Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik dengan
tingkat keparahan ringan, sedang atau berat. Luka adalah hilangnya atau rusaknya
sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau
tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan
(Sjamsuhidajat, 2010). Luka yang tidak disengaja biasanya terjadi pada seseorang yang
mengalami kecelakaan, sedangkan luka yang disengaja biasanya terjadi pada seseorang
yang melakukan tindakan operasi untuk tujuan tertentu. Menurut Meikahani (2015),
jenis luka dibagi menjadi dua yaitu luka terbuka dan luka tertutup. Luka terbuka
merupakan suatu keadaan dimana rusaknya jaringan kulit yang diakibatkan oleh benda
tajam, tembakan, atau benturan keras dengan benda tumpul pada saat kecelakaan lalu
lintas seperti luka lecet, luka sayat, luka tembak dan luka robek. Luka tertutup
merupakan suatu keadaan dimana rusaknya jaringan kulit yang disebabkan oleh trauma
benda tumpul akan tetapi kulit penderita dalam keadaan utuh dan tidak terjadi
hubungan antara jaringan tersebut dengan dunia luar, seperti pada luka memar,
dislokasi, dan cedera pada otot.
Kulit mempunyai fungsi utama sebagai barrier pelindung dari lingkungan. Luka
pada kulit adalah terdapatnya kerusakan morfologi jaringan kulit atau jaringan yang
lebih dalam. Penyembuhan luka adalah kembalinya integritas kulit menjadi normal dan
jaringan yang berada dibawahnya (Winarsihet al., 2012).
Kulit berperan penting dalam kehidupan manusia, antara lain mengatur
keseimbangan air serta elektrolit, pengaturan suhu dan berfungsi sebagai pelindung
terhadap lingkungan luar.Kulit tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik saat
pelindung ini rusak karena berbagai penyebab seperti ulkus, luka, trauma, atau
neoplasma. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengembalikan integritasnya
sesegera mungkin (Mescher, 2011).
Proses penyembuhan luka merupakan proses biologik dimulai dari adanya trauma
dan berakhir dengan terbentuknya luka parut. Tujuan dari manajemen luka adalah
penyembuhan luka dalam waktu sesingkat mungkin, dengan rasa sakit,
ketidaknyamanan, dan luka parut yang minimal pada pasien meminimalkan
kerusakan jaringan, penyediaan perfusi jaringan yang cukup dan oksigenasi, nutrisi
yang tepat untuk jaringan. Pengobatan dari luka bertujuan untuk mengurangi
faktor-faktor risiko yang menghambat penyembuhan luka, mempercepat proses
penyembuhan dan menurunkan kejadian luka yang terinfeksi .
Oleh karena itu, kami melakukan pengamatan tentang “ Identifikasi
macam-macam luka yang sering terjadi serta cara penyembuhan luka” di Poli
Pembersihan Luka RS Abdullah Rivai.
1.2 Rumusan Masalah
Apa saja luka-luka yang sering diberi perawatan oleh Poli Pembersihan Luka
RS Abdullah Rivai ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pelaksanaan TPP :
1. Mengidentifikasi dan mengetahui jenis-jenis luka.
2. Mengetahui bagaimana cara penyembuhan dan perawatan untuk pasien
yang terkena luka.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dalam pelaksanaan TPP ini :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis luka.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara penyembuhan dan
perawatan luka.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka


Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat prosespatologis
yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organtertentu (Perry,
2005). Luka adalah hilang atau rusaknya sebagianjaringanatau tubuh.Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atautumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, gigitanhewan dll (DeJong, 2004).

2.2 Jenis- Jenis Luka


2.2.1 Berdasarkan Sifat Kejadian

Dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka terkena radiasi atau bedah) dan luka
tidak disengaja (luka terkena trauma). Luka tidak disengaja dibagi menjadi 2,
yaitu :

a. Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak
(kesleo, terkilir, patah tulang, dsb).
b. Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan
terjadi karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan
(kecelakaan).

(Taylor, 1997).

2.2.2 Berdasarkan Penyebabnya

Di bagi menjadi :

a. Luka mekanik (cara luka didapat dan luas kulit yang terkena).
b. Luka insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Luka dibuat secara sengaja, misal yang terjadi akibat pembedahan.
c. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (ligasi).
d. Luka memar (Contusion Wound), adalah luka yang tidak disengaja terjadi
akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh: cedera
pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak, namun kulit tetap utuh. Pada
luka tertutup, kulit terlihat memar.
e. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
f. Luka tusuk (Punctured Wound), luka ini dibuat oleh benda yang tajam
yang memasuki kulit dan jaringan di bawahnya. Luka punktur yang
disengaja dibuat oleh jarum pada saat injeksi. Luka tusuk/ punktur yang
tidak disengaja terjadi pada kasus: paku yang menusuk alas kaki bila paku
tersebut terinjak, luka akibat peluru atau pisau yang masuk ke dalam kulit
dengan diameter yang kecil.
g. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi bila kulit tersobek secara kasar. Ini
terjadi secara tidak disengaja, biasanya disebabkan oleh kecelakaan akibat
benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Pada kasus kebidanan:
robeknya perineum karena kelahiran bayi.
h. Luka tembus/luka tembak (Penetrating Wound), yaitu luka yang
menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar,
bagian tepi luka kehitaman.
i. Luka bakar (Combustio), yaitu luka yang terjadi karena jaringan tubuh
terbakar.
j. Luka gigitan (Morcum Wound), yaitu luka gigitan yang tidak jelas
bentuknya pada bagian luka.
k. Luka non mekanik, yaitu luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau
serangan listrik.

(Taylor, 1997).

2.2.3 Berdasarkan Tingkat Kontaminasi

a. Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b. Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
c. Contamined Wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada kategori ini juga
termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka
10% – 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

(Taylor, 1997).

