PENDAHULUAN
internal dan eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang
tidak sesuai dengan norma lokal atau budaya setempat dan mengganggu fungsi
sosial, pekerjaan dan atau fisik (Townsend, 2005). Pengertian ini menjelaskan
klien dengan gangguan jiwa akan menunjukan perilaku yang tidak sesuai dengan
skizofrenia. Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan
perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan
yang mengancam (Nanda, 2005). Secara garis besar dapat dikatakan bahwa
isolasi sosial adalah kegagalan individu dalam melakukan interaksi dengan orang
lain yang disebabkan oleh pikiran negatif atau mengancam. Seseorang dapat
dikatakan mengalami gangguan isolasi sosial jika individu tersebut menarik diri,
tidak komunikatif, menyendiri, asyik dengan pikiran dan dirinya sendiri, tidak ada
kontak mata, sedih, afek tumpul, perilaku bermusuhan, menyatakan perasaan sepi
lain dan mengungkapkan perasaan tidak di mengerti orang lain. Jika perilaku
isolasi sosial tidak ditangani dengan baik dapat dapat menurunkan produktifitas
penderita gangguan jiwa di dunia adalah 750 juta jiwa. Pada studi terbaru WHO
1
2
berkembang, sekitar 76-78% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan
Indonesia jumlah kunjungan poli jiwa rata – rata 20 orang per hari (tahun 2008).
Pada bulan februari 2009 klien yang dirawat di psikiatri 90% terdiagnosis
Skizofrenia (80 orang dari jumlah total 90 orang). Berdasarkan alasan masuk
rumah sakit klien dengan perilaku kekerasan 62 kasus (68%), isolasi sosial 24
kasus (26 %) dan halusinasi 14 kasus (16 %). Tujuh puluh lima persen berasal
dari warga ekonomi lemah. Diperkirakan jumlah gangguan jiwa akan meningkat
seiring dengan kenaikan bahan pokok yang semakin meningkat dan beban hidup
tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk
mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Menurut
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007, didapatkan data nasional tentang
angka kejadian gangguan jiwa berat (skizofrenia) di Jawa Timur sebesar 1,4% dan
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu,
takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan
3
keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulakan perilaku tidak
ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar
sosial. Isolasi sosial menjadi tanda dan gejala dari gangguan jiwa, tanda gejala
utama klien dengan episode depresi adalah sedih yang mendalam, berkurangnya
energi dan menurunnya aktivitas gejala tambahan yang meliputi adalah harga diri
rendah , kepercayaan diri kurang, rasa bersalah, pesimis, tidur terganggu, tidak
Isolasi sosial tidak hanya berdampak secara individu pada klien yang
mengalami tetapi juga pada sistim klien secara keseluruhan yaitu keluarga dan
menarik diri dari peran dan fungsi sebelum sakit, membatasi hubungan sosial
(Stuart, 2009).
klien yang mengalami gangguan jiwa. Kondisi keluarga yang terapeutik dan
4
klien tanpa terapi keluarga sebesar 25 - 50% sedangkan angka kekambuhan pada
klien yang diberikan terapi keluarga 5 - 10% (Keliat, 2006). Keluarga sebagai
dengan isolasi sosial, maka pengetahuan klien tentang kemampuan cara merawat
diri dan kemampuan koping terhadap stress dan beban yang dialami dapat
meningkat. Serta perawat berperan besar terhadap kemajuan pasien isolasi sosial.
Mengacu pada hal tersebut, penulis ingin mendalami lebih lanjut tentang asuhan
keperawatan jiwa pada pasien dengan isolasi sosial serta menfokuskan pemberian
menarik diri dengan masalah keperawatan isolasi sosial di RSJ Lawang Malang ?
1.3 Tujuan
sosial: menarik diri dengan masalah keperawatan isolasi sosial di RSJ Lawang
Malang
5
1.4 Manfaat
secara baik dan benar kepada pasien dengan isolasi sosial: menarik diri.
yaitu isolasi sosial: menarik diri, sehingga mereka tidak mengalami kesulitan
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Pengertian
kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah satu
fungsi individu dalam hubungan sosialnya. Isolasi sosial adalah suatu keadaan
kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang
2.1.2 Etiologi
6
7
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa
terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan
sehari-hari terabaikan.
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai
ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang
lain, tidak mempunyai anggota masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut
usia, orang cacat dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki
budaya mayoritas.
8
negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua
anak menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain (Ernawati, dkk, 2009).
Stres dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit
2009).
Adaptif Maladaptif
- Menyendiri
Merasa sendiri o Menarik diri
- Otonomi
Dependensi o Ketergantungan
- Bekerjasama
Curiga o Manipulasi
- Interdependen
o curiga
Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial:
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain
3) Bekerja sama, kemapuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan
kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons
maladaptif.
Berikut ini adalah Tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial yaitu
kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkugan), ekspresi wajah kurang berseri,
tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri, tidak ada atau kurang
komunikasi verbal, mengisolasi diri, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya, asupan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses,
aktivitas menurun, kurang energy (tenaga), rendah diri, postur tubuh berubah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak
sensori: halusinasi dan risiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan.
11
Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi
masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnyaa tidak baik (koping keluarga
tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.
2.1.7 Penatalaksanaan
isolasi sosial perlu ditalaksana secara integrasi, baik dari aspek psikofarmakologis
yang lebih optimal dibandingkan secara tunggal (Gorman, 2007 dalam Townsend.
Terapi Generalis pada klien dengan isolasi sosial menurut Keliat dan
Akemat (2010) adalah dengan cara mengajarkan klien mengenal penyebab klien
12
berhubungan dengan orang lain, melatih klien cara berkenalan, melatih klien
berkenalan secara bertahap mulai dari satu orang, dua orang sampai lebih baik
dengan teman atau perawat, melakukan aktivitas terjadwal dan pemanfaatan obat.
