Anda di halaman 1dari 78

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa dapat dikatakan sebagai respon maladaptif dari lingkungan

internal dan eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang

tidak sesuai dengan norma lokal atau budaya setempat dan mengganggu fungsi

sosial, pekerjaan dan atau fisik (Townsend, 2005). Pengertian ini menjelaskan

klien dengan gangguan jiwa akan menunjukan perilaku yang tidak sesuai dengan

norma masyarakat dimana perilaku tersebut mengganggu fungsi sosialnya.

Isolasi sosial merupakan salah satu perubahan yang muncul pada

skizofrenia. Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan

perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan

yang mengancam (Nanda, 2005). Secara garis besar dapat dikatakan bahwa

isolasi sosial adalah kegagalan individu dalam melakukan interaksi dengan orang

lain yang disebabkan oleh pikiran negatif atau mengancam. Seseorang dapat

dikatakan mengalami gangguan isolasi sosial jika individu tersebut menarik diri,

tidak komunikatif, menyendiri, asyik dengan pikiran dan dirinya sendiri, tidak ada

kontak mata, sedih, afek tumpul, perilaku bermusuhan, menyatakan perasaan sepi

atau ditolak, kesulitan membina hubungan di lingkungannya, menghindari orang

lain dan mengungkapkan perasaan tidak di mengerti orang lain. Jika perilaku

isolasi sosial tidak ditangani dengan baik dapat dapat menurunkan produktifitas

individu dan menjadikan beban bagi keluarga ataupun masyarakat.

Data WHO (World Health Organization) pada tahun 2013 jumlah

penderita gangguan jiwa di dunia adalah 750 juta jiwa. Pada studi terbaru WHO

1
2

(World Health Organization) di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara

berkembang, sekitar 76-78% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan

apapun pada tahun pertama. dalam penelitian (Saniaty. M, dkk, 2015). Di

Indonesia jumlah kunjungan poli jiwa rata – rata 20 orang per hari (tahun 2008).

Pada bulan februari 2009 klien yang dirawat di psikiatri 90% terdiagnosis

Skizofrenia (80 orang dari jumlah total 90 orang). Berdasarkan alasan masuk

rumah sakit klien dengan perilaku kekerasan 62 kasus (68%), isolasi sosial 24

kasus (26 %) dan halusinasi 14 kasus (16 %). Tujuh puluh lima persen berasal

dari warga ekonomi lemah. Diperkirakan jumlah gangguan jiwa akan meningkat

seiring dengan kenaikan bahan pokok yang semakin meningkat dan beban hidup

yang semakin meningkat (Wiyati, 2009). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional

yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15

tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk

Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia

mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Menurut

Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, didapatkan data nasional tentang

angka kejadian gangguan jiwa berat (skizofrenia) di Jawa Timur sebesar 1,4% dan

Surabaya tercatat sebanyak 0,2%. Sedangkan gangguan mental emosional (seperti

kecemasan, depresi, dll) sebesar 35% dan di Surabaya tercatat 18,8%.

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan

presipitasi di antaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat

mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu,

takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan
3

keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulakan perilaku tidak

ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar

dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan.

Secara medis tidak ada penggolongan untuk masalah gangguan isolasi

sosial. Isolasi sosial menjadi tanda dan gejala dari gangguan jiwa, tanda gejala

utama klien dengan episode depresi adalah sedih yang mendalam, berkurangnya

energi dan menurunnya aktivitas gejala tambahan yang meliputi adalah harga diri

rendah , kepercayaan diri kurang, rasa bersalah, pesimis, tidur terganggu, tidak

nafsu makan (Maslam, 2003).

Isolasi sosial tidak hanya berdampak secara individu pada klien yang

mengalami tetapi juga pada sistim klien secara keseluruhan yaitu keluarga dan

lingkungan sosialnya. Isolasi sosial dapat menurunkan produktifitas atau

berdampak buruk pada fungsi di tempat kerja, karena kecenderungan klien

menarik diri dari peran dan fungsi sebelum sakit, membatasi hubungan sosial

dengan orang lain dengan berbagai macam alasan.

Intervensi yang diberikan oleh perawat yaitu dengan pemberian terapi

Psikososial/ Spesialispsikoterapi yang dapat diberikan pada klien isolasi sosial

adalah Social skill Training, merupakan hal penting untuk meningkatkan

seseorang berinteraksi dalam satu lingkungan. Adanya kemampuan berinteraksi

menjadi kunci memperkaya pengalaman hidup, memilki pertemanan,

berpartisipasi dalam suatu kegiatan dan bekerjasama dalam suatu kelompok

(Stuart, 2009).

Keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam proses kesembuhan

klien yang mengalami gangguan jiwa. Kondisi keluarga yang terapeutik dan
4

mendukung klien sangat membantu kesembuhan klien dan memperpanjang

kekambuhan.Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa angka kekambuhan pada

klien tanpa terapi keluarga sebesar 25 - 50% sedangkan angka kekambuhan pada

klien yang diberikan terapi keluarga 5 - 10% (Keliat, 2006). Keluarga sebagai

”perawat utama” dari klien memerlukan treatment untuk meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan dalam merawat klien.

Penulis mengharapkan dengan psikoterapi yang dilakukan pada klien

dengan isolasi sosial, maka pengetahuan klien tentang kemampuan cara merawat

diri dan kemampuan koping terhadap stress dan beban yang dialami dapat

meningkat. Serta perawat berperan besar terhadap kemajuan pasien isolasi sosial.

Mengacu pada hal tersebut, penulis ingin mendalami lebih lanjut tentang asuhan

keperawatan jiwa pada pasien dengan isolasi sosial serta menfokuskan pemberian

psikoterapi pada klien dengan gangguan isolasi sosial.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan asuhan keperawatan jiwa pada pasien isolasi sosial:

menarik diri dengan masalah keperawatan isolasi sosial di RSJ Lawang Malang ?

1.3 Tujuan

Melaksanakan eksplorasi asuhan keperawatan jiwa pada pasien isolasi

sosial: menarik diri dengan masalah keperawatan isolasi sosial di RSJ Lawang

Malang
5

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Peniliti

Hasil diharapkan dapat memberikan masukan dan referensi bagi peneliti

terutama dibidang keperawatan, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan

secara baik dan benar kepada pasien dengan isolasi sosial: menarik diri.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Hasil diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat

terutama pada keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa

yaitu isolasi sosial: menarik diri, sehingga mereka tidak mengalami kesulitan

dalam memberikan perawat.

1.4.3 Bagi Institusi

Hasil diharapkan dapat memberikan masukan dan tambahan referensi bagi

Isntitusi terutama dibidang keperawatan, sehingga dapat memberikan asuhan

keperawatan secara baik dan benar.


BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori

2.1.1 Pengertian

Menurut Depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu

gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak

fleksibel menimbulkan perilaku meladaptif dan mengganggu fungsi seseorang

dalam hubungan sosial.

Menurut Towsend (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan

dimana seseorang berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan

kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial

mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya

mengarah pada menarik diri.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah satu

gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptif, dan mengganggu

fungsi individu dalam hubungan sosialnya. Isolasi sosial adalah suatu keadaan

kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang

negatif dan mengancam (Twondsend,1998). Menarik diri merupakan percobaan

untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan

orang lain (Pawlin,1993 dikutip Budi Keliet,2001).

2.1.2 Etiologi

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya

perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak

6
7

percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa

terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.

Keadaan ini dapat menimbulakan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan

orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan

sehari-hari terabaikan.

2.1.3 Faktor Predisposisi

2.1.3.1 Faktor Perkembangan

Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial

berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai

dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang positif,

diharapkan setiap tahap perkembangan dilalui dengan sukses. Sistem keluarga

yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptif.

2.1.3.2 Faktor Biologis

Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif.

2.1.3.3 Faktor Sosiokultural

Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal

ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang

lain, tidak mempunyai anggota masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut

usia, orang cacat dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena

mengadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki

budaya mayoritas.
8

2.1.3.4 Faktor dalam Keluarga

Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam

gangguan berhubungan bila keluarga hanya menginfomasikan hal-hal yang

negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua

pesan yang bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan

anak menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain (Ernawati, dkk, 2009).

2.1.4 Faktor Presipitasi

2.1.4.1 Stress sosiokultural

Stres dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan

berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit

2.1.4.2 Stress psikologi

Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan

keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan

orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan

ketergantungan dapat menimbulkan ansiestas tingkat tinggi (Ernawati, dkk,

2009).

2.1.5 Rentang Respon

Rentang respon isolasi sosial meliputi respon adaptif dan respon


maladaptif. Sebagaimana pada gambar: 3-1 (Rentang Respons Isolasi Sosial).
9

Adaptif Maladaptif

- Menyendiri
 Merasa sendiri o Menarik diri
- Otonomi
 Dependensi o Ketergantungan
- Bekerjasama
 Curiga o Manipulasi
- Interdependen
o curiga

Gambar 3-1. Rentang Respons Isolasi Sosial

Sumber: Townsend (1998) dikutif dalam Fitria (2009)

Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial:

2.1.5.1 Respons adaptif

Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-

norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain

individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah.

Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.

1) Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang

telah terjadi di lingkungan sosialnya.

2) Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,

pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.

3) Bekerja sama, kemapuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.

4) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam

membina hubungan interpersonal.


10

2.1.5.2 Respons maladaptif

Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan

kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons

maladaptif.

1) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan

secara terbuka dengan orang lain.

2) Ketergantungan, seseorang gagal mengambangkan rasa percaya diri sehingga

tergantung dengan orang lain.

3) Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu

sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

4) Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

2.1.6 Tanda dan Gejala

Berikut ini adalah Tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial yaitu

kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkugan), ekspresi wajah kurang berseri,

tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri, tidak ada atau kurang

komunikasi verbal, mengisolasi diri, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan

sekitarnya, asupan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses,

aktivitas menurun, kurang energy (tenaga), rendah diri, postur tubuh berubah,

misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur).

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,

sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak

dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi

sensori: halusinasi dan risiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan.
11

Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi

aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk

melakukan perawatan secara mandiri.

Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh

ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang

tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif). Peranan

keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan

masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnyaa tidak baik (koping keluarga

tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.

2.1.7 Penatalaksanaan

2.1.7.1 Terapi Medis

Penatalaksanaan terapi klien skizofrenia dengan masalah keperawatam

isolasi sosial perlu ditalaksana secara integrasi, baik dari aspek psikofarmakologis

dan aspek psikologis. Penatalaksanaan yang diberikan secara komprehensif pada

klien dengan skizofrenia dengan masalah isolasi sosial menghasilkan perbaikan

yang lebih optimal dibandingkan secara tunggal (Gorman, 2007 dalam Townsend.

2009) menyatakan pengobatan skizofrenia menggunakan pendekatan terapi

antipsikotik dan pengobatan psikososial. Terapi antipsikotik yang digunakan

merupakan gabungan tipikal dan antipikal, antipsikotik yang akan menurunkan

gejala psikotik pada fase akut dan menurunkan kekambuhan klien

2.1.7.2 Tindakan Keperawatan

Terapi Generalis pada klien dengan isolasi sosial menurut Keliat dan

Akemat (2010) adalah dengan cara mengajarkan klien mengenal penyebab klien
12

isolasi sosial atau menyendiri, menyebutkan keuntungan dan kerugian Klien

berhubungan dengan orang lain, melatih klien cara berkenalan, melatih klien

berkenalan secara bertahap mulai dari satu orang, dua orang sampai lebih baik

dengan teman atau perawat, melakukan aktivitas terjadwal dan pemanfaatan obat.

Penerapan terapi aktivitas kelompok sosialisasi juga perlu ditetapkan pada klien

isolasi sosial untuk meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan interaksi

sosial dalam kelompok.

Terapi keperawatan Psikososial/ Spesialispsikoterapi yang dapat diberikan

pada klien isolasi sosial adalah Social Skill Training, merupakan hal penting

untuk meningkatkan seseorang berinteraksi dalam satu lingkungan. Adanya

kemampuan berinteraksi menjadi kunci memperkaya pengalaman hidup, memiliki

pertemanan, berpartisipasi dalam suatu kegiatan dan bekerjasama dalam suatu

kelompok (Stuart, 2009). Aspek kognitif berfokus pada pola pikiran yang

menyimpang/distorsi yang menyebabkan perasaan tidak menyenangkan atau

gejala-gejala dari gangguan jiwa untuk merubah persepsi yang negatif menjadi

positif sehingga muncul perilaku yang adaptif (Fontaine,2009).

Psikoterapi juga dapat diberikan dalam kelompok isolasi sosial untuk

meningkatkan kemampuan individu yang telat dilatih. Adapun psikoterapi untuk

kelompok adalah Therapeutic group, merupakan terapi yang bertujuan untuk

membantu anggota kelompok dala mengidentifikasi hubungan yang destruktif dan

merubah perilau maladaptif (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).

Berdasarkan strategi intevensi diatas, maka dapat di ketahui bahwa

psikoterapi lebih efektif dilakukan dengan mengkombinasi intevensi. Hal ini

disebabkan karena sasaran tiap terapi/intervensi mempunyai target yang berbeda-


13

beda. Dengan demikian psikoterapi yang diberikan pada klien isolasi sosial akan

mencapai tujuan yang diharapkan. Terapi perilaku kognitif merupakan psikoterapi

yang diberikan pada klien dengan isolasi sosial yang menglami masalah pada

pengontrolan pikiran/persepsi yang negatif dan emosi yang tidak terkontrol atau

maladaptif, kondisi tersebut berakibat pada perilaku yang maladaptif seperti suka

menyendiri tidak mau berinteraksi dengan orang lain, tidak peduli terhadap

lingkungan, menurunnya motivasi untuk melakukan aktivitas dan melakukan

interaksi sosial sehingga akan muncul ancaman pada individu.

2.2 Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial: menarik diri, meliputi :

pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan isolasi sosial: menarik diri adalah

sebagai berikut (Budi Keliat, 2009)

1) Identitas

Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa

pubertas.

2) Keluhan utama

Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit biasanya

akibat adanya kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi.

3) Faktor predisposisi

Faktor predisposisi sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi yakni

keturunan, endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.