2.2.4 Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka

a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema), yaitu yaitu luka


yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness”, yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness”, yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau
tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness”, yaitu luka yang telah mencapai
lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang
luas.

(Taylor, 1997).
2.2.5 Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka

a. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses


penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

(Taylor, 1997).

2.3 Tipe Penyembuhan Luka

Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan


dengan jumlah jaringan yang hilang.
1. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan
yang terjadi setelah diusahakan bertautnya tepi luka, biasanya dengan jahitan,
plester, skin graft, atau flap. Hanya sedikit jaringan yang hilang dan Luka
bersih. Jaringan granulasi sangat sedikit. Re-epitelisasi sempurna dalam 10-14
hari, menyisakan jaringan parut tipis.
Kontraindikasi Penutupan Luka Sec Primer:
a. Infeksi
b. Luka dg jaringan nekrotik.
c. Waktu terjadinya luka >6 jam sebelumnya, kecuali luka di area wajah.
d. Masih tdpt benda asing dlm luka
e. Perdarahan dr luka
f. Diperkirakan tdpt “dead space” stla dilakukan jahitan.
g. Tegangan dlm luka atau kulit di sekitar luka terlalu tinggi
h. perfusi jaringan buruk.
2. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang
tidak mengalami penyembuhan primer. Dikarakteristikkan oleh luka yang luas
dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Tidak ada tindakan aktif menutup
luka, luka sembuh secara alamiah (intervensi hanya berupa pembersihan luka,
dressing, dan pemberian antibiotika bila perlu). Proses penyembuhan lebih
kompleks dan lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka dan terbentuk
jaringan granulasi yang cukup banyak. Luka akan ditutup oleh re-epitelisasi dan
deposisi jaringan ikat sehingga terjadi kontraksi. Jaringan parut dapat luas/
hipertrofik, terutama bila luka berada di daerah presternal, deltoid dan leher.
Indikasi Penutupan luka secara sekunder:
a. Luka kecil (<1.5 cm)
b. Struktur penting di bawah kulit tidak terpapar
c. Luka tidak terletak di area persendian & area yg penting secara kosmetik
d. Luka bakar derajat 2.
e. Waktu terjadinya luka >6 jam sebelumnya, kecuali bila luka di area
wajah.
f. Luka terkontaminasi (highly contaminated wounds)
g. Diperkirakan terdapat “dead space” setelah dilakukan jahitan
h. Darah terkumpul dlm dead space
i. Kulit yg hilang cukup luas
j. Oedema jaringan yg hebat sehingga jahitan terlalu kencang dan
mengganggu vaskularisasi yang dapat menyebabkan iskemia &
nekrosis.
3. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah
diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe
penyembuhan luka yang terakhir. Delayed primary closure yang terjadi setelah
mengulang debridement dan pemberian terapi antibiotika.
(Mansjoer, dkk., 2000).

2.4 Faktor yang Menghambat Penyembuhan Luka

1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari
faktor pembekuan darah.

2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan
diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn.
Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka
setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi
luka dan penyembuhan lama karena suplai darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Bakteri sumber penyebab infeksi. Infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi dan
nekrosis yang menghambat penyembuhan luka.

4. Sirkulasi (Hipovolemia) dan Oksigenasi


Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah
besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah).
Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih
sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat
terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh
darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada
orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya
ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang
besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.

6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan
sel mati dan lekosit (sel darah putih), yang membentuk suatu cairan yang kental yang
disebut dengan nanah (“Pus”).

7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari
balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

8. Diabetes Mellitus
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.

9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

(Potter, 2000).

2.5 Komplikasi Penyembuhan Luka

Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan


eviscerasi.

1. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis
jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan
dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan
balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan
mungkin diperlukan.

3. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence
adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya
pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi,
multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi,
mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi
4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence
dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar,
kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan
pada daerah luka.
BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan

Tugas Pengenalan Profesi (TPP) Blok III dilakukan di Poli Pembersihan Luka RS
Abdullah Rivai Jl. Sungai Kundur No. Kelurahan, Mariana, Banyuasin I, Kabupaten
Banyu Assin, Sumatera Selatan.

3.2 Waktu Pelaksanaan

Waktu : 10.00 s.d selesai

Tanggal :

3.3 Subjek Tugas Mandiri

Tugas Pengenalan Profesi (TPP) subjeknya adalah Observasi Luka pada Pasien di
Poli Pembersihan Luka.

3.4 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan TPP ini antara lain :


1. Alat tulis

2. Handphone
3. Checklist Pertanyaan
3.1 Langkah Kerja
1. Membuat proposal tugas pengenalan profesi.
2. Mengkonsultasikan proposal pada pembimbing TPP.
3. Meminta surat izin untuk melakukan TPP.
4. Membuat janji pada pihak terkait.
5. Melakukan observasi luka di Poli Pembersihan Luka RS Abdullah
Rivai.
6. Melakukan wawancara seperlunya.
7. Membuat laporan hasil observasi luka yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer.A, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media


Aesculapius FKUI.

Meikahani, Ranintya. 2015. PENGEMBANGAN BUKU SAKU PENGENALAN


PERTOLONGAN DAN PERAWATAN CEDERA OLAHRAGA UNTUK SISWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia Volume
11, Nomor 1, April 2015

Mescher, A.L. 2011. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas, Edisi 12. Jakarta:
ECG.

Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar. Edisi III. Alih bahasa
Ester Monica. Jakart: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2.A lih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.
Jakarta:EGC

Taylor, C. et al i. 1997. Fundemental of Nursing The Art and science of Nursing care.
4thedition. Philadelpia. JB Lippincoff hal 69 9-705..

Sjamsuhidajat, R & Wim, DeJong (ed). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai