Anda di halaman 1dari 13

PERCOBAAN 5

PEMERIKSAAN KADAR GLUTAMAT PIRUVAT TRANSAMINASE

I. Tujuan Percobaan
- Melakukan pemeriksaan glutamat piruvat transaminase yang menunjukan
adanya penyakit yang menyerang hati
- Menginterprestasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh

II. Teori Percobaan


Fungsi utama hati yaitu untuk pembentukan dan eksresi empedu,
metabolisme karbohidrat, metabolisme protein, metabolisme lemak, penimbunan
vitamin dan mineral, metabolisme steroid, detoksifikasi, gudang darah dan filtrasi
(Evelyn, 2013)
Sebagai organ tubuh yang memiliki banyak fungsi penting, seperti
menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh dan merombak nutrisi menjadi
energi, hati memang sepatutnya kita perhatikan. Dalam pemeriksaan fungsi hati,
ada beberapa parameter yang harus diperhatikan (Bastiansyah, 2008 : 52)
SGOT merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloacetic
transaminase. Beberapa laboratorium sering juga memakai istilah AST (aspartate
aminotransferase). SGOT merupakan enzim yang tidak hanya terdapat di hati,
melainkan juga terdapat di otot jantung, otak, ginjal dan otot-otot rangka. Adanya
kerusakan pada hati, otot jantung, otak, ginjal dan rangka bisa dideteksi dengan
mengukur kadar SGOT. Pada kasus seperti alkoholik, radang panckeas, malaria,
infeksi lever stadium akhir, adanya penyumbatan pada saluran empedu, kerusakan
otot jantung, orang-orang yang selalu mengonsumsi obat-obatan seperti antibiotik
dan obat TBC, kadar SGOT bisa meninggi, bahkan bisa menyamai kadar SGOT
pada penderita hepatitis.Kadar SGOT dianggap abnormal jika nilai yang didapat
2-3 kali lebih besar dari nilai normalnya (Bastiansyah, 2008 : 53).
SGPT adalah singkatan dari serum glutamic pyruvic transaminase, sering
juga disebut dengan istilah ALT (alanin aminotransferase). SGPT dianggap jauh
lebih spesifik untuk menilai kerusakan hati dibandingkan SGOT. SGPT meninggi
pada kerusakan lever kronis dan hepatitis. Sama halnya dengan SGOT, nilai
SGPT dianggap abnormal jika nilai hasil pemeriksaan 2-3 kali lebih besar dari
nilai normal. (Bastiansyah, 2008 : 53).
Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah
enzim yang mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim serum
transaminase yaitu serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT) dan serum
glutamat piruvat transaminase (SGPT). Pemeriksaan SGOT adalah indikator yang
lebih sensitif terhadap kerusakan hati dibanding SGPT. Hal ini dikarenakan enzim
GOT sumber utamanya di hati, sedangkan enzim GPT banyak terdapat pada
jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal dan otak (Cahyono, 2009).
Enzim aspartat aminotransferase (AST) disebut juga serum glutamat
oksaloasetat transaminase (SGOT) merupakan enzim mitokondria yang berfungsi
mengkatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino dari asam aspartat ke asam α-
oksaloasetat membentuk asam glutamat dan oksaloasetat (Price dan Wilson,1995).
Dalam kondisi normal enzim yang dihasilkan oleh sel hepar
konsentrasinya rendah. Fungsi dari enzim-enzim hepar tersebut hanya sedikit
yang diketahui. Nilai normal kadar SGOT < 35 U/L dan SGPT < 41 U/L. (Daniel
S. Pratt, 2010)
Enzim SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau intergrasi sel-sel
hati. Adanya peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat
kerusakan sel-sel hati. Makin tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT,
semakin tinggi tingkat kerusakan sel-sel hati (Cahyono 2009).
Kerusakan membran sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat
Transaminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya
meningkat di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indikator kerusakan hati
(Ronald, 2004; Ismail,et al.,2014).
Serum Glutamat Oksalo Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat
Piruvat Transaminase (SGPT) merupakan enzim transaminase. Enzim SGOT
banyak ditemukan di paru-paru, otot jantung, ginjal eritrosit, otot rangka,
panckeas, tulang dan otak. Sedangkan enzim SGPT banyak terdapat pada hepar
dan sedikit keberadaannya pada jantung, ginjal dan otot rangka. Apabila terjadi
kerusakan pada hepar akan secara langsung memicu peningkatan kadar SGOT dan
SGPT. Kerusakan pada sel-sel hepar menyebabkan pembengkakan inti dan
sitoplasma sel-sel hepar sehingga isi keluar ke jaringan ekstraseluler. Proses
tersebut mengakibatkan keluarnya enzim SGPT dan SGOT ke aliran darah
(Ellenc, E., 2006; Edoardo, G. et al., 2005; dan Rini, 2012).
Menurut Riswanto (2009) kondisi yang dapat meningkatkan SGPT
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Peningkatan SGPT > 20 kali normal: hepatitis viral akut, nekrosis hari
(toksisitas obat atau kimia).
2. Peningkatan 3-10 kali normal: infeksi mononuklear, hepatitis kronis
aktif, sumbatan empedu ekstra hipatik, sindrom Reye, dan infark
miokard (SGOT>SGPT).
3. Peningkatan 4-3 kali normal: pankreatitis, perlemakan hati, sirosis
Laennec, sirosis bilaris.
Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor,
antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun (Underwood, 1999). Penyakit
ini menyebabkan hepar menjadi edema dan nekrosis sehingga kehilangan
fungsinya. Salah satu contoh radikal bebas yang menyebabkan gangguan hepar
adalah CCl4. Hepatotoksik yang ditimbulkan oleh CCl4 disebabkan oleh senyawa
hasil metabolisme yang bersifat radikal bebas. Senyawa radikal bebas tersebut
adalah triklorometil (CCl4) dan triklorometilperoksi (CCl3O2*). Mekanisme CCl4
dalam menyebabkan hepatotoksik adalah metabolisme CCl4 oleh enzim sitokrom
P450 di reticulum endoplasma hati menjadi senyawa radikal yaitu triklorometil
(CCl3*). Secara cepat akan bereaksi dengan oksigen (O2) yang akan menghasilkan
triklorometilperoksi radikal (CCl3O2*). Senaywa-senyawa radikal tersebut sangat
beracun dan dapat berikatan dengan asam lemak tak jenuh dalam membran sel
yang menyebabkan peroksidasi lipid pada sel-sel hati. Kerusakan hepar karena
CCl4 menyebabkan pelepasan SGPT dan SGOT ke dalam darah (Recknagel et al.,
1989; dan Cabre et al., 2000).
Penyakit hepatitis akut merupakan salah satu penyakit di Indonesia yang
masih ditemukan sepanjang tahun dan merupakan penyakit endemis yang banyak
diderita oleh masyarakat. Hepatitis adalah suatu penyakit radang hati dimana sel-
sel hati rusak oleh berbagai sebab misalnya oleh bakteri, virus, amuba, jamur, zat
kimia misalnya arsen, fosfor, alkohol dan karbon tetraklorida. Akibat kerusakan
sel-sel hati tersebut maka kemampuan sel-sel hati untuk melakukan metabolisme
obat berkurang. Selain itu konjugasi bilirubin dengan glukoronat agar mudah
diekskresikan juga menjadi berkurang, dengan demikian bilirubin tak terkonjugasi
bertumpuk di dalam darah dan jaringan, sehingga jaringan menjadi kuning yang
dikenal sebagai ikterus atau sakit kuning. Akibat lain dari rusaknya sel-sel hati
adalah keluarnya enzim-enzim seperti glutamate piruvat transaminase (SGPT) dan
glutamate oksaloasetat transaminase (SGOT), jika kadarnya naik dalam darah
menjadi tanda adanya hepatitis (Wahyudin, 1997; dan Syaharuddin, 2007).