Penerapan terapi aktivitas kelompok sosialisasi juga perlu ditetapkan pada klien
pada klien isolasi sosial adalah Social Skill Training, merupakan hal penting
kelompok (Stuart, 2009). Aspek kognitif berfokus pada pola pikiran yang
gejala-gejala dari gangguan jiwa untuk merubah persepsi yang negatif menjadi
beda. Dengan demikian psikoterapi yang diberikan pada klien isolasi sosial akan
yang diberikan pada klien dengan isolasi sosial yang menglami masalah pada
pengontrolan pikiran/persepsi yang negatif dan emosi yang tidak terkontrol atau
maladaptif, kondisi tersebut berakibat pada perilaku yang maladaptif seperti suka
menyendiri tidak mau berinteraksi dengan orang lain, tidak peduli terhadap
Asuhan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial: menarik diri, meliputi :
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan isolasi sosial: menarik diri adalah
1) Identitas
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa
pubertas.
2) Keluhan utama
3) Faktor predisposisi
4) Psikososial
(1) Genogram
(4) Spiritual
5) Status mental
Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju tidak
tepat, resleting tak terkunci, baju tak ganti, baju terbalik sebagai
(2) Pembicaraan
(4) Emosi
(5) Afek
Dangkal, tak ada ekspresi roman muka baik saat sedih maupun gembira
(7) Persepsi
(9) Kesadaran
dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak
(10) Memori
keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak
tepat.
16
Suatu kemampuan untuk menilai diri sendiri, tak ada yang khas.
yang ditemukan pada pasien. Diagnosa keperawatan pada gangguan ini adalah
dan tujuan khusus, berikut intervensi yang diberikan pada pasien dengan isolasi
Tujuan umum dari intervensi keperawatan ini yaitu Klien berinteraksi dengan
Kriteria evaluasi :
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau
17
Intervensi :
terapeutik
Kriteria Evaluasi:
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari: diri
Intervensi
Kriteria Evaluasi :
Intervensi (1) :
Intervensi (2) :
orang lain
Kriteria Evaluasi
Intervensi
3) Dorong dan bantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain melalui tahap:
klien – perawat, klien – perawat – perawat lain, klien – perawat – perawat lain
6) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dapat mengisi
orang lain
Kriteria Evaluasi:
20
Intervensi:
orang lain
orang lain
Kriteria Evaluasi:
Keluarga dapat:
Intervensi
penyebab perilku menarik diri, akibat yang akan terjadi jika perilaku menarik
sosial meliputi strategi pelaksanaan (SP) kepada pasien dan keluarga, berikut
Strategi Pelaksanaan 1:
1) Identifikasi penyebab
lain.
(2) Tanyakan apa yang menyebakan pasien tidak ingin berinteraksi dengan
orang lain.
22
(3) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul
(4) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
3) Latihan berkenalan
keluarga.
(6) Beri pujian untuk setip kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien.
meningkatkan interaksinya.
Strategi Pelaksanaan 2:
Strategi Pelaksanaan 3:
Strategi Pelaksanaan 1:
4) Latih (simulasi)
Strategi Pelaksanaan 2:
1) Evaluasi kemampuan SP 1
Strategi Pelaksanaan 3:
1) Evaluasi kemampuan SP 1
Strategi Pelaksanaan 4 :
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
Nurjanah 20004, hlm. 64). Menurut Stuart (2007, hlm. 283) ada beberapa
interpersonalnya ?
positif?
BAB 3
METODE PENULISAN
fenomena khusus yang terjadi saat ini dalam suatu system yang terbatasi
(bounded-system) oleh waktu dan tempat, meski batas-batas antara fenomena dan
sistem tersebut tidak sepenuhnya jelas. Kekhususan pada studi kasus, peneliti
berlangsung. Jika pendekatan studi kasus berupa kasus tunggal, kasus multipel
(banyak), kasus-kasus tersebut akan dibandingkan satu sama lain (Afiyanti dan
Imami, 2014).
Karakteristik studi kasus yang baik dan resmi (hallmark of case study)
atau studi kasus mewajibkan peneliti memperoleh pemahaman yang utuh dan
terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus-kasus yang
25
26
kualitatif yang sangat fleksibel dari cara pengumpulan datanya (Afiyanti dan
Imami, 2014).
menjadi fokus studi kasus. Batasan istilah disusun secara naratif dan apabila
dibuat penulis.
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien atau pasien diberbagai
perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan
perawatan perempuan rumah sakit jiwa dengan kapasitas tempat tidur 20 orang
3.3 Partisipan
Partisipan dalam penyusunan studi kasus ini adalah dua pasien yang
mengalami isolasi sosial: menarik diri, berjenis kelamin perempuan, pada masa
usia 30 tahun. Penelitian menggunakan partisipan dengan usia yang sama karena
Pada studi kasus ini dilakukan asuhan keperawatan pasien isolasi sosila
dengan masalah keperawatan isolasi sosial: menarik diri yang dirawat di RSJ Dr.
3.4.1 Lokasi
Tempat dilakukannya Penulisan pada studi kasus ini adalah di RSJ Dr.
3.4.2 Waktu
Pada studi kasus ini dilakukan asuhan keperawatan pada klien yang
Proses pengumpulan data ini terdiri dari macam-macam data, sumber data,
3.5.1 Wawancara
tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti
terhadap nara sumber atau sumber data.Wawancara dilakukan pada pasien dan
3.5.2 Observasi
hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat
setiap perilaku yang dilakukan oleh pasien, kemudian menyesuaikan dan untuk
subjek penelitian.
29
Kualitas data atau hasil temuan suatu penelitian kualitatif ditentukan dari
dan kebenaran terhadap data informasi, atau temuan yang dihasilkan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan. Terdapat empat istilah yang pada umumnya
lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk
3.6.4 Konfirmabilitas
Popularitas pendekatan studi kasus adalah suatu studi yang memiliki cara
pengumpulan data yang cara analisis data yang fleksibel. Analisis data pada studi
kasus memiliki berbagai cara tergantung pada jenis studi kasus yang digunakan.
Jenis studi kasus menurut Yin (2011) antara lain eksplanatori, eksplooratori, atau
deskriptif. Ia juga membedakan antar studi kasus tunggal, holistik, dan studi kasus
studi kasus intrinsic, instrumen atau kolektif (Afiyanti dan Imami, 2014).
dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data subjektif
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, gambar, dan teks
naratif. Kerahasiaan klien dijaga dengan cara mengaburkan identitas diri klien.
31
3.7.4 Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan
hasil – hasil penulisan terdahulu dan secara teoritis dengan pelaku kesehatan.
yang sangat penting dalam penulisan studi kasus mengingat penulisan atau
Maka segi etika penulisan harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak
asasi dalam kegiatan penulisan atau penelitian studi kasus (Hidayat, A. Aziz
Alimul, 2009). Berikut adalah penejlasan secara rinci terkait prinsip dasar
pertimbangan etik atas hak asasi selama dilakukan penelitian (Afiyanti, Yati.
