Uji 5
Uji 5
I. Tujuan Percobaan
- Melakukan pemeriksaan glutamat piruvat transaminase yang menunjukan
adanya penyakit yang menyerang hati
- Menginterprestasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh
VI. Pembahasan
Organ-organ dalam tubuh memiliki fungsi penting yang harus diperhatikan
salah satunya hati. Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di dalam
tubuh yang mampu melaksanakan berbagai tugas metabolik. Serum glutamate
oksaloasetat transaminase (SGOT) dan serum glutamate piruvat transaminase
(SGPT) adalah enzim transaminase yang terdapat di dalam hati dan banyak
digunakan sebagai parameter kerusakan hati. SGOT ditemukan di berbagai
jaringan terutama jantung, hati dan otot rangka. Sedangkan SGPT paling banyak
ditemukan di hati dan sedikit di ginjal dan otot rangka sehingga enzim SGPT lebih
spesifik untuk mendiagnosa adanya kerusakan hati.
Kerusakan pada hati diawali dengan terjadinya peradangan. Peradangan
yang terjadi dapat disebabkan akibat organ hati terserang oleh virus hepatitis atau
paparan zat kimia yang bersifat toksis pada hati. Peradangan yang terjadi akibat
respon tubuh terhadap virus atau paparan zat kimia tersebut. Akibatnya ada
peradangan maka tubuh akan merespon untuk menyembuhkan luka pada organ
hati yang melibatkan beberapa sel dan mediator yang disebut fibrosis. Fibrosis
hati merupakan proses terbentuknya jaringan ikat sebagai respon pada cedera hati
yang kronik. dan progresif. Bila fibrosis bekerja secara progresif, maka dapatnya
menyebabkan sirosis hati.
Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,
disorganisasi dari lobus dan arsitektur vascular dan regenerasi nodul hepatosit.
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan
pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit
hati kronis dan terjadi pengerasan dari hati.
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian pemeriksaan Glutamat
Piruvate Transaminase (GPT) yang bertujuan untuk memeriksa fungsi hati dan
menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh. Pemeriksaan ini
menggunakan metode enzimatik. Pada metode enzimatik, kadar SGPT ditentukan
melalui dua tahap reaksi yaitu reaksi hidrolisis terhadap L-alanin dan 2-
oksoglutarat dengan bantuan enzim alanin transaminase dan reaksi hidrolisis
piruvat dan NADH dengan bantuan enzim laktat dehidrogenase secara fotometri
menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 340 nm. Metode
enzimatik dipilih karena energi aktivasi lebih rendah sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk bereaksi lebih cepat dibandingkan tidak menggunakan enzim.
Pemeriksaan kadar SGPT dalam darah dengan spesimen analisis berupa
serum darah. Serum darah diperoleh dengan cara proses sentrifugasi. Hasil proses
sentrifugasi terdapat dua bagian yaitu supernatan dan pelet. Diambil bagian
supernatan yang merupakan serum. Supernatan mengandung air (90-92%) dan
zat-zat terlarut (7-8%) dimana pada zat-zat terlarut terdapat protein, garam
mineral, sisa metabolik, hormon, gas dan bahan organik (C,H,O,N) (Frandson,
1981). Penggunaan serum yang ada pada bagian supernatan karena SGPT
merupakan hasil dari metabolisme tubuh dimana ketika terjadi kerusakan hati,
enzim SGPT akan keluar dan berada di dalam serum.
Pengujian dilakukan dengan menyiapkan 2 tabung reaksi dimana pada
tabung pertama yaitu tabung uji yang berisi serum, aquadest dan reagen kerja,
tabung kedua yang merupakan blanko berisi aquadest dan reagen kerja. Reagen
yang digunakan mengandung alfa ketoglutaric acid, NADH, lactic dehydrogenase,
tris buffer (pH 7.3) L-Alanine. Semua bahan diambil menggunakan mikropipet
karena mikropipet memiliki akurasi dan presisi yang lebih baik. Kemudian tabung
reaksi divortex selama 10 detik dan didiamkan selama 50 detik pada suhu ruang.
Diukur serapan pada panjang gelombang 340 nm uji terhadap blanko setiap 1
menit selama 3 menit. Hal ini karena merupakan kondisi optimum dari reagen
yang digunakan. Jika suhu yang digunakan lebih rendah dan kurang dari 1 menit
dikhawatirkan reaksi belum terjadi atau tidak terjadi secara optimal. Sebaliknya,
apabila suhu yang digunakan lebih tinggi dikhawatirkan enzim yang digunakan
akan rusak sehingga mengganggu analisis.
Pada tabung blanko dimasukan reagen dan aquadest. Blanko yang
digunakan yaitu reagen dan aquadest dengan tujuan agar pada saat pengukuran
absorbansi uji yang akan terbaca pada spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 340 nm hanya hasil oksidasi NADH menjadi NAD dan tidak
mengganggu hasil yang akan didapat. Panjang gelombang 340 nm merupakan
panjang gelombang maksimum untuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi
identifikasi SGPT.