Pada infeksi virus dengue dapat terjadi kerusakan jaringan hati,
sebagaimana yang terjadi pada infeksi virus hepatitis. Adanya kerusakan jaringan
di hati ditandai dengan peningkatan kadar SGOT, SGPT dan alkali fosfatase. Hal
tersebut terjadi pada kasus dengan ataupun tanpa hepatomegali. Peningkatan
moderat (tiga sampai dua puuh kali nilai normal) SGOT dan SGPT menunjukkan
adanya peradangan jaringan hati yang bersifat akut (Santosa, B. dkk., 2010).
Aktivitas enzim AST dan ALT dapat ditentukan menggunakan metode
kinetika reaksi enzimatik. Reaksi kinetika enzimatik selain untuk menilai aktivitas
enzim dapat pula digunakan untuk mengukur kadar substrat. Metode reaksi
kinetika enzimatik yang digunakan sesuai dengan IFCC terdiri dari 2 macam.
Pertama disebut juga metode IFCC dengan penambahan reagen pirydoxal
phosphate yang biasa disebut dengan metode “ IFCC with PP” atau “substrat
start”, yang kedua adalah metoda IFCC tanpa penambahan reagen pirydoxal
phosphate yang biasa disebut dengan “sample start” (Lokakarya, 2005).
Spektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi antara radiasi
elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati
monokromatik dengan molekul atau atom dari suat zat kimia. Hal ini didasarkan
pada kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorpsi cahaya elektromagnetik jika
frekuensi cahaya tersebut sama dengan frekuensi getaran dari molekul tersebut.
Elektron yang terikat dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu
daerah frekuensi, yang sesuai dengan cahaya ultra violet dan cahaya tampak (UV-
Vis) (Roth et.al, 1994).
Spektrum absorbsi daerah ini adalah sekitar 220 nm sampai 800 nm dan
dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet (190 – 380 nm),
spektrum vis ( vis = visibel ) bagian sinar tampak (380-780 nm) (Hardjono, 1985).
Instrumen dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan sebagai berikut
(Underwood, 1966).
1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi
daerah spektrum yang mana alat tersebut di rancang untuk beroperasi.
2. Suatu monokroator yakni sebuah piranti untuk memencilkan pita
sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh
sumber cahaya.
3. Suatu wadah untuk sampel (dalam hal ini digunakan kuvet).
4. Suatu detektor yang berupa transduser yang erubah energi cahaya
menjadi suatu syarat listrik.
5. Suat amplifier (pengganda) dan rangkaian yang berkaitan yang
membuat isyarat listrik itu memadai untuk di baca.
6. Suatu sistem baca diperagakan besarnya isyarat listrik yang ditangkap.
Spektrofotometer UV-Vis digunakan terutama untuk analisis
kuantitatif,tetapi dapat juga untuk analisis kualitatif. Penggunaan untuk analisaa
kuantitatif didasarkan pada hukum Lambert-Beers yang menyatakan hubungan
empirik antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan
(Hukum Lambert / Bouguer), dan hubungan antara intensitas tadi dengan
konsentrasi zat (Hukum Beers) (Underwood, 1966).
Hukum Lambert – Beers
A = a. b. c
a = daya serap ( L.g-1. Cm-1 )
b = tebal larutan / kuvet ( cm )
c = konsentrasi ( g.L-1 , mg.mL-1 )
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif
suatu zat biasanya merupakan panjang gelombang dimana zat yang bersangkutan
memberikan serapan yang maksimum, sebab keakuratan pengukuran
pengukurannya akan lebih besar (James D, 1988). Hal tersebut dapat terjadi
karena panjang gelombang maksimum bentuk serapan pada umumnya landai
sehingga perubahan yang tidak terlalu besar pada kurva serapan tidak
meyebabkan kesalahan pembacaan yang terlalu besar pula.

