampuan
seseorang untuk berpikir secara kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif (Ramli,
M., 2015). Presseisen (Liliasari, 1996) menyebutkan bahwa,”Yang termasuk kemampuan
berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan pemecahan masalah (problem solving),
pengambilan keputusan (decision making), berpikir kreatif (creative thinking), dan
berpikir kritis (critical thinking).” Masing-masing tipe berpikir tersebut dapat dibedakan
berdasarkan tujuannya. Semua kemampuan berpikir tingkat tinggi yang diungkapkan di
atas dapat dikembangkan melalui pembelajaran. Asesmen HOTS yang perlu
dikembangkan bukan asesmen yang berperan untuk mengukur tingkat capaian
pembelajar saja, tetapi asesmen yang akan melatih peserta didik untuk berpikir kritis, dan
dilengkapi dengan feed back yang akan memberikan informasi kepada peserta didik
tentang kelemahan yang perlu diperbaikinya. Temuan penelitian ini akan sangat
bermanfaat untuk memotivasi guru dalam implementasi kurikulum 2013 berbasis data
penelitian dan membangun manajemen pembelajaran berbasis model efektivitas
kooperatif learning.

Effandi Zakaria (Isjoni, 2009: 21) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif


dirancang bagi tujuan untuk melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran
melanjutkan perbincangan dengan teman-teman dalam kelompok kecil. Ia memerlukan
siswa bertukar pendapat, memberi tanya jawab serta mewujudkan serta membina proses
penyelesaian kepada suatu masalah. Kajian eksperimental dan diskriptif yang dijalankan
mendukung pendapat yang mengatakan pembelajaran kooperatif dapat memberikan hasil
yang positif kepada siswa.

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang


didalamnya memiliki tipe/ jenis yang berbeda – beda seperti yang dituliskan oleh Model
pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2009:11-26) ada berbagai macam tipe, yaitu
Student Teams-Achievement Division (STAD), Team Game Tournament (TGT), Jigsaw
II, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Team Assisted
Individualization (TAI), Group Investigation, Learning Together, Complex Instruction,
dan Structure Dyadic Methods dan lain sebagainya. Setiap tipe/jenis model pembelajaran
kooperatif memiliki sistem pembelajaran/ sintaks yang berbeda – beda, dan tentunya
setiap jenis model pembelajaran kooperatif juga memiliki kelebihan dan kekurangan
masing – masing. Setiap jenis model pembelajaran kooperatif dapat diaplikasikan ke
dalam proses pembelajaran guna untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
(HOTS) siswa sesuai dengan manfaat dari setiap tipe model kooperatif tersebut.

Dari komponen kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yang meliputi


kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi matematik, kemampuan
penalaran, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan koneksi matematis. Kelima
kompenen HOTS ini dapat di tingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif di dalam kelas, dimana berdasarkan hasil penelitian yang telah lebih dulu
meneliti tentang cara untuk meningkatkan kelima komponen HOTS tersebut, hasil

Fuzna Aradipa tahun 2015 yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan


komunikasi siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share
(TPS), memperoleh bahwa bahwa respon siswa dalam pembelajaran dengan model
Think-Pair-Share adalah baik, dimana kemampuan komunikasi matematis siswa yang
diajarkan dengan model pembelajaran tipe TPS meningkat (2) penelitian yang dilakukan
oleh Nur Ainun tahun 2015 yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran
matematis siswa melalui penerapan model pembelajaran Team Games Tournament
(TGT) memperoleh bahwa secara keseluruhan peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Teams Games Tournament lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan konvensional. (3) penelitian yang dilakukan oleh Sri Switasari Liu
tahun 2019 bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik
daripada peningkatan pemecahan masalah matematika kemampuan siswa diajar dengan
pengajaran konvensional, penelitian ini memperoleh bahwa peningkatan masalah
matematika kemampuan pemecahan siswa yang menerima penerapan model
pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang menerima pembelajaran
konvensional peluang materi. (4) penelitian yang dilakukan oleh Eva Rusdiana dan
Sucipto tahun 2018 yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematis melalui penerapan model cooperative learning tipe group investigation,
penelitian ini memperoleh bahwa berdasarkan analisis hasil penelitian di atas, disimpulan
bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe GI terbukti meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa kelas XI AK 1 SMK Dr. Soetomo Surabaya. (5) penelitian yang
dilakukan oleh Lamtiur Pasaribu tahun 2015 yang bertujuan untuk untuk mengetahui
peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa melalui model pembelajaran
kooperatif tipe Learning Together dan tipe Tutor Sebaya dan mengetahui respon siswa
terhadap model pembelajaran yang diperoleh. Penelitian ini memperoleh bahwa Terdapat
perbedaan yang signifikan pada peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa
yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together dan siswa yang
memperoleh tipe Tutor Sebaya. Respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif
tipe Learning Together dan tipe Tutor Sebaya adalah sangat suka. Dari kelima komponen
yang masing – masing dapat ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif dengan tipe kooperatif yang berbeda. Masih banyak lagi penelitian yang
menyajikan tentang penerapan model pembelajaran kooperatif learning guna untuk
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Dalam perpektif pembelajaran sebagai sistem (Miarso, Y., 2008), HOTS sebagai
hasil belajar atau out put (Y) dipengaruhi oleh proses, yang dalam hal ini adalah
cooperative learning (X1) yang memberi kesempatan atau menciptakan situasi di mana
peserta didik mencari pengetahuan sendiri (X2) dan mempublikasikan hasil kerya mereka
(X3).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slameto tahun 2018, Penelitian
ini berhasil mengembangkan model Pembelajaran Kooperatif berbasis konstruktif yang
terbukti efektif meningkatkan kemampuan berpikir aras tinggi (HOTS) mahasiswa pada
aras tinggi dan cenderung sangat tinggi. Capaian itu diikuti dengan lima kemampuan
iringan: 1) menjadi lebih kompeten dalam keilmuan dan penelitian serta terampil
mengidentifikasi persoalan serta memecahkannya, 2) kemandirian, kritis, dan kreatif
sehingga memberikan peluang munculnya ide dan inovasi baru, 3) memperkuat
kemampuan berpikir mahasiswa sebagai calon peneliti, 4) meningkatkan pemahaman
mahasiswa tentang perkembangan suatu ilmu, pada akhirnya, 5) meningkatkan
kemampuan mahasiswa dan dosen dalam hal asimilasi dan aplikasi pengetahuan.
Penelitian ini juga mendapatkan tiga model determinan HOTS atau kemampuan berpikir
aras tinggi; Model 1 variabel kemampuan mempublikasikan hasil karya mahasiswa
dengan sumbangan 18,80%, Model 2, dengan dikombinasikannya variabel kemampuan
mahapeserta didik mencari dan menemukan pengetahuannya sendiri dengan sumbangan
26,00% dan Model 3 dengan dikombinasikannya intensitas cooperative learning dengan
sumbangannya menjadi 32,50%.

Anda mungkin juga menyukai