Pada tabung uji dimasukan reagen dan spesimen yaitu serum darah. Enzim
SGPT yang berada dalam darah akan bereaksi dengan reagen. Reagen yang
mengandung L-alanin dan alfa-ketoglutaric acid di reaksikan dimana terjadi reaksi
hidrolisis dengan bantuan enzim alanin transaminase membentuk piruvat dan L-
glutamat. Reagen mengandung NADH direaksikan dengan piruvat dengan enzim
laktat dehidrogenasi pada reaksi hidrolisis membentuk L-laktat dan NAD+ .
Pengukuran absorbansi dilakukan setiap satu menit selama 3 menit untuk melihat
NADH yang teroksidasi menjadi NAD+ dimana semakin banyak NADH yang
teroksidasi semakin tinggi juga nilai absorbansi.
Berdasarkan data pengamatan pemeriksaan kadar glutamate piruvat
transaminase diperoleh nilai absorbansi pada menit ke-1, 2 dan 3 secara berurutan
yaitu 0.203; 0,227 dan 0,213 sehingga diperoleh kadar glutamate piruvat
transaminase sebesar 22,89 IU/L. Pengujian dilakukan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 340 nm berdasarkan hukum
Lambert beer, dimana absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat.
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan materi.
Kadar SGPT yang diperoleh masuk pada batas normal kadar SGPT dalam
serum, karena berada pada rentang kadar normal yaitu <30 IU/L. Kadar SGPT
yang tinggi dalam serum dapat dijadikan parameter adanya kerusakan pada hati
dan dapat digunakan untuk membedakan penyakit obstruktif dan penyakit
hepatoseluler. Kenaikan kadar SGPT yang diperoleh juga dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain seperti faktor pengujian. Faktor pengujian yang dapat
berpengaruh pada reaksi enzimatis yaitu suhu, pH dan waktu pengujian.
VII. Kesimpulan
Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa kadar GPT yang didapat
dalam sampel uji berada pada batas normal yaitu 22,89 IU/L. Metode pengujian
yang digunakan pada percobaan ini adalah metode enzimatik.
DAFTAR PUSTAKA
Bastiansyah, Eko. (2008). Panduan lengkap : Membaca Hasil Tes Kesehatan.
Penebar Plus: Jakarta.
Cabre, M. et al. (2000). Time-course of Changes in Hepatic Lipid Peroxidation
and Glutathione Metabolism in Rats With Carbon Tetrachloride-induced
Cirrhosis, CCEP.
Cahyono, J.B.S.B. (2008). Gaya Hidup & Penyakit Modern, Kanisius:
Yogyakarta.
Day, R.a., A.L. Underwood. (1996). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi kelima.
Penerbit Erlangga: Jakarta.
Edoardo, G. et al. (2005). Liver Enzym Alteration Guide for Clinicans, CMAJ.
Ellenc, E. (2006). Hypoxic Liver Injury. Mayo Clin Proc J.
Evelyn C.Pearce. (2008). Anatomi dan fisiologi untuk para medis. PT Gramedia:
Jakarta.
Frandson, R. D., (1981). Anatomi dan Fisiologi Ternak. Penerjemah B.
Srigandono dan Sudarsono. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Hardjoeno, H. (2003). Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Ingle, James D., Stanley R. Crouch. (1988). specctrochemical Anallysiss. Prentice
Hall Inc: New Jersey.
Lokakarya Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. (2005). Departemen
Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Pratt, Daniel.S. (2010). Liver Chemistry and function test. In:Feldma M, Friedma,
L.S., Brandt, L.J., eds. Scheisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and
Liver disease. Saunders Elsevier, Philadelphia, PA.
Price, A. dan Wilson, L. (1995). Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. Penebit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Recknagel, R.O. et al. (1989). Mechanism of Carbon Tetrachloride Toxicity,
Pharmacol Ther.
Rini. (2012). Aktivitas Hepatoprotektor Dan Toksisitas AKut EKstrak Akar
Alang-alang (Imperata cylindrical), Institut Pertanian Bogor. Univ.
Riswanto. (2009). Tinjauan Mutu Pelayanan Laboratorium Klinik Rumah Sakit.
Pemantapan Mutu Edisi November.
Ronald, A. Sacher. (2004). Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Roth, H.J., et.al. (1994). analisis Farmasi, cetakan kedua, diterjemahkan oleh
Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim, Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Santosa, B., dkk. (2010). Korelasi Kadar Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-
1) Plasma dengan Enzim Transaminase Serum pada Demam Berdarah
Dengue, Sari Pediatri. Vol. 12. No. 1.
Syaharuddin, dkk. (2007). Pengaruh Ekstrak Lempuyang Wangi Terhadap
Penurunan Kadar SGOT dan SGPT Kelinci, Majalah Farmasi dan
Farmakologi. Vol. 5. No. 3. Unhas: Makasar.
Underwood, J.C.E. (1999). Patologi Umum dan Sistemik, Trans. Sarijadi (editor).
Edisi 2. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Wahyudin, E. (1997). Sakit Kuning dan Hepatitis, Majalah Farmasi dan
Farmakologi. Vol. 1. No. 1. Unhas: Makassar.