III. Alat dan Bahan


Alat Bahan
Kuvet Aquadest
Reagen kerja (α-ketoglutaric acid,
Mikropipet 10 μL -1000 μL NADH, LDH, Tris Buffer pH 7,3,
L-Alanin)
Spektrofotometri UV-Vis λ 340 nm Serum darah
Tabung reaksi
Pipet 0,5-1,0 ml

IV. Prosedur Percobaan


Ke dalam tabung reaksi dimasukkan serum darah 100 μL reagen 2
sebanyak 200 μL dan reagen 1 sebanyak 800 μL. Tabung reaksi dicampurkan
menggunakan alat vortex selama 10 detik. Setelah 1 menit dilakukan pengukuran
absorbansi menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada λ 340 terhadap blanko
yang berisi 100 μL aquadest, 200 μL reagen 2 dan 800 μL reagen 1. Pengukuran
absorbansi dilakukan setiap menit selama 3 menit. Kemudian dihitung nilai
aktivitas SGPT.
V. Data Pengamatan dan Perhitungan
5.1. Data Pengamatan
Absorbansi Uji pada λ 340 nm
Menit Absorbansi
1 0,203
2 0,227
3 0,213

5.2. Perhitungan SGPT


Diketahui :
- F λ 340 nm = 1746
- FKonversi suhu 30 ̊C = 0,69
Nilai Normal
- Pria = 4-30 IU/L
- Wanita = 4-20 IU/L
Rumus :
A1 = |A2 – A1|
A2 = |A3 – A2|
Δ1 = A1 x F x FKonversi
Δ2 = A2 x F x FKonversi
𝐈𝐔 𝚫𝟏 + 𝚫𝟐
𝐀𝐤𝐭𝐢𝐯𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐆𝐏𝐓 ( )=
𝐋 𝟐
 A1  Δ1
A1 = |A2 – A1| Δ1 = A1 x F x FKonversi
= 0,227 – 0,203 = 0,024 x 1746 x 0,69
= 0,024 = 28,91 IU/L
 A2  Δ2
A2 = |A3 – A2| Δ2 = A2 x F x FKonversi
= 0,213 – 0,227 = 0,014 x 1746 x 0,69
= 0,014 = 16,87 IU/L
Diketahui :
- Δ1 = 28,91
- Δ2 = 16,87
IU 28,91 + 16,87
Aktivitas GPT ( ) =
L 2
= 22,89 IU/L