2014) :
dengan cara :
dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur,
Alimul, 2009).
32
pengalamannya yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Jika responden
lengkap tentang tujuan, manfaat, dan proses pengumpulan data yang akan
bahwa segala hal yang telah penulis atau peneliti berikan, tidak digunakan
Hak yang diberikan bagi semua partisipan untuk dapat mmilih atau
peneliti, harus memberikan perlakuan dan penghargaan yang sama dalam hal
dengan tujuan agar subyek mengetahui maksud dan tujuan serta dampak dari
penelitian, dengan prinsip peneliti tidak akan memaksa calon responden dan
Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang hasil dan pembahasan dari
asuhan keperawata jiwa yang diberikan pada klien dengan Isolasi Sosial: Menarik
Diri di Ruang Sedap Malam RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Malang.
tertinggi atau disebut pula sebagai rumah sakit pusat. RSJ Dr. Radjiman
Wediodiningrat tersedia 700 tempat tidur inap dan 10 dari 700 tempat tidur
merupakan kelas VIP. Daya tampung rawat inap lebih banyak dibanding setiap
rumah sakit di Jawa Timur yang tersedia rata-rata 53 tempat tidur inap dengan
jumlah 60 dokter dan 37 dokter umum. Serta terdapat tenaga perawat sejumlah
354 orang, pegawai khusus terapi 12 orang, teknisi medis 23 orang, pegawai
khusus bidan 1orang, pegawai khusus gizi 15 orang, pegawai khusus kefarmasian
seperti : Peralatan Gawat Darurat : Ini termasuk persediaan ambulan, bank darah,
EEG, EKG, X-Ray, dan MRI. Peralatan Bedah : Ini termasuk persediaan
35
36
autoclave, meja operasi dan mesin anestesi. Peralatan Bidan : Ini termasuk
4.2.1 Pengkajian
Pengkajian pada penelitian ini dilakukan pada dua Klien yaitu Ny. W
(klien 1) dan Ny. I (klien 2) dengan Isolasi Sosial: menarik diri, RSJ. Dr.
Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien berusia sekitar 40 tahun
dimana usia yang rentan terhadap isolasi sosial terjadi sekitar usia remaja hingga
perkembangan dari masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus
Dan ini sesuai dengan teori yang di jelaskan di atas. Klien 1 dan klien 2
mengalami isolasi sosial:menarik diri, sudah beberapa tahun yang lalu berusia
sekitar 25 tahun.
Dari tabel di atas, didapatkan alasan masuk klien baik data primer maupun
sekunder. Dari data klien 1 dan 2 sudah sesuai dengan (Nanda, 2005) bahwa
Isolasi sosial merupakan salah satu perubahan yang muncul pada skizofrenia.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa isolasi sosial adalah kegagalan individu
dalam melakukan interaksi dengan orang lain yang disebabkan oleh pikiran
Isolasi sosial adalah rasa kesepian yang dialami oleh individu didalam
lingkungan sosial dan sebagai kondisi yang negatif atau mengancam. Pada klien
isolasi sosial akan ditemukan data objektif meliputi perilaku yang tidak sesuai
dengan tahap perkembangan, afek tumpul, mengalami kecacatan (misal fisik dan
mental), sakit, tidak ada kontak mata, dipenuhi dengan pikiran sendiri,
ingin sendiri, menunjukan perilaku yang tidak dapat diterima oleh kelompok
kultural yang dominan, tidak komunikatif, dan adanya perilaku menarik diri
(NANDA, 2012).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kedua klien sudah mengalami isolasi sosial:
Dari data tabel diatas, di dapatkan faktor presipitasi dari kedua klien.
Untuk klien 1 terdapat faktor yang menunjang terjadinya isolasi sosial pada klien
adalah Stres yang timbulkan karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena pernah di putus pacarnya
dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
karena pasien sulit untuk berkomunikasi serta kurangnya data dari keluarga
maupun rekam medis klien perawat. Namun klien 2 sudah ada data yang
Dari data tabel di atas, didapatkan bahwa klien 1 dan klien 2 pernah
mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Untuk klien 1 pernah masuk rumah sakit
40
jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat dan sudah masuk beberapa kali hingga lebih
dari 10 kali selama klien sakit, data klien 1 berapa lama ia sakit perawat tidak
optimal dari klien serta tidak adanya penjelasan di rekam medis klien.
menur- surabaya.dan karena klien sering kambuh dan keluarga tidak patuh untuk
klien kambuh lagi kemudian keluarga membawa klien ke rumah sakit jiwa dr.
skizofrenia meliputi:
1) Klien
Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal meminum obat dengan teratur
2) Penanggung jawab
Setelah klien pulang ke rumah, maka perawat tetap bertanggung jawab atas
3) Keluarga
umum memiliki angka kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal
kepatuhan.
4) Lingkungan masyarakat
klien sebagai individu yang tidak berguna, mengucilkan klien, mengejek klien dan
seterusnya.
Jadi dapat di simpulkan bahwa kedua klien dapat kambut disebabkan oleh
beberapa faktor keluarga, pengobatan yang tidak teratur serta lingkungan sekitar
1) Riwayat Trauma
Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien memiliki riwayat yang
berbeda. Klien 1 memiliki riwayat masa lalu yang tidak baik klien pernah
mengalami sakit hati di karenakan diputus oleh pacarnya sehingga membuat klien
sedih dan frustasi, kemudian klien berubah menjadi penyendiri, pendiam jarang
42
melakukan aktifitas serta sering melamun. Klien 2 tidak dapat menjelaskan dan
wawancara, kontak mata kurang, dan tidak kooperatif, klien selalu memberikan
orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya hal ini
faktor psikologik karena ia merasa kecewa dan patah hati setelah ditinggal
kekasihnya.
2) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (Bio, Psiko, Kultural dan
Spiritual)
Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien memiliki riwayat masa lalu
yang sama. Untuk klien 1 dan klien 2 mengalami Stres yang timbulkan karena
menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti,
Tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain
Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat
Sundeen, 1998).
yang mengalami
gangguan jiwa”
Dari data tabel di atas, didapatkan keluarga dari kedua klien tidak ada yang
menjadi data penunjang terjadinya gangguan jiwa pada klien1 dan klien 2.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur
44
otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
Hal ini berlaku pada anak yang memiliki orang tua yang pernah memiliki
gangguan jiwa. Selain itu, menurut sebuah penelitian janin yang ada di dalam
hal seperti infeksi virus saat masa kehamilan yang dapat menjadi pengganggu
perkembangan otak pada janin. Kekurangan gizi pada masa – masa trimester
kehamilan, ibu hamil yang mengalami trauma, kelainan hormonal atau adanya
Jadi antara fakta dan teori yang terjadi pada kedua klien 1 dan klien 2, tidak
sesuai. Kemungkinan besar dari penyebab gangguan jiwanyan adalah faktor lain
Dari data tabel diatas, kedua klien tidak mengalami gangguan atau keluhan fisik
klien merasa nyaman. Hanya untuk klien 1 terkadang merasa nyeri di bagian perut
namun hanya sebentar dan tidak perlu mengkonsumsi obat untuk penyembuhanya.
Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien tidak ada gangguan fisik
atau kelainan fisik yang mengakibatkan ketidaknyamanan pada klien. Hanya saja
46
pada klien 2 kulit kepala kotor, banyak ketombe, tidak ada nyeri tekan dan
salah satunya tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri, pola
tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
bahkan klien tidak mau mandi jika tidak dipaksa oleh perawat. Sehingga
1) Genogram
Dari data genogram di atas, klien mengatakan “ saya dengan keluarga saya
tidak apa-apa”.
Keterangan :
: Meninggal : Klien
48
Dari data genogram di atas, klien mengatakan ”saya tinggal dirumah sama
2) Konsep diri
Dari data tabel di atas, didapatkan bahwa kedua klien memiliki perbedaan
konsep dirinnya. Klien 1 sebenarnya merasa malu dengan keadaan ini dan Salah
satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah
perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
Klien 2 tidak dapat menjelaskan apa yang di tanya oleh perawat klien
dengan berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Menarik diri
3) Hubungan Sosial
Dari data tabel di atas, didapatkan data dari kedua klien yang menunjang untuk
dekat hanya kenal saja, dan jarang berkomunikasi dengan teman sekitar. Pada
kegiatan sehari-hari sebelum masuk rumh sakit klien mengikuti pengajian dan saat
50
di tanya apa hambatan ibu saat berkomunikasi, klien mengatakan ”tidak apa-apa,
hanya malas saja mas”. Klien 2 didapatkan data bahwa klien tidak kooperatif,
kontak mata kurang, selalu menghindar saat di wawancara saat berbicara selalu
mengatakan kata-kata yang membuat bingung perawat ”saya malu, tidak apa-apa,
mengalami isolasi sosial: menarik diri dapat dilihat dari tanda-tanda pada kedua
klien dengan teori menurut (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998;
hal 252). Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu
dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu
penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan
yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak.
4) Spiritual
sholat 5 waktu. Gangguan jiwa yaitu suatu pola perilaku yang secara klinis
gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011).
secara medis dan nonmedis. Salah satu pengobatan non-medis ialah terasi
keseluruhan diri manusia dan hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi
sebagai integrasi dari faktor pencarian arti dan tujuan hidup (Kim,2016). Menurut
badan kesehatan jiwa dunia, upaya penyembuhan gangguan jiwa tidak hanya
melalui keilmuan saja namun juga dari sisi keagamaan. Faktor keagamaan
terhadap penderita gangguan jiwa. Penelitian oleh Sarjana, Fitrikasari & Sari
penyembuhan ialah doa dan agama ditambah dengan dukungan dari keluarga dan
lingkungan.
Jadi dari fakta dan teori pada kedua klien memiliki spiritual yang berbeda,
pada klein 1 masih mau untuk melaksanakan sholat meskipun tidak teratur
Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien memiliki status mental yang
dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian
yang tidak fleksibel, tingkah maladaptif, dan mengganggu fungsi individu dalam
54
hubungan sosialnya. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami
oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam
Dari fakta dan teori diatas pada kedua klien sudah memiliki kesamaan
dalam tanda dan gejala yang mengarah ke masalah isolasi sosial:menarik diri,
Dari data tabel di atas, didapatkan kedua klien sudah siap untuk persiapan
dengan orang lain. (Townsend (1998) dikutif dalam Fitria (2009)). Menurut Dalami,
dkk. (2009), isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
Pada kedua klien sudah antara fakta dan teori sudah hampir sama
manifestasi yang ditimbulkan seperti tidak mau berkomunikasi dengan orang lain
Dari data tabel di atas, didapatkan keduanya bahwa klien 1 tidak memiliki
untuk klien 2 didapatkan data bahwa klien pernah mempunyai masalah dengan
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak
klien 2 lingkungan masih belum bisa diterima karena dibuktikan dengan keluarga
Dari data tabel di atas, didapat keduanya memiliki diagnosa medis dan terapi
menangis dan menarik diri secara ekstrim (Mary C. Towsend dalam Novy Helena
kacau, serta afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak
disorganized type atau “kacau balau” yang ditandai dengan gejala-gejala antara
1) Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
2) Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidakserasi atau ketolol-
tololan.
4) Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai
suatu kesatuan.
satu kesatuan.
untuk menarik diri secara akstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari,
2001 :640)
gangguan jiwa dengan perilaku yang khas regresi dan primitif, afek tidak sesuai,
dan perilaku yang kacau, permulaanya perlahan-lahan atau subakut, sering timbul
pada masa remaja atau antara 15-25 tahun yang disertai adanya gangguan
Klien DS: Klien mengatakan, “saya tidak apa- Isolasi Sosial: menarik
2 apa”. diri
DO:
1. Klien tampak sering menyendiri
2. Kontak mata hampir tidak ada
3. Kepala klien lebih sering menunduk
4. Sering menghindar saat wawancara dengan
perawat (tidak kooperatif)
5. Setiap jawaban yang diberikan klien singkat
DS: Klien mengatakan, “saya malu Harga diri rendah
mas”.
DO:
1. Klien tampak malu
2. Kontak mata kurang
3. Kepala sering menunduk
DS: Klien mengatakan, “saya sholat”. Distress spiritual
Namun pada kenyataannya klien tidak
melakukan sholat
DO:
1. Klien sering berdiam diri
2. Tidak melakukan sholat 5 waktu
DS: Klien mengatakan, “ - “ Defisit perawatan diri
DO:
1. Rambut kotor dan bau tidak sedap
2. Telinga mengeluarkan cairan
3. Tidak gosok gigi
DS: Klien mengatakan, “saya tidak Gangguan proses pikir
sakit”
DO:
1. Klien sering tertawa sendiri
2. Melamun dan menyendiri
3. Bicara sendiri
Resiko Halusinasi A
f
e
Isolasi Sosial: men.diri Cor.Pr
k
oblem
Klien 1 Klien 2
Tujuan umum: Tujuan umum:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Setelah dilakukan tindakan
selama 3x24 jam diharapkan klien dapat keperawatan selama 3x24 jam
berinteraksi dengan orang lain sehingga diharapkan klien berinteraksi dengan
tidak terjadi isolasi sosial : Menarik Diri. orang lain sehingga tidak terjadi isolasi
Tujuan Khusus: sosial : Menarik Diri.
1. Klien dapat membina hubungan saling Tujuan Khusus:
percaya 1. Klien dapat membina hubungan saling
Kriteria evaluasi : percaya
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan Kriteria evaluasi :
rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan
tangan, mau menyebutkan nama, mau rasa senang, ada kontak mata, mau
menjawab salam, mau duduk bersalam, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,
duduk berdampingan dengan perawat, mau mau menjawab salam, mau duduk
mengutarakan masalah yang dihadapi bersalam, mau duduk berdampingan
2. Tujuan Khusus 2: dengan perawat, mau mengutarakan
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik masalah yang dihadapi
diri 2. Tujuan Khusus 2:
Kriteria Evaluasi: Klien dapat menyebutkan penyebab
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik menarik diri
diri yang berasal dari: diri sendiri, orang Kriteria Evaluasi:
lain, lingkungan. Klien dapat menyebutkan penyebab
menarik diri yang berasal dari: diri sendiri,
3. Tujuan Khusus 3 : orang lain, lingkungan.
Klien dapat menyebutkan keuntungan 3. Tujuan Khusus 3 :
berinteraksi dengan orang lain dan kerugian Klien dapat menyebutkan keuntungan
tidak berinteraksi dengan orang lain berinteraksi dengan orang lain dan
Kriteria Evaluasi : kerugian tidak berinteraksi dengan orang
1) Klien dapat menyebutkan keuntungan lain
berinteraksi dengan orang lain, misalnya: Kriteria Evaluasi :
banyak teman, tidak sendiri, bisa diskusi, 1) Klien dapat menyebutkan keuntungan
dll. berinteraksi dengan orang lain, misalnya:
2) Klien dapat menyebutkan kerugian bila banyak teman, tidak sendiri, bisa diskusi,
tidak berinteraksi dengan orang lain, dll.
misalnyan: sendiri, tidak memiliki teman, 2) Klien dapat menyebutkan kerugian bila
61
3) Berikan pujian terhadap kemampuan klien menyebabkan klien tidak mau bergaul
mengungkapkan perasaannya 3) Berikan pujian terhadap kemampuan
TUK 3: klien mengungkapkan perasaannya
Intervensi 1 : TUK 3:
1) Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan Intervensi 1 :
memiliki teman 1) Kaji pengetahuan klien tentang
2) Beri kesempatan kepada klien untuk keuntungan memiliki teman
berinteraksi dengan orang lain 2) Beri kesempatan kepada klien untuk
3) Diskusi bersama klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
berinteraksi dengan orang lain 3) Diskusi bersama klien tentang keuntungan
4) Beri penguatan positif terhadap berinteraksi dengan orang lain
kemampuan mengungkapkan perasaan 4) Beri penguatan positif terhadap
tentang keuntungan berinteraksi dengan kemampuan mengungkapkan perasaan
orang lain tentang keuntungan berinteraksi dengan
Intervensi 2 : orang lain
1) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian Intervensi 2 :
bila tidak berinteraksi dengan orang lain 1) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian
2) Beri ksempatan kepada klien untuk bila tidak berinteraksi dengan orang lain
mengungkapkan perasaan tentang kerugian 2) Beri ksempatan kepada klien untuk
bila tidak berinteraksi dengan orang lain mengungkapkan perasaan tentang
3) Diskusikan bersama klien tentang kerugian kerugian bila tidak berinteraksi dengan
berinteraksi dengan orang lain orang lain
4) Beri penguatan positif terhadap 3) Diskusikan bersama klien tentang
kemampuan mengungkapkan perasaan kerugian berinteraksi dengan orang lain
tentang kerugian tidak berinteraksi dengan 4) Beri penguatan positif terhadap
orang lain kemampuan mengungkapkan perasaan
TUK 4: tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
1) Kaji kemampuan klien membina hubunga orang lain
dengan orang lain TUK 4:
2) Bermain peran tentang cara 1) Kaji kemampuan klien membina hubunga
berhubungan/berinteraksi dengan orang dengan orang lain
lain 2) Bermain peran tentang cara
3) Dorong dan bantu klien untuk berinteraksi berhubungan/berinteraksi dengan orang
dengan orang lain melalui tahap: klien – lain
perawat, klien – perawat – perawat lain, 3) Dorong dan bantu klien untuk berinteraksi
klien – perawat – perawat lain – klien lain, dengan orang lain melalui tahap: klien –
klien – keluarga/kelompok/masyarakat. perawat, klien – perawat – perawat lain,
4) Beri penguatan positif terhadap klien – perawat – perawat lain – klien lain,
keberhasilan yang telah dicapai klien – keluarga/kelompok/masyaraka.
