kadar gula dalam darah (hiperglikemia) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relative. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relative berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormone insulin dibuat dalam pancreas. Dampak negative yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal. DM type I atau DM yang tergantung pada insulin. Disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah karena kerusakan sel beta pancreas. Gejala yang menonjol : sering kencing (terutama dalam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM type ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup. DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. Disebabkan insulin yang tidak normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi hingga terjadi hiperglekimia, 75 % dari penderita DM type II dengan obersitas atau ada sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. 1. Sel α (sekitar 20%), menghasilkan hormone glucagon 2. Sel ß (dengan jumlah paling banyak 70%), menghasilkan hormone insulin 3. Sel δ (sekitar 5-10%), menghasilkan hormon Somatostatin. 4. Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas. Sekresi insulin dikendalikan oleh kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah yang berlebihan akan merangsang sekresi insulin dan bila kadar glukosa normal atau rendah maka sekresi insulin akan berkurang Insulin meningkatkan transport glukosa kedalam sel (namun otak, hati, dan sel-sel ginjal tidak bergantung pada insulin untuk asupan glukosa). Di dalam sel, glukosa digunakan pada respirasi sel untuk menghasilkan energi. Hati dan otot rangka juga mengubah glukosa menjadi glikogen (glikogenesis, yang berarti pembentukan glikogen) yang disimpan untuk menggunakan di lain waktu berkenaan dengan kadar glukosa darah, insulin menurukan kadar glukosa dengan meningkatkan penggunaan glukosa untuk produksi energy Glukagon merangsang hati untuk mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenolisis, yang berarti pemecahan glikogen) dan meningkatkan penggunaan lemak dan asam amino untuk produksi energi. Proses glukonegenesis (yang berarti pembentukan glukosa) merupakan perubahan kelebihan asam amino menjadi karbohidrat yang sederhana yang dapat memasuki reaksi pada respirasi sel. Dengan demikian, efek glikagon secara keseluruhan adalah meningkatkan kadar glukosa Glukagon di sekresikan ketika kadar glukosa darah turun dibawah normal. Sel-sel alpha melepaskan glucagon dan cadangan energy di mobilisasi. Pengaruh utama glucagon sebagai berikut : 1) Merangsang pemecahan glikogen di otot rangka dan sel-sel hati. Molekul glukosa dilepaskan dan dimetabolisme menjadi energi. 2) Merangsang pemecahan tirigliserida dalam jaringan adiposa. Adiposit melepaskan asam lemak kesirkulasi darah untuk digunakan oleh jaringan lain. 3) Merangsang sintesis glukosa dihati dengan cara mengabsorsi asam amino dari aliran darah dan merubahnya menjadi glukosa, kemudian melepaskannya ke sirkulasi darah. Proses yang dikenal dengan glikoneogenesis Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang secera genetis dan klinis termasuk heterogen yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia, Hal 1260) Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa darah atau hipoglikemia (Brunner & Suddarth) Diabetes mellitus adalah keadaan hipoglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormon, yang menimbulkan beberapa komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Kapita selekta Kedokteran, 2001) Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolic yang ditandai oleh hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibat kurangnya hormone inslin, menurunnya efek insulin atau keduanya. (kowalak, Hal 519) Diabetes mellitus adalah factor risiko utama untuk aterosklerosis. Individu pengidap diabetes mellitus kolesterol dan triglisireda plasma yang tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar organ menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, kemudian menstimulasi reaksi inflamasi yang berperan menyebabkan ateroklerosis (Corwin, Hal 480) Dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen insulin ; namun, kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabtes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtype: a. Autoimun Akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; b. Idiopatik Tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtype ini lebih sering timbul pada etnik keturunsn Afrika- Amerika dan Asia. (Buku Patofisiologi Sylvia, Hal 1262) Awitan DM tipe 1 (bergantung pada Insulin) biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun (meskipun dapat terjadi pada semua usia) pasien DM tipe 1 bertubuh kurus dan memerlukan pemberian insulin eksogen serta penatalakasaan diet untuk mengendalikan gula darah sebaliknya (Kowalak, Hal 519) Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas tipe nondependen insulin. Insidens diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini (beragam dari predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin yang relatif sampai dengan predominan gangguan sekresi dengan resistensi insulin) (Buku Patofisiologi Sylvia, Volume 2 Hal 1262) Diabetes tipe 2 (tidak bergantung pada Insulin) biasanya terjadi pada dewasa yang obese diatas usia 40 tahun dan diatasi dengan diet serta latihan bersama pemberian obat-obatan diabetes oral meskipun terapinya dapat pula meliputi pemberian insulin (Kowalak, Hal 519) Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Factor risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormone yang mempunya efek metabolic terhadap toleransi glukosa,maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetic mungkin akan memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada tingkehamilan. Kriteria diagnosis biokimia diabtes kehamilan yang dianjurkan adalah kriteria yang diusulkan oleh O’Sullivan dan Mahan (1073). Menurut kriteria ini, GDM terjadi apabila dua atu lebih dari nilai berikut ini di temukan atau dilampaui sesudah pemberian 75 glukosa oral: puasa, 105mg/dl, 1 jam, 190mg/dl, 2 jam, 165mg dl; 3 jam, 145mg,dl. Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita berisiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas pernatal dan memepunyai frekuensi kematian janin viable yang lebih tinggi. Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usisa kehamilan 24 hingga 28 minggu. (Buku Patofisiologi Sylvia, Volume 2 Hal 1262) Terjadi ketika seseorang wanita yang sebelumnya tidak didiagnosis sebagai penyandang diabetes memperlihatkan intoleransi glukosa selama kehamilanya. Hal ini dapat terjadi jika hormone – hormone plasenta melawan balik erja insulin sehingga timbul resistensi insulin. Diabetes kehamilan merupakan factor risiko yang signifikan bagi terjadinya diabetes tipe 2 kemudian hari. (Kowalak, Hal 519) (a) kelainan genetic dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY. Diabetes subtype ini memiliki pravalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten terhadap insulin kelainan genetic telah dikenali dengan baik dalam empat bentuk mutasi dan fenotif yang berbeda (MODY1, MODY 2, MODY 3, MODY 4) (b) kelainan genetic pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan akantosis negrikans; (c) penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreastitis kronik; (d) penyakit endokrin seperti Sindrom Cushing dan akromegali; (e) obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta; dan (f) infeksi (Buku Patofisiologi Sylvia, Volume 2 Hal 1262) 1. Hereditas 2. Lingkungan (infeksi, maknan, toksin, stress) 3. Perubahan gaya hidup pada orang yang secara genetic rentan 4. Kehamilan (Kowalak, Hal 519) 1. Poliuria dan polydipsia yang disebabkan oleh osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa serum yang tinggi 2. Anoreksia (sering terjadi) atau polifagia (kadang-kadang terjadi) 3. Penurunan berat badan (biasanya sebesar 10% hingga 30%; penyandang diabetes tipe 1 secara khas tidak memiliki lemak pada tubuhnya saat diagnosis ditegakkan) karena tidak terdapat metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang normal sebagai akibat fungsi insulin yang rusak atau tidak ada 4. Sakit kepala, rasa cepat lelah, mengantuk, tenaga yang berkurang, dan gangguan pada kinerja; semua ini disebabkan oleh kadar glukosa intrasel yang rendah 5. Infeksi atau luka pada kulit yang lambat sembuhnya; rasa gatal pada kulit (Kowalak, Hal 520) 1. Terapi sulih insulin, perencanaan makan dan latihan fisik (bentuk terapi insulin yang muktakhir meliputi penyuntikan preparat mixed insulin, split-mixed, dan penyuntikan insulin regular. Lebih dari 1x per/hari serta penyuntikan insulin subkutan yang kontinu) 2. Pemantauan kadar glukosa darah secara cermat 3. Perencanaan makan yang dirancangan secara perorangan untuk memenuhi kebutuhan gizi, mengendalikan kadar glukosa serta lipid darah, dan mencapai berat badan yang tepat serta mempertahankannya (rencana makan harus diikuti serta konsisten dan hidangan harus dikonsumsi secara teratur) (kowalak, hal 520) Penatalaksanaan diabetes mellitus