VI. Pembahasan
Organ-organ dalam tubuh memiliki fungsi penting yang harus diperhatikan
salah satunya hati. Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di dalam
tubuh yang mampu melaksanakan berbagai tugas metabolik. Serum glutamate
oksaloasetat transaminase (SGOT) dan serum glutamate piruvat transaminase
(SGPT) adalah enzim transaminase yang terdapat di dalam hati dan banyak
digunakan sebagai parameter kerusakan hati. SGOT ditemukan di berbagai
jaringan terutama jantung, hati dan otot rangka. Sedangkan SGPT paling banyak
ditemukan di hati dan sedikit di ginjal dan otot rangka sehingga enzim SGPT lebih
spesifik untuk mendiagnosa adanya kerusakan hati.
Kerusakan pada hati diawali dengan terjadinya peradangan. Peradangan
yang terjadi dapat disebabkan akibat organ hati terserang oleh virus hepatitis atau
paparan zat kimia yang bersifat toksis pada hati. Peradangan yang terjadi akibat
respon tubuh terhadap virus atau paparan zat kimia tersebut. Akibatnya ada
peradangan maka tubuh akan merespon untuk menyembuhkan luka pada organ
hati yang melibatkan beberapa sel dan mediator yang disebut fibrosis. Fibrosis
hati merupakan proses terbentuknya jaringan ikat sebagai respon pada cedera hati
yang kronik. dan progresif. Bila fibrosis bekerja secara progresif, maka dapatnya
menyebabkan sirosis hati.
Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,
disorganisasi dari lobus dan arsitektur vascular dan regenerasi nodul hepatosit.
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan
pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit
hati kronis dan terjadi pengerasan dari hati.
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian pemeriksaan Glutamat
Piruvate Transaminase (GPT) yang bertujuan untuk memeriksa fungsi hati dan
menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh. Pemeriksaan ini
menggunakan metode enzimatik. Pada metode enzimatik, kadar SGPT ditentukan
melalui dua tahap reaksi yaitu reaksi hidrolisis terhadap L-alanin dan 2-
oksoglutarat dengan bantuan enzim alanin transaminase dan reaksi hidrolisis
piruvat dan NADH dengan bantuan enzim laktat dehidrogenase secara fotometri
menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 340 nm. Metode
enzimatik dipilih karena energi aktivasi lebih rendah sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk bereaksi lebih cepat dibandingkan tidak menggunakan enzim.
Pemeriksaan kadar SGPT dalam darah dengan spesimen analisis berupa
serum darah. Serum darah diperoleh dengan cara proses sentrifugasi. Hasil proses
sentrifugasi terdapat dua bagian yaitu supernatan dan pelet. Diambil bagian
supernatan yang merupakan serum. Supernatan mengandung air (90-92%) dan
zat-zat terlarut (7-8%) dimana pada zat-zat terlarut terdapat protein, garam
mineral, sisa metabolik, hormon, gas dan bahan organik (C,H,O,N) (Frandson,
1981). Penggunaan serum yang ada pada bagian supernatan karena SGPT
merupakan hasil dari metabolisme tubuh dimana ketika terjadi kerusakan hati,
enzim SGPT akan keluar dan berada di dalam serum.
Pengujian dilakukan dengan menyiapkan 2 tabung reaksi dimana pada
tabung pertama yaitu tabung uji yang berisi serum, aquadest dan reagen kerja,
tabung kedua yang merupakan blanko berisi aquadest dan reagen kerja. Reagen
yang digunakan mengandung alfa ketoglutaric acid, NADH, lactic dehydrogenase,
tris buffer (pH 7.3) L-Alanine. Semua bahan diambil menggunakan mikropipet
karena mikropipet memiliki akurasi dan presisi yang lebih baik. Kemudian tabung
reaksi divortex selama 10 detik dan didiamkan selama 50 detik pada suhu ruang.
Diukur serapan pada panjang gelombang 340 nm uji terhadap blanko setiap 1
menit selama 3 menit. Hal ini karena merupakan kondisi optimum dari reagen
yang digunakan. Jika suhu yang digunakan lebih rendah dan kurang dari 1 menit
dikhawatirkan reaksi belum terjadi atau tidak terjadi secara optimal. Sebaliknya,
apabila suhu yang digunakan lebih tinggi dikhawatirkan enzim yang digunakan
akan rusak sehingga mengganggu analisis.
Pada tabung blanko dimasukan reagen dan aquadest. Blanko yang
digunakan yaitu reagen dan aquadest dengan tujuan agar pada saat pengukuran
absorbansi uji yang akan terbaca pada spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 340 nm hanya hasil oksidasi NADH menjadi NAD dan tidak
mengganggu hasil yang akan didapat. Panjang gelombang 340 nm merupakan
panjang gelombang maksimum untuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi
identifikasi SGPT.
Pada tabung uji dimasukan reagen dan spesimen yaitu serum darah. Enzim
SGPT yang berada dalam darah akan bereaksi dengan reagen. Reagen yang
mengandung L-alanin dan alfa-ketoglutaric acid di reaksikan dimana terjadi reaksi
hidrolisis dengan bantuan enzim alanin transaminase membentuk piruvat dan L-
glutamat. Reagen mengandung NADH direaksikan dengan piruvat dengan enzim
laktat dehidrogenasi pada reaksi hidrolisis membentuk L-laktat dan NAD+ .