5) Bantu klien untuk mengevaluasi 4) Beri penguatan positif terhadap
keuntungan menjalin hubungan sosial keberhasilan yang telah dicapai
6) Diskusikan jadwal harian yang dapat 5) Bantu klien untuk mengevaluasi
dilakukan bersama klien dapat mengisi keuntungan menjalin hubungan sosial
waktu, yaitu berinteraksi dengan orang lain 6) Diskusikan jadwal harian yang dapat
7) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan dilakukan bersama klien dapat mengisi
ruangan waktu, yaitu berinteraksi dengan orang
8) Beri penguatan positif atas kegiatan klien lain
dalam kegiatan ruangan 7) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan
TUK 5: ruangan
1) Dorong klien untuk mengungkapkan 8) Beri penguatan positif atas kegiatan klien
perasaannya bila berinteraksi dengan orang dalam kegiatan ruangan
lain TUK 5:
2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan 1) Dorong klien untuk mengungkapkan
keuntungan berinteraksi dengan orang lain perasaannya bila berinteraksi dengan
3) Beri penguatan positif atas kemampuan orang lain
klien mengungkapkan perasaan 2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan
keuntungan berinteraksi dengan orang lain keuntungan berinteraksi dengan orang lain
4) Beri penguatan positif atas kemampuan 3) Beri penguatan positif atas kemampuan
63
64
kemarin, ada lagi yang ibu telah ibu lakukan sebelumnya,
Fase kerja: ingin tanyakan kepada ada lagi yang ibu ingin
“apa yang ibu rasakan perawat A? Coba tanyakan tanyakan kepada perawat G?,
selama ibu dirawat disini?, tentang keluarga perawat A?, kalau tidak ada lagi yang ingin
apa ibu merasa sendirian? kalau tidak ada lagi yang dibicarakan, ibu selesai
Siapa saja yang ibu kenal ingin dibicarakan, ibu bisa berkenalan saya dan ibu akan
diruangan ini?, apa saja sudahi perkenalan ini lalu ibu kembali ke ruangan ibu,
kegiatan yang biasa ibu bisa buat janji bertemu lagi selamat pagi”.
lakukan dengan teman yang dengan perawat A misalnya Terminasi:
ibu kenal?, apa yang jam 1 siang nanti, baiklah “bagaimana perasaan ibu
menghambat ibu dalam perawat A karena ibu sudah setelah berkenalan dengan
berteman atau bercakap- selesai berkenalan, saya dan perawat G, dibandingkan
cakap dengan pasien yang ibu akan kembali ke ruangan kemari pagi perawat A tampak
lain?, menurut ibu apa saja ibu, selamat pagi”. lebih baik saat berkenalan
keuntungannya kalau kita Terminasi: dengan perawat G, pertahankan
mempunyai teman? Wah, “bagaimana perasaan ibu apa yang sudah ibu lakukan
benar, ada teman bercakap- setelah berkenalan dengan tadi jangan lupa untuk bertemu
cakap. Apalagi?, nah kalau perawat A?, ibu tampak bagus kembali dengan perawat G jam
kerugiannya tidak sekali saat berkenalan tadi, 4 sore nanti, selanjutnya
mempunyai teman apa ya pertahankan terus apa yang bagaimanajika kegiatan
bu? Ya, apa lagi?, jadi sudah ibu lakukan tadi jangan berkenalan dan bercakap-cakap
banyak juga kerugiannya lupa untuk menayakan topik dengan orang lain kita
tidak punya teman ya. Kalau lain supaya perkenalan tambahkan lagi di jadwal
begitu inginkan ibu belajar berjalan lancar misalnya harian? Jadi satu hari ibu dapat
bergaul dengan orang lain?, menanyakan keluarga, hobi, berbincang-bincang dengan
bagus. Bagaimana kalau dan sebagainya. Bagaimana orang lain sebanyak tiga kali
sekarang kita belajar mau coba dengan perawat jam 10 pagi, jam 1 siang, dan
berkenalan dengan orang lain? mari kita masukkan pada jam 8 malam. Ibu bisa bertemu
lain?, begini lho bu, untuk jadwalnya, mau berapa kali dengan perawat A dan tambah
berkenalan dengan orang sehari? Bagaiman kalau 2 dengan perawat yang baru
lain kita sebutkan dulu nama kali? Baik nanti ibu coba dikenal selanjutnya ibu bisa
kita dan naman panggilan sendiri besok kita latihan lagi dengan orang lain lagi secra
yang kita suka lalu asal kita ya mau jam berapa? Jam 10? bertahap bagaimana ibu setuju
dan hobi. Contoh: nama saya Sampai besok”. kan?, baiklah besok kita
65
ibu W, senang dipanggil W, bertemu lagi untuk
hobi saya memasak”, membicarakan pengalaman ibu
selanjutnya ibu menanyakan pada jam yang sama dan
nama orang yang diajak tempat yang sama ya sampai
berkenalan. Contohnya besok assalamualaikum.”
begini nama bapak/ibu
siapa? Senang dipanggil
apa? Asalnya dari mana/
hobinya apa?, ayo ibu
dicoba! Misalnya saya belum
kenal dengan ibu. Coba
berkenalan dengan saya, ya
bagus sekali! Coba sekali
lagi, bagus sekali”, setelah
ibu berkenalan dengan orang
tersebut, ibu bisa
melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang
menyenangkan ibu
bicarakan. Misalnya tentang
cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan, dan
sebagainya.
Terminasi:
“bagaimana perasaan ibu
setelah kita latihan
berkenalan?, ibu tadi sudah
mempraktekkan cara
berkenalan dengan baik
sekali, selanjutnya ibu dapat
mengingat-ingat apa yang
kita pelajari tadi selama saya
tidak ada sehingga ibu sudah
siap untuk berkenalan
66
dengan orang lain. ibu mau
praktekkan ke pasien lain?
mau jam berapa
mencobanya? Mari kita
masukkan pada jadwal
kegiatan hariannya, besok
pagi jam 10 saya akan
datang ke sini untuk
mengajak ibu berkenalan
dengan teman saya, perawat
A, Bagaimana ibu mau kan?,
baiklah sampai jumpa.
Assalamualaikum.”