14

4) Psikososial

(1) Genogram

Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-16%

skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68%, saudara tiri kemungkinan

0,9-1,8%, saudara kembar 2-15%, dan saudara kandung 7-15%.

(2) Konsep diri

Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien akan

mempengaruhi konsep diri pasien.

(3) Hubungan sosial

Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun,

dan berdiam diri.

(4) Spiritual

Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.

5) Status mental

(1) Penampilan diri

Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju tidak

tepat, resleting tak terkunci, baju tak ganti, baju terbalik sebagai

manifestasi kemunduran kemauan pasien.

(2) Pembicaraan

Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.

(3) Aktivitas motorik

Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan

mempertahankan pada satu posisi yng dibuatnya sendiri (katalepsia).


15

(4) Emosi

Emosi dangkal merupakan suatu keadaan seseorang yang sulit

disimpulkan, misalnya saat sedih atau senang.

(5) Afek

Dangkal, tak ada ekspresi roman muka baik saat sedih maupun gembira

(6) Interaksi selama wawancara

Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap

lawan bicara, diam.

(7) Persepsi

Tidak terdapat halusinansi atau waham, halusinasi merupakan persepsi

indera yang salah dan waham dapat diartikan sebagai suatu

keyakinan/kepercayaan yang tidak dapat digoyahkan.

(8) Proses berfikir

Gangguan proses berfikir jarang ditemukan.

(9) Kesadaran

Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta pembatasan

dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak

sesuai dengan kenyataan (secara kualitatif).

(10) Memori

Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, dan orang.

(11) Kemampuan penilaian

Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu

keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak

tepat.
16

(12) Tilik diri

Suatu kemampuan untuk menilai diri sendiri, tak ada yang khas.

(13) Kebutuhan sehari-hari

Pada permulaan, penderitaan kurang memperhatikan diri dan keluarganya,

makin mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk

memenuhi kebutuhannya sendiri sangat menurun dala hal makan,

BAB/BAK, mandi, berpakaian, dan istirahat tidur.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan data subyektif dan obyektif

yang ditemukan pada pasien. Diagnosa keperawatan pada gangguan ini adalah

Isolasi Sosial : Menarik Diri

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan pada pasien isolasi sosial meliputi tujuan umum

dan tujuan khusus, berikut intervensi yang diberikan pada pasien dengan isolasi

sosial: Menarik Diri.

Tujuan umum dari intervensi keperawatan ini yaitu Klien berinteraksi dengan

orang lain sehingga tidak terjadi isolasi sosial : Menarik Diri.

2.2.3.1 Tujuan khusus 1:

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria evaluasi :

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata,

mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau
17

duduk bersalam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau

mengutarakan masalah yang dihadapi

Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi

terapeutik

2) Sapa klien dengan nama baik verbal maupun nonverbal

3) Perkenalkan diri dengan sopan

4) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien

5) Jelaskan dengan pertemuan

6) Jujur dan menepati janji

7) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

8) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2.2.3.2 Tujuan Khusus 2:

Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

Kriteria Evaluasi:

Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari: diri

sendiri, orang lain, lingkungan.

Intervensi

1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandanya

(1) “ di rumah ibu tinggal dengan siapa”

(2) “ siapa yang paling dekat dengan ibu”

(3) “ apa yang membuat ibu dekat dengannya”

(4) “ dengan siapa ibu tidak dekat”

(5) “ Apa yang membuat ibu tidak dekat”


18

2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan yang

menyebabkan klien tidak mau bergaul

3) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

2.2.3.3 Tujuan Khusus 3 :

Klien dapat menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan

kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain

Kriteria Evaluasi :

1) Klien dapat menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain,

misalnya: banyak teman, tidak sendiri, bisa diskusi, dll.

2) Klien dapat menyebutkan kerugian bila tidak berinteraksi dengan orang

lain, misalnyan: sendiri, tidak memiliki teman, sepi, dll.

Intervensi (1) :

1) Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan memiliki teman

2) Beri kesempatan kepada klien untuk berinteraksi dengan orang lain

3) Diskusi bersama klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain

4) Beri penguatan positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan

tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain

Intervensi (2) :

1) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berinteraksi dengan

orang lain

2) Beri ksempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang

kerugian bila tidak berinteraksi dengan orang lain

3) Diskusikan bersama klien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain


19

4) Beri penguatan positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan

tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain

2.2.3.4 Tujuan Khusus 4:

Klien dapat melakukan interaksi secara bertahap

Kriteria Evaluasi

Klien dapat mendemonstrasikan interaksi sosial secara bertahap antara:

klien – perawat, klien – perawat – perawat lain, klien – perawat – perawat

lain – klien lain, klien – keluarga/kelompok/masyarakat

Intervensi

1) Kaji kemampuan klien membina hubunga dengan orang lain

2) Bermain peran tentang cara berhubungan/berinteraksi dengan orang lain

3) Dorong dan bantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain melalui tahap:

klien – perawat, klien – perawat – perawat lain, klien – perawat – perawat lain

– klien lain, klien – keluarga/kelompok/masyarakat.

4) Beri penguatan positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai

5) Bantu klien untuk mengevaluasi keuntungan menjalin hubungan sosial

6) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dapat mengisi

waktu, yaitu berinteraksi dengan orang lain

7) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

8) Beri penguatan positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

2.2.3.5 Tujuan Khusus 5:

Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berinteraksi dengan

orang lain

Kriteria Evaluasi:
20

Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berinteraksi dengan

orang lain untuk : diri sendiri, orang lain.

Intervensi:

1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berinteraksi dengan

orang lain

2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan keuntungan berinteraksi dengan

orang lain

3) Beri penguatan positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan

keuntungan berinteraksi dengan orang lain

4) Beri penguatan positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan

keuntungan berhubungan dengan orang lain

2.2.3.6 Tujuan Khusus 6 :

Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga

Kriteria Evaluasi:

Keluarga dapat:

(1) Menjelaskan perasaannya

(2) Menjelaskan cara merawat klien merawat klien menarik diri

(3) Mendemosntrasikan cara perawatan klien manarik diri

(4) Barpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri

Intervensi

1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : salam, perkenalkan diri,

jelaskan tujuan, buat kontrak, eksplorasi perasaan klien.


21

2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku menarik diri,

penyebab perilku menarik diri, akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik

diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien menarik diri.

3) Dorong anggota kelurga untuk memberi dukungan kepada klien dalam

berkomunikasi dengan orang lain

4) Anjurkan anggota keluarga untuk secara rutin bergantian menjenguk klien

minimal satu kali seminggu

5) Beri penguatan positif atas hal-hal yang dicapai keluarga

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang di berikan pada pasien dengan isolasi

sosial meliputi strategi pelaksanaan (SP) kepada pasien dan keluarga, berikut

strategi pelaksanaan yang diberikan.

2.2.4.1 Strategi Pelaksanaan kepada pasien (SP)

Strategi Pelaksanaan 1:

1) Identifikasi penyebab

(1) Siapa yang satu rumah dengan pasien

(2) Siapa yang dekat dengan pasien

(3) Siapa yang tidak dekat dengan pasien

2) Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain

(1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang

lain.

(2) Tanyakan apa yang menyebakan pasien tidak ingin berinteraksi dengan

orang lain.
22

(3) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul

akrab dengan mereka.

(4) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul

dengan orang lain.

(5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.

3) Latihan berkenalan

(1) Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain.

(2) Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain.

(3) Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang

lain yang dilakukan dihadapan perawat.

(4) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota

keluarga.

(5) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi

dengan 2, 3, 4 orang dan seterusnya.

(6) Beri pujian untuk setip kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh

pasien.

(7) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan

orang lain, mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau

kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat

meningkatkan interaksinya.

4) Masukkan jadwal kegiatan pasien

Strategi Pelaksanaan 2:

1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)

2) Latih berhubungan sosial secara bertahap


23

3) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

Strategi Pelaksanaan 3:

1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP 2)

2) Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih

3) Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

2.2.4.2 Strategi Pelaksanaan kepada keluarga (SP)

Strategi Pelaksanaan 1:

1) Identifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien

2) Penjelasan isolasi sosial

3) Cara merawat isolasi sosial

4) Latih (simulasi)

5) Jadwal keluarga untuk merawat pasien

Strategi Pelaksanaan 2:

1) Evaluasi kemampuan SP 1

2) Latih (langsung ke pasien)

3) Jadwal keluarga untuk merawat pasien

Strategi Pelaksanaan 3:

1) Evaluasi kemampuan SP 1

2) Latih (langsung ke pasien)

3) Jadwal keluarga untuk merawat pasien

Strategi Pelaksanaan 4 :

1) Evaluasi kemampuan keluarga

2) Evaluasi kemampuan pasien

3) Rencana tindak lanjut keluarga (follow Up, rujukan)


24

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon

klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Kurniawati, dalam

Nurjanah 20004, hlm. 64). Menurut Stuart (2007, hlm. 283) ada beberapa

pertanyaan yang dapat digunakan perawat dalam mengevaluasi pasien yang

mengalami respon sosial diantaranya:

1) Apakah pasien menjadi kurang impulsif, manipulatif, atau narsisistik ?

2) Apakah pasien mengekspresikan kepuasan dengan kualitas hubungan

interpersonalnya ?

3) Dapatkah pasien berperan serta dalam hubungan interpersonal yang akrab ?

4) Dapatkah pasien menggunakan kesadarannya tentang perubahan perilaku

positif?
BAB 3

METODE PENULISAN

Bab ini membahas tentang metode penulisan yang digunakan dalam

menyelenggarakan studi kasus terhadap masalah keperawatan pada pasien dengan

isolasi sosial : menarik dri

3.1 Desain Penulisan

Studi kasus adalah salah satu pendekatan kualitatif yang mempelajari

fenomena khusus yang terjadi saat ini dalam suatu system yang terbatasi

(bounded-system) oleh waktu dan tempat, meski batas-batas antara fenomena dan

sistem tersebut tidak sepenuhnya jelas. Kekhususan pada studi kasus, peneliti

mempelajari kasus yang terkini, kasus-kasus kehidupan nyata yang sedang

berlangsung. Jika pendekatan studi kasus berupa kasus tunggal, kasus multipel

(banyak), kasus-kasus tersebut akan dibandingkan satu sama lain (Afiyanti dan

Imami, 2014).

Karakteristik studi kasus yang baik dan resmi (hallmark of case study)

atau studi kasus mewajibkan peneliti memperoleh pemahaman yang utuh dan

terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus-kasus yang

ditelitinya. Dengan kata lain, kasus-kasus yang dipelajari dipresentasikan dengan

pemahaman yang mendalam (in-depth understanding) oleh penelitinya. Agar

tercapai maksud tersebut, peneliti mengumpulkan data penelitiannya melalui

banyak sumber, yaitu melalui wawancara, observasi, pengumpulan dokumen, dan

material audiovisual. Berdasarkan alasan ini, studi kasus merupakan studi

25
26

kualitatif yang sangat fleksibel dari cara pengumpulan datanya (Afiyanti dan

Imami, 2014).

3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah (atau dalam versi kualitatif disebut sebagai definisi

operasional) adalah pernyataan yang menjelaskan istilah-istilah kunci yang

menjadi fokus studi kasus. Batasan istilah disusun secara naratif dan apabila

diperlukan di tambahkan informasi kualitatif sebagai penciri dari batasan yang

dibuat penulis.

Adapun istilah-istilah yang digunakan dalam studi kasus ini meliputi

proses keperawatan, asuhan keperawatan, pada pasien dengan isolasi sosial :

menarik dri di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, Malang.

3.2.1 Definisi Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah teknik pemecahan masalah yang meliputi:

pengkajian diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

3.2.2 Definisi Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik

keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien atau pasien diberbagai

tatanan pelayanan kesehatan.

3.2.3 Definisi isolasi sosial

Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan

perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan

yang mengancam (Nanda, 2005).


27

3.2.4 Ruang Sedap Malam RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat

Ruang Sedap Malam RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat adalah ruang

perawatan perempuan rumah sakit jiwa dengan kapasitas tempat tidur 20 orang

yang di miliki oleh pemerintah pusat di daerah Lawang, Malang.

3.3 Partisipan

Partisipan dalam penyusunan studi kasus ini adalah dua pasien yang

mengalami isolasi sosial: menarik diri, berjenis kelamin perempuan, pada masa

usia 30 tahun. Penelitian menggunakan partisipan dengan usia yang sama karena

lebih mudah untuk melakukan perbandingan pada kedua pasien.

3.4 Lokasi dan Waktu

Pada studi kasus ini dilakukan asuhan keperawatan pasien isolasi sosila

dengan masalah keperawatan isolasi sosial: menarik diri yang dirawat di RSJ Dr.

Radjiman Wediodiningrat Lawang, Malang.

3.4.1 Lokasi

Tempat dilakukannya Penulisan pada studi kasus ini adalah di RSJ Dr.

Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Malang.

3.4.2 Waktu

Pada studi kasus ini dilakukan asuhan keperawatan pada klien yang

mengalami isolasi sosial: menarik diri di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat,

Lawang, Malang selama tiga hari.


28

3.5 Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data ini terdiri dari macam-macam data, sumber data,

serta beberapa metode pengumpulan data penelitian kualitatif dalam keperawatan.

Metode pengumpulan data penelitian kualitatif dalam keperawatan yaitu

wawancara, observasi, dan studi dokumentasi (Afiyanti dan Imami, 2014).

3.5.1 Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui

tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti

terhadap nara sumber atau sumber data.Wawancara dilakukan pada pasien dan

keluarga. Wawancara pada keluarga yaitu untuk mendapatkan informasi yang

terdapat pada pengkajian umum, sedangkan pada pasien, wawancara yang

dilakukan yaitu pengkajian fokus pada halusinasi

3.5.2 Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak

hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat

digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi,

kondisi).Observasi dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik dan mengamati

setiap perilaku yang dilakukan oleh pasien, kemudian menyesuaikan dan untuk

menunjang data dilanjutkan dengan studi dokumentasi dengan melihat riwayat

perawatan pasien di catatan perawatan (status pasien).