didasarkan pada : Rencana diet yang dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari sebagai contoh, pada pasien obesitas, dapat ditentukan diet hingga berat badan pasien turun hingga kekisaran kekisaran optimal untuk pasien tersebut. Sebaliknya, pada pasien muda dengan diabetes tipe 1, berat badannya dapat menurun selama keadaan dekompensasi. Pasien ini harus menerima kalori yang cukup mengembalikan berat badan mereka ke keadaan semula dan untuk pertumbuhan. Diet disesuaikan dengan keadaan penderita prinsip umum : diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes, diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini : a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misal : vitamin dan mineral) b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai c. Memenuhi kebutuhan energy d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis. e. Menurunkan makan pada penderita DM 1. Kebutuhan kalori Tujuan yang paling penting adalah pengendalian asupan kalori total untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah. Rencana makan bagi penyandang diabetes juga memfokuskan presentase kalori yang berasal dari karbohidrat, protein dan lemak, Ada 2 tipe karbohidrat yang utama, yaitu : a. Karbohidrat kompleks (seperti : roti, sereal, nasi dan pasta) b. Karbohidrat sederhana (seperti : buah yang manis dan gula) Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut : BB ideal = (TB cm – 100) kg – 10 % . pada waktu istirahat, diperlukan 25 kkal/kg BB ideal kemudian diperhitungkan pula aktivitas, kerja ringan : ditambah 10 – 20 %, kerja sedangditambah 30 %, kerja berat ditambah 50 % dan kerja berat sekali ditambah 20 – 30 %). Stress : ditambah 20 – 30 %, hamil trimester 2 – 3 ditambah 400 kal dan laktasi ditambah 600 kal. c. Karbohidrat Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks (khususnya yang berserat tinggi) seperti roti, gandum utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta / mie yang berasal dari gandum yang masih mengandung bekatul. karbohidrat sederhana tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan dan lebih baik jika dicampur ke dalam sayuran atau makanan lain daripada dikonsumsi secara terpisah. d. Lemak Pembatasan asupan total kolesterol dari makanan hingga < 300 mg/hr untuk membantu mengurangi faktor resiko, seperti kenaikan kadar kolesterol serum yang berhubungan dengan proses terjadinya penyakit koroner yang menyebabkan kematian pada penderita diabetes. e. Protein Makanan sumber protein nabati (misal : kacang-kacangan dan bijibijian yang utuh) dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh. (Brunner & Suddarth, 2002) 2. Latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik Latihan fisik akan mempermudah transfor kadar glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. (Buku Patofisiologi Sylvia, Volume 2 Hal 1262)
3. Obat berkhasiat hipoglemik
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglemin (oral/suntikan). (Kapita Selekta Kedokteran, Edisi3 Jilid 1, Hal 584) Pengkajian Data fokus pada sistem endokrin dan sistem lain yang berhubungan dengan kasus DM 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi 2. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d penumpukan glukosa dalam darah 3. Resiko jatuh 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum 5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi 1. Monitor intake dan output 2. Monitor status hidrasi 3. Lakukan pemeriksaan laboratorium 4. Berikan cairan infus RL 5. Pertahankan pemberian cairan paling sedikit 2500 ml/hari 6. Lakukan pemasangan cateter urin 1. Kaji ulang aktivitas 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 3. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam membantu aktivitas 1. Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien 3. Ajarkan pasien beserta keluarga bagaimana membuat catatan makanan harian 4. Monitor adanya penurunan berat badan 5. Monitor adanya mual dan muntah 1. Mengidentifikasi perilaku dan factor yang mempengaruhi resiko jatuh 2. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang meningkatkan potensi untuk jatuh 3. Kaji tingkat energy yang di miliki klien 4. Berikan terapi ringan untuk mempertahankan keseimbangan 1. Monitor glukosa darah a. Bagaimana gaya hidup pasien b. Pasien harus mampu mengecek gula darah sendiri
2. Berikan cairan dextrose
3. Berikan insulin drip 5 IU/menit ke dalam Nacl 4. Anjurkan pasien untuk latihan jasmani senam 5. Lakukan promosi kesehatan mengenai makananan yang mengandung kadar glukosa tinggi dan rendah