Klien 2 10.00 1. Membina hubungan 09.00 2. Mengajarkan pasien 09.00 3. Melatih pasien berinteraksi
Isolasi saling percaya, berinteraksi secara secara bertahap (berkenalan
Sosial: membantu pasien bertahap (berkenalan dengan orang kedua,
Menarik Diri mengenal penyebab dengan orang pertama, seorang pasien)
isolasi sosial, seorang perawat) Fase orientasi:
membantu pasien Fase orientasi: “assalamualaikum ibu,
mengenal keuntungan “assalamualaikum ibu!, bagaimana perasan hari ini?,
berhubungan dengan bagaimana perasaan ibu hari apakah ibu bercakap-cakap
orang lain, dan ini?, sudah diingat-ingat lagi dengan perawat G kemarin
mengajarkan pasien pelajaran kita tentang siang?, bagaimana perasaan ibu
berkenalan berkenalan? Coba sebutkan setelah bercakap-cakap dengan
Fase orientasi: lagi sambil bersalam-salaman perawat G kemarin siang?,
“assalamualaikum bu, dengan saya, bagus sekali, ibu bagus sekali ibu menjadi
perkenalakan nama saya masih ingat, nah seperti janji senang karena punya teman
Resa Novana Djauwardani, saya, saya akan mengajak ibu lagi, kalau begitu ibu ingin
saya senang dipanggil Resa, mencoba berkenalan dengan punya banyak teman lagi?,
saya perawat diruang sedap teman saya perawat G, tidak bagaimana kalau sekarang kita
malam yang akan merawat lama kok, sekitar 10 menit, berkenalan lagi dengan orang
ibu, siapa nama ibu? Senang ayo kita temui perawat G lain yaitu teman sekamar ibu
dipanggil apa?, apa keluhan disana”. Ny. N?, seperti biasa kira-kira
67
ibu hari ini?, bagaimana Fase kerja: 10 menit, mari kita temui dia ”.
kalau kita bercakap-cakap “selamat pagi perawat G, ibu Fase kerja:
tentang keluarga dan teman- W ingin berkenalan dengan “selamat pagi ini ada pasien
teman ibu? Mau dimana kita anda, baiklah bu, ibu bisa saya yang ingin berkenalan,
bercakap-cakap? Bagaimana berkenalan dengan perawat G baiklah ibu sekarang bisa
kalau di ruang tamu?, mau seperti yang kita praktikkan berkenalan dengannya yang
berapa lama bu? Bagaimana kemarin, ada lagi yang ibu telah ibu lakukan sebelumnya,
kalau 15 menit?” ingin tanyakan kepada ada lagi yang ibu ingin
Fase kerja: perawat G? Coba tanyakan tanyakan kepada ibu N?, kalau
“apa yang ibu rasakan tentang keluarga perawat G?, tidak ada lagi yang ingin
selama ibu dirawat disini?, kalau tidak ada lagi yang dibicarakan, ibu selesai
apa ibu merasa sendirian? ingin dibicarakan, ibu bisa berkenalan saya dan ibu akan
Siapa saja yang ibu kenal sudahi perkenalan ini lalu ibu kembali ke ruangan ibu,
diruangan ini?, apa saja bisa buat janji bertemu lagi selamat pagi”.
kegiatan yang biasa ibu dengan perawat G misalnya Terminasi:
lakukan dengan teman yang jam 2 siang nanti, baiklah “bagaimana perasaan ibu
ibu kenal?, apa yang perawat G karena ibu sudah setelah berkenalan dengan ibu
menghambat ibu dalam selesai berkenalan, saya dan N, dibandingkan kemarin pagi
berteman atau bercakap- ibu akan kembali ke ruangan perawat G tampak lebih baik
cakap dengan pasien yang ibu, selamat pagi”. saat berkenalan dengan ibu N,
lain?, menurut ibu apa saja Terminasi: pertahankan apa yang sudah
keuntungannya kalau kita “bagaimana perasaan ibu ibu lakukan tadi jangan lupa
mempunyai teman? Wah, setelah berkenalan dengan untuk bertemu kembali dengan
benar, ada teman bercakap- perawat G?, ibu tampak bagus ibu N jam 4 sore nanti,
cakap. Apalagi?, nah kalau sekali saat berkenalan tadi, selanjutnya bagaimanajika
kerugiannya tidak pertahankan terus apa yang kegiatan berkenalan dan
mempunyai teman apa ya sudah ibu lakukan tadi jangan bercakap-cakap dengan orang
bu? Ya, apa lagi?, jadi lupa untuk menayakan topik lain kita tambahkan lagi di
banyak juga kerugiannya lain supaya perkenalan jadwal harian? Jadi satu hari
tidak punya teman ya. Kalau berjalan lancar misalnya ibu dapat berbincang-bincang
begitu inginkan ibu belajar menanyakan keluarga, hobi, dengan orang lain sebanyak
bergaul dengan orang lain?, dan sebagainya. Bagaimana tiga kali jam 10 pagi, jam 1
bagus. Bagaimana kalau mau coba dengan perawat siang, dan jam 8 malam. Ibu
sekarang kita belajar lain? mari kita masukkan pada bisa bertemu dengan perawat G
68
berkenalan dengan orang jadwalnya, mau berapa kali dan tambah dengan perawat
lain?, begini lho bu, untuk sehari? Bagaiman kalau 2 yang baru dikenal selanjutnya
berkenalan dengan orang kali? Baik nanti ibu coba ibu bisa dengan orang lain lagi
lain kita sebutkan dulu nama sendiri besok kita latihan lagi secra bertahap bagaimana ibu
kita dan naman panggilan ya mau jam berapa? Jam 10? setuju kan?, baiklah besok kita
yang kita suka lalu asal kita Sampai besok”. bertemu lagi untuk
dan hobi. Contoh: nama saya membicarakan pengalaman ibu
ibu I, senang dipanggil I, pada jam yang sama dan
hobi saya menanam bunga”, tempat yang sama ya sampai
selanjutnya ibu menanyakan besok assalamualaikum.”
nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya
begini nama bapak/ibu
siapa? Senang dipanggil
apa? Asalnya dari mana/
hobinya apa?, ayo ibu
dicoba! Misalnya saya belum
kenal dengan ibu. Coba
berkenalan dengan saya, ya
bagus sekali! Coba sekali
lagi, bagus sekali”, setelah
ibu berkenalan dengan orang
tersebut, ibu bisa
melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang
menyenangkan ibu
bicarakan. Misalnya tentang
cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan, dan
sebagainya.
Terminasi:
“bagaimana perasaan ibu
setelah kita latihan
berkenalan?, ibu tadi sudah
69
mempraktekkan cara
berkenalan dengan baik
sekali, selanjutnya ibu dapat
mengingat-ingat apa yang
kita pelajari tadi selama saya
tidak ada sehingga ibu sudah
siap untuk berkenalan
dengan orang lain. ibu mau
praktekkan ke pasien lain?
mau jam berapa
mencobanya? Mari kita
masukkan pada jadwal
kegiatan hariannya, besok
pagi jam 10 saya akan
datang ke sini untuk
mengajak ibu berkenalan
dengan teman saya, perawat
G, Bagaimana ibu mau kan?,
baiklah sampai jumpa.