3.5.3 Studi Dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada

subjek penelitian.
29

3.6 Uji Keabsahan Data

Kualitas data atau hasil temuan suatu penelitian kualitatif ditentukan dari

keabsahan data yang dihasilkan atau lebih tepatnya keterpercayaan, keautentikan,

dan kebenaran terhadap data informasi, atau temuan yang dihasilkan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan. Terdapat empat istilah yang pada umumnya

digunakan untuk menyatakan keabsahan data hasil temuan penelitian kualitatif,

yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmatibilitas. Berikut di

bawah ini penjelasan macam-macam kebsahan data pada penelitian kualitatif

(Afiyanti dan Imami, 2014).

3.6.1 Kredibilitas (Keterpercayaan) Data

Kepercayaan terhadap hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan

perpanjangan pengamatan (kembali ke lapangan), meningkatkan ketekunan,

triangulasi (pengecekan data), analisis kasus negative, menggunakan bahan

referensi, membercheck (proses pengecekan data dari peneliti ke pemberi data).

3.6.2 Transferabilitas atau Keteralihan Data (Applicability, Fittingness)

Merupakan validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Agar orang

lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk

menerapkan hasil penelitian yang telah didapat.

3.6.3 Dependabilitas (Ketergantungan)

Uji dependabilitas dilakukan dengan melakukan audit terhadap

keseluruhan proses penlitian oleh auditor yang independen, atau pembimbing

untuk mengaudit keseluruhan aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian.


30

3.6.4 Konfirmabilitas

Uji konfirmabilitas mirip dengan uji dependabilitas, sehingga

pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan.

3.7 Analisis Data

Popularitas pendekatan studi kasus adalah suatu studi yang memiliki cara

pengumpulan data yang cara analisis data yang fleksibel. Analisis data pada studi

kasus memiliki berbagai cara tergantung pada jenis studi kasus yang digunakan.

Jenis studi kasus menurut Yin (2011) antara lain eksplanatori, eksplooratori, atau

deskriptif. Ia juga membedakan antar studi kasus tunggal, holistik, dan studi kasus

ganda/multiple. Sedangkan Stake (2005) menggolongkan studi kasus sebagai

studi kasus intrinsic, instrumen atau kolektif (Afiyanti dan Imami, 2014).

3.7.1 Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dan

dokumentasi). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin

dalam bentuk transkrip (catatan terstruktur).

3.7.2 Mereduksi Data

Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data subjektif

dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian

dibandingkan dengan nilai normal.

3.7.3 Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, gambar, dan teks

naratif. Kerahasiaan klien dijaga dengan cara mengaburkan identitas diri klien.
31

3.7.4 Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan

hasil – hasil penulisan terdahulu dan secara teoritis dengan pelaku kesehatan.

Pemeriksaan kesimpulan dilakukan dengan cara induksi. Data yang dikumpulkan

terkait dengan data pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

3.8 Etika Penulisan

Prinsip dasar etik merupakan landasan untuk mengatur kegiatan suatu

penulisan atau penelitian dengan menggunakan masalah etik sebagai masalah

yang sangat penting dalam penulisan studi kasus mengingat penulisan atau

penelitian studi kasus keperawatan ini berhubungan langsung dengan manusia.

Maka segi etika penulisan harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak

asasi dalam kegiatan penulisan atau penelitian studi kasus (Hidayat, A. Aziz

Alimul, 2009). Berikut adalah penejlasan secara rinci terkait prinsip dasar

pertimbangan etik atas hak asasi selama dilakukan penelitian (Afiyanti, Yati.

2014) :

3.8.1 Prinsip menghargai harkat dan martabat partisipan

Penerapan prinsip ini dlakukan untuk memenuhi hak-hak partisipan

dengan cara :

3.8.1.1 Menjaga kerahasiaan identitas partisipan (anonymity)

Anonymity (tanpa nama), masalah etika dalam penelitian keperawatan

dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur,

hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data (Hidayat, A. Aziz

Alimul, 2009).
32

3.8.1.2 Menjaga kerahasiaan data (confidentiality)

Confidentialy (kerahasiaan), masalah etika dengan menjamin kerahasiaan

dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya,

semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh

peneliti, hanya penggelompkkan data tertentu yang akan dilaporkan pada

hasil riset (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009).

3.8.1.3 Menghargai privacy dan dignity

Menghargai privacy dan dignity dengan memberikan informasi bahwa

partisipan berhak untuk tidak menjawab pertanyaan wawancara yang dapat

menimbulkan rasa tidak nyaman bagi dirinya untuk menceritakan

pengalamannya yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Jika responden

merasa tidak nyaman untuk berpartisipasi lebih lanjut, partisipan dengan

sukarela dapat mengundurkan diri dari proses pengumpulan data kapanpun

sesuai keinginan responden (Afiyanti, Yati. 2014).

3.8.1.4 Menghormati otonomi (respect of autonomy)

Menghormati otonomi adalah hak responden dalam menentukan dengan

bebas, secara sukarela, atau tanpa paksaan untuk berpartisipasi dalam

pengumpulan data yang dilakukan. Penulis harus memberikan informasi

lengkap tentang tujuan, manfaat, dan proses pengumpulan data yang akan

dilakukan, sehingga responden memahami seluruh proses pengumpulan

data yang akan diikuti (Afiyanti, Yati. 2014).


33

3.8.2 Prinsip memperhatikan kesejahteraan partisipan

3.8.2.1 Kemanfaatan (beneficience)

Prinsip kemanfaatan yaitu setiap penulis wajib meyakinkan kegiatan yang

dilakukantidak menimbulkan bahaya, tidak mengeksploitasi, dan tidak

mengganggu kenyamanan pasien, baik dari bahaya fisik maupun bahaya

psikologis (Afiyanti, Yati. 2014).

3.8.2.2 Meminimalkan resiko (nonmaleficience)

Dalam meminimalkan resiko, penulis harus berhati-hati

mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada

subjek pada setiap tindakan (Nursalam, 2013).

3.8.2.3 Bebas dari penderitaan (free from harm)

Dalam hal ini, penulisan atau penelitian harus dilakukan tanpa

mengakibatkan penderitaan kepada subjek (Nursalam, 2013).

3.8.2.4 Bebas dari eksploitasi (free from exploitation)

Bebas dari eksploitasi yang artinya partisipan harus dihindarkan dari

keadaan yang tidak menguntungkan dalam kegiatan pengumpulan data.

Sehingga dapat membuat partisipan tidak merasa tereksploitasi untuk

menjawab pertanyaan yang sangat pribadi. Serta harus diberikan informasi

bahwa segala hal yang telah penulis atau peneliti berikan, tidak digunakan

untuk balik menentangnya (Afiyanti, Yati. 2014).

3.8.2.5 Bebas dari ketidaknyamanan (free from discomfort)

Partisipan diberi informasi jika kegiatan yang dilakukan menyebabkan

ketidaknyamanan, maka partisipan memiliki hak untuk tidak melanjutka

partisipasinya dalam kegiatan yang dilakukan (Afiyanti, Yati. 2014).


34

3.8.3 Prinsip keadilan justice untuk semua partisipan

Hak yang diberikan bagi semua partisipan untuk dapat mmilih atau

berkonstribusi dalam penulisan atau penelitian tanpa diskriminasi. Semua

partisipan memperoleh perlakuan dan kesempatan yang sama dengan

menghormati seluruh persetujuan yang disepakati. Bagi setiap penulis atau

peneliti, harus memberikan perlakuan dan penghargaan yang sama dalam hal

apapun selama kegiatan pengumpulan data dilakukan tanpa memandang suku,

agama, etnis, dan kelas social (Afiyanti, Yati. 2014).

3.8.4 Persetujuan setelah penjelasan (informed consent)

Informed consent (lembar pesetujuan), yang diberikan kepada responden

dengan tujuan agar subyek mengetahui maksud dan tujuan serta dampak dari

penelitian, dengan prinsip peneliti tidak akan memaksa calon responden dan

menghormati haknya. Jika responden bersedia diteliti maka mereka harus

menandatangani hak-hak responden (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009)


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang hasil dan pembahasan dari

asuhan keperawata jiwa yang diberikan pada klien dengan Isolasi Sosial: Menarik

Diri di Ruang Sedap Malam RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Malang.

4.1 Gambaran Lokasi Penulisan

RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Malang adalah rumah sakit

negeri kelas A. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran

spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai rujukan

tertinggi atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat. RSJ Dr. Radjiman

Wediodiningrat tersedia 700 tempat tidur inap dan 10 dari 700 tempat tidur

merupakan kelas VIP. Daya tampung rawat inap lebih banyak dibanding setiap

rumah sakit di Jawa Timur yang tersedia rata-rata 53 tempat tidur inap dengan

jumlah 60 dokter dan 37 dokter umum. Serta terdapat tenaga perawat sejumlah

354 orang, pegawai khusus terapi 12 orang, teknisi medis 23 orang, pegawai

khusus bidan 1orang, pegawai khusus gizi 15 orang, pegawai khusus kefarmasian

17 orang, pegawai khusus tenaga kesehatan masyaratak 9 orang, pegawai non

kesehatan 331 orang.

RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat juga dilengkapi peralatan rumah sakit

seperti : Peralatan Gawat Darurat : Ini termasuk persediaan ambulan, bank darah,

defibrillator dan ventilator. Peralatan Pecitraan Medis : Ini termasuk CT-Scan,

EEG, EKG, X-Ray, dan MRI. Peralatan Bedah : Ini termasuk persediaan

35
36

autoclave, meja operasi dan mesin anestesi. Peralatan Bidan : Ini termasuk

persediaan incubator bayi dan USG.

4.2 Hasil dan Pembahasan

4.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah–masalah, kebutuhan kesehatan dan

keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan.

Pengkajian pada penelitian ini dilakukan pada dua Klien yaitu Ny. W

(klien 1) dan Ny. I (klien 2) dengan Isolasi Sosial: menarik diri, RSJ. Dr.

Radjiman Wediodiningrat, Lawang-Malang dan diperoleh data sebagai berikut :

4.2.1.1 dentitas Klien

Tabel 4.1 Identitas Klien

Identitas klien Klien 1 Klien 2


Inisial klien Ny. W Ny. I
Umur 40 tahun 41 tahun
Jenis kelamin Perempuan Perempuan
Agama Islam Islam
Pendidikan S2 Pemasaran SMP
Pekerjaan Dosen -
Status Belum Menikah Menikah
Alamat Malang Lamongan
Tanggal Dirawat 23 Oktober 2016 23 September 2016
Tanggal Pengkajian 07 November 2016 08 November 2016
Ruang Rawat Sedap Malam Sedap Malam

Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien berusia sekitar 40 tahun

dimana usia yang rentan terhadap isolasi sosial terjadi sekitar usia remaja hingga

pertengahan yaitu 20 – 35 tahun (Fortinash, 2007) dan wanita rentan terhadap

terjadinya masalah gangguan jiwa yaitu isolasi sosial: menarik diri.


37

Faktor perkembangan yang mempengaruhi dalam pencapaian tugas

perkembangan dari masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus

seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem

keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri.

Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk

mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan 5 antara kelainan

jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya dapat mengurangi

masalah respon sosial menarik diri. (Purba,dkk 2008)

Dan ini sesuai dengan teori yang di jelaskan di atas. Klien 1 dan klien 2

mengalami isolasi sosial:menarik diri, sudah beberapa tahun yang lalu berusia

sekitar 25 tahun.

4.2.1.2 Alasan Masuk

Tabel 4.2 Alasan Masuk

Klien Data Primer Data Sekunder


Klien 1 Klien mengatakan “saya tidak 1. Pasien tidak minum obat
tau kenapa dibawa kesini oleh 2. Pasien sering melamun
keluarga saya” 3. Pasien menyendiri
4. Jarang berkomunikasi
Klien 2 Klien mengatakan “ saya tidak 1. Klien pernah di kurung
tau kenapa saya dibawa kesini diruangan
2. Berbicara sendiri
3. Tertawa sendiri
Tidak mau berkomunikasi
dengan orang lain

Dari tabel di atas, didapatkan alasan masuk klien baik data primer maupun

sekunder. Dari data klien 1 dan 2 sudah sesuai dengan (Nanda, 2005) bahwa

Isolasi sosial merupakan salah satu perubahan yang muncul pada skizofrenia.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa isolasi sosial adalah kegagalan individu

dalam melakukan interaksi dengan orang lain yang disebabkan oleh pikiran

negatif atau mengancam.


38

Isolasi sosial adalah rasa kesepian yang dialami oleh individu didalam

lingkungan sosial dan sebagai kondisi yang negatif atau mengancam. Pada klien

isolasi sosial akan ditemukan data objektif meliputi perilaku yang tidak sesuai

dengan tahap perkembangan, afek tumpul, mengalami kecacatan (misal fisik dan

mental), sakit, tidak ada kontak mata, dipenuhi dengan pikiran sendiri,

menunjukan permusuhan, tindakan yang dilakukan terjadi secara berulang, selalu

ingin sendiri, menunjukan perilaku yang tidak dapat diterima oleh kelompok

kultural yang dominan, tidak komunikatif, dan adanya perilaku menarik diri

(NANDA, 2012).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kedua klien sudah mengalami isolasi sosial:

menarik diri, berdasarkan manifestasi klinis pada kedua klien.

4.2.1.3 Faktor Presipitasi

Tabel 4.3 Faktor Presipitasi

Klien Faktor Presipitasi


Klien 1 Pasien dirujuk ulang MRS ke-12, kondisi pasien membaik. 1 bulan
klien menolak minum obat. 2 bulan yang lalu sebelum masuk RSJ
klien sudah ada tanda-tanda kekambuhan dari sakit jiwanya, klien
mengurung diri dikamar , sulit makan, curiga terhadap orang lain
dan tidak mau berkomunikasi dengan orang maupun keluarganya.
Klien mengalami masalah dikeluarganya.
Klien 2 Sebelum masuk ke RSJ klien pernah di kurung disuatu ruangan,
klien di kurung karena sering menggedor-gedor pintu dan menolak
saat diajak berkomunikasi, tidak ada kontak mata dan pasien jarang
mandi akhir-akhir ini.

Dari data tabel diatas, di dapatkan faktor presipitasi dari kedua klien.

Untuk klien 1 terdapat faktor yang menunjang terjadinya isolasi sosial pada klien

yaitu mengalami Stress sosiokultural dan stess psikologis. Stress sosiokultural

adalah Stres yang timbulkan karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan

berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena pernah di putus pacarnya

sedangkan Stress psikologi Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan


39

dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah

dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan

ketergantungan dapat menimbulkan ansiestas tingkat tinggi (Ernawati, dkk, 2009).

Klien 2 belum didapatkan data yang menunjang untuk faktor presipitasi,

karena pasien sulit untuk berkomunikasi serta kurangnya data dari keluarga

maupun rekam medis klien perawat. Namun klien 2 sudah ada data yang

menunjang untuk mengarah ke masalah keperawatan isolasi sosial: menarik diri.

4.2.1.4 Faktor Predisposisi

1) Riwayat Penyakit Lalu

Tabel 4.4 Riwayat Penyakit Lalu

Riwayat Penyakit Klien 1 Klien 2


Lalu
1. Sudah pernah Klien mengatakan,”saya Menurut status yang
mengalami gangguan dulu pernah dibawa kesini dituliskan perawat,” klien
jiwa di masa lalu? (RSJ) oleh saudara saya, tapi sakit selama ±20 tahun,
saya tidak tau mengapa saya sering berbicara sendiri,
di bawa kesini? ”. menyendiri tidak
komunikatif dan
meresahkan warga sering
mengambil barang-barang
2. Pengobatan Klien mengatakan,”saya milik tetangga dan akhirnya
sebelumnya? jarang meminum obat yang klien dikurung diruangan
diberikan dari rumah sakit, selama bertahun-tahun.
saya merasa bosen minum Menurut status yang
obat dari rumah sakit”. dituliskan perawat, ”klien
pernah berobat kerumah
sakit jiwa Menur Surabaya
tahun 2012, dan kemudian
3. Pernah mengalami Klien mengatakan,”saya tidak pernah kontrol dan
penyakit fisik? tidak pernah sakit apapun minum obat selama
dari dulu, hanya pusing dan bertahun-tahun sehingga
demam”. kambuh lagi.

Klien mengatakan, “saya


tidak tau”.

Masalah Keperawatan : Regimen Terapeutik Gangguan Proses Pikir


Inefektif

Dari data tabel di atas, didapatkan bahwa klien 1 dan klien 2 pernah

mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Untuk klien 1 pernah masuk rumah sakit
40

jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat dan sudah masuk beberapa kali hingga lebih

dari 10 kali selama klien sakit, data klien 1 berapa lama ia sakit perawat tidak

mendapatkan data yang pasti di karenakan sulitnya mendapatkan data yang

optimal dari klien serta tidak adanya penjelasan di rekam medis klien.

Pada klien 2 , klien pernah menjalani pengobatan di rumah sakit jiwa

menur- surabaya.dan karena klien sering kambuh dan keluarga tidak patuh untuk

memeriksakan keadaan klien serta pengobatan yang tidak teratur mengakibatkan

klien kambuh lagi kemudian keluarga membawa klien ke rumah sakit jiwa dr.

Radjiman Wediodiningrat untuk yang pertama kali.

Faktor-faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia (Keliat,B.2009)

menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien

skizofrenia meliputi:

1) Klien

Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal meminum obat dengan teratur

mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Klien skizofrenia khusunya sukar

mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan

ketidakmampuan membuat keputusan.

2) Penanggung jawab

Setelah klien pulang ke rumah, maka perawat tetap bertanggung jawab atas

program adaptasi klien di rumah. Penanggung jawab kasus mempunyai lebih

Hubungan Antara Faktor Kepatuhan Mengkonsumsi Obat Dukungan Keluarga

Dan Lingkungan Masyarakat Dengan Tingkat Kekambuhan Pasien.


41

3) Keluarga

Dukungan dan bantuan merupakan variabel yang sangat penting dalam

kepatuhan pengobatan pasien skizofrenia. Pasien yang ditinggal sendirian secara

umum memiliki angka kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal

dalam lingkungan yang mendukung. Sebagai kemungkinan lain, sikap negatif

dalam lingkungan sosial pasien terhadap pengobatan dapat mempengaruhi

kepatuhan.

4) Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat tempat tinggal klien yang tidak mendukung juga

dapat meningkatkan frekuensi kekambuhan. Misalnya masyarakat menganggap

klien sebagai individu yang tidak berguna, mengucilkan klien, mengejek klien dan

seterusnya.

Jadi dapat di simpulkan bahwa kedua klien dapat kambut disebabkan oleh

beberapa faktor keluarga, pengobatan yang tidak teratur serta lingkungan sekitar

yang tidak menerima.

1) Riwayat Trauma

Tabel 4.5 Riwayat Trauma

Trauma Klien 1 Klien 2


1. Aniaya fisik Klien mengatakan, “dulu Klien mengatakan, “saya
2. Aniaya seksual saya pernah diputus oleh tidak tau”.
3. Penolakan pacar saya”.
4. Kekerasan dalam keluarga
5. Tindakan kriminal

Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien memiliki riwayat yang

berbeda. Klien 1 memiliki riwayat masa lalu yang tidak baik klien pernah

mengalami sakit hati di karenakan diputus oleh pacarnya sehingga membuat klien

sedih dan frustasi, kemudian klien berubah menjadi penyendiri, pendiam jarang
42

melakukan aktifitas serta sering melamun. Klien 2 tidak dapat menjelaskan dan

menceritakan kejadian masa lalu yang di alami. Klien menghindar saat di

wawancara, kontak mata kurang, dan tidak kooperatif, klien selalu memberikan

jawaban yang tidak jelas.

Stressor psikologik Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan

keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan

orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya hal ini

dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang

mengalami gangguan hubungan (menarik diri) (Stuart & Sundeen, 1998)

Klien 1 mengalami gangguan isolasi sosial: menarik diri disebabkan oleh

faktor psikologik karena ia merasa kecewa dan patah hati setelah ditinggal

kekasihnya.

2) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (Bio, Psiko, Kultural dan

Spiritual)

Tabel 4.6 Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Pengalaman Klien 1 Klien 2


1. Biologis Keluarga klien mengatakan, “ Klien mengatakan” tidak tau”.
2. Psikologis Ny.W pernah diputus pacarnya Menurut rekam medis klien
3. Sosial pada saat dimasih kuliah, pernah bercerai dengan
4. Kultural padahal dia sudah membatu suaminya dan kemudian
5. Spiritual menyelesaikan thesis stress, akhirnya dikurung oleh
pacarnya”. keluarganya karena sering
kambuh.

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Koping Keluarga Inefektif

Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien memiliki riwayat masa lalu

yang sama. Untuk klien 1 dan klien 2 mengalami Stres yang timbulkan karena

menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti,

misalnya karena pernah di putus pacarnya dan berpisah dengan suaminya.


43

Tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain

untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansiestas tingkat

tinggi (Ernawati, dkk, 2009). Stressor psikologik Ansietas berat yang

berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.

Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk

memenuhi kebutuhannya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat

menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan (menarik diri) (Stuart &

Sundeen, 1998).

Klien 1 dan klien 2 mengalami gangguan jiwa diakibatkan oleh beberapa

faktor di atas seperti ditinggal kekasihnya dan suaminya.

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Tabel 4.7 Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga Klien 1 Klien 2

1. Hubungan keluarga Klien mengatakan, Klien mengatakan, “

“tidak ada keluarga tidak tahu”.

yang mengalami

gangguan jiwa”

2. Gejala Tidak ada Tidak ada

3. Riwayat pengobatan Tidak ada Tidak ada

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Tidak Ada

Dari data tabel di atas, didapatkan keluarga dari kedua klien tidak ada yang

mengalami gangguan jiwa sehingga riwayat penyakit keluarga tidak dapat

menjadi data penunjang terjadinya gangguan jiwa pada klien1 dan klien 2.

Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive.

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur
44

otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta

perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia. (Budi Keliat 2005:201).

Hal ini berlaku pada anak yang memiliki orang tua yang pernah memiliki

gangguan jiwa. Selain itu, menurut sebuah penelitian janin yang ada di dalam

kandungan dapat mengalami gangguan perkembangan otak, sehingga dapat

menimbulkan gangguan jiwa.

Gangguan tersebut dapat saja muncul dikarenakan oleh beberapa macam

hal seperti infeksi virus saat masa kehamilan yang dapat menjadi pengganggu

perkembangan otak pada janin. Kekurangan gizi pada masa – masa trimester

kehamilan, ibu hamil yang mengalami trauma, kelainan hormonal atau adanya

komplikasi kandungan dan toksin atau racun.

Jadi antara fakta dan teori yang terjadi pada kedua klien 1 dan klien 2, tidak

sesuai. Kemungkinan besar dari penyebab gangguan jiwanyan adalah faktor lain

bukan karena faktor keturunan/keluarga.

4.2.1.5 Pemeriksaan Fisik

Tabel 4.8 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Klien 1 Klien 2


fisik
1. Keadaan Umum 1. Kesadaran pasien Compos 1. Kesadaran pasien Compos
metis metis
2. GCS= E:4, V:5, M:6 2. GCS= E:4, V:5, M:6
3. Tanda Vital 1. Tekanan darah: 90/60 1. Tekanan darah: 110/70
mm/Hg mm/Hg
2. Nadi: 80x/menit 2. Nadi: 74x/menit
3. Suhu: 36,4 0C 3. Suhu: 36,6 0C
4. Pernapasan: 20 x/menit 4. Pernapasan: 18 x/menit
5. Ukur 1. Berat badan: 46 kg 1. Berat badan: 43 kg
2. Tinggi badan: 154 cm 2. Tinggi badan: 150 cm
Klien mengatakan, Klien mengatakan, “ saya
6. Keluhan Fisik “terkadang perut saya tidak sakit”.
terasa nyeri, nyerinya
seperti ditusuk-tusuk,
hanya sebentar sekitar 1
menit”.
45

Dari data tabel diatas, kedua klien tidak mengalami gangguan atau keluhan fisik

klien merasa nyaman. Hanya untuk klien 1 terkadang merasa nyeri di bagian perut

namun hanya sebentar dan tidak perlu mengkonsumsi obat untuk penyembuhanya.

Tabel 4.9 Pemeriksaan Fisik (head to toe)

Pemeriksaan Klien 1 Klien 2


1. Kepala -kulit kepala bersih -kulit kepala kotor,banyak
-tidak ada nyeri tekan ketombe
-Warna rambut hitam -tidak ada nyeri tekan
-normo chepal -rambut beruban, kotor, bau
tidak sedap
-normo chepal
2. Wajah -simetris -simetris
-tidak ada lesi -tidak ada lesi
3. Leher -tidak ada pembesaran kelenjar -tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid tyroid
4. Mata -pupil isokor -pupil isokor
-tidak ada konjungtivitis -tidak ada konjungtivitis
-tidak buta warna -tidak buta warna
Tidak ada sekret -Tidak ada sekret
5. Hidung -simetris -simetris
-tidak ada oedema -tidak ada oedema
-Indra penciuman normal -Indra penciuman normal
6. Mulut -mukosa bibir lembab - mukosa bibir lembab
-tidak terdapat caries -tidak terdapat caries
7. Dada -simetris -simetris
-normo chest -normo chest
-suara nafas vesikuler -suara nafas vesikuler
-tidak ada suara nafas tambahan -tidak ada suara nafas tambahan
-S1, S2 tunggal -S1, S2 tunggal
-tidak terdengar gallop -tidak terdengar gallop
-perkusi sonor -perkusi sonor
8. Perut - simetris - simetris
-tidak ada bekas luka -tidak ada bekas luka
-peristaltik terdengar normal -peristaltik terdengar normal
-tidak kembung -tidak kembung
-tidak ada massa -tidak ada massa
9. Tangan -CRT < 2 detik -CRT < 2 detik
-kekuatan estremitas atas 5 -kekuatan estremitas atas 5
-turgor kulit < 2 -turgor kulit < 2

10. Kaki -kekuatan otot ekstremitas -kekuatan otot ekstremitas


bawah 5 bawah 5
-tidak terdapat deformitas -tidak terdapat deformitas
Masalah Tidak Ada Defisit Perawatan Diri
Keperawatan :

Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien tidak ada gangguan fisik

atau kelainan fisik yang mengakibatkan ketidaknyamanan pada klien. Hanya saja
46

pada klien 2 kulit kepala kotor, banyak ketombe, tidak ada nyeri tekan dan

rambut beruban, kotor, bau tidak sedap.

Manifestasi klinis dari klien gangguan jiwa isolasi sosial:menarik diri

salah satunya tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri, pola

makan, eliminasi terganggu.(Budi Keliat, 2009) serta tidak terpenuhinya

kebutuhan sehari-hari. Activity Daily Living (ADL), tingkah laku yang

berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi:

1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun

tidur.

2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk

tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.

3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan

mandi dan sesudah mandi.

4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan

berganti pakaian.

5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang

dan setelah makan dan minum.

6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan

kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan

pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.

Pada kedua klien sering tidak memperhatikan kebutuhan sehari-harinya,

bahkan klien tidak mau mandi jika tidak dipaksa oleh perawat. Sehingga

menimbulkan masalah keperawatan defisit perawatan diri pada kedua klien.


47

4.1.2.6 Pengakajian Psikososial

1) Genogram

Gambar 4.1 Klien 1

Dari data genogram di atas, klien mengatakan “ saya dengan keluarga saya

tidak apa-apa”.

Gambar 4.2 Klien 2

Keterangan :

: Laki-laki : Tinggal Serumah

: Perempuan : Hubungan Keluarga

: Meninggal : Klien
48

Dari data genogram di atas, klien mengatakan ”saya tinggal dirumah sama

mbok dan bapak”.