Pengukuran absorbansi dilakukan setiap satu menit selama 3 menit untuk melihat
NADH yang teroksidasi menjadi NAD+ dimana semakin banyak NADH yang
teroksidasi semakin tinggi juga nilai absorbansi.
Berdasarkan data pengamatan pemeriksaan kadar glutamate piruvat
transaminase diperoleh nilai absorbansi pada menit ke-1, 2 dan 3 secara berurutan
yaitu 0.203; 0,227 dan 0,213 sehingga diperoleh kadar glutamate piruvat
transaminase sebesar 22,89 IU/L. Pengujian dilakukan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 340 nm berdasarkan hukum
Lambert beer, dimana absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat.
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan materi.
Kadar SGPT yang diperoleh masuk pada batas normal kadar SGPT dalam
serum, karena berada pada rentang kadar normal yaitu <30 IU/L. Kadar SGPT
yang tinggi dalam serum dapat dijadikan parameter adanya kerusakan pada hati
dan dapat digunakan untuk membedakan penyakit obstruktif dan penyakit
hepatoseluler. Kenaikan kadar SGPT yang diperoleh juga dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain seperti faktor pengujian. Faktor pengujian yang dapat
berpengaruh pada reaksi enzimatis yaitu suhu, pH dan waktu pengujian.

VII. Kesimpulan
Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa kadar GPT yang didapat
dalam sampel uji berada pada batas normal yaitu 22,89 IU/L. Metode pengujian
yang digunakan pada percobaan ini adalah metode enzimatik.
DAFTAR PUSTAKA
Bastiansyah, Eko. (2008). Panduan lengkap : Membaca Hasil Tes Kesehatan.
Penebar Plus: Jakarta.
Cabre, M. et al. (2000). Time-course of Changes in Hepatic Lipid Peroxidation
and Glutathione Metabolism in Rats With Carbon Tetrachloride-induced
Cirrhosis, CCEP.
Cahyono, J.B.S.B. (2008). Gaya Hidup & Penyakit Modern, Kanisius:
Yogyakarta.
Day, R.a., A.L. Underwood. (1996). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi kelima.
Penerbit Erlangga: Jakarta.
Edoardo, G. et al. (2005). Liver Enzym Alteration Guide for Clinicans, CMAJ.
Ellenc, E. (2006). Hypoxic Liver Injury. Mayo Clin Proc J.
Evelyn C.Pearce. (2008). Anatomi dan fisiologi untuk para medis. PT Gramedia:
Jakarta.
Frandson, R. D., (1981). Anatomi dan Fisiologi Ternak. Penerjemah B.
Srigandono dan Sudarsono. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Hardjoeno, H. (2003). Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Ingle, James D., Stanley R. Crouch. (1988). specctrochemical Anallysiss. Prentice
Hall Inc: New Jersey.
Lokakarya Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. (2005). Departemen
Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Pratt, Daniel.S. (2010). Liver Chemistry and function test. In:Feldma M, Friedma,
L.S., Brandt, L.J., eds. Scheisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and
Liver disease. Saunders Elsevier, Philadelphia, PA.
Price, A. dan Wilson, L. (1995). Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. Penebit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Recknagel, R.O. et al. (1989). Mechanism of Carbon Tetrachloride Toxicity,
Pharmacol Ther.
Rini. (2012). Aktivitas Hepatoprotektor Dan Toksisitas AKut EKstrak Akar
Alang-alang (Imperata cylindrical), Institut Pertanian Bogor. Univ.
Riswanto. (2009). Tinjauan Mutu Pelayanan Laboratorium Klinik Rumah Sakit.
Pemantapan Mutu Edisi November.
Ronald, A. Sacher. (2004). Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Roth, H.J., et.al. (1994). analisis Farmasi, cetakan kedua, diterjemahkan oleh
Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim, Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Santosa, B., dkk. (2010). Korelasi Kadar Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-
1) Plasma dengan Enzim Transaminase Serum pada Demam Berdarah
Dengue, Sari Pediatri. Vol. 12. No. 1.
Syaharuddin, dkk. (2007). Pengaruh Ekstrak Lempuyang Wangi Terhadap
Penurunan Kadar SGOT dan SGPT Kelinci, Majalah Farmasi dan
Farmakologi. Vol. 5. No. 3. Unhas: Makasar.
Underwood, J.C.E. (1999). Patologi Umum dan Sistemik, Trans. Sarijadi (editor).
Edisi 2. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Wahyudin, E. (1997). Sakit Kuning dan Hepatitis, Majalah Farmasi dan
Farmakologi. Vol. 1. No. 1. Unhas: Makassar.

Anda mungkin juga menyukai