Assalamualaikum.”
70
4.2.5 Evaluasi Keperawatan
Tabel 4.22 Evaluasi Keperawatan
Tanggal Evaluasi 9/11/2016 9/11/2016
Klien 1 2
Evaluasi/NOC SOAP SOAP
S: klien mengatakan, “nama saya ibu W, saya S: klien mengatakan, “gak apa-apa mas, ntar
malu mas, kadang juga malas tidak ada yang saja saya males”
di bicarakan”.
O: O:
1. Kontak mata kurang 1. Klien sering menghindar saat wawancara
2. Kepala menunduk kebawah 2. Klien tidak kooperatif
3. Kurang kooperatif 3. Afek tumpul
4. Tampak sedih,afek tumpul 4. Tidak memiliki teman dekat/suka
5. Tidak memiliki teman dekat/suka menyendiri
menyendiri 5. Jarang berkomunikasi/tidak sama sekali
6. Jarang berkomunikasi/tidak sama sekali A: masalah belum teratasi
A: Masalah belum teratasi P: ulangi intervensi (SP 1, membina hubungan
P: Lanjutkan Intervensi (SP 2 mengajarkan saling percaya)
pasien berinteraksi secara bertahap,
berkenalan dengan orang pertama, seorang
perawat)
S: klien mengatakan, “nama saya ibu I, saya
malu mas”.
O:
1. Kontak mata kurang
2. Kepala menunduk kebawah
3. Klien kurang kooperatif
4. Afek tumpul
5. Tidak memiliki teman dekat/suka
menyendiri
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi (SP 2 mengajarkan
pasien berinteraksi secara bertahap,
71
berkenalan dengan orang pertama, seorang
perawat)
10/11/2016 10/11/2016
S: klien mengatakan, “ iya mas kemarin saya S: klien mengatakan, “ iya, saya kenal. Tapi
sudah kenalan dengan perawat A, dia teman sekarang lupa”.
mas kan?”.
O: O:
1. Klien masih tampak malu saat 1. Klien tidak kooperatif
berkomunikasi 2. Kontak mata kurang
2. Kontak mata kurang 3. Afek tumpul
3. Klien masih menyendiri 4. Klien sering menyendiri
4. Jarang berkomunikasi
A: Masalah belum teratasi (tetapi, perawat A: Masalah belum teratasi (tetapi, perawat
perlu memantau perkembangan klien setiap perlu mengajak klien untuk melakukan
hari untuk mengetahui perbaikan keadaan perkenalan lagi dengan perawat sebelumnya
pada klien). yang sudah berkenalan untuk menentukan
tingkat keberhasilan klien dalam melakukan
P: Lanjutkan intervensi (SP 3, melatih klien SP2).
berinteraksi secara bertahap (berkenalan P: Lanjutkan intervensi (SP 3, melatih klien
dengan orang kedua, seorang pasien)) berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan orang kedua, seorang pasien)).
12/11/2016 12/11/2016
S: klien mengatakan, “kemarin saya juga S: klien mengatakan, “iya kenalan, namanya
kenalan lagi sama temanya mas, namanya saya lupa lagi”
mbak A.”
O: O:
1. Klien tampak lebih kooperatif 1. Kontak mata ada
2. Kemampuan komunikasi klien membaik 2. Klien kurang kooperatif
3. Kontak mata ada 3. Afek tumpul
4. Klien tampak lebih percaya diri 4. Klien sudah mampu untuk berkenalan
5. Klien sudah mampu untuk berkenalan A: masalah teratasi
A: Masalah teratasi P: hentikan intervensi (tetapi perawat perlu
P: hentikan intervensi (tetapi perawat perlu melakukan pemantaun setiap hari sebelum
melakukan pemantaun setiap hari sebelum klien pulang, tujuannya agar intervensi yang
72
klien pulang, tujuannya agar intervensi yang diberikan oleh perawat benar-benar efektif
diberikan oleh perawat benar-benar efektif terhadap klien).
terhadap klien).
Dari evaluasi kedua klien tersebut klien 1 dengan masalah keperawatan isolasi sosial:menarik diri tercapai dalam pemberian intervensi dan teratasi dengan
kriteria hasil, sedangkan pada klien 2 masalah teratasi sebagian karena pada klien 2 masih terdapat tanda-tanda isolasi sosial:menarik diri misalkan Kontak
mata kurang, Klien kurang kooperatif, Afek tumpul, Klien sudah mampu untuk berkenalan.
73
BAB 5
Pada bab ini kami uraikan tentang kesimpulan dan saran dari study kasus
sebelummnya.
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pengkajian
tidak ada atau kurang komunikasi verbal, mengisolasi diri, tidak atau
intervensi yang sama, tidak ada perbedaan antara klien 1 dan klien 2.
74
75
5.1.4 Implementasi
dan BHSP antar perawat dan klien, karena klien sulit untuk
5.1.5 Evaluasi
5.2 Saran
asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan isolasi sosial: menarik diri
Keluarga memiliki peran yang sangat penting untuk merawat klien pasca
perawatan dari rumah sakit agar tidak kambuh lagi gangguan jiwa yang
keteraturan klien dalam minum obat bagi klien dengan Isolasi Sosial:
menarik diri.
DAFTAR PUSTAKA
Ah. Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.
Direja, Adi Herman Surya. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Keliat, Budi Anna. 2009. Model Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna, dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed. 2.
Jakarta: EGC.
Kusumawati, Farida, dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
Purba, dkk. 2008 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan jiwa. Medan: USU Pres
Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
World Health Organization. (2013). Human Resources and training in Mental Health :
Mental Health Policy and Service Guide Package and service Guide Package.
China : WHO Publishing
78
http://dinkes.surabaya.go.id/portal/berita/kesehatan-jiwa-tidak-mematikan-tapi-
menimbulkan-beban-penderita/. Diakses pada tanggal 25 februari 2017
http://www.kompasiana.com/kadirsaja/fakta-menarik-tentang-prevalensi
gangguan - jiwa - di – indonesia – di – yogyakarta - paling tinggi _
552923be6ea834e16a8b4569. Diakses pada tanggal 25 februari 2017.
http://www.kompasiana.com/jumariharyadi/selamat-hari-kesehatan-jiwa-
sedunia_54f423ba7455137f2b6c87ed. Diakses pada tanggal 25 februari
2017.