2) Konsep diri

Tabel 4.10 konsep diri

Konsep Diri Klien 1 Klien 2


1. Citra tubuh Klien mengatakan, “saya Klien mengatakan, “
paling suka menyulam” saya tidak tahu”.
2. Identitas Klien mengatakan, “ saya Klien mengatakan, “
suka dengan nama W, nama saya Ny.I, saya
karena itu pemberian dari senang dengan nama
orang tua saya”. ini”.
3. Peran Klien mengatakan, “saya Klien mengatakan, “saya
dirumah bekerja sebagai tidak tahu”.
dosen di Universitas
Indonesia dan di
Universitas lainnya, saat
ini saya berada di rumah
sakit dan saya sebagai
pasien”.
4. Ideal diri Klien mengatakan, “ saya Klien mengatakan, “
dulu bercita-cita sebagai cita-cita saya menjahit”.
dosen dan cita-cita saya
sekarang sudah
kesampaian”. Dan saya
ingin pulang.
5. Harga diri Klien mengatakan, “ saya Klien mengatakan, “
malu di rawat disini dan saya tidak tahu”.
saya merasa tidak sakit,
saya ingin pulang”.
Masalah Harga diri rendah Harga diri rendah
Keperawatan :

Dari data tabel di atas, didapatkan bahwa kedua klien memiliki perbedaan

konsep dirinnya. Klien 1 sebenarnya merasa malu dengan keadaan ini dan Salah

satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah

penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh

perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan

sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan, hilang

kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang diekspresikan secara

langsung maupun tak langsung (Stuart dan Sundeen, 1995).


49

Klien 2 tidak dapat menjelaskan apa yang di tanya oleh perawat klien

selalu memberikan jawaban yang tidak jelas dan menghindar. Klien 1

memberikan Respon maladaptif, yaitu respon yang menimbulkan gangguan

dengan berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Menarik diri

suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan

secara terbuka dengan orang lain.

3) Hubungan Sosial

Tabel 4.11 Hubungan Sosial

Hubungan Klien 1 Klien 2


Sosial
1. Orang terdekat Di rumah: Klien saat Di rumah: klien
ditanya orang terdekat mengatakan’ “ saya dekat
dirumah, klien hanya dengan tetangga”.
terdiam. Di RS : klien mengatakan,
Di RS : klien mengatakan, “ saya tidak mempunyai
“ saya tidak mempunyai teman dekat”.
teman dekat disini, hanya
kenal saja dan jarang
bercakap-cakap dengan
mereka”.
2. Peran serta Klien mengatakan, “saya Klien mengatakan, “ saya
dulu pernah ikut kegiatan tidak tahu”.
pengajian dilingkungan
rumah saya, disini saya
tidak mengikuti kegiatan”.
3. Hambatan Klien mengatakan, ”saya Klien mengatakan, “ saya
jarang berbicara dengan tidak apa-apa”.
orang lain, karena malas
aja tidak ada yang
dibicarakan”.
Masalah Isolasi Sosial: menarik Isolasi Sosial: menarik diri
Keperawatan : diri

Dari data tabel di atas, didapatkan data dari kedua klien yang menunjang untuk

masalah keperawatan isolasi sosial: menarik diri.

Klien 1 menjelaskan bahwa selama dirumah sakit tidak memiliki teman

dekat hanya kenal saja, dan jarang berkomunikasi dengan teman sekitar. Pada

kegiatan sehari-hari sebelum masuk rumh sakit klien mengikuti pengajian dan saat
50

di tanya apa hambatan ibu saat berkomunikasi, klien mengatakan ”tidak apa-apa,

hanya malas saja mas”. Klien 2 didapatkan data bahwa klien tidak kooperatif,

kontak mata kurang, selalu menghindar saat di wawancara saat berbicara selalu

mengatakan kata-kata yang membuat bingung perawat ”saya malu, tidak apa-apa,

saya tidak tahu.”

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa klien 1 dan klien 2

mengalami isolasi sosial: menarik diri dapat dilihat dari tanda-tanda pada kedua

klien dengan teori menurut (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998;

hal 252). Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu

dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu

keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam

ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak

mata. Ketidaksesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan

perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri,

pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan

penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan

yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak.

4) Spiritual

Tabel 4.12 Spiritual

Spiritual Klien 1 Klien 2


1. Nilai dan keyakinan Klien mengatakan, “ Klien mengatakan, “
saya beragama islam”. saya beragama islam”.
2. Kegiatan ibadah Klien mengatakan, “ Klien tidak menjawab
saya selalu sholat 5 dan pergi, klien tidak
waktu disini”. sholat.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Distress Spiritual
51

Dari data tabel di atas, didapatkan keduanya memiliki perbedaan spiritual.

Klien 1 memiliki kebiasaan sholat 5 waktu sedangkan klien 2 tidak melaksanakan

sholat 5 waktu. Gangguan jiwa yaitu suatu pola perilaku yang secara klinis

bermakna yang berhubungan dengan distress/penderitaan dan menimbulkan

gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011).

Metode penyembuhan yang dapat dilakukan ialah memberikan pengobatan

secara medis dan nonmedis. Salah satu pengobatan non-medis ialah terasi

spiritualitas. Spiritual diartikan sebagai peristiwa yang menggambarkan

keseluruhan diri manusia dan hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi

sebagai integrasi dari faktor pencarian arti dan tujuan hidup (Kim,2016). Menurut

badan kesehatan jiwa dunia, upaya penyembuhan gangguan jiwa tidak hanya

melalui keilmuan saja namun juga dari sisi keagamaan. Faktor keagamaan

merupakan faktor pelindung dari segala penyebab masalah (WFMH,2015).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spiritualitas sangat berpengaruh

terhadap penderita gangguan jiwa. Penelitian oleh Sarjana, Fitrikasari & Sari

(2015) menyatakan bahwa faktor terbesar yang berpengaruh terhadap proses

penyembuhan ialah doa dan agama ditambah dengan dukungan dari keluarga dan

lingkungan.

Jadi dari fakta dan teori pada kedua klien memiliki spiritual yang berbeda,

pada klein 1 masih mau untuk melaksanakan sholat meskipun tidak teratur

sedangkan klien 2 tidak melaksanakan sholat sama sekali.


52

4.1.2.7 Status Mental

Tabel 4.13 Status Mental

Status Mental Klien 1 Klien 2


1. Penampilan klien terlihat rapi, rambut Klien tampak kusut, bau
tersisir rapi dan tidak badan dan bau mulut tidak
compang-camping, pasien sedap, rambut berbau tidak
terkadang memakai bedak dan sedap dan kotor.
rambutnya disisirkan oleh
perawat
2. Interaksi selama Pada saat dilakukan Pada saat dilakukan
wawancara wawancara, pasien jarang wawancara, klien tidak
melakukan kontak mata kooperatif, sering
dengan perawat, pasien lebih menghindar atau pergi disaat
sering menunduk saat wawancara karena merasa
menjawab pertanyaan dari terganggu, kontak mata
perawat dan klien sering kurang.
menghindar atau pergi disaat
wawancara karena merasa
terganggu.
3. Pembicaraan Klien tidak mampu memulai Klien tidak mampu memulai
pembicaraan, klien cenderung pembicaraan, klien cenderung
menjawab pertanyaan dengan menjawab pertanyaan dengan
singkat. singkat. klien sering
menghindar atau pergi disaat
wawancara karena merasa
terganggu.
4. Aktivitas motorik Klien terlihat sering Klien terlihat lesu , sering
menyendiri, banyak berdiam menyendiri, banyak berdiam
diri dan melamun. diri dan melamun.
5. Kesadaran -kuantitaif: kesadaran pasien -kuantitaif: kesadaran pasien
compos mentis, klien dalam compos mentis, klien dalam
keadaan sadar penuh. keadaan sadar penuh.
-kualitatif: kesadaran berubah, -kualitatif: kesadaran berubah,
klien mengatakan “saya klien jarang berkomunikasi.
jarang berkomunikasi dengan
orang lain, karena saya malu
saat berbicara dengan orang
lain”.
6. Orientasi Orientasi klien terhadap Klien kurang kooperatif
waktu, tempat dan orang baik. sehingga tidak dapat mengkaji
Kien mampu menjawab kemampuan orientasi pada
pertanyaan perawat dengan klien
benar dan sadar sepenuhnya.
7. Perasaan -Emosi klien sedih, saat - klien tampak tenang, saat
ditanya klien menjawab ditanya klien menjawab
dengan nada yang normal, dengan nada yang normal,
tetapi saat ditanya mengenai klien lebih sering menghindar
keluarga dan pekerjaanya -Afek klien tumpul, kontak
klien menunjukan wajah yang mata kurang, tidak kooperatif
sedih.
-Afek klien adekuat, saat
ditanya klien menjawab
dengan benar dan sesuai
dengan pertanyaan yang
diberikan perawat.
53

8. Persepsi sensorik Klien mengatakan “ saya Klien mengatakan, “ saya


tidak pernah mendengar atau tidak tahu”.
melihat sesuatu yang dapat
mengganggu saya”, namun
pada saat menyendiri klien
tampak melamun dan
tersenyum sendiri.
9. Proses pikir -Arus pikir: koheren, klien -Arus pikir: inkoheren, klien
dapat menjelaskan semua selalu menolak saat di ajak
pertanyaan dengan benar berbicara dengan perawat.
-Isi pikir: pikiran isolasi -Isi pikir: pikiran isolasi
sosial, klien sering sosial, klien sering
menyendiri dan jarang menyendiri dan jarang
berbicara dengan orang lain. berbicara dengan orang lain.
-Bentuk pikir: realistik, pasien -Bentuk pikir: irrasional, klien
mampu menjawab semua tidak mampu menjawab
pertanyaan yang perawat pertanyaan dari perawat,
berikan, walaupun klien jawaban yang di berikan
menjawab dengan singkat dan membingungkan.
kontak mata tidak ada.
10. Memori Klien mampu mengingat Klien tidak mampu mengingat
semua kejadian yang terjadi dengan baik kejadian sebelum
sebelum masuk RS, klien masuk rumah sakit, saat
juga mampu menjelaskan ditanya memberikan jawaban
semua perilaku yang yang membingungkan. Klien
diberikan kepadanya oleh mengalami gangguan ingat
keluarganya. jangka panjang (˃ 1 bulan)
11. Tingkat konsentrasi Klien mampu berkonsentrasi Klien tidak mampu
dan berhitung dengan baik, dibuktikan berkonsentrasi dengan baik
dengan menjawab semua serta tidak mampu untuk
pertanyaan perawat dengan berhitung sederhana.
benar, walaupun semua
jawaban yang diberikan
singkat.
12. Kemampuan penilaian Klien mengatakan. “ saya Klien mengatakan. “ saya
lebih suka berdiam diri dan tidak tahu”.
diam”.
13. Daya tilik diri Klien mengatakan, “saya Klien mengatakan. “ saya
tahu kalau sekarang saya tidak tahu”.
sedang sakit dan dibawa ke
RSJ”.

Masalah Keperawatan : 1. Defisit perawatan diri 1. Defisit perawatan diri


2. Kerusakan komunikasi 2. Kerusakan komunikasi
3. Harga diri rendah 3. Harga diri rendah

Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien memiliki status mental yang

menunjang untuk mengangkat masalah keperawatan isolasi sosial, menurut Stuart

dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian

yang tidak fleksibel, tingkah maladaptif, dan mengganggu fungsi individu dalam
54

hubungan sosialnya. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami

oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam

(Twondsend,1998). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari

interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain

(Pawlin,1993 dikutip Budi Keliet,2001).

Dari fakta dan teori diatas pada kedua klien sudah memiliki kesamaan

dalam tanda dan gejala yang mengarah ke masalah isolasi sosial:menarik diri,

meskipun ada beberapa diagnosa penunjang lainnya seperti kerusakan

komunikasi, defisit perawatan diri, dan harga diri rendah.

4.1.2.8 Kebutuhan Persiapan Pulang

Tabel 4.14 Kebutuhan Persiapan Pulang

Aktivitas Klien 1 Klien 2


1. Makan Bantuan minimal. untuk Bantuan minimal. untuk
makanan pasien, perawat makanan pasien, perawat
yang menyiapkan, pasien yang menyiapkan, pasien
makan sendiri makan sendiri
2. BAB/BAK Mandiri, klien sudah mampu Mandiri, klien sudah mampu
melakukan BAB/BAK tanpa melakukan BAB/BAK tanpa
bantuan dari perawat bantuan dari perawat
3. Mandi Bantuan minimal, saat mandi Bantuan minimal, saat mandi
klien hanya diingatkan tanpa klien hanya diingatkan tanpa
harus membantunya harus membantunya
4. Berpakaian/berhias Bantuan minimal, klien sudah Bantuan minimal, klien sudah
mampu untuk berpakaian mampu untuk berpakaian
sendiri tanpa bantuan perawat sendiri tanpa bantuan perawat
dan untuk berhias biasanya dan untuk berhias biasanya
dibantu oleh perawat. dibantu oleh perawat.
5. Istirahat dan tidur Malam: ±8 jam Malam: ±8 jam
Siang: ± 2 jam Siang: ± 2 jam
6. Penggunaan obat Bantuan minimal, klien Bantuan minimal, klien sudah
sudah mampu melakukan mampu melakukan secara
secara mandiri, perawat mandiri, perawat hanya perlu
hanya perlu menyiapkan menyiapkan obat yang
obat yang diperlukan diperlukan klien
klien

Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien sudah siap untuk persiapan

pulang klien sudah mandiri dalam melakukan kebutuhan dirinya sehari-hari.


55

4.1.2.9 Mekanisme Koping

Tabel 4.15 Mekanisme Koping

Koping Individu Klien 1 Klien 2


Maladaftif klien mengatakan, “saya Klien mengatakan, “ saya
1) Isolasi sosial jarang berbicara dengan orang tidak apa”.
2) Mengurung diri lain, saya lebih suka berdiam
3) Menghindar diri”.

Dari data tabel di atas, didapatkan keduanya memiliki mekanisme

maladaftif, Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma

sosial dan kehidupan di suatu tempat.

Perilaku klien yang termasuk respons maladaptif yaitu Menarik diri,

seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka

dengan orang lain. (Townsend (1998) dikutif dalam Fitria (2009)). Menurut Dalami,

dkk. (2009), isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan

mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara

menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan

Pada kedua klien sudah antara fakta dan teori sudah hampir sama

manifestasi yang ditimbulkan seperti tidak mau berkomunikasi dengan orang lain

serta kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

4.1.2.10 Masalah Psikososial dan Lingkungan

Tabel 4.16 Masalah Psikososial dan Lingkungan

Masalah Klien 1 Klien 2


1. Masalah dengan Klien mengatakan, “saya Klien mengatakan, “saya
dukungan kelompok tidak mempunyai masalah tidak apa-apa”.
dengan siapapun”.
2. Masalah dengan Klien mengatakan, “saya Klien mengatakan, “saya
lingkungan tidak ada masalah dengan tidak apa-apa”. Namun
keluarga saya”. menurut status klien pernah
dikurung diruangan
dikarenakan klien sering
berulah dengan mengambil
barang orang lain.
3. Masalah dengan Klien mengatakan, “tidak Klien mengatakan, “saya
56

pekerjaan ada masalah”. menanam bunga di rumah”.


4. Masalah dengan Klien mengatakan, “saya Klien mengatakan, “ gak
perumahan tidak ada masalah”. ada”.
5. Masalah dengan ekonomi Klien tidak menjawab, Klien mengatakan, “ saya
hanya tersenyum gak apa-apa”.

Dari data tabel di atas, didapatkan keduanya bahwa klien 1 tidak memiliki

masalah dengan lingkungan, pekerjaan, perumahan, ekonomi dan kelompok.

untuk klien 2 didapatkan data bahwa klien pernah mempunyai masalah dengan

lingkungnya di karenakan klien sering berulah mengambil barang-barang milik

warga dan kemudian keluarga mengurungnya diruangan.

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor

pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena

norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak

produktif diasingkan dari lingkungan sosial. (Purba, dkk.2008 )

Pada kedua klien memiliki kehidupan lingkungan sosial yang berbeda

pada klien 1 lingkungan masih menerima dengan keadaanya, sedangkan pada

klien 2 lingkungan masih belum bisa diterima karena dibuktikan dengan keluarga

pernah mengurungnya karena sering meresahkan warga sekitar.

4.1.2.11 Aspek Medis

Tabel 4.17 Aspek Medis

Terapi/Diagnosa Klien 1 Klien 2


Diagnosa Medis: F.20.10 = Skizofrenia F.20.13 = Skizofrenia
Herbifenik Episodik Herbifenik Episodik
Berkelanjutan Berulang
Terapi Medis: 1. Merlopam 2m (0-0-1) 1. Trifluoperasin 5mg(1-0-1)
2. Lordomer Drop (11⁄4cc- 0 2. Clorpomazine (1⁄2-1⁄2-
- 11⁄4) 0)
3. B.Complek (1-0-0)
57

Dari data tabel di atas, didapat keduanya memiliki diagnosa medis dan terapi

medis yang berbeda

Skizofrenia Hebrefrenik adalah perilaku yang khas, regresi, primitive, afek

tidak sesuai denan karakteristik umumnya wajah dungu, tertawa aneh-aneh,

menangis dan menarik diri secara ekstrim (Mary C. Towsend dalam Novy Helena

C, 1998 : 143). Skizofrenia Hebrefrenik adalah Percakapan dan perilaku yang

kacau, serta afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak

terjadi. (Ann Isaac, 2004 : 153)

Seseorang yang menderita skizofrenia herbefrenik, disebut juga

disorganized type atau “kacau balau” yang ditandai dengan gejala-gejala antara

lain sebagai berikut :

1) Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa

maksudnya.

2) Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidakserasi atau ketolol-

tololan.

3) Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa

puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.

4) Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai

suatu kesatuan.

5) Halusinasi yang terpecah-pecaj yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai

satu kesatuan.

6) Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan

aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung


58

untuk menarik diri secara akstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari,

2001 :640)

Dari pejelasan diatas dapat disimpulkan skizofenia hebrefrenik adalah

gangguan jiwa dengan perilaku yang khas regresi dan primitif, afek tidak sesuai,

dengan karakteristik umum wajah dungu, tertawa-tawa aneh, meringis, percakan

dan perilaku yang kacau, permulaanya perlahan-lahan atau subakut, sering timbul

pada masa remaja atau antara 15-25 tahun yang disertai adanya gangguan

kemauan, gangguan psikomotor seperti manerisme, neologisme atau perilaku

kekanak-kanakan, waham, dan halusinasi.

4.1.2.12 Analisa Data

Tabel 4.18 Analisa Data

Klien Data Diagnosa Keperawatan


Klien DS: klien mengatakan, “saya jarang Isolasi Sosial: menarik
1 berkomunikasi dengan orang lain karena diri
tidak yang mau saya bicarakan, saya
tidak memiliki teman dekat ”.
DO:
1. Klien tampak sering menyendiri
2. Kontak mata hampir tidak ada
3. Kepala klien lebih sering menunduk
4. Sering menghindar saat wawancara dengan
perawat (tidak kooperatif)
5. Setiap jawaban yang diberikan klien singkat
DS: Klien mengatakan, “saya malu Harga diri rendah
dirawat di sini, karena saya merasa tidak
sakit, saya ingin pulang”.
DO:
1. Klien tampak malu saat
berkomunikasi
2. Klien menunduk
DS: Klien mengatakan, “rambut saya Defisit perawatan diri
terasa gatal”.
DO:
1. Terdapat banyak telur kutu
2. Bau kurang sedap
DS: klien mengatakan, “saya tidak Resiko halusinasi
pernah mendengar sesuatu atau melihat
sesuatu yang mengganggu”
DO:
1. Klien sering melamun
2. Menyendiri
3. Sering memukul- mukul kakinya
59

Klien DS: Klien mengatakan, “saya tidak apa- Isolasi Sosial: menarik
2 apa”. diri
DO:
1. Klien tampak sering menyendiri
2. Kontak mata hampir tidak ada
3. Kepala klien lebih sering menunduk
4. Sering menghindar saat wawancara dengan
perawat (tidak kooperatif)
5. Setiap jawaban yang diberikan klien singkat
DS: Klien mengatakan, “saya malu Harga diri rendah
mas”.
DO:
1. Klien tampak malu
2. Kontak mata kurang
3. Kepala sering menunduk
DS: Klien mengatakan, “saya sholat”. Distress spiritual
Namun pada kenyataannya klien tidak
melakukan sholat
DO:
1. Klien sering berdiam diri
2. Tidak melakukan sholat 5 waktu
DS: Klien mengatakan, “ - “ Defisit perawatan diri
DO:
1. Rambut kotor dan bau tidak sedap
2. Telinga mengeluarkan cairan
3. Tidak gosok gigi
DS: Klien mengatakan, “saya tidak Gangguan proses pikir
sakit”
DO:
1. Klien sering tertawa sendiri
2. Melamun dan menyendiri
3. Bicara sendiri

4.1.2.13 Pohon Masalah

Gambar 4.3 Pohon Masalah

Pohon Masalah pada klien 1 dan klien 2

Resiko Halusinasi A
f
e
Isolasi Sosial: men.diri Cor.Pr
k
oblem

Harga Diri Rendah C


a
u
s
a
60

4.2.2 Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.19 Diagnosa Keperawtan

Klien Diagnosa Keperawatan


Klien 1 1. Isolasi Sosial: menarik diri
2. Harga diri rendah
3. Defisit perawatan diri
4. Resiko halusinasi
Klien 2 1. Isolasi Sosial: menarik diri
2. Harga diri rendah
3. Defisit perawatan diri
4. Distress spiritual
5. Gangguan proses pikir

4.2.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 4.20 Intervensi Keperawatan Masalah Keperawatan Isolasi Sosial

Klien 1 Klien 2
Tujuan umum: Tujuan umum:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Setelah dilakukan tindakan
selama 3x24 jam diharapkan klien dapat keperawatan selama 3x24 jam
berinteraksi dengan orang lain sehingga diharapkan klien berinteraksi dengan
tidak terjadi isolasi sosial : Menarik Diri. orang lain sehingga tidak terjadi isolasi
Tujuan Khusus: sosial : Menarik Diri.
1. Klien dapat membina hubungan saling Tujuan Khusus:
percaya 1. Klien dapat membina hubungan saling
Kriteria evaluasi : percaya
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan Kriteria evaluasi :
rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan
tangan, mau menyebutkan nama, mau rasa senang, ada kontak mata, mau
menjawab salam, mau duduk bersalam, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,
duduk berdampingan dengan perawat, mau mau menjawab salam, mau duduk
mengutarakan masalah yang dihadapi bersalam, mau duduk berdampingan
2. Tujuan Khusus 2: dengan perawat, mau mengutarakan
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik masalah yang dihadapi
diri 2. Tujuan Khusus 2:
Kriteria Evaluasi: Klien dapat menyebutkan penyebab
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik menarik diri
diri yang berasal dari: diri sendiri, orang Kriteria Evaluasi:
lain, lingkungan. Klien dapat menyebutkan penyebab
menarik diri yang berasal dari: diri sendiri,
3. Tujuan Khusus 3 : orang lain, lingkungan.
Klien dapat menyebutkan keuntungan 3. Tujuan Khusus 3 :
berinteraksi dengan orang lain dan kerugian Klien dapat menyebutkan keuntungan
tidak berinteraksi dengan orang lain berinteraksi dengan orang lain dan
Kriteria Evaluasi : kerugian tidak berinteraksi dengan orang
1) Klien dapat menyebutkan keuntungan lain
berinteraksi dengan orang lain, misalnya: Kriteria Evaluasi :
banyak teman, tidak sendiri, bisa diskusi, 1) Klien dapat menyebutkan keuntungan
dll. berinteraksi dengan orang lain, misalnya:
2) Klien dapat menyebutkan kerugian bila banyak teman, tidak sendiri, bisa diskusi,
tidak berinteraksi dengan orang lain, dll.
misalnyan: sendiri, tidak memiliki teman, 2) Klien dapat menyebutkan kerugian bila
61

sepi, dll. tidak berinteraksi dengan orang lain,


misalnyan: sendiri, tidak memiliki teman,
4. Tujuan Khusus 4: sepi, dll.
Klien dapat melakukan interaksi secara 4. Tujuan Khusus 4:
bertahap Klien dapat melakukan interaksi secara
Kriteria Evaluasi bertahap
Klien dapat mendemonstrasikan interaksi Kriteria Evaluasi
sosial secara bertahap antara: klien – Klien dapat mendemonstrasikan interaksi
perawat, klien – perawat – perawat lain, sosial secara bertahap antara: klien –
klien – perawat – perawat lain – klien lain, perawat, klien – perawat – perawat lain,
klien – keluarga/kelompok/masyarakat klien – perawat – perawat lain – klien lain,
5. Tujuan Khusus 5: klien – keluarga/kelompok/masyarakat
Klien dapat mengungkapkan perasaannya 5. Tujuan Khusus 5:
setelah berinteraksi dengan orang lain Klien dapat mengungkapkan perasaannya
Kriteria Evaluasi: setelah berinteraksi dengan orang lain
Klien dapat mengungkapkan perasaannya Kriteria Evaluasi:
setelah berinteraksi dengan orang lain untuk Klien dapat mengungkapkan perasaannya
: diri sendiri, orang lain. setelah berinteraksi dengan orang lain
6. Tujuan Khusus 6 : untuk : diri sendiri, orang lain.
Klien dapat memberdayakan sistem 6. Tujuan Khusus 6 :
pendukung atau keluarga Klien dapat memberdayakan sistem
Kriteria Evaluasi: pendukung atau keluarga
Keluarga dapat: Kriteria Evaluasi:
1) Menjelaskan cara merawat klien merawat Keluarga dapat:
klien menarik diri 1) Menjelaskan cara merawat klien merawat
2) Mendemosntrasikan cara perawatan klien klien menarik diri
manarik diri 2) Mendemosntrasikan cara perawatan klien
3) Barpartisipasi dalam perawatan klien manarik diri
menarik diri 3) Barpartisipasi dalam perawatan klien
menarik diri
Intervensi Keperawatan Intervensi Keperawatan
TUK 1: TUK 1:
1) Bina hubungan saling percaya dengan 1) Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik terapeutik
2) Sapa klien dengan nama baik verbal 2) Sapa klien dengan nama baik verbal
maupun nonverbal maupun nonverbal
3) Perkenalkan diri dengan sopan 3) Perkenalkan diri dengan sopan
4) Tanyakan nama lengkap dan nama 4) Tanyakan nama lengkap dan nama
panggilan yang disukai klien panggilan yang disukai klien
5) Jelaskan dengan pertemuan 5) Jelaskan dengan pertemuan
6) Jujur dan menepati janji 6) Jujur dan menepati janji
7) Tunjukkan sikap empati dan menerima 7) Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya klien apa adanya
8) Berikan perhatian kepada klien dan 8) Berikan perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien perhatian kebutuhan dasar klien
TUK 2: TUK 2:
1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku 1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku
menarik diri dan tandanya menarik diri dan tandanya
(1) “ di rumah ibu tinggal dengan siapa” (1) “ di rumah ibu tinggal dengan siapa”
(2) “ siapa yang paling dekat dengan ibu” (2) “ siapa yang paling dekat dengan
(3) “ apa yang membuat ibu dekat ibu”
dengannya” (3) “ apa yang membuat ibu dekat
(4) “ dengan siapa ibu tidak dekat” dengannya”
(5) “ Apa yang membuat ibu tidak dekat” (4) “dengan siapa ibu tidak dekat”
2) kesempatan kepada klien untuk (5) “ Apa yang membuat ibu tidak dekat”
mengungkapkan perasaan yang 2) Beri kesempatan kepada klien untuk
menyebabkan klien tidak mau bergaul mengungkapkan perasaan yang
62

3) Berikan pujian terhadap kemampuan klien menyebabkan klien tidak mau bergaul
mengungkapkan perasaannya 3) Berikan pujian terhadap kemampuan
TUK 3: klien mengungkapkan perasaannya
Intervensi 1 : TUK 3:
1) Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan Intervensi 1 :
memiliki teman 1) Kaji pengetahuan klien tentang
2) Beri kesempatan kepada klien untuk keuntungan memiliki teman
berinteraksi dengan orang lain 2) Beri kesempatan kepada klien untuk
3) Diskusi bersama klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
berinteraksi dengan orang lain 3) Diskusi bersama klien tentang keuntungan
4) Beri penguatan positif terhadap berinteraksi dengan orang lain
kemampuan mengungkapkan perasaan 4) Beri penguatan positif terhadap
tentang keuntungan berinteraksi dengan kemampuan mengungkapkan perasaan
orang lain tentang keuntungan berinteraksi dengan
Intervensi 2 : orang lain
1) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian Intervensi 2 :
bila tidak berinteraksi dengan orang lain 1) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian
2) Beri ksempatan kepada klien untuk bila tidak berinteraksi dengan orang lain
mengungkapkan perasaan tentang kerugian 2) Beri ksempatan kepada klien untuk
bila tidak berinteraksi dengan orang lain mengungkapkan perasaan tentang
3) Diskusikan bersama klien tentang kerugian kerugian bila tidak berinteraksi dengan
berinteraksi dengan orang lain orang lain
4) Beri penguatan positif terhadap 3) Diskusikan bersama klien tentang
kemampuan mengungkapkan perasaan kerugian berinteraksi dengan orang lain
tentang kerugian tidak berinteraksi dengan 4) Beri penguatan positif terhadap
orang lain kemampuan mengungkapkan perasaan
TUK 4: tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
1) Kaji kemampuan klien membina hubunga orang lain
dengan orang lain TUK 4:
2) Bermain peran tentang cara 1) Kaji kemampuan klien membina hubunga
berhubungan/berinteraksi dengan orang dengan orang lain
lain 2) Bermain peran tentang cara
3) Dorong dan bantu klien untuk berinteraksi berhubungan/berinteraksi dengan orang
dengan orang lain melalui tahap: klien – lain
perawat, klien – perawat – perawat lain, 3) Dorong dan bantu klien untuk berinteraksi
klien – perawat – perawat lain – klien lain, dengan orang lain melalui tahap: klien –
klien – keluarga/kelompok/masyarakat. perawat, klien – perawat – perawat lain,
4) Beri penguatan positif terhadap klien – perawat – perawat lain – klien lain,
keberhasilan yang telah dicapai klien – keluarga/kelompok/masyaraka.
5) Bantu klien untuk mengevaluasi 4) Beri penguatan positif terhadap
keuntungan menjalin hubungan sosial keberhasilan yang telah dicapai
6) Diskusikan jadwal harian yang dapat 5) Bantu klien untuk mengevaluasi
dilakukan bersama klien dapat mengisi keuntungan menjalin hubungan sosial
waktu, yaitu berinteraksi dengan orang lain 6) Diskusikan jadwal harian yang dapat
7) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan dilakukan bersama klien dapat mengisi
ruangan waktu, yaitu berinteraksi dengan orang
8) Beri penguatan positif atas kegiatan klien lain
dalam kegiatan ruangan 7) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan
TUK 5: ruangan
1) Dorong klien untuk mengungkapkan 8) Beri penguatan positif atas kegiatan klien
perasaannya bila berinteraksi dengan orang dalam kegiatan ruangan
lain TUK 5:
2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan 1) Dorong klien untuk mengungkapkan
keuntungan berinteraksi dengan orang lain perasaannya bila berinteraksi dengan
3) Beri penguatan positif atas kemampuan orang lain
klien mengungkapkan perasaan 2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan
keuntungan berinteraksi dengan orang lain keuntungan berinteraksi dengan orang lain
4) Beri penguatan positif atas kemampuan 3) Beri penguatan positif atas kemampuan
63

klien mengungkapkan perasaan klien mengungkapkan perasaan


keuntungan berhubungan dengan orang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
lain 4) Beri penguatan positif atas kemampuan
klien mengungkapkan perasaan
TUK 6: keuntungan berhubungan dengan orang
1) Bina hubungan saling percaya dengan lain
keluarga : salam, perkenalkan diri, jelaskan
tujuan, buat kontrak, eksplorasi perasaan TUK 6:
klien. 1) Bina hubungan saling percaya dengan
2) Diskusikan dengan anggota keluarga keluarga : salam, perkenalkan diri,
tentang : perilaku menarik diri, penyebab jelaskan tujuan, buat kontrak, eksplorasi
perilku menarik diri, akibat yang akan perasaan klien.
terjadi jika perilaku menarik diri tidak 2) Diskusikan dengan anggota keluarga
ditanggapi, cara keluarga menghadapi klien tentang : perilaku menarik diri, penyebab
menarik diri. perilku menarik diri, akibat yang akan
3) Dorong anggota kelurga untuk memberi terjadi jika perilaku menarik diri tidak
dukungan kepada klien dalam ditanggapi, cara keluarga menghadapi
berkomunikasi dengan orang lain klien menarik diri.
4) Anjurkan anggota keluarga untuk secara 3) Dorong anggota kelurga untuk memberi
rutin bergantian menjenguk klien minimal dukungan kepada klien dalam
satu kali seminggu berkomunikasi dengan orang lain
5) Beri penguatan positif atas hal-hal yang 4) Anjurkan anggota keluarga untuk secara
dicapai keluarga rutin bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
5) Beri penguatan positif atas hal-hal yang
dicapai keluarga
4.2.4 Implementasi Keperawatan
Tabel 4.21 Implementasi Keperawatan
Diagnosa Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3
Keperawatan 8/11/2016 9/11/2016 10/11/2016
Klien 1
Isolasi 11.00 SP 1 Pasien 10.00 SP 2 Pasien 09.30 SP 3 Pasien
Sosial: 1. Membina hubungan saling 2. Mengajarkan pasien 3. Melatih pasien berinteraksi
menarik diri percaya, membantu pasien berinteraksi secara secara bertahap
mengenal penyebab bertahap (berkenalan (berkenalan dengan orang
isolasi sosial, membantu dengan orang pertama, kedua, seorang pasien)
pasien mengenal seorang perawat) Fase orientasi:
keuntungan berhubungan Fase orientasi: “assalamualaikum ibu,
dengan orang lain, dan “assalamualaikum ibu!, bagaimana perasan hari ini?,
mengajarkan pasien bagaimana perasaan ibu hari apakah ibu bercakap-cakap
berkenalan ini?, sudah diingat-ingat lagi dengan perawat A kemarin
Fase orientasi: pelajaran kita tentang siang?, bagaimana perasaan ibu
“assalamualaikum bu, berkenalan? Coba sebutkan setelah bercakap-cakap dengan
perkenalakan nama saya lagi sambil bersalam-salaman perawat A kemarin siang?,
Resa Novana Djauwardani, dengan saya, bagus sekali, ibu bagus sekali ibu menjadi
saya senang dipanggil Resa, masih ingat, nah seperti janji senang karena punya teman
saya perawat diruang sedap saya, saya akan mengajak ibu lagi, kalau begitu ibu ingin
malam yang akan merawat mencoba berkenalan dengan punya banyak teman lagi?,
ibu, siapa nama ibu? Senang teman saya perawat A, tidak bagaimana kalau sekarang kita
dipanggil apa?, apa keluhan lama kok, sekitar 10 menit, berkenalan lagi dengan orang
ibu hari ini?, bagaimana ayo kita temui perawat A lain yaitu perawat G?, seperti
kalau kita bercakap-cakap disana”. biasa kira-kira 10 menit, mari
tentag keluarga dan teman- Fase kerja: kita temui dia ”.
teman ibu? Mau diman kita “selamat pagi perawat A, ibu Fase kerja:
bercakap-cakap? Bagaimana W ingin berkenalan dengan “selamat pagi ini ada pasien
kalau di ruang tamu?, mau anda, baiklah bu, ibu bisa saya yang ingin berkenalan,
berapa lama bu? Bagaimana berkenalan dengan perawat A baiklah ibu sekarang bisa
kalau 15 menit?” seperti yang kita praktikkan berkenalan dengannya yang

64
kemarin, ada lagi yang ibu telah ibu lakukan sebelumnya,
Fase kerja: ingin tanyakan kepada ada lagi yang ibu ingin
“apa yang ibu rasakan perawat A? Coba tanyakan tanyakan kepada perawat G?,
selama ibu dirawat disini?, tentang keluarga perawat A?, kalau tidak ada lagi yang ingin
apa ibu merasa sendirian? kalau tidak ada lagi yang dibicarakan, ibu selesai
Siapa saja yang ibu kenal ingin dibicarakan, ibu bisa berkenalan saya dan ibu akan
diruangan ini?, apa saja sudahi perkenalan ini lalu ibu kembali ke ruangan ibu,
kegiatan yang biasa ibu bisa buat janji bertemu lagi selamat pagi”.
lakukan dengan teman yang dengan perawat A misalnya Terminasi:
ibu kenal?, apa yang jam 1 siang nanti, baiklah “bagaimana perasaan ibu
menghambat ibu dalam perawat A karena ibu sudah setelah berkenalan dengan
berteman atau bercakap- selesai berkenalan, saya dan perawat G, dibandingkan
cakap dengan pasien yang ibu akan kembali ke ruangan kemari pagi perawat A tampak
lain?, menurut ibu apa saja ibu, selamat pagi”. lebih baik saat berkenalan
keuntungannya kalau kita Terminasi: dengan perawat G, pertahankan
mempunyai teman? Wah, “bagaimana perasaan ibu apa yang sudah ibu lakukan
benar, ada teman bercakap- setelah berkenalan dengan tadi jangan lupa untuk bertemu
cakap. Apalagi?, nah kalau perawat A?, ibu tampak bagus kembali dengan perawat G jam
kerugiannya tidak sekali saat berkenalan tadi, 4 sore nanti, selanjutnya
mempunyai teman apa ya pertahankan terus apa yang bagaimanajika kegiatan
bu? Ya, apa lagi?, jadi sudah ibu lakukan tadi jangan berkenalan dan bercakap-cakap
banyak juga kerugiannya lupa untuk menayakan topik dengan orang lain kita
tidak punya teman ya. Kalau lain supaya perkenalan tambahkan lagi di jadwal
begitu inginkan ibu belajar berjalan lancar misalnya harian? Jadi satu hari ibu dapat
bergaul dengan orang lain?, menanyakan keluarga, hobi, berbincang-bincang dengan
bagus. Bagaimana kalau dan sebagainya. Bagaimana orang lain sebanyak tiga kali
sekarang kita belajar mau coba dengan perawat jam 10 pagi, jam 1 siang, dan
berkenalan dengan orang lain? mari kita masukkan pada jam 8 malam. Ibu bisa bertemu
lain?, begini lho bu, untuk jadwalnya, mau berapa kali dengan perawat A dan tambah
berkenalan dengan orang sehari? Bagaiman kalau 2 dengan perawat yang baru
lain kita sebutkan dulu nama kali? Baik nanti ibu coba dikenal selanjutnya ibu bisa
kita dan naman panggilan sendiri besok kita latihan lagi dengan orang lain lagi secra
yang kita suka lalu asal kita ya mau jam berapa? Jam 10? bertahap bagaimana ibu setuju
dan hobi. Contoh: nama saya Sampai besok”. kan?, baiklah besok kita

65
ibu W, senang dipanggil W, bertemu lagi untuk
hobi saya memasak”, membicarakan pengalaman ibu
selanjutnya ibu menanyakan pada jam yang sama dan
nama orang yang diajak tempat yang sama ya sampai
berkenalan. Contohnya besok assalamualaikum.”
begini nama bapak/ibu
siapa? Senang dipanggil
apa? Asalnya dari mana/
hobinya apa?, ayo ibu
dicoba! Misalnya saya belum
kenal dengan ibu. Coba
berkenalan dengan saya, ya
bagus sekali! Coba sekali
lagi, bagus sekali”, setelah
ibu berkenalan dengan orang
tersebut, ibu bisa
melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang
menyenangkan ibu
bicarakan. Misalnya tentang
cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan, dan
sebagainya.
Terminasi:
“bagaimana perasaan ibu
setelah kita latihan
berkenalan?, ibu tadi sudah
mempraktekkan cara
berkenalan dengan baik
sekali, selanjutnya ibu dapat
mengingat-ingat apa yang
kita pelajari tadi selama saya
tidak ada sehingga ibu sudah
siap untuk berkenalan

66
dengan orang lain. ibu mau
praktekkan ke pasien lain?
mau jam berapa
mencobanya? Mari kita
masukkan pada jadwal
kegiatan hariannya, besok
pagi jam 10 saya akan
datang ke sini untuk
mengajak ibu berkenalan
dengan teman saya, perawat
A, Bagaimana ibu mau kan?,
baiklah sampai jumpa.
Assalamualaikum.”

Klien 2 10.00 1. Membina hubungan 09.00 2. Mengajarkan pasien 09.00 3. Melatih pasien berinteraksi
Isolasi saling percaya, berinteraksi secara secara bertahap (berkenalan
Sosial: membantu pasien bertahap (berkenalan dengan orang kedua,
Menarik Diri mengenal penyebab dengan orang pertama, seorang pasien)
isolasi sosial, seorang perawat) Fase orientasi:
membantu pasien Fase orientasi: “assalamualaikum ibu,
mengenal keuntungan “assalamualaikum ibu!, bagaimana perasan hari ini?,
berhubungan dengan bagaimana perasaan ibu hari apakah ibu bercakap-cakap
orang lain, dan ini?, sudah diingat-ingat lagi dengan perawat G kemarin
mengajarkan pasien pelajaran kita tentang siang?, bagaimana perasaan ibu
berkenalan berkenalan? Coba sebutkan setelah bercakap-cakap dengan
Fase orientasi: lagi sambil bersalam-salaman perawat G kemarin siang?,
“assalamualaikum bu, dengan saya, bagus sekali, ibu bagus sekali ibu menjadi
perkenalakan nama saya masih ingat, nah seperti janji senang karena punya teman
Resa Novana Djauwardani, saya, saya akan mengajak ibu lagi, kalau begitu ibu ingin
saya senang dipanggil Resa, mencoba berkenalan dengan punya banyak teman lagi?,
saya perawat diruang sedap teman saya perawat G, tidak bagaimana kalau sekarang kita
malam yang akan merawat lama kok, sekitar 10 menit, berkenalan lagi dengan orang
ibu, siapa nama ibu? Senang ayo kita temui perawat G lain yaitu teman sekamar ibu
dipanggil apa?, apa keluhan disana”. Ny. N?, seperti biasa kira-kira

67
ibu hari ini?, bagaimana Fase kerja: 10 menit, mari kita temui dia ”.
kalau kita bercakap-cakap “selamat pagi perawat G, ibu Fase kerja:
tentang keluarga dan teman- W ingin berkenalan dengan “selamat pagi ini ada pasien
teman ibu? Mau dimana kita anda, baiklah bu, ibu bisa saya yang ingin berkenalan,
bercakap-cakap? Bagaimana berkenalan dengan perawat G baiklah ibu sekarang bisa
kalau di ruang tamu?, mau seperti yang kita praktikkan berkenalan dengannya yang
berapa lama bu? Bagaimana kemarin, ada lagi yang ibu telah ibu lakukan sebelumnya,
kalau 15 menit?” ingin tanyakan kepada ada lagi yang ibu ingin
Fase kerja: perawat G? Coba tanyakan tanyakan kepada ibu N?, kalau
“apa yang ibu rasakan tentang keluarga perawat G?, tidak ada lagi yang ingin
selama ibu dirawat disini?, kalau tidak ada lagi yang dibicarakan, ibu selesai
apa ibu merasa sendirian? ingin dibicarakan, ibu bisa berkenalan saya dan ibu akan
Siapa saja yang ibu kenal sudahi perkenalan ini lalu ibu kembali ke ruangan ibu,
diruangan ini?, apa saja bisa buat janji bertemu lagi selamat pagi”.
kegiatan yang biasa ibu dengan perawat G misalnya Terminasi:
lakukan dengan teman yang jam 2 siang nanti, baiklah “bagaimana perasaan ibu
ibu kenal?, apa yang perawat G karena ibu sudah setelah berkenalan dengan ibu
menghambat ibu dalam selesai berkenalan, saya dan N, dibandingkan kemarin pagi
berteman atau bercakap- ibu akan kembali ke ruangan perawat G tampak lebih baik
cakap dengan pasien yang ibu, selamat pagi”. saat berkenalan dengan ibu N,
lain?, menurut ibu apa saja Terminasi: pertahankan apa yang sudah
keuntungannya kalau kita “bagaimana perasaan ibu ibu lakukan tadi jangan lupa
mempunyai teman? Wah, setelah berkenalan dengan untuk bertemu kembali dengan
benar, ada teman bercakap- perawat G?, ibu tampak bagus ibu N jam 4 sore nanti,
cakap. Apalagi?, nah kalau sekali saat berkenalan tadi, selanjutnya bagaimanajika
kerugiannya tidak pertahankan terus apa yang kegiatan berkenalan dan
mempunyai teman apa ya sudah ibu lakukan tadi jangan bercakap-cakap dengan orang
bu? Ya, apa lagi?, jadi lupa untuk menayakan topik lain kita tambahkan lagi di
banyak juga kerugiannya lain supaya perkenalan jadwal harian? Jadi satu hari
tidak punya teman ya. Kalau berjalan lancar misalnya ibu dapat berbincang-bincang
begitu inginkan ibu belajar menanyakan keluarga, hobi, dengan orang lain sebanyak
bergaul dengan orang lain?, dan sebagainya. Bagaimana tiga kali jam 10 pagi, jam 1
bagus. Bagaimana kalau mau coba dengan perawat siang, dan jam 8 malam. Ibu
sekarang kita belajar lain? mari kita masukkan pada bisa bertemu dengan perawat G

68
berkenalan dengan orang jadwalnya, mau berapa kali dan tambah dengan perawat
lain?, begini lho bu, untuk sehari? Bagaiman kalau 2 yang baru dikenal selanjutnya
berkenalan dengan orang kali? Baik nanti ibu coba ibu bisa dengan orang lain lagi
lain kita sebutkan dulu nama sendiri besok kita latihan lagi secra bertahap bagaimana ibu
kita dan naman panggilan ya mau jam berapa? Jam 10? setuju kan?, baiklah besok kita
yang kita suka lalu asal kita Sampai besok”. bertemu lagi untuk
dan hobi. Contoh: nama saya membicarakan pengalaman ibu
ibu I, senang dipanggil I, pada jam yang sama dan
hobi saya menanam bunga”, tempat yang sama ya sampai
selanjutnya ibu menanyakan besok assalamualaikum.”
nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya
begini nama bapak/ibu
siapa? Senang dipanggil
apa? Asalnya dari mana/
hobinya apa?, ayo ibu
dicoba! Misalnya saya belum
kenal dengan ibu. Coba
berkenalan dengan saya, ya
bagus sekali! Coba sekali
lagi, bagus sekali”, setelah
ibu berkenalan dengan orang
tersebut, ibu bisa
melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang
menyenangkan ibu
bicarakan. Misalnya tentang
cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan, dan
sebagainya.
Terminasi:
“bagaimana perasaan ibu
setelah kita latihan
berkenalan?, ibu tadi sudah

69
mempraktekkan cara
berkenalan dengan baik
sekali, selanjutnya ibu dapat
mengingat-ingat apa yang
kita pelajari tadi selama saya
tidak ada sehingga ibu sudah
siap untuk berkenalan
dengan orang lain. ibu mau
praktekkan ke pasien lain?
mau jam berapa
mencobanya? Mari kita
masukkan pada jadwal
kegiatan hariannya, besok
pagi jam 10 saya akan
datang ke sini untuk
mengajak ibu berkenalan
dengan teman saya, perawat
G, Bagaimana ibu mau kan?,
baiklah sampai jumpa.
Assalamualaikum.”

70
4.2.5 Evaluasi Keperawatan
Tabel 4.22 Evaluasi Keperawatan
Tanggal Evaluasi 9/11/2016 9/11/2016
Klien 1 2
Evaluasi/NOC SOAP SOAP
S: klien mengatakan, “nama saya ibu W, saya S: klien mengatakan, “gak apa-apa mas, ntar
malu mas, kadang juga malas tidak ada yang saja saya males”
di bicarakan”.
O: O:
1. Kontak mata kurang 1. Klien sering menghindar saat wawancara
2. Kepala menunduk kebawah 2. Klien tidak kooperatif
3. Kurang kooperatif 3. Afek tumpul
4. Tampak sedih,afek tumpul 4. Tidak memiliki teman dekat/suka
5. Tidak memiliki teman dekat/suka menyendiri
menyendiri 5. Jarang berkomunikasi/tidak sama sekali
6. Jarang berkomunikasi/tidak sama sekali A: masalah belum teratasi
A: Masalah belum teratasi P: ulangi intervensi (SP 1, membina hubungan
P: Lanjutkan Intervensi (SP 2 mengajarkan saling percaya)
pasien berinteraksi secara bertahap,
berkenalan dengan orang pertama, seorang
perawat)
S: klien mengatakan, “nama saya ibu I, saya
malu mas”.
O:
1. Kontak mata kurang
2. Kepala menunduk kebawah
3. Klien kurang kooperatif
4. Afek tumpul
5. Tidak memiliki teman dekat/suka
menyendiri
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi (SP 2 mengajarkan
pasien berinteraksi secara bertahap,

71
berkenalan dengan orang pertama, seorang
perawat)
10/11/2016 10/11/2016
S: klien mengatakan, “ iya mas kemarin saya S: klien mengatakan, “ iya, saya kenal. Tapi
sudah kenalan dengan perawat A, dia teman sekarang lupa”.
mas kan?”.
O: O:
1. Klien masih tampak malu saat 1. Klien tidak kooperatif
berkomunikasi 2. Kontak mata kurang
2. Kontak mata kurang 3. Afek tumpul
3. Klien masih menyendiri 4. Klien sering menyendiri
4. Jarang berkomunikasi
A: Masalah belum teratasi (tetapi, perawat A: Masalah belum teratasi (tetapi, perawat
perlu memantau perkembangan klien setiap perlu mengajak klien untuk melakukan
hari untuk mengetahui perbaikan keadaan perkenalan lagi dengan perawat sebelumnya
pada klien). yang sudah berkenalan untuk menentukan
tingkat keberhasilan klien dalam melakukan
P: Lanjutkan intervensi (SP 3, melatih klien SP2).
berinteraksi secara bertahap (berkenalan P: Lanjutkan intervensi (SP 3, melatih klien
dengan orang kedua, seorang pasien)) berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan orang kedua, seorang pasien)).
12/11/2016 12/11/2016
S: klien mengatakan, “kemarin saya juga S: klien mengatakan, “iya kenalan, namanya
kenalan lagi sama temanya mas, namanya saya lupa lagi”
mbak A.”
O: O:
1. Klien tampak lebih kooperatif 1. Kontak mata ada
2. Kemampuan komunikasi klien membaik 2. Klien kurang kooperatif
3. Kontak mata ada 3. Afek tumpul
4. Klien tampak lebih percaya diri 4. Klien sudah mampu untuk berkenalan
5. Klien sudah mampu untuk berkenalan A: masalah teratasi
A: Masalah teratasi P: hentikan intervensi (tetapi perawat perlu
P: hentikan intervensi (tetapi perawat perlu melakukan pemantaun setiap hari sebelum
melakukan pemantaun setiap hari sebelum klien pulang, tujuannya agar intervensi yang

72
klien pulang, tujuannya agar intervensi yang diberikan oleh perawat benar-benar efektif
diberikan oleh perawat benar-benar efektif terhadap klien).
terhadap klien).

Dari evaluasi kedua klien tersebut klien 1 dengan masalah keperawatan isolasi sosial:menarik diri tercapai dalam pemberian intervensi dan teratasi dengan
kriteria hasil, sedangkan pada klien 2 masalah teratasi sebagian karena pada klien 2 masih terdapat tanda-tanda isolasi sosial:menarik diri misalkan Kontak
mata kurang, Klien kurang kooperatif, Afek tumpul, Klien sudah mampu untuk berkenalan.

73
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini kami uraikan tentang kesimpulan dan saran dari study kasus

sebelummnya.

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Pengkajian

Pengkajian pada klien 1 dan klien 2 didapatkan manifestasi klinik yang

mengarah pada diagnosa keperawatan isolasi sosial:menarik diri, yaitu

kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkugan), ekspresi wajah kurang

berseri, tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri,

tidak ada atau kurang komunikasi verbal, mengisolasi diri, tidak atau

kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya, asupan makanan dan

minuman terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, kurang

energy (tenaga), rendah diri.

5.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada klien 1 dan klien 2 yang di rumuskan adalah

isolasi sosial:menarik diri. Diagnosa ini di ambil sudah sesuai dengan

manifestasi klinis serta faktor pendukung lainnya.

5.1.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi yang diberikan kepada klien 1 dan klien 2 menggunakan

intervensi yang sama, tidak ada perbedaan antara klien 1 dan klien 2.

74
75

5.1.4 Implementasi

Implementasi pada klien 1 dan klien 2 hanya terkendala oleh komunikasi

dan BHSP antar perawat dan klien, karena klien sulit untuk

berkomunikasi, klien sering menunduk dan tidak kooperatif saat pertama

kali melakukan implementasi.

5.1.5 Evaluasi

Evaluasi pada klien 1 dan klien 2 sudah tercapai, meskipun awalnya

terkendala oleh klien yang tidak kooperatif terhadap perawat. Klien

mampu melakukan semua intervensi yang di rencanakan oleh perawat.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Rumah Sakit

Lebih ditingkatkan lagi mutu pelayanan keperawatan dalam memberikan

asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan isolasi sosial: menarik diri

sehingga pelayanan keperawatan yang diberikan dapat meningkatkan

derajat kesehatan pasien.

5.2.2 Bagi Keluarga

Keluarga memiliki peran yang sangat penting untuk merawat klien pasca

perawatan dari rumah sakit agar tidak kambuh lagi gangguan jiwa yang

dialami oleh klien tersebut, serta menganjurkan kepada keluarga klien

untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang sudah diajarkan dan

dijadwalkan selama klien dirawat. Keluarga harus selalu melakukan

pendekatan, berkomunikasi dan tidak membiarkan klien melamun dan

menyendiri, untuk orang terdekatnya yang berpengaruh terhadap


76

kesembuhan klien dirumah, keluarga merupakan pengontrol dalam

keteraturan klien dalam minum obat bagi klien dengan Isolasi Sosial:

menarik diri.

5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Lebih ditingkatkan lagi dalam pengadaan literatur buku khususnya

keperawatan atau kesehatan jiwa.


77

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muhith. (2015). Asuhan Keperawatan Jiwa : Teori dan Aplikasi.


Yogyakarta : Andi

Ah. Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.

Dalami, E. (2010). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: CV


Trans Info Media.

Dalami, E, Suliswati, Rochima, Suriyati,R. K., & Lestari,. W. (2009) Asuhan


Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV Trans Info
Media.

Direja, Adi Herman Surya. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Keliat, B. A, dkk. (2011). Manajement Keperawatan Psikososial & Kader


Kesehatan Jiwa CMHN (Intermediate Cours). Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Keliat, Budi Anna. 2009. Model Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat, Budi Anna, dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed. 2.
Jakarta: EGC.

Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Kemenkes RI

Kusumawati, Farida, dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Purba, dkk. 2008 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan jiwa. Medan: USU Pres

Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Wilkinson. Judith W. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakata:


EGC.

Wiyati, Ruti, dkk. 2010. Jurnal Keperawatan Soedirman, Vol 5, No 2.

World Health Organization. (2013). Human Resources and training in Mental Health :
Mental Health Policy and Service Guide Package and service Guide Package.
China : WHO Publishing
78

http://dinkes.surabaya.go.id/portal/berita/kesehatan-jiwa-tidak-mematikan-tapi-
menimbulkan-beban-penderita/. Diakses pada tanggal 25 februari 2017

http://www.kompasiana.com/kadirsaja/fakta-menarik-tentang-prevalensi
gangguan - jiwa - di – indonesia – di – yogyakarta - paling tinggi _
552923be6ea834e16a8b4569. Diakses pada tanggal 25 februari 2017.

http://www.kompasiana.com/jumariharyadi/selamat-hari-kesehatan-jiwa-
sedunia_54f423ba7455137f2b6c87ed. Diakses pada tanggal 25 februari
2017.

Anda mungkin